Anda di halaman 1dari 12

Faktor Lingkungan Abiotik Yang Mempengaruhi Kehidupan Hewan

Maulidya Nurliana

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Jln. William Iskandar Ps. V, Medan Estate Kec. Percut
Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20371, Indonesia.

Maulidyanurliana03@gmail.com

Respon Hewan Terhadap Lingkungan Abiotik

Respon hewan terhadap perubahan faktor lingkungan dianggap sebagai strategi hewan
untuk beradaptasi dan untuk kelangsungan hidupnya. Setiap hewan akan menunjukkan strategi
adaptasinya yang merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup mereka. Lingkungan
berperan sebagai kekuatan untuk menyeleksi bagi populasi yang hidup di dalamnya. Hanya
populasi yang mampu beradaptasi, baik adaptasi morfolofi, fisiologi, maupun perilaku, akan
lestari; sedangkan yang tidak mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhannya atau jika tidak pindah, mereka akan mati. Faktor-faktor lingkungan yang
membatasi hidup organisme selanjutnya disebut sebagai faktor pembatas, seperti suhu
lingkungan, kadar garam, kelembaban, dan sebagainya.

Salah stau ciri dari makhluk hidup yaitu peka terhadap rangsang, respon makhluk hidup
terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls atau stimulus-stimulus yang ada
disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan segala sesuatu yang ada disekitar makhluk
hidup dan saling berinteraksi. Lingkungan sangat berperan penting bagi semua makhluk hidup.
Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Lingkungan abiotik itu
sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari, kelembapan, dan benda-benda mati lainnya yang tidak
digunakan sebagai sumber daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal sedangkan lingkungan
biotik yaitu manusia, hewan dan tumbuhan. Hewan selain cirinya peka terhadap rangsang, juga
bergerak hewan mampu bergerak, berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Hewan bergerak
karena adanya rangsang ataupun impuls dari lingkungan sekitarnya.

Gerak pada makhluk hidup dapat dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau
rangsang dari dalam. Salah satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang dari
luar dalam arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di lingkungannya yaitu
taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan invertebrata. Pada hewan-hewan ivertebrata
memiliki suatu reseptor yang peka terhadap rangsang disekitarnya. Adapun rangsangan atau
stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik itu dalam satu familii atau ordo bahkan
gerak yang diperlihatkan berbeda untuk setiap hewan karena ini dapat dipengaruhi lagi dari
faktor lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor lingkungan abiotik dapat
mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan cahaya matahari.

Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak berberapa meter dari
tempatnya semula, dan ada juga hewan yang tidak mampu melakukan itu karena ada yang
mempengaruhi yaitu batas toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan. Berdasarkan
uaraian diatas, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon yang diperlihatkan
mahluk hidup yang hidup di perkebunan kelapa sawit terhadap stimulus berupa mangkuk yang
berwarna kuning cerah yang telah diberi madu, serta minyak jelantah, dan untuk mengetahui
bagaimana respon yang diperlihatkan hewan-hewan di perkebunan kelapa sawit terhadap
stimulus berupa gelas air mineral bening yang telah diberi madu, dan minyak jelantah.

Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponenfisikdankimia yang


merupakanmedium/substrattempat berlangsung kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik
dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang memengaruhi distribusi
organisme, yaitu:

1. Suhu: Proses biologi dipengaruhi suhu.Mamaliadanunggasmembutuhkan energi untuk


meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
2. Air: Ketersediptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
3. Garam: Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam organisme
melaluiosmosis. Organismeterestrialberadaptasi dengan lingkungan dengan kandungan
garam tinggi.
4. Cahaya matahari: Intensitas cahaya memengaruhi prosesfotosintesis. Air dapat menyerap
cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang
terjangkau cahaya matahari. Digurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan
suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
5. Tanah dan batu: Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan
komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan
sumber makanannya di tanah.
6. Iklim: Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim
makro meliputi iklim global,regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu
daerah yang dihuni komunitas tertentu.

Faktor-faktor abiotik utama yaitu suhu lingkungan merupakan faktor penting dalam
persebaran organisme karena pengaruhnya pada proses biologis dan ketidak mampuan sebagian
besar organisme untuk mengatur suhu tubuh tepat. Sel bisa pecah jika air yang teradapat di
dalamnya membeku pada suhu bawah 00C dan protein pada sebagian besar organisme akan
mengalami denaturasi pada suhu di atas 450C. Selain itu, sejumlah organisme dapat
mempertahankan suatu metabolisme yang cukup aktif pada suhu yang sangat rendah atau pada
suhu yang sangat tinggi. Adaptasi yang luar biasa memungkinkan beberapa organisme hidup di
luar kisaran suhu rendah, suhu internal suatu organisme sesungguhnya dipengaruhi oleh
pertukaran panas dengan lingkungannya dan sebagaian besar organisme tidak dapat
mempertahankan suhu tubuhnya lebih tinggi beberapa derajat diatas atau di bawah suhu
lingkungan sekitarnya (Campbell, 2004).

Cahaya penting bagi perkembangan dan perilaku banyak tumbuhan dan hewan yang
sensitif terhadap fotoperiode merupakan suatu indikator yang lebih dapat dipercaya
dibandingkan dengan suhu, dalam memberi petunjuk mengenai kejadian musimanm, seperti
perbungaan atau perpindahan (migrasi). Tanggapan suatu individu ektoterm terhadap suatu suhu
tidak tentu, tanggapan dipengaruhi suhu yang dialami di masa lampau. Suatu individu dikenai
suhu yang nisbi tinggi untuk beberapa hari dapat tergeser keseluruhan tanggapan terhadap suhu
atas sepanjang skala suhu, dan beberapa hari dikenai suhu nisbi rendah dapat menggeser
tanggapan ini ke bawah. Proses ini biasanya disebut aklimasi jika perubahan dilaksanakan di
kondisi laboratorium dan aklimatisasi jika terjadi di lapangan. Perubahan pada aklimatiasi yang
terlalu cepat dapat merupakan malapetaka. Di samping itu individu dalam aklimatisasi biasanya
berbeda dalam tanggapan terhadapa suhu tergantung pada stadium dalam perkembangan yang
mana akan dicapainya. Adapun respon yang terorientasi terhadap cahaya dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Fototaksis positif, apabila hewan ditemukan diruangan yang dikenai cahaya yang terang.
2. Fototaksis negatif, apabila hewan temukan dalam ruangan yang tidak dikenai cahaya
(gelap).
3. Fototaksis intermediet, yaitu hewan ditemukan dalam ruangan peralihan antara ruangan
yang terang dengan ruangan yang gelap.

Berbagai faktor lingkungan misalnya suhu, kelembapan, maupun cahaya matahari


merupakan faktor yang diperlukan oleh hewan, namun kadang-kadang dapat juga beroperasi
sebagai salah satu faktor pembatas. Misalnya cahaya matahari bagi hewan-hewan yang hidup di
tempat terlindung dapat dianggap sebagai suatu stimulus lain yang dapat menyebabkan hewan
tersebut berespon menghindar terhadap cahaya tersebut demikian pula sebaliknya. Suhu
lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikilotermi. Bahkan suhu menjadi faktor
pembatas bagi kebanyakan makhluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang
membantu metabolisme di dalam tubuh.

Suhu juga merupakan suatu faktor lingkungan yang sering kali beroperasi sebagai faktor
pembatas dan paling mudah diatur. Variabilitas suhu mempunyai arti ekologis. Fluktuasi suhu
10-200C dengan suhu rata-rata 150C, pengaruhnya terhadap hewan tidak sama dengan suhu
konstant 150C. Pada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya
matahari, karena energi cahaya atau foton sangat mutlak untuk fotosintesis. Tidak demikian
halnya dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan cahaya secara langsung.
Namun sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan penting khususnya bagi hewan-hewan
diurnal, yang mencari makan dan melakukan interaksi biotik lainnya secara visual atau
mempergunakan rangsang cahaya untuk melihat benda. Untuk mengetahui efek ekologis dari
cahaya matahari, yang perlu diperhatikan ialah aspek intensitasnya, kualitasnya serta lamanya
penyinaran. Tampaknya diantara intensitas dan kualitas cahaya dengan warna tubuh hewan
terdapat semacam korelasi.

Hewan-hewan pelagis cenderung berwarna transparan berwarna biru dengan punggung


kehijau-hijauan atau berwarna coklat dengan bagian abdomen putih perak. Berkaitan dengan
macam sinar yang menembus hingga suatu kedalaman, pada kedalaman 750 m di lautan daerah
tropika, hampir semua jenis decapoda warna tubuhnya merah. Energi cahaya dapat dimanfaatkan
oleh makhluk hidup, warna hewan dipengaruhi oleh cahaya. Hewan-hewan yang tinggal di goa
dalam waktu lama mempunyai kulit yang berwarna terang, karena sangat sedikit terkena cahaya.
Hewan yang hidup di luar goa pada umumnya berwarna hitam atau gelap, karena pigmen yang
ada dalam kulit berubah menjadi hitam jika terkena cahaya. Hubungan antara cahaya dengan
pigmentasi kulit tubuh hewan di daerah tropis dan daerah dingin kira-kira sama hubungan antara
cahaya dengan hewan yang hidup di dalam luar goa.

Siklus Biogeokimia

Air dan bahan-bahan kimia lainnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu
organisme ke organisme lain, dan dari satu bentuk ke bentuk lainnya membentuk suatu siklus
yang kadang-kadang tidak sederhana bersama-sama dengan energi yang menyertainya dalam
suatu ekosistem. Sekitar sepuluh jenis nutrien utama dan enam nutrien “trace” dibutuhkan oleh
seluruh hewan dan tumbuhan, sementara lainnya memainkan peranan penting untuk spesies-
spesies tertentu. Siklus bahan kimia yang melibatkan organisme dan geologi disebut siklus
biogeokimia. Siklus biogeokimia yang paling penting yang mempengaruhi kesehatan ekosistem
adalah air, karbon, nitrogen, dan fosfor.

Siklus Nutrien
Siklus Air

Siklus Karbon
Siklus Nitrogen

Siklus Fosfor

Sebagian besar permukaan Bumi ditutup oleh air, terutama lautan. Hampir seluruh air di
Bumi ini tertampung di lautan (sekitar 97 persen) atau dalam bentuk es dan glasier (sekitar 2
persen), dan lainnya berada sebagai air tanah, danau, sungai, rawa, tanah, dan atmosfer. Sebagai
tambahan, air berpindah sangat cepat pada ekosistem darat. Waktu tinggal (keberadaan) air pada
ekosistem darat sangatlah singkat, rata-rata satu atau dua bulan sebagai air pada tanah, minggu
atau bulan dalam air dalam tanah (sungai di tanah), enam bulanan sebagai lapisan salju.
Ekosistem darat memroses air: hampir dua pertiga air yang jatuh di tanah sebagai hujan tahunan
dikembalikan ke atmosfer oleh tumbuhan dalam proses transpirasi, sisanya dilepaskan ke sungai
dan akhirnya sampai di laut. Karena siklus air tersebut merupakan proses yang sangat penting
dalam fungsi suatu ekosistem darat, maka perubahan yang mempengaruhi siklus hidrologi akan
memiliki pengaruh yang signifikan pada ekosistem darat. Kedua ekosistem, darat dan lautan,
penting sebagai tempat penimbunan karbon yang digunakan oleh tumbuhan dan algae selama
proses fotosintesis dan disimpan sebagai jaringan tubuh. Tabel di bawah menunjukkan
perbandingan kuantitas karbon yang disimpan dalam tempat-tempat penyimpanan utama di
Bumi.

Siklus karbon relatif cepat melalui ekosistem darat dan lautan, tetapi dapat tersimpan
lama di dalam kedalaman lautan atau dalam sedimen selama ribuan tahun. Rata-rata umur
simpan suatu molekul karbon dalam ekosistem darat sekitar 17,5 tahun, walaupun variasinya
sangat lebar bergantung pada tipe ekosistemnya. Karbon dapat tersimpan dalam hutan dewasa
sampai ratusan tahun, tetapi waktu penyimpanan dapat singkat pada ekosistem jika tanah dan
tumbuhannya cepat berganti-ganti dalam beberapa bulan saja.

Nitrogen dan fosfor merupakan dua mineral esensial untuk seluruh tipe ekosistem dan
sering membatasi pertumbuhan jika tidak tersedia secara cukup. Versi yang diperluas tentang
persamaan fotosintesis menunjukkan bagaimana tumbuhan menggunakan energi dari matahari
untuk menyusun nutrien dan karbon menjadi senyawa organik ialah sebagai berikut: CO2 + PO4
(fosfat) + NO3 (nitrat) + H2O CH2O, P, N (jaringan organik) + O2 Nitrogen atmosfer (N2)
tidak dapat diambil dan digunakan secara langsung oleh kebanyakan organisme Mikroorganisme
yang mengonversinya menjadi bentuk nitrogen yang bisa digunakan memainkan peran penting
dalam siklus nitrogen. Organisme ini ialah bakteri dan algae pemfiksasi nitrogen, merubah
amonia (NH4) di tanah dan permukaan air menjadi nitrit 44 (NO2) dan nitrat (NO3), yang dapat
diserap oleh tumbuhan. Beberapa bakteri ini hidup mutualisme dengan akar tumbuhan, terutama
legum (kacang-kacangan). Pada akhir siklus, dekomposer akan memecah organisme mati dan
sampah organik, mengubah bahan organik menjadi bahan inorganik. Bakteri lainnya melakukan
denitrifikasi, memecah nitrat dan mengembalikan gas nitrogen ke atmosfer. Aktivitas manusia
yang meliputi penggunaan bahan bakar fosil, penanaman tumbuhan pemfiksasi nitrogen, dan
peningkatan penggunaan pupuk nitrogen, merubah siklus nitrogen alami. Proses tersebut telah
menambah jumlah nitrogen yang difiksasi oleh tumbuhan terestrial setiap tahunnya, bahkan oleh
algae jika pemupukan nitrogen menyebabkan terjadinya nitrogen terlarut sehingga menyuburkan
perairan. Dengan kata lain, pemasukan antropogenik menyebabkan peningkatan dua kali
terhadap fiksasi nitrogen pada ekosistem darat. Efek utama ekstranitrogen ini ialah peningkatan
kesuburan ekosistem perairan.

Fosfor, nutrien tumbuhan utama lainnya, tidak mengalami fase gas seperti karbon atau
nitrogen. Sebagai akibatnya, fosfor mengalami siklus secara perlahan melalui biosfer. Sebagian
besar fosfor di tanah berada dalam bentuk yang tidak dapat digunakan secara langsung oleh
organisme, sebagaimana kalsium dan besi fosfat. Bentuk yang tidak bisa langsung digunakan
(terutama ortofosfat, atau PO4) dihasilkan melalui dekomposisi bahan organik, dengan sedikit
manfaat atau peranan dari pelapukan batuan.

Habitat dan Niche (Relung Habitat)

Habitat ( bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup merupakan
unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan reproduksi suatu
spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk hidup lainnya serta
faktorfaktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi secara kompleks membentuk
satu kesatuan yang disebut habitat di atas. Organisme lainnya antara lain individu lain dari
spesies yang sama, atau populasi lainnya yang bisa terdiri dari virus, bakteri, jamur, protozoa,
tumbuhan, dan hewan lain. Faktor abiotik suatu habitat meliputi makhluk/benda mati seperti air,
tanah, udara, maupun faktor kimia fisik seperti temperatur, kelembaban kualitas udara, serta
aspek geometris bentuk lahan yang memudahkan hewan untuk mencari makan, istirahat,
bertelur, kawin, memelihara anak, hidup bersosial, dan aktivitas lainnya.

Terdapat istilah lainnya yaitu mikrohabitat yang sering digunakan untuk mendeskripsikan
area geografis yang lebih kecil atau keperluan dalam skala kecil oleh organisme atau populasi.
Mikrohabitat sering juga diartikan sebagai habitat yang lebih kecil atau bagian dari habitat besar.
Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan mikrohabitat bagi serangga yang
tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon yang tumbang tersebut. Lingkungan
mikro merupakan segala sesuatu di sekitar organisme baik faktor kimia fisik maupun organisme
lainnya di dalam habitatnya.
Selain habitat, istilah lainnya yang sering membingungkan ialah niche (relung ekologi).
Istilah ini sering diartikan sebagai kedudukan fungsional suatu populasi dalam habitatnya atau
menunjukkan kedudukan pada parameter multidimensi atau peran dalam ekosistemnya. Sebagai
contohnya relung ekologi termal untuk spesies yang memiliki keterbatasan hidup pada suhu
tertentu; atau kedudukan suatu spesies sesuai dengan rantai makanan (piramida makanan).
Karena tidak ada organisme yang hidup secara absolut pada satu faktor tertentu, maka istilah
rentang atau kisaran (range) lebih sering digunakan, misalnya hewan spesies A hidup pada
rentang suhu 10-25o C.

Jurnal Terkait Materi

Disini saya menggunakan jurnal yang berjudul “Iklim Mikro dan Respon Fisiologis Sapi
Pesisir di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sumatera Barat” sebagai jurnal yang terkait
terhadap materi. Gambaran isi pada jurnal ini membahas tentang Aspek lingkungan abiotik
berupa suhu lingkungan (Ta), kelembapan udara (RH) serta Temperature Humidity Index (THI).
Variabel fisiologis sapi meliputi suhu rektal (Tr), suhu kulit (Ts), frekuensi pernapasan (RR) dan
denyut jantung (HR). Tr dan TS digunakan menghitung suhu tubuh sapi (Tb). Tr dan RR
digunakan menghitung Heat Tolerance Coefficient (HTC). Uji beda (t-test) digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan kondisi iklim dan respon fisiologis sapi Pesisir di dataran
rendah dan tinggi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan potensi iklim di dataran rendah
adalah rerata suhu lingkungan 29,96°C, rerata kelembapan 64,22%, rerata THI 79,96 sedangkan
potensi iklim di dataran tinggi adalah rerata suhu lingkungan 25,42°C, rerata kelembapan
69,48%, rerata THI 74,3. Rerata daya tahan panas sapi di dataran rendah 1,78 dan dataran tinggi
1,82. Kesimpulan penelitian menunjukkan potensi iklim dataran rendah untuk pemeliharaan sapi
termasuk zona cekaman panas sedangkan dataran tinggi dalam cekaman ringan. Kondisi
fisiologis sapi Pesisir di dataran rendah yang berbeda dengan sapi yang di dataran tinggi adalah
suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh dan denyut jantung sedangkan frekuensi pernapasan
didapatkan sama di kedua dataran. Daya tahan panas sapi Pesisir cukup baik ditemui di kedua
dataran Sumatera Barat.

Kesimpulan dari jurnal ini yaitu potensi iklim daerah dataran rendah untuk pemeliharaan
ternak sapi termasuk zona cekaman panas sedangkan dataran tinggi dalam zona cekaman ringan.
Kondisi fisiologis sapi Pesisir di dataran rendah yang berbeda dengan sapi yang dipelihara di
dataran tinggi adalah suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh dan denyut jantung sedangkan frekuensi
pernapasan didapatkan sama di kedua dataran. Hal ini menggambarkan kondisi fisiologis sapi di
dataran tinggi sedikit lebih baik dibanding dataran rendah. Daya tahan panas sapi Pesisir cukup
baik ditemui di kedua dataran Sumatera Barat. Keterkaitan dengan materi adalah bahwa suhu
sangat berpengaruh terhadap fisiologis dan respon hewan.

Integrasi Ayat AL-Qur’an Surat Al-A'raf 56-58

Artinya

“(56) Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik,
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat
dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. (57) Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu
membawa awam mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di
daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan seperti
itulah kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
(58) Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin tuhan, dan tanah yang
buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-
ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”

Dalam ayat ini Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan dimuka bumi.
Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti merusak pergaulan, jasmani
dan rohani orang lain, kehidupan dan sumber-sumber penghidupan (pertanian, perdagangan, dan
lain-lain) merusak lingkungan dan lain sebagainya. Bumi ini sudah diciptakan Allah dengan
segala kelengkapannya, seperti gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan, dan lain-lain,
yang semuanya bertujuan untuk keperluan manusia, agar dapat diolah dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, manusia dilarang membuat
kerusakan dimuka bumi.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan
kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan nikmat-Nya yaitu angin
yang membawa awan tebal yang diturunkan ke negeri yang kering yang telah rusak tanamanya
karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan penduduknya menderita karena
haus dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu hujan yang lebat sehingga negeri yang hampir
mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air. Dengan demikian
hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dari hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah
ruah.

Dalam ayat ini menjelaskan jenis-jenis tanah dimuka bumi ini ada yang baik dan subur,
bila dicurahi hujan sedikit saja, dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman dan
menghasilkan makanan yang berlimpah ruah dan ada pula yang tidak baik, meskipun telah
dicurahi hujan yang lebat, namun tumbuh-tumbuhannya tetap hidup merana dan tidak dapat
menghasilkan apa-apa. Kemudian Allah memberikan perumpamaan dengan hidupnya kembali
tanah-tanah yang mati untuk menetapkan kebenaran terjadinya Yaumul Mahsyar yaitu dimana
orang-orang mati dihidupkan kembali dikumpulkan dipadang mahsyar untuk menerima ganjaran
bagi segala perbuatannya, yang baik dibalasi berlipat ganda dan yang buruk dibalasi dengan yang
setimpal.

Daftar Pustaka

Yetmaneli, Purwanto, Rudi Priyanto, dan Wasmen Manalu. (2020). Iklim Mikro dan Respon
Fisiologis Sapi Pesisir di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Sumatera Barat. Jurnal Agripet.
20 (2). 126-135.

Saroyo, Roni. (2016). Ekologi Hewan. Bandung : CV. Patra Media Grafindo

Maknun, Johar. (2017). Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem. Cirebon : Nurjati Press

Anda mungkin juga menyukai