Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Disusun Oleh :

Siti Aminah Pohan

Dosen Pembimbing :

Sulaiman Simamora, M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH LABUHANBATU

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, dan tak lupa pula kami mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawakan kami suatu ajaran yang benar yaitu agama
Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan yang diperoleh dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan media pembelajaran serta infomasi dari media internet ,
buku, dan jurnal yang berhubungan dengan tema.

Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, dapat
menambah wawasan mengenai perkembangan ilmu dalam kehidupan modern. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu..........................................3


B. Cara kerja filsafat ilmu...............................................................6
C. Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat...............................7

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan


melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat
tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan/penelitiannya.
Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi
terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak
menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian hal-hal normatif.
Ilmu pengetahuan hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal
yang bekaitan dengan kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat
menjadi bagian dari lingkup ilmu pengetahuan. Bagaimana ilmu pengetahuan
diperoleh? Ilmu pengetahuan dihasilkan dari perilaku berfikir manusia yang
tersusun secara akumulatif dari hasil pengamatan atau penelitian. Berfikir
merupakan kegiatan penalaran untuk mengeksplorasi suatu pengetahuan atau
pengalaman dengan maksud tertentu. Makin luas dan dalam suatu pengalaman atau
pengetahuan yang dapat dieksplorasi, maka makin jauh proses berfikir yang dapat
dilakukan. Hasil eksplorasi pengetahuan digunakan untuk mengabstraksi obyek
menjadi sejumlah informasi dan mengolah informasi untuk maksud tertentu.
Dikaitkan dengan filsafat ilmu. Filsafat diartikan sebagai pengetahuan suatu makan.
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (2012) Filsafat adalah studi tentang
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan
dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah
proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.

1
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam
matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada
sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan
menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh
disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Dewasa
ini filsafat ilmu kurang begitu dipahami, hal ini dibuktikan dengan banyaknya
orang yang tidak memahami apa itu ontologi, apa itu metafisika.
Untuk itu perlu dijelaskan tentang dimensi ontologi. Bertitik pangkal dari
permasalahan di atas, penulis akan menjelaskan pengertian ontologi, objek kajian
ontologi, aliran dalam metafisika dan teologi. Salah satunya dengan makalah yang
berjudul “Dimensi Kajian Filsafat Ilmu”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu?


2. Bagaimana Cara kerja filsafat ilmu?
3. Bagaimana Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu
2. Untuk mengetahui Cara kerja filsafat ilmu
3. Untuk mengetahui Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Tujuan Filsafat Ilmu

1. Pengertian Filsafat Ilmu


Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan filsafat khusus yang membahas
berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat,
Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha membahas ilmu pengetahuan sebagai
obyeknya secara rasional (kritis, logis, dan sistematis), menyeluruh dan
mendasar. Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha memperoleh pemahaman tentang
ilmu pengetahuan secara jeas, benar dan lengkap, serta mendasar untuk dapat
menemukan kerangka pokok serta unsur-unsur hakiki yang kiranya menjadi ciri
khas dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Sehinga kita dapat menentukan
identitas ilmu pengetahuan dengan benar, dapat menentukan mana yang
termasuk ilmu pengetahuan, dan mana yang tidak termasuk dalam lingkup ilmu
pengetahuan.
Filsafat yang didasari semangat mencari kejelasan, kebenaran serta
kebijaksanaan, tentu saja tidak puas terhadap kebiasaan-kebiasaan serta
pendapat-pendapat yang dikemukakan begitu saja tanpa adanya landasan
pemikiran rasional dan obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan. Filsafatlah
merupakan pelopor yang pertama-tama berani mendobrak dan membongkar
pandangan-pandangan tradisional dan mitis yang sejak lama hanya diterima
begitu saja tanpa adanya penjelasan rasional. Filsafat dengan pertanyaan-
pertanyaannya yang rasional (kritis, logis, sistematis), obyektif, menyeluruh dan
radikal berusaha membongkar pandangan-pandangan yang dikemukan begitu
saja tanpa adanya penjelasan rasional, serta membongkar kebiasaan-kebiasaan
yang tidak memiliki orientasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan (sebagai pemikiran
filosofis) tentu saja semestinya juga mengemukakan sebanyak mungkin
pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan tentang segala macam hal yang

3
berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak hanya dipahami
atas dasar kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan serta atas dasar pandangan-
pandangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, melainkan perlu dipahami
atas dasar pembahasan yang rasional (kritis, logis, dan sistematis), obyektif,
menyeluruh dan mendalam. Filsafat Ilmu Pengetahuan tidak membahas ilmu
pengetahuan atas perkiraan-perkiraan yang ada pada subyek, melainkan
langsung mengarah pada ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai obyeknya.
Filsafat Ilmu Pengetahuan tidak membatasi pembahasannya hanya pada
beberapa unsur serta hanya dari satu segi saja, melainkan berusaha untuk
membahasnya secara menyeluruh, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh.
Dan Filsafat Ilmu Pengetahuan tidak hanya membahas hal-hal yang secara
aksidental nampak di permukaan, melainkan perlu membahas secara radikal
(mendalam) untuk dapat memperoleh unsur-unsur hakiki yang menjadi ciri khas
dari ilmu pengetahuan.
2. Tujuan Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu Pengetahuan membimbing kita untuk memikirkan dan
merefleksikan kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan. Kita diharapkan
tidak hanya melakukan kegiatan ilmu pengetahuan atas dasar kebiasaan-
kebiasaan yang sering tidak kita sadari orientasinya. Dengan pemikiran yang
rasional (kritis, logis, dan sistematis) diharapkan kita dapat menemukan
kejelasan pemahaman tentang ilmu pengetahuan dengan segala unsur-unsurnya
serta arah-tujuan kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan.
Dengan pembahasan ilmu pengetahuan secara menyeluruh dan
mendalam kita berharap memperoleh pemahaman yang utuh dan lengkap
tentang ilmu pengetahuan, serta dapat menemukan ciri-ciri hakiki tentang ilmu
pengetahuan. Dengan pemahaman yang lengkap dan tepat tentang ilmu
pengetahuan tersebut, kita berharap tidak terbelenggu oleh kebenaran semu
yang menyesatkan, melainkan memiliki sikap dan tindakan yang bijaksana
dalam ikut terlibat melakukan kegiatan ilmu pengetahuan, untuk menghasilkan
ilmu pengetahuan yang sebenarnya kita harapkan.

4
Filsafat Ilmu Pengetahuan memiliki tiga landasan pembahasan terhadap
ilmu pengetahuan, yaitu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dari
landasan pembahasan ontologis, kita diharap memiliki gambaran yang benar
dan menyeluruh tentang ilmu pengetahuan; dapat menemukan ciri-ciri khas
ilmu pengetahuan bila dibandingkan dengan berbagai macam kegiatan yang kita
lakukan., misalnya filsafat, agama dan seni. Kita diharapkan menyadari bahwa
ilmu pengatahuan merupakan kegiatan akal budi manusia yang tentu saja juga
memiliki arah dan tujuan (bersifat teleologis). Filsafat Ilmu Pengetahuan
diharapkan dapat menunjukkan arah-tujuan dari kegiatan ilmu pengetahuan
yang dilakukannya, yaitu memperoleh pengetahuan ilmiah, yang kebenarannya
memang cukup dapat dipertanggungjawabkan, di samping perlu disadari adanya
tingkatan target yang perlu diusahakan dalam kegiatan ilmiah. Beberapa target
yang secara berjenjang menjadi sasaran kegiatan ilmiah, yaitu: pengetahuan
deskriptik, pengetahuan kausatif, pengetahuan prediktif, dan pengetahuan
operatif. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan akan mampu
menunjukkan orientasi yang tepat dari kegiatan ilmu pengetahuan.
Landasan pembahasan epistemologis diharapkan memberikan penjelasan
tentang metode-metode dan langkah-langkah yang relevan demi tercapainya
tujuan kegiatan ilmu pengetahuan yang dilakukannya. Ada beberapa pola
prosedural yang perlu dipahami dalam rangka dapat menemukan data-data serta
menyusun hasil ilmu pengetahuan yang diharapkan, misalnya: wawancara,
observasi, eksperimen. Dengan pembahasan epistemologis ini, diharap Filsafat
Ilmu Pengetahuan mampu menuntun langkah-langkah mahasiswa untuk
melakukan kegiatan ilmiah agar sampai pada tujuan yang sebenarnya.
Dan terakhir landasan pembahasan secara aksiologis. Dari landasan
pemahaman secara aksiologis. diharap mampu menunjukkan pada mahasiswa
tentang nilai-nilai yang sekiranya layak diperjuangkan dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Di samping memiliki nilai kebenaran yang bersifat teoritis, ilmu
pengetahuan pada gilirannya memiliki nilai praktis pragmatis, karena mampu
memberikan dasar yang cukup dapat dipertanggungjawabkan bagi
penyelenggaraan kehidupan manusia. Dengan demikian Filsafat Ilmu

5
Pengetahuan diharapkan mampu menunjukkan arah kegiatan ilmiah, tidak
hanya sekedar secara teoritis menunjukkan kebenaran ilmiah, tetapi lebih jauh
menunjukkan arah kegiatan ilmiah yang bersifat pragmatis, yaitu mewujudkan
kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Dengan demikian ilmu
pengetahuan tidak dipandang sebagai yang membebani pemikiran manusia,
melainkan dirasakan sebagai kegiatan yang dapat mempertajam pemikiran
manusia dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan kehidupan untuk
memberkan pemecahan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

B. Cara Kerja Filsafat Ilmu

Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan melebihi sekadaruraian tentang


pelaksanaan teknis ilmu-ilmu, tetapi jugasebagai suatu penelitian tentang apa
yangmemungkinkan ilmu-ilmu itu menjadi dan berkembang.Cara kerja ini bertitik
pangkal pada uraian prosesterbentuknya ilmu-ilmu pengetahuan, sehingga
pembentukan dan pengembangan ilmu-ilmu dapatditerangkan dan dimengerti.
Filsafat Ilmu diorientasikan untuk menjelaskanbagaimana kedudukan filsafat ilmu
pengetahuan dalam peta filsafat secara keseluruhan, dan secara khusus
mendeskripsikan bagaimana teori-teori ilmupengetahuan, baik dari perspektif
ontologi, epistemologimaupun aksiologinya.

Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan


cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan
menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita
mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah
ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim
lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat,
melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan
dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind. Tampaknya
Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam epistemologi
yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara pandang demikian
akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan spesifikasi-spesifikasi

6
keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan
pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam
menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan
dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode
deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal sehat.

C. Kebenaran Ilmiah Sebagai Masalah Filsafat

Kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari karakteristik yang bersifat


ilmiah. Adapun kata ilmiah (Scientific: Inggeris) dapat diartikan sebagai sesuatu
yang bersifat ilmiah; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat atau kaidah ilmu
pengetahuan (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1994; 370).

Dari pengertian ilmiah di atas terlihat jelas bahwa kebenaran ilmiah itu dapat
diaktualisasikan atau dimanifestasikan dalam pengetahuan ilmiah. Atau dengan
kata lain, suatu pengetahuan disebut ilmiah justeru karena di dalam pengetahuan
tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah. Pengetahuan ilmiah bertitik
tolak dari kekaguman terhadap pengalaman biasa atau harian, misalnya saja air jika
dipanaskan akan mendidih. Kekaguman terhadap pengalaman, kebenaran,
pengetahuan biasa (common sense), menimbulkan berbagai ketidakpuasan dan
bahkan keraguan terhadap kebenaran harian tersebut. Ketidakpuasan dan keraguan
tersebut akan melahirkan keingintahuan yang mendalam yang diwujudkan dalam
berbagai pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut selanjutnya diikuti dengan
dilakukannya sejumlah penyelidikan. Serangkaian proses ilmiah tersebut
melahirkan kebenaran ilmiah yang dinyatakan dalam pengetahuan atau sain (lihat
Hardono Hadi, 1994: 13- 27).

Kebenaran ilmiah yang diwujudkan dalam ilmu pengetahuan atau sain dapat
disebut sebagai ilmu jika memenuhi berbagai syarat. Syaratsyarat tersebut adalah
objektivitas, metodologis, universal, dan sistematis (Bandingkan Poedjawijatna,
1967; 14). Lebih lanjut Beerling (1986; 6-7) menegaskan bahwa kemandirian ilmu

7
pengetahuan ilmiah sesungguhnya berkaitan dengan tiga norma ilmiah. Pertama
pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang memiliki dasar pembenaran.
Kedua pengetahuan ilmiah bersifat sistematis. Ketiga pengetahuan ilmiah bersifat
intersubjektif. Dari berbagai pemahaman mengenai kebenaran ilmiah yang telah
diuraikan di atas, dapat dibuat suatu kerangka pemahaman bahwa kebenaran ilmiah
adalah sebagai kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah ilmiah atau kebenaran
yang memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan. Sedemikian rupa sehingga
kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari ilmu atau pengetahuan ilmiah atau
sains sebagai a higher level of knowlwdge justeru karena ilmu atau pengetahuan
ilmiah merupakan aktualisasi dari kebenaran ilmiah.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan
epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikatikan
dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan
epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan
yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa
dikaitkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya
keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa
sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya
memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.
Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang
spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan;
ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan
aksiologi ilmu dan seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi harus dikatikan
dengan ontologi dan aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi
terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian

9
filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa
dikaitkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Bahm, Archie J., 1980, What Is “Science”, World Books, Albuquerge, New Mexico

Beerling (editor), 1998, Pengantar Filsafat Ilmu (terjemahan), Tiara Wacana,


Yogyakarta

Bertens, K., 1983, Filsafat Barat Abad XX: Inggeris – Jerman, Gramedia, Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai