Anda di halaman 1dari 38

MATA KULIAH ELEKTIF I

KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK KHUSUS


TANTANGAN PENGEMBANGAN PENGOBATAN TRADISIONAL

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Nurhayati PO.71.20.1.20.036
2. Reyfi Mariska PO.71.20.1.20.037
3. Pegi Tri Utami PO.71.20.1.20.038
4. Rizka Novitrisia PO.71.20.1.20.039
5. Omar Muhctar PO.71.20.1.20.040
6. Asty Eka Daryani PO.71.20.1.20.041
7. Yenisa PO.71.20.1.20.042
8. Akhsanonisa PO.71.20.1.20.043
9. Ariesta Arisuseni PO.71.20.1.20.044
10. Yuli Agustin PO.71.20.1.20.045
11. Triani Mustika Sulistin PO.71.20.1.20.046
Tingkat/Semester : III A/Semester VI
Dosen Pengampu : Imelda Erman, S.Kep,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PRODI D-III KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Tantangan Pengembangan Pengobatan Tradisional” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas oleh Ibu Imelda Erman, S.Kep,M.Kes sebagai Dosen Pengampu
Mata Kuliah Elektif I : Keperawatan Komunitas Kelompok Khusus, selain itu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Elektif I : Keperawatan
Komunitas Kelompok Khusus yang baik dan benar bagi para pembaca dan juga penulis.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya, sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari anda
demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Palembang, Februari 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
1.4 Manfaat........................................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................7
2. 1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Tradisional....................................................................7
2.2 Tantangan dalam Pemberdayaan Kesehatan Tradisional.............................................7
2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional.........................11
2.3.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat...............................................................11
2.3.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat.....................................................................12
2.3.3 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.........................................................14
2.3.4 Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat....................................................15
2.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat....................................................................19
2.3.6 Lingkup Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat....................................................21
2.3.7 Indikator Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat............................................21
2.4 Pendapat Peneliti Terhadap Kesehatan Tradisional....................................................23
BAB III......................................................................................................................................27
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan
oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama
pada daun lontar husodo (Jawa), Usada (Bali), lontarak pabbura (Sulawesi Selatan),
dokumen serat primbon Jampi, serat racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi
Borobudur yang menggambarkan orang yang sedang meracik obat (jamu) dengan
tumbuhan sebagai bahan bakunya. Obat herbal telah diterima secara luas di negara
berkembang dan negara maju.

Sejarah kedokteran telah menunjukkan bahwa sebagian obat tradisional


merupakan cikal bakal dari obat moderen. Sebagai contoh adalah kina dan reserpin yang
sejak dahulu telah dipakai sebagai obat tradisional untuk penyakit-penyakit tertentu, tapi
dosisnya belum dapat ditentukan. Kemudian dengan cara pemurnian dapat ditemukan
substansi ysng efektif sehingga takaran dan khasiatnya dapat diukur. Fakta
menunjukkan bahwa upaya kesehatan tradisional telah dikenal dari dulu kala dan
dilaksanakan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obat modern.
Sampai saat ini masyarakat masih mengakui dan memanfaatkan pelayanan dengan obat
tradisional ini.

Menurut WHO (badan kesehatan dunia) hingga 65 % dari penduduk negara


maju dan 80 % penduduk dari negara berkembang telah menggunakan obat herbal.
Faktor pendorong terjadinya penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia
harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat,
adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker
serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Pada tahun
2000 diperkirakan penjualan obat herbal di dunia mencapai US $ 60 milyar.
Disamping itu Indonesia merupakan Negara yang kaya akan tumbuhan namun
baru 180 tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional oleh industri maka ini
tentunya menjadi peluang bagi profesi kefarmasian untuk mninkatkan peran sediaan
herbal dalam pembangunan kesehatan masih terbuka lebar, namun demikian Seiring
dengan pesatnya berkembangnya obat tradisional ini terjadi efek samping yang tidak
diinginkan yaitu terjadinya penyimpangan obat tradisonal dengan beredarnya Obat
Tradisional yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan yaitu terindikasinya Obat
tradisonal mengandung Bahan Kimia Obat.

Berdasarkan hasil pengawasan BPOM dari tahun 2007 saampai 2012


penemuan OT yang mengandung BKO dari tahun ke tahun mengalami penurunan walau
demikian ini menjadi tantangan kita untuk lebih meningkatkan Obat Tradisional yang
tidak mengandung Bahan Kimia Obat.oleh karena itu dalam rangka peningkatan dan
pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka upaya kesehatan tradisional
dengan obat tradisionalnya perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya, dibina dan
dikembangkan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyimpulkan rumusan masalah
Bagaimana Tantangan Pengembangan Pengobatan Tradisional, Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan Tradisional, serta Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tantangan pengembangan pengobatan tradisional.
2. Untuk mengetahui penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan
tradisional.
3. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan
tradisional.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi pedoman maupun referensi dalam
peningkatan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan.
2. Manfaat untuk Pendidikan
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta menambah referensi buku
pendidikan, khususnya mengenai Tantangan Pengembangan Pengobatan
Tradisional, Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Tradisional,
serta Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional.
3. Manfaat untuk mahasiswa
Mengembangkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang Tantangan
Pengembangan Pengobatan Tradisional, Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Tradisional, serta Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pelayanan Kesehatan Tradisional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Tradisional


Menurut Undang-undang NO 36 Tahun 2009 Pelayanan Kesehatan
Tradisonal adalah Pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku dimasyarakat.

2.2 Tantangan dalam Pemberdayaan Kesehatan Tradisional


Obat dan cara pengobatan tradisional di Indonesia memang dalam sejarah
perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang mendapat tempat dan
perhatian yang memadahi. Jejak pelayanan kesehatan lokal perlahan memudar
seiring diperkenalkannya ilmu kedokteran modern yang dibawa oleh
pemerintahan kolonial. Jika kita hidup dalam zaman sebelum masa penjajahan,
kita mungkin tidak terbayangkan bahwa konsep pengobatan ditempatkan dalam
satu lokasi bernama rumah sakit. Hal ini dikarenakan, sebagian masyarakat
Indonesia pada waktu itu belum mengenal konsep tersebut. Perawatan atas suatu
gangguan kesehatan pada masa itu dilakukan di rumah dimana dukun atau orang
yang dipercaya mampu memberi pengobatan terhadap gangguan kesehatan yang
dialami datang ke rumah.
Persinggungan masyarakat umum dengan pelayanan kesehatan modern
diawali dengan penanganan pemerintah kolonial terhadap wabah dan kemudian
makin berkembang ketika politik etis mulai diberlakukan di Hindia Belanda
(Suwardi, 2020). Wabah dan politik etis memang menjadi tonggak penting dari
mulai dikenalnya secara luas pelayanan kesehatan modern terhadap masyarakat
luas. Wabah penyakit yang menyerang Hindia Belanda berakibat kerugian
ekonomi memaksa pemerintah Kolonial Belanda untuk memberikan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Penanganan wabah tersebut kemudian didukung
dengan dilakukannya politik etis. Politik masyarakat di Indonesia, akan tetapi
tidak benarbenar berada dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada. Kuatnya
logika pendidikan dan pelayanan kesehatan ala barat memang menjadikan pola
obat dan pengobatan tradisional terpinggirkan karena dianggap tidak mampu
memenuhi kaidah dan standar dalam keilmuan dan pelayanan kesehatan.
Anggapan tersebut sebenarnya tidaklah benar sepenuhnya. Pola sistem
kesehatan di Jawa sebenarnya merupakan sistem yang cukup kompleks dalam
mempelajari anatomi, asal dan perawatan penyakit, obat herbal dan mineral
beserta sistem sosial yang memberdayakan potensi masyarakat akan tetapi hanya
dipahami secara dangkal (Woodward, 1985). `
Penggunaan obat dan pengobatan tradisional yang masih cukup tinggi
hanyalah diartikan karena ketiadaan pelayanan kesehatan modern serta dampak
dari masalah mahalnya dan ketidakpercayaan pelayanan kesehatan modern serta
keterjangkauan fasilitas kesehatan (Assan, 2009). Obat tradisional, seperti jamu
gendong, merupakan contoh produk obat tradisional yang memerlukan
perhatian lebih dalam pola pengolahannya karena memungkinkan
berkembangnya bakteri di dalam pembuatannya (Limyati & Juniar, 2012). Hal
ini seharusnya bisa diatasi dengan dukungan pemerintah dalam mengatur
keamanan produk obat dan makanan tradisional.
Upaya penelitian dan pengembangan obat dan pengobatan tradisional
memang dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. Pada obat tradisional,
begitu banyak spesies yang didapatkan tidak hanya memberi tantangan dalam
upaya pengidentifikasiannya akan tetapi untuk benarbenar meneliti zat-zat yang
terkandung dalam setiap spesies yang ada. Dalam beberapa tanaman obat
tradisional, satu jenis tanaman memiliki pelbagai zat yang terkadang memiliki
efek yang cukup bertentangan. Tantangan tersebut yang harus dipecahkan untuk
menjadikan sebuah obat tradisional yang mampu terstandardisasi serta
teridentifikasi khasiat dan efek sampingnya. Standardisasi inilah yang penting
menjadi pintu masuk obat tradisional sehingga mampu sejajar dengan obat dan
pengobatan modern yang dipraktikkan pada fasilitas-fasilitas pelayanan
kesehatan.
Potensi dari jamu dan obat-obatan tradisional untuk menjadi penantang
dalam dunia industri herbal memang menjanjikan. Dengan keanakaragaman
hayati yang dimiliki, membuat Indonesia sebenarnya mampu berbicara banyak
dalam industri farmasi herbal. Peluang tersebut memiliki tantangan dari dunia
ilmiah, bahwa jamu dan obat tradisional lainnya dianggap bukanlah pola
pengobatan yang telah memiliki dasar ilmiah yang cukup. Jamu dan obat
tradisional dianggap hanya memiliki efek placebo bagi orang yang
mengkonsumsinya. Anggapan ini memang memandang sebelah mata jamu yang
sebenarnya telah terbukti secara empiris dipraktikkan nenek moyang bangsa
Indonesia. Jamu dan obat-obatan tradisional telah ada sejak ratusan tahun
sehingga menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Fakta tersebut tidak
dipandang oleh praktisi dunia kesehatan sebagai hal yang patut dipertimbangkan
dengan lebih memercayai obatobatan dari dunia barat dan mengandalkan
bahanbahan kimia atau dengan konsepsi “herbal” nya. Padahal, konsepsi herbal
tersebut sebenarnya telah ada di Indonesia sejak dahulu kala tanpa kita harus
bersusah payah mengimpor pengetahuan mengenai hal tersebut.
Keberadaan GRTKF (Genetic Resource, Traditional Knowledge and Folklore)
harus dimaksimalkan menjadi suatu peluang untuk membuka posisi tawar
dalam kancah global industri farmasi terutama berbasis herbal. Jika
mengandalkan kondisi yang dihadapi industri farmasi dalam negeri dalam
memproduksi obat-obatan modern tidak memungkinkan karena sebagian besar
bahan baku dari proses produksi merupakan bahan impor. Oleh karena itu,
dengan memaksimalkan kekayaan hayati serta pengetahuan lokal yang dimiliki
Indonesia adalah modal cukup untuk bersaing dalam persaingan global industri
farmasi.
Permasalahan yang dihadapi jamu atau obat tradisional yang ada di
Indonesia masih tidak dikelola dengan baik. Sebagai potensi sebagai bahan
industri farmasi, jamu dan obat-obatan tradisional lainnya hanya digunakan dan
dimanfaatkan secara sederhana tanpa suatu nilai tambah. Dalam sebuah era
industrialisasi, dengan bahan baku yang dimiliki, bersama nilai tambah yang
dibuat terhadap industri menjadikan keunggulan dalam menghadapi era
globalisasi tanpa memiliki ketergantungan pada dunia internasional (Pangestu et
al., 1996). Hal ini yang menjadi keunggulan kompetitif obat-obatan tradisional
dibandingkan dengan obat-obatan modern hasil industri farmasi yang telah ada.
Beberapa kebijakan untuk mendukung keberadaan obat tradisional di Indonesia
telah dilakukan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya beberapa aturan, di
antaranya standar pelayanan medik herbal yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 121/ Menkes/SK/II/2008.
Kemudian diikuti dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 261/Menkes/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi
pertama. Tidak hanya itu, kebijakan untuk menggunakan obat tradisional dalam
pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional juga telah dilakukan. Hal ini tertuang
di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 6 Tahun 2022
tentang Penggunaan Jasa Pelayanan dan Dukungan Biaya Operasional
Pelayanan Kesehatan Dalam Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah
(Permenkes RI No. 6 Tahun 2022) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 82 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan Prasarana Penunjang
Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016 (Permenkes RI No. 82
Tahun 2015) yang memuat diperbolehkannya penggunaan obat lain, termasuk
obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofar maka sesuai indikasi medis
yang dibutuhkan.
Obat tradisional masih dipersepsikan sebagai komplementer dari pola
pengobatan yang telah ada. Pengelolaan pelayanan kesehatan tradisional di
beberapa fasilitas kesehatanpun masih tidak memiliki posisi yang strategis
sekalipun telah didukung oleh sumber daya manusia yang cukup memadai
(Suharmiati, 2018). Kondisi tersebut didukung dengan belum masuknya obat
tradisional atau herbal ke dalam formularium obat nasional sehingga tidak bisa
dimasukkan dalam skema pembiayaan jaminan kesehatan nasional (Suliasih &
Mun’min, 2021). Posisi pelayanan kesehatan tradisional yang termarginalkan
tersebut membuatnya menjadi kurang begitu berkembang dibanding dengan
pelayanan kesehatan lainnya.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional


2.3.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Sumodiningrat Pemberdayaan Masyarakat merupakan upaya
untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang
mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua
kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan
dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang membedayakan. Menurut
Ginanjar Kartasasmita Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk membangun
daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran
akan potensi yang dimilikinya berupaya untuk mengembangkannya, selanjutnya
upaya tersebut diikuti untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai proses
pembangunan sekelompok orang atau masyarakat dengan cara mengembangkan
kemampuan masyarakat, memprakarsai, perubahan perilaku masyarakat dan
pengorganisasian masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka, serta dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan
yang ada dilingkungan sekitar mereka.
Pemberdayaan masyarakat adalah proses partisipatif yang memberi
kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengkaji tantangan utama
pembangunan mereka dan mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk
mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah,
regional dan bahkan program nasional. Pemahaman ini menunjukan bawa program
pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh masyarakat, dimana lembaga pendukung
hanya memiliki peran sebagai fasilitator. Hal ini akan mengurangi ketergantungan
pada sumber daya eksternal atau yang tidak berkelanjutan. Keberdayaan masyarakat
merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam
pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Dalam
upaya pemberdayaan masyarakat tersebut dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:
a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap
manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya,
tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan
sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan
mendorong, memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya
menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata,
dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses
kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat
menjadi berdaya.
c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus di cegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh
karena kekurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam
konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau
menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan
melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat
atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi
makin tergantung pada berbagai program bemberian (charity). Pendekatan utama
dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek
dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya
pembangunan sendiri.

2.3.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Tujuan utama pemberdayaan adalah meningkatkan kemandirian masyarakat,
khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik kondisi internal
(misalnya persepsi meraka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya
ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil), sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menuju pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;
yaitu meraka yang berdaya, mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial
seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencarian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupan. Pemberdayaan dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan orang-orang yang lemah dan tidak beruntung. Tujuan lainya,
pemberdayaan bertujuan untuk menumbuhkan inisiatif, kreativitas dan jiwa
kesendirian dalam pelaksaan kegiatan peningkatan kesejahteraan, serta juga
meningkatkan kemampuan usaha dalam rangka pembangunan sumber pendapatan
yang menunjang perekonomiannya7. Meskipun demikian, target dan tujuan
pemberdayaan itu sendiri dapat berbeda sesuai dengan bidang pembangunan yang
dikerjakan. Adapun tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan
sebagai berikut:
a. Perbaikan pendidikan (better education) dalam arti bahwa pemberdayaan harus
dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik. perbaikan
pendidikan yang mampu menumbuhkan semangat belajar seumur hidup.
b. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility) dengan tumbuh dan berkembangnya
semangat belajar seumur hidup, diharapkan akan memperbaiki aksesibilitasnya,
utamanya tentang aksesibilitas dengan sumber informasi, sumber pembiayaan,
penyedia produk dan peralatan, lembaga pemasaran.
c. Perbaikan tindakan (better action) dengan berbekal perbaikan pendidikan dan
aksesibilitas dengan seragam sumberdaya yang lebih baik, diharapkan akan
terjadi tindakan-tindakan yang lebih baik.
d. Perbaikan kelembagaan (better institution) dengan perbaikan kegiatan atau
tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk
pengembangan jejaring kemitraan usaha.
e. Perbaikan usaha (better business) perbaikan pendidikan (semangat belajar),
perbaikan aksesibilitas, kegiatan, dan perbaikan lembaga, diharapkan akan
memperbaiki bisnis yang dilakukan.
f. Perbaikan pendapatan (better income) dengan terjadinya perbaikan bisnis yang
dilakukan, diharapkan akan memperbaiki pendapatan yang diperolehnya,
termasuk pendapatan keluarga dan masyarakat.
g. Perbaikan lingkungan (better environment) perbaikan pendapatan diharapkan
dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan
sering kali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.
h. Perbaikan kehidupan (better living) tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan
yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap
keluarga dan masyarakat.
i. Perbaikan masyarakat (better community) keadaan kehidupan yang lebih baik,
yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan
akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula
Pada intinya tujuan pemberdayaan dilakukan melalui berbagai proses untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat yang dianggap kurang berdaya dengan
memanfaatkan berbagai peluang melalui kemandirian, agar mereka mampu
mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menjadi hak-haknya sebagai
warga masyarakat yang berdaulat, sehingga sampai pada kehidupan sejahtera.

2.3.3 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program
pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian,
dan berkelanjutan. Adapun lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Prinsip kesetraan
Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat
adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan
lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan
mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman serta keahlian satu
sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi
proses saling belajar.
b. Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulus kemandirian masyarakat
adalah program yang bersifat partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan di
evaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan
proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap
pemberdayaan masyarakat.
c. Keswadayaan atau kemandirian
Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan
masyarakat dari pada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin
sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang
memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka mempunyai kemampuan untuk
menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya,
mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki
norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi.
Bantuan dari orang lain yang bersifat materil harus dipandang sebagai
penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat
keswadayaannya. Prinsip “mulai lah dari apa yang mereka punya”. Menjadi panduan
untuk mengembangkan keberdayaan masyarakat. Sementara bantuan teknis harus secara
terencana mengarah pada peningkatan kapasitas, sehingga pada akhirnya
pengelolaannya dapat dialihkan kepada masyarakat sendiri yang telah mampu
mengorganisir diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
d. Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada
awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara
perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus,
karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatan sendiri.

2.3.4 Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat


Adapun empat tahapan yang sering digunakan untuk suksesnya program
pemberdayaan, yaitu tahapan penyadaran, pelatihan, pendampingan, dan evaluasi.
Adapun lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Penyadaran
Proses penyadaran sering kali sulit dibedakan dengan kegiatan sosialisasi,
karena kedua kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman
tentang kegiatan pembangunan yang akan dilakukan. Oleh sebab itu, metode yang
digunakan dalam proses penyadaran juga tidak berbeda dengan yang dilakukan pada
proses sosialisasi. Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
perubahan, serta menumbuhkembangkan keyakinan masyarakat terhadap keberhasilan
upaya-upaya perubahan yang akan dilakukan melalui pembangunan berbasis
masyarakat, seringkali diterapkan metode pelatihan untuk menumbuhkembangkan
motivasi atau Achievement Monitoring Training (AMT), yaitu latihan motivasi yang
berdasarkan pada prinsip- prinsip pendidikan orang dewasa. Tahap penyadaran, target
yang hendak diberdayakan di beri “pencerahan” dalam bentuk penyadaran bahwa
mereka mempunyai hak untuk mempunyai “sesuatu” Tahap penyadaran dan
pembentkan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan
peningkatan kapasitas diri.
b. Pelatihan
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan individu, masyarakat, lembaga dan
organisasi. Menurut Moekijat pelatihan adalah suatu bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar
system pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relative singkat dan metode yang
lebih mengutamakan prakter dari pada teori. Sasaran pelatihan adalah pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap peningkatan kehidupan masyarakat dan mampu mendorong
peningkatan ekonomi dipedesaan. Pelatihan sebagai suatu cara yang digunakan untuk
memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibuthkan untuk melaksanakan
pekerjaan. Program pelatihan memberikan peningkatan kapasitas peserta pelatihan
dalam pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) secara
menyeluruh, walaupun memang ditekankan pada peningkatan keterampilan, sedangkan
peningkatan pengetahuan diperlukan untuk menunjang pengertian peserta mengenai
hal-hal yang mendasari keterampilan.
Menurut Edrew E. Sikula mengemukakan bahwa pelatihan (training) adalah
suatu proses pendidikan dalam kurun waktu yang singkat dan menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisasi, dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
dalam tujuan yang terbatas. Tujuan pelatihan sebagai berikut

1) Mengembangkan pengetahaun, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara


rasional.

2) Mengembangkan keterampilan/keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan


secara tepat dan efektif.

3) Mengembangkan/ merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan


kerjasama dengan sesama anggota dan pimpinan.
Tentang hal ini, Tim Delivery (2004) menawarkan tahapan kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian
masyarakat sepert penjelasan berikut:
a) Seleksi lokasi/ wilayah, seleksi wilayah dilakukan sesuai kriteria yang disepakati
oleh lembaga dan pihak terkait, penetepan kriteria itu penting agar pemilihan lokasi
dilakukan dengan baik dan tujuan pemberdayaan bisa tercapai seperti apa yang
diharapkan.
b) Sosialisasi pemberdayaan masyarakat, merupakan upaya mengkomunikasikan
kegiatan agar terciptanya dialog dengan masyarakat. Hal ini akan membantu
meningkatkan pemahaman mengenai program atau kegiatan pemberdayaan yang
telah direncanakan. Proses ini menjadi penting karena akan menentukan minat dan
ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.
c) Proses pemberdayaan masyarakat, hakekatnya pemberdayaan masyarakat adalah
untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan
taraf hidupnya.dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama melakukan empat
hal brikut yakni: mengidentifikasi dan mengkaji potensi wilayah, pengembangan dan
menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan kajian, menerapkan rencana
kegiatan, dan memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus secara
partisipatif.
d) Pemandirian masyarakat, berpegang pada prinsip pemberdayaan yakni
pemandirian masyarakat, maka arah pemandirian masyarakat adalah berupa
pendampingan untuk menyiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola
sendiri kegiatanya.
e) Pendampingan

Pendampingan dapat dipahami sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat


dengan menempatkan tenaga pendamping sebagai fasilitator, komunikator, motivator
dan dinamisator. Pada dasarnya, pendampingan merupakan upaya untuk menyertakan
masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu mencapai
kualitas kehidupan yang lebih baik. Selain itu diarahkan untuk memfasilitasi proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun
kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala
bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan partisipatif.
f) Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap


program yang sedang berjalan. Pada tahap ini sebaiknya melibatkan warga untuk
melakukan pengawasan secara internal agar dalam jangka panjang diharapkan
membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada. Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan balik bagi
perbaikan kegiatan.
Menurut Wrihatnolo dan Dwijowijoto memaparkan tahap-tahap
pemberdayaan terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Tahap pertama adalah penyadaran, target sasaran adalah pemberian pemahaman
atau pengertian kepada masyarakat miskin bahwa mereka memiliki hak untuk
menjadi lebih sejahtera. selain itu juga diberikan penyadaran bahwa mereka
mempunyai kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya. Pada tahap ini,
masyarakat miskin dibuat untuk mengerti bahwa proses pemberdayaan itu harus
berasal dari diri mereka sendiri.
2. Tahap kedua adalah peningkatan kapasitas yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat miskin, sehingga mereka memiliki keterampilan untuk
mengelola peluang yang akan diberikan.
3. Tahap ketiga adalah pendayaan. Pada tahap ini masyarakat miskin diberikan
kesempatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif dan
berkelanjutan yang dijalani dengan memberikan peran yang lebih besar secara
bertahap sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, diakomodasikannya
aspirasinya serta dituntun untuk melakukan self evaluation terhadap pilihan dan
hasil pelaksanaan atas pilihan.

2.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mampu
berdaya sehingga ia dapat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Namun
keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekan pada hasil, tetapi juga pada
prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi, yang berbasis kepada kebutuhan dan
potensi masyarakat. Untuk meraih keberhasilan itu, agen pemberdayaan dapat
melakukan pendekatan bottom-up, dengan cara menggali potensi, masalah dan
kebutuhan masyarakat. Potensi atau kebutuhan tersebut tentu saja beragam walaupun
dalam satu komunitas. Dalam melaksanakan pemberdayaan perlu dilakukan melalui
berbagai pendekatan.

Menurut Suharto, penerapan, pendekatan, pemberdayan dapat dilakukan


melalui 5P yaitu: pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan
pemeliharaan, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal.
2) Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat
dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya.
3) Perlindungan; melindungi masyarakat terutama kelompok- kelompok lemah agar
tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaiangan yang tidak
seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.
4) Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu
menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya.
5) Pemeliharaan; memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Strategi pemberdayaan, hakikatnya merupakan gerakan dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Menurut Suyono, gerakan masyarakat berbeda dengan membuat model
percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru disebarluaskan. Berbeda
dengan strategi Gerakan masyarakat, ditempuh melalui jangkauan kepada masyarakat
seluas- luasnya atau sebanyak-banyaknya. Benih pemberdayaan ditebar kepada
berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat akhirnya akan beradaptasi, melakukan
penyempurnaan dan pembenahan yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan
kebutuhan, serta cara pendekatan mereka.
Dengan demikian model atau strategi pemberdayaan akan beragam,
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal. Masyarakat juga sangat heterogen.
Oleh karena itu tanggapan, penerimaan dan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tentu
akan berbeda. Dengan disebarluaskan kepada berbagai masyarakat, padaakhirnya
akan terjadi proses penyesuaian. Keberhasilan juga akan beragam. Dalam gerakan
masyarakat, model dan strategi pemberdayaan tidak bisa diseragamkan. Hal ini
disesuaikan dengan potensi, kebutuhan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Oleh karena itu, strategi pemberdayaan masyarakat yang tepat di sesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi di lapangan.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan strategi yang tepat, karena kesalahan
pendekatan justru dapat berakibat fatal. Demikian juga kesalahan dalam menangkap
permasalahan, mengakibatkan kesalahan dalam menentukan cara pemecahannya.
Menurut Ginanjar Kartasasmita, implementasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui
dua upaya:
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk
berkembang.
2) Memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menyediakan lingkungan, prasarana, dan sarana baik
fisik maupun sosial yang dapat di akses oleh masyarakat.
3) Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah untuk mencegah
persaiangan yang tidak seimbang dan eksploitasi terhadap yang lemah.21.

2.3.6 Lingkup Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat


Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, seringkali terbatas pada ekonomi
yang bertujuan mengentaskan kemiskinan. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat
selalu dilakukan dengan bentuk pengembangan kegiatan untuk meningkatkan
pendapatan. Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam pemberdayaan
masyarakat, yang disebut tri bina, yaitu bina manusia, bina usaha, dan bina lingkungan
. Dalam hal tersebut mardikanto menambahkan pentingnya bina kelembagaan. karena
pemberdayaan didukung oleh efektivitas beragam kelembagaan. Salah satunya Bina
manusia merupakan suatu upaya yang pertama dan yang paling utama yang harus
diperhatikan dalam setiap pelaksanaan kegiatan pemberdayaan. masyarakat. Acuan
pemahaman menegnai bina manusia merupakan hal yang paling utama adalah
bagaimana cara memperbaiki mutu kehidupan masyarakat. Selain itu, manusia
merupakan makhluk yang unik dimana manusia merupakan sumber daya yang dapat
dikelola dan mengelola diri sendiri dalam hal penguatan kapasitas individu maupun
kelompok.

2.3.7 Indikator Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan memang sebuah proses. Akan tetapi dari proses tersebut dapat
dilihat dengan indikator- indikator yang menyertai proses pemberdayaan menuju
sebuah keberhasilan. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pemberdayaan secara
operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat
menunjukkan seseorang atau komunitas budaya atau tidak. Dengan cara ini kita dapat
melihat ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat
dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga
miskin) yang perlu dioptimalkan.

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan


mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan asas kesejahteraan, dan
kemampuan kultur serta politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat
dimensi kekuasaan, yaitu: „kekuasaan di dalam‟ (powes within), „kekuasaan untuk‟
(powor to), „kekuasaan atas‟ (power over) dan kekuasaan dengan (power with).
Menurut Schuler, Hashemi, dan Riley dalam Edi Suharto (2005), berikut ini sejumlah
indikator yang dapat dikaitkan dengan keberhasilan dari pemberdayaan.
a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah/wilayah
tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop, rumah, ibadah,
rumah tangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi
sendiri.
b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli
barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak goreng, minyak
tanah, bedak, dan lain-lainnya). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan
ini terutama ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin
pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang- barang tersebut dengan
menggunakan uang sendiri.
c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli
barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari, kulkas, Tv, meja, dan
lainnya. Poin tinggi diberikan pada individu yang dapat membuat keputusan
tanpa meminta izin terlebih dahulu pada pasangannya, terlebih jika ia
membeli dengan uangnya sendiri.
d. Terlibat dalam pembuatan keputusan rumah tangga: mampu membuat keputusan
secara sendiri maupun bersama suami atau istri mengenai keputusan- keputusan
keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian hewan ternak, serta
memperoleh kredit usaha.
e. Kebebasan relativ dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah
dalam satu tahun terakhir ada seorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang
mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa izinnya, yang melarang
mempunyai anak atau melarang bekerja diluar rumah.
f. Kesadaran hukum dan politik: mengenai nama salah seorang pegawai
pemerintah desa atau kelurahan, seorang anggota DPRD setempat, nama
presiden, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah, dan hukum-hukum waris.
g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya
jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan
protes, misalnya terhadap suami yang memukul istri, istri yang mengabaikan
suami, gaji yang tidak adil, penyalahgunaan wewenang, dan lainnya.
h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, aset
poduktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki
aspek-aspek tersebut secara sendiri terpisah dari pasangannya.

2.4 Pendapat Peneliti Terhadap Kesehatan Tradisional

Aksesibilitas untuk masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan untuk dapat


memperoleh obat tradisional yang telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
serta terbukti khasiatnya sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau.
Mengingat penggunaan obat herbal di masyarakat yang makin meningkat dan dalam
rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional yang
bermutu di bawah pendampingan apoteker, dibuat pedoman atau standar pelayanan
kesehatan tradisional terintegrasi.
Untuk dapat menggalakkan pemanfaatan obat tradisional, masyarakat Indonesia
perlu diberikan fasilitas yang mudah dan ruang gerak terhadap masyarakat ataupun
tenaga kesehatan untuk pemanfaatan tanaman berkhasiat obat agar menghasilkan
obat herbal yang bermutu dan berdaya saing. World Health Organization (WHO)
bahwa obat tradisional umumnya telah digunakan berbagai populasi di dunia. Di
benua Eropa, penggunaan obat tradisional mencapai 42% di Belgia dan 90% di
United Kingdom. Di benua Afrika, penggunaannya mencapai 70% di Benin dan
90% di Burundi dan Ethiopia (Lau.,Herman., & Rahmat,2019)
Negara Indonesia, gaya hidup back to nature menyebaban kecenderungan
penggunaan obat tradisional yang semakin meningkat. Kepercayaan masyarakat
Indonesia dalam penggunaan jamu dan herbal asli Indonesia cukup tinggi. Sumber
informasi tentang obat tradisional sangat penting bagi masyarakat dan dapat
menentukan keputusan masyarakat dalam penggunaan obat tradisional. Sebagian
besar masyarakat memperoleh informasi tentang obat tradisional biasanya dari
teman atau anggota keluarga. Tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab besar
terkait dengan penggunaan obat tradisional, karena terdapat aspek keamanan
penggunaan yang perlu diinformasikan. Pada aspek regulasi pemerintah Indonesia
telah mengeluarkan peraturan tentang “Pelayanan Kesehatan Tradisional” yang
tertuang dalam PP No. 103 Tahun 2014. Dalam PP tersebut diamanatkan bahwa
obat tradisional hendaknya dimanfaatkan secara bersinergi dengan obat
konvensional di Fasilitas Layanan Kesehatan Masyarakat (Suwarni et al., 2022)
Pemanfaatan Yankestrad pada lansia 37,0% dan upaya sendiri dengan obat
tradisional 17,3%. Lansia muda terbanyak memanfaatkan Yankestrad (37,9%),
sedangkan upaya sendiri dengan obat tradisonal didominasi lansia perempuan
(18,3%) diperdesaan (19,5%). Pemanfaatan Toga pada lansia di Indonesia (31,9%),
terbanyak perempuan (33,3%) di perdesaan (36,3%). Jenis Yankestrad terbanyak
dimanfaatkan lansia adalah keterampilan manual, ramuan jadi dan ramuan buatan
sendiri. Lansia laki-laki (55,5%) di perkotaan (56,5%) lebih banyak memanfaatkan
ramuan jadi, sedangkan lansia perempuan (43,6%) di perdesaan (46,5%) lebih
menyukai ramuan buatan sendiri. Lansia dengan tingkat pengeluaran rendah
cenderung memanfaatkan ramuan jadi atau ramuan buatan sendiri, sedangkan
pengeluaran tinggi cenderung memanfaatkan ketrampilan manual. Penyehat
tradisional (98,2%) adalah jenis tenaga terbanyak dimanfaatkan lansia. Yankestrad
di Indonesia lebih banyak dimanfaatkan oleh lansia, oleh karena itu berpotensi untuk
dikembangkan sebagai alternatif model pelayanan kesehatan bagi lansia.
Rekomendasi, mengingat tingginya minat para lansia dengan Yankestrad dan
pemanfaatan penyehat tradisional, maka diperlukan penyediaan fasilitas Yankestrad
khususnya di Puskesmas dengan tenaga kesehatan tradisional yang mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi para lansia
(Rukmini & Kristiani, 2021).
Penyehat tradisional maupun tenaga kesehatan tradisional harus selalu
mengembangkan standar pendidikan dan standar kompetensinya untuk semakin
meningkatkan derajat pelayanan kesehatan tradisional. Penyehat tradisional maupun
tenaga kesehatan tradisional harus memiliki SOP yang jelas dalam melayani pasien/
kliennya. Penyehat tradisional maupun tenaga, kesehatan tradisional harus selalu
melayani pasien dengan prinsip kehatihatian agar tidak terjadi malpraktik. Penyehat
tradisional maupun tenaga kesehatan tradisional harus menghormati setiap hak
pasien dan memenuhi kewajibannya sebagai pemberi layanan. Masyarakat harus
mencari informasi yang selengkapnya apabila akan memilih salah satu pelayanan
kesehatan tradisional. Masyarakat harus menajadi pasien atau klien atau konsumen
yang bijak dalam memilih pelayanan kesehatan tradisional terbaik bagi dirinya
(Agustina, 2018).
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu
yang telah berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang
pelayanan kesehatan tidak hanya menggunakan pengobatan Barat (obat kimia) tetapi
secara mandiri memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi
komplementer. Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah luas,
termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena
banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat
dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi
komplementer agar menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan. Perawat sebagai
salah satu professional kesehatan, dapat turut serta berpartisipasi dalam terapi
komplemeter.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tantangan dalam Pemberdayaan Kesehatan Tradisional, Obat dan cara pengobatan


tradisional di Indonesia memang dalam sejarah perkembangan pelayanan kesehatan di
Indonesia kurang mendapat tempat dan perhatian yang memadahi. Jejak pelayanan
kesehatan lokal perlahan memudar seiring diperkenalkannya ilmu kedokteran modern
yang dibawa oleh pemerintahan kolonial. Jika kita hidup dalam zaman sebelum masa
penjajahan, kita mungkin tidak terbayangkan bahwa konsep pengobatan ditempatkan
dalam satu lokasi bernama rumah sakit. Hal ini dikarenakan, sebagian masyarakat
Indonesia pada waktu itu belum mengenal konsep tersebut. Perawatan atas suatu
gangguan kesehatan pada masa itu dilakukan di rumah dimana dukun atau orang yang
dipercaya mampu memberi pengobatan terhadap gangguan kesehatan yang dialami
datang ke rumah. 

Penggunaan obat dan pengobatan tradisional yang masih cukup tinggi hanyalah
diartikan karena ketiadaan pelayanan kesehatan modern serta dampak dari masalah
mahalnya dan ketidakpercayaan pelayanan kesehatan modern serta keterjangkauan
fasilitas kesehatan . Obat tradisional seperti jamu gendong, merupakan contoh produk
obat tradisional yang memerlukan perhatian lebih dalam pola pengolahannya karena
memungkinkan berkembangnya bakteri di dalam pembuatannya . Hal ini seharusnya
bisa diatasi dengan dukungan pemerintah dalam mengatur keamanan produk obat dan
makanan tradisional. Pada obat tradisional, begitu banyak spesies yang didapatkan tidak
hanya memberi tantangan dalam upaya pengidentifikasiannya akan tetapi untuk
benarbenar meneliti zat-zat yang terkandung dalam setiap spesies yang ada. Adapun
pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling
terkait,yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh
kepedulian sebagai pihak yang membedayakan.
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai proses pembangunan
sekelompok orang atau masyarakat dengan cara mengembangkan kemampuan
masyarakat, memprakarsai, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian
masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka, serta dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang ada dilingkungan
sekitar mereka. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah, regional dan
bahkan program nasional. Pemahaman ini menunjukan bawa program pemberdayaan
masyarakat ditentukan oleh masyarakat, dimana lembaga pendukung hanya memiliki
peran sebagai fasilitator. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada sumber daya
eksternal atau yang tidak berkelanjutan.

Mengingat penggunaan obat herbal di masyarakat yang makin meningkat dan


dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional
yang bermutu di bawah pendampingan apoteker, dibuat pedoman atau standar
pelayanan kesehatan tradisional terintegrasi maka diperlukan penyediaan fasilitas
Yankestrad khususnya di Puskesmas dengan tenaga kesehatan tradisional yang mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi para lansia . Penyehat
tradisional maupun tenaga kesehatan tradisional harus selalu mengembangkan standar
pendidikan dan standar kompetensinya untuk semakin meningkatkan derajat pelayanan
kesehatan tradisional. 

3.2 Saran

Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Dan tentunya, penulis akan terus
memperbaikinya dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran yang
membangun mengenai pembahasan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani lia. (2022). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Tanaman Obat


Keluarga (Toga) Di Desa Way Galih Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan.

Assan, J. (2009). Health Inequality in Resource Poor Environments and the Pursuit of
the MDGs: Traditional versus Modern Healthcare in Rural Indonesia. Journal of
Health Management, 11(1), 93–108.
Agustina, B. (2018). Kewenangan Pemerintah Dalam Perlindungan Hukum Pelayanan
Kesehatan Tradisional Ditinjau Dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jurnal Wawasan Yuridika, 32(1), 82.
https://doi.org/10.25072/jwy.v32i1.91

Limyati, & Juniar. (2012). Jamu Gendong , a Kind of Traditional Medicine in


Indonesia : The Microbial Contamination of Its Raw Materials and Endproduct .
Stimulation of Ultraviolet-Induced Apoptosis of Human Fibroblast UVr- 1 Cells
by Tyrosine Kinase Inhibitors. Journal of Ethnopharmacology, 63(3), 201–208.
Pangestu, M., Atje, R., & Mulyadi, J. (1996). Transfromasi Industri Indonesia Dalam
Era Perdagangan Bebas. CSIS.
Rukmini, R., & Kristiani, L. (2021). Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Tradisional pada Penduduk Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 24(1), 68–78. https://doi.org/10.22435/hsr.v24i1.3843

Suharmiati. (2018). “Studi Kesesuaian Sumber Daya Dengan Pelayanan Kesehatan


Tradisional Rumah Sakit Pemerintah Di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Tengah
Dan Jawa Timur. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 8(1), 64–75.
Suliasih, B. A., & Mun’min, A. (2021). Review: Potensi Dan Masalah Dalam
Pengembangan Kemandirian Bahan Baku Obat Tradisional Di Indonesia.
Chemistry and Materials, 1(1), 28–33.
Suwardi, A. B. (2020). Documentation of Medicinal Plants Used by Aneuk Jamee Tribe
in Kota Bahagia Sub-District, South Aceh, Indonesia. Biodiversitas Journal of
Biological Diversity, 22 (1), 6–15.
Suwarni, S., Bulu, A. I., Novembrina, M., Rizqi, A. S., & Setyaningrum, P. (2022).
Pemberdayaan Tenaga Kesehatan Pada Program Pemanfaatan Obat Tradisional.
Jurnal Pengabdian Masyarakat (Abdira), 2(3), 180–185.
https://doi.org/10.31004/abdira.v2i3.183

Widyatuti, W. (2018). Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan


Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

Woodward, M. (1985). Healing and Morality: A Javanese Example. In Social Science


and Medicine,.
SOAL DAN JAWABAN

1. Perawat mendapatkan pasien untuk dilakukan pemijatan refleksi. Yang sangat perlu
diperhatikkan saat memijat adalah reaksi klien terhadap tenaga tekanan pijat.
Pemijatan di daerah-daerah yang menjadi hipersensif. Hal ini dikarenakan?
a. Dikarenakan gangguan saraf
b. Bukan area yang sebenarnya
c. Menggangu sirkulasi darah
d. adanya gangguan pada organ biasanya akan terasa lebih sakit
e. Untuk memastikan bahwa apakah klien merasa nyaman
2. Seorang perawat E ingin membuka praktek mandiri pijat refleksi. meskipun pijat
refleksi adalah jenis pengobatan tradisional namun sebagai penyelenggara jenis
pengobatan ini haruslah kita memperhakan semua aspek. Aspek tersebut meliputi :
a. aspek kebersihan tempat praktekk dan lingkungan sekita, kebersihan, kesopanan
dan tempat dari Terapis
b. aspek psikologi, aspek psikomotor, efektif
c. aspek kinerja, keuangan dan mobilitas
d. a dan b Benar
e. aspek kehidupan sosial antara tenaga kesehatan dan masyarakat
3. Aksesibilitas untuk masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan untuk dapat
memperoleh obat tradisional yang telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
serta terbukti khasiatnya sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau. dalam
rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional yang
bermutu di bawah pendampingan apoteker, dibuat pedoman…
a. standar pelayanan kesehatan tradisional terintegrasi.
b. standar pelayanan kesehatan tradisional orientasi
c. standar pelayanan kesehatan tradisional empiris
d. standar pelayanan kesehatan tradisional komplementer
e. standar pelayanan kesehatan tradisional non komplementer
4. Salah satu ciri pemberdayaan masyarakat adalah, adanya....
a. Adanya kegiatan untuk menunjukkan perilaku sehat saat berada dalam
masyarakat umum.
b. Pemanfaatan organisasi sosial kemasyarakatan, seperti karang taruna, najelis
taqlim dan lainnya, sebagai potensi yang dapat dijadikan mitra kerja.
c. Memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh yang menjadi panutan
untuk dijadikan sebagai contoh yang berperilaku sehat.
d. Petugas kesehatan memiliki aktifitas pribadi dalam masyarakat dengan mengikuti
perkumpulan seni, arisan maupun aktifitas kelompok lain.
e. Memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mensosialisasikan program-
program kesehatan pada masyarakat umum.
5. pelayanan kesehatan tradisional terdiri dari beberapa jenis. Pelayanan kesehatan
tradisional yang mengkombinasikan antara pelayanan kesehatan konvensional
dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer baik sebagai pengganti atau
pelengkap merupakan pelayanan kesehatan tradisional....
A. Empiris
B. Modern
C. Komplementer
D. Integrasi
E. Non tradisional
6. Seorang tenaga kesehatan ingin mengembangkan kemampuan nya dalam
mengaplikasikan atau cara mencegah terjadinya demam berdarah yaitu kegiatan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk kegiatan tersebut berhasil hal yang
harus dilakukan agar berjalan dengan lancar adalah dengan....
A. Melakukan edukasi tentang DBD
B. Menyuruh masyarakat bersih-bersih
C. Melakukan kegiatan itu sendiri
D. Hanya melakukan wawancara
E. Melakukan kegiatan dengan cara hanya menyuruh orang lain
7. Tantangan terkait riset adalah obat tradisional harus melalui uji klinis dan penelitian
seperti obat konvensional. Padahal untuk bisa melakukan penelitian, dibutuhkan ribuan
sampel tanaman, sebelum diambil ekstraknya untuk diuji," terang Inggrid dalam Dialog
Nasional Percepatan Riset dan Pemanfaatan Jamu/Herbal Terstandar oleh Dokter Pada
Pelayanan Kesehatan. Bukan hanya soal bahan baku riset, tantangan lain tentang
pengembangan obat tradisional adalah kesejahteraan dan insentif bagi peneliti. Belum
lagi dokumentasi tentang pengetahuan obat tradisional yang belum baik, sehingga ilmu
yang didapat dari kebudayaan leluhur bisa hilang. faktor yang bisa mendukung
permasalahan yang diatas adalah ….

A. Meningkatkan peraturan terkait standarisasi bahan baku obat tradisional alias


simplisia. Dengan adanya standarisasi, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan riset bisa berkurang.

B. Tidak Memanfaatkan produksi obat tradisional oleh industri semakin mudah.

C.Terjadi kesalahpahaman yang menimbulkan berbagai miskomunikasi mengenai hasil


riset obat tradisional

D. Masyarakat hanya berpaku pengalaman nenek moyang tentang obat tradisional.

E. Menurunnya peraturan terkait standarisasi bahan baku obat tradisional alias


simplisia.

8. Pengembangan obat Tradisional dan jamu Indonesia (PDPOTJI) perkembangan obat


tradisional di Indonesia belum maksimal. Sehingga. Untuk mencari komponen pasti
memiliki manfaat dan menyebabkan efek samping . Menurut Kepala Organisasi Riset
Kesehatan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengatakan untuk bisa
dikembangkan secara maksimal, penelitian obat tradisional memerlukan rancangan
induk.

Rancangan induk alias grand design diperlukan untuk memastikan arah dan fokus
penelitian bahan alam untuk penemuan obat-obatan agar sumber daya yang tersedia bisa
dimanfaatkan secara maksimak. Mengapa rancangan induk grand design penting…

A. Adanya grand design bisa membantu meningkatkan efisiensi sumberdaya


B. Adanya grand design bisa membantu menurunkan efisiensi sumberdaya

C. meningkatkan terjadinya tumpang tindih dan pengulangan penelitian

D. tidak membantu mengatasi masalah keterbasan pendanaan, SDM, serta sarana dan
prasana penelitian,

D. Dengan adanya Rancangantersebut hanya menimbulkan manipulasi

9. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi meliputi jenis dan


modalitas yankestrad yang diintegrasikan, SPO yankestrad, unit yankestrad integrasi,
pembentukan dan penetapan tim yang akan memberikan pelayanan. Penetapan
pelayanan yankestrad tersebut merupakan pelayanan yang berada di ruang lingkup?

a. Puskesmas

b. Rumah Sakit

c. Klinik

d. Komunitas

e. Kelompok Khusus

10. Program pembangunan kesehatan berupa Peningkatan akses terutama pada FKTP,
Optimalisasi Sistem Rujukan, Peningkatan Mutu, Penerapan pendekatan Continuum of
care,Intervensi berbasis resiko kesehatan (health risk). Pernyataan tersebut termasuk
dalam jenis program pembangunan kesehatan?

a. Paradigma sehat

b. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

c. Pengutan yankes

d. Sistem Kesehatan Nasional

d. Jenis Pelayanan Kesehatan

11. Tn. A pergi kefasilitas kesehatan/pengobatan dengan keluhan stres,kurang tidur,


nyeri kepala, menimbulkan ketegangan pada sistem saraf. Pijat refleksi dapat bersifat
sedatif yang berfungsi meringankan ketegangan pada saraf. Konsep uraian diatas
adalah..

A. Manfaat pijat refleksi

B. Ruang lingkup pijat refleksi

C. Kategori pijat refleksi

D. Alur pijat refleksi

E. Strategi pijat refleksi

12. Ny. H berusia 45 tahun datang kebalai pengobatan menemui pakar komplementer
untuk berkonsultasi tentang kondisi tubuhnya yang cenderung sering kaku saat kondisi
cuaca dingin. Untuk itu Ny. H disarankan melakukan terapi komplementer untuk
melatih kelenturan tubuhnya. Apakah jenis terapi yang tepat untuk Ny. H adalah...

A. Thai chi

B. Hynomedis

C. Reiki

D. Terapi energi

E. Terapi musik

13. Penggunaan obat bahan alam berbasis tumbuhan merupakan pendekatan populer
untuk perawatan kesehatan. Pengobatan tradisional sangat beragam diantaranya
Ayurveda, Sidda, Unani, Tradisional Cina Medicine, Kampo, Herbal Medicine. Apa
dasar yang melandasi pengobatan Ayurveda...

a. Mengembalikan (restorasi) dan menjaga keseimbangan metabolisme tubuh pada


keadaan normal

b. Berupa tradisi dari mulut ke mulut

c. Filosofi dan sebagai suatu terapi holistik, dan konsep kesetimbangan dan

harmosi
d. Aspek fisiologis dan religius

e. Mengembangkan hubungan antara diet olah fisik dan kebahagiaan sebagai

dasar utama kesehatan

14. Seorang Apoteker di Industri Farmasi merencanakan akan memproduksi obat


Antidiare. Formula yang akan dibuat mengandung Psidii guajavae Folii Extractum
Spissum. Ekstrak yang digunakan distandarisasi kandungan senyawa tertentu yang
dikenal sebagai senyawa marker. Termasuk apakah nama golongan ekstrak tersebut....

a. Ekstrak terkuantifikasi

b. Ekstrak non-quantified

c. Ekstrak active ingredients

d. Ekstrak Terstandarisasi

e. Ekstrak lain-lain

15. Terapi komplementer dikenal dengan terapi yang digabungkan dalam pengobatan
modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan
modern. Terminologi ini di kenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan.Terapi komplementer
juga disebut dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh…

a. Bentuk terapi yang mempengaruhi keharmonisan individu untuk mengintergrasikan


pikiran , badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi

b. Bentuk terapi yang hanya mempengaruhi klasifikasi penyakit

c. Bentuk terapi yang mengunakan pengobatan herbal

d. Bentuk terapi menggunakan obat yang telah melewati proses uji klinik

e. Bentuk terapi menggunakan ruangan yang memiliki tekanan udara 2-3 lebih besar
dari pada tekanan udara atmosfir normal.
16. Pernyataan yang paling tepat dari tujuan pengobatan dengan obat tradisional dari
herbal adalah...

a. kuratif

b. paliatif

c. preventif dan promotif

d. kuratif dan paliatif

e. preventif

17. Di Indonesia, upaya Pemerintah untuk memposisikan obat tradisional telah


mendapatkan ruang yang cukup lebar dalam sistem pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan tradisional memiliki potensi yang cukup menjanjikan. Namun dalam
pengembangan obat dan pengobatan tradisional dihadapkan dengan tantangan yang
cukup besar, salah satunya yaitu...

A. Terkadang dalam jenis tanaman obat tradisional tersebut memiliki berbagai zat yang
memiliki efek yang cukup bertentangan

B. Potensi dari jamu dan obat-obatan tradisional untuk menjadi penantang dalam dunia
industri herbal

C. Jamu dan obat-obatan tradisional telah ada sejak ratusan tahun sehingga menjadi
bagian dari kebudayaan masyarakat.

D. Kuatnya penggunaan

pelayanan kesehatan tradisional dikarenakan

minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan modern

E. Jamu dan obat

tradisional bahkan menjadi andalan masyarakat untuk menjaga imunitas tubuh.


18. Keberadaan tanaman obat di lingkungan rumah sangat penting, terutama bagi
keluarga yang tidak memiliki akses mudah ke pelayanan medis seperti klinik,
puskesmas ataupun rumah sakit. Penggunaan obat tradisional di Indonesia tidak saja
berlangsung di desa yang tidak memiliki/ jauh dari fasilitas kesehatan dan obat modern
sulit didapat, tetapi juga berlangsung di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas
kesehatan dan obat modern mudah diperoleh. Adapun salah satu alasan digunakannya
obat tradisional adalah..

A. Kurangnya ketersediaan obat-obatan farmakologis di pelayanan kesehatan

B. Sebagai obat alternatif karena mahalnya atau tidak tersedianya obat modern/sintetis
dan adanya kepercayaan bahwa obat tradisional lebih aman

C. Masyarakat belum mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam tersebut untuk


menanam tanaman herbal

D. Upaya pengembangan kesehatan melalui asuhan mandiri pemanfaatan tanaman obat


keluarga dan ketrampilan budidaya

E. Adanya pemahaman yang benar berkenaan dengan obat herbal

19. Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk


suksesnya program pemberdayaan. Adapun prinsip yang digunakan agar dapat
menstimulus kemandirian masyarakat dengan program yang bersifat parsitipasif,
direncanakan, dilaksanakan dan diawasi serta dievaluasi oleh masyarakat merupakan
prinsip…

A. Prinsip Kesetaraan

B. Prinsip Partisipasi

C. Prinsip Kemandirian

D. Prinsip Keswadayaan

E. Prinsip Berkelanjutan
20. Tujuan pemberdayaan masyarakat agar terciptanya kehidupan yang lebih baik yang
didukung oleh lingkungan yang baik sedara fisik dan sosial sehingga diharapkan
terwujudnya kehidupan masyarakat yang baik pula merupakan tujuan pemberdayaan…

A. Perbaikan Lingkungan

B. Perbaikan kehidupan

C. Perbaikan masyarakat

D. Perbaikan tindakan

E. Perbaikan usaha

Anda mungkin juga menyukai