Anda di halaman 1dari 5

2.7.

Strategi dan Manajemen Penyelesaian Konflik


Manajeman konflik sendiri merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak
ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah penyelesaian yang konstruktif atau
destruktif (Ross, 1993).
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikan terjadinya konflik. Strategi-strategi
tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama. Pendekatan
strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat
konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat
digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih
banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik.
Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan
memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan
memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini
dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan
signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang
manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk
menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi
yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa
persaingan yang senat. Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara
pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya
sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan
penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik
adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik
untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan
perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Hal- hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik antara lain :
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui olch semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membua orang
menjadi senang dalam memberikan usulan
3. Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah
penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang
tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
12. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
13. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
14. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
15. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
16. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus
dikenali sifat. jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk
menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk
memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja "mengabaikan" konflik yang
terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang mendasari
konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi
lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang
manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat
member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang
dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya,
bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien,
seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang
sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan yang
dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin,
pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik. seorang
manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang
berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan
disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
anggota, penawaran bantuan untuk menyclesaikan masala pekerjaan, penentuan pendekatan
terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa
hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masala kedisiplinan.

2. Pertimbangan tahap kehidupan


Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap
perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-
masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap
dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa "haus" akan pengetahuan,
keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan
dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan
karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego
dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk
menyelesaikan konflik.

3. Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam
penyelesaian konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk
‘memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat
melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada
staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian
informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua
aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai
realitas, ketengan emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif,
cara mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.

4. Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas.
Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen
personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi,
keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas,
penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.

5. Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau
mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf.
Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat
belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan, Bila mereka tidak puas,
mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu, Pada umunya perilaku
asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

2.8. Gaya Penyelesaian Konflik


Terdapat 2 hal yang memegang peranan penting dalam keberhasilan penyelesaian konflik, yaitu
menentukan besarnya konflik dan gaya penanganan konflik (Rahim, 2002). Yang dimaksud
dengan besarnya konflik terkait dengan jumlah individu yang terlibat, apakah konflik mengarah
pada intrapersonal, interpersonal, intra kelompok, atau antar kelompok. Kreitner dan Kinicki
(2005) mengungkapkan lima gaya penanganan konflik (Five Conflict Handling Styles). Model ini
ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Menggambarkan sisi
pemecahan masalah yang berorientasi pada oranglain (concern for others) dan pemecahan
masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini
menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating, obliging,
dominating, avoiding, dan compromising.

1) Integrating (Problem Solving)


Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah (problem solving), seperti
dalam menentukan diagnosis dan intervensi yang tepat dalam suatu masalah. Dalam gaya ini
pihak- pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang
dihadapi, bertukar informasi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi
alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang
disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan
masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan
waktu yang lama dalam penyelesaian masalah (Rahim, 2002). Langkah-langkah untuk mencapai
solusi ini antara lain adalah mulai dengan berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang kondusif,
menghargai perbedaan individu, bersikap empati dengan semua pihak, menggunakan komunikasi
asertif dengan mamaparkan isu dan fakta dengan jelas, membedakan sudut pandang,
meyakinkan bahwa tiap individu dapat menyampaikan idenya masing-masing, membuat
kerangka isu utama berdasarkan prinsip yang umum, menjadi pendengar yang baik. Setuju
terhadap solusi yang menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak sehingga dicapai
“win-win solution”.

2) Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan
pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena
berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau
kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk
mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak
menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

3) Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang
lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini
sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan
masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam
penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus mengambil
keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani masalah
yang menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga tidak tepat untuk konflik
yang bersifat kompleks . Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau
rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

4) Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sederhana,
atau jika biaya yangharus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan
yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau
“buruk”. Teknik ini kurang tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan adanya
tuntutan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah secara tuntas (Rahim, 2002). Kekuatan
dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau
mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat
sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

5) Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan
antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling
memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok
digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda
tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang
demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang
bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendel (2005), gaya ini merupakan gaya yang paling
banyak dipilih oleh perawat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai