Makalah Filsailmu 5
Makalah Filsailmu 5
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, dan tak lupa pula kami mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawakan kami suatu ajaran yang benar yaitu agama
Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan yang diperoleh dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan media pembelajaran serta infomasi dari media internet ,
buku, dan jurnal yang berhubungan dengan tema.
Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, dapat
menambah wawasan mengenai perkembangan ilmu dalam kehidupan modern. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu
2. Untuk mengetahui Cara kerja filsafat ilmu
3. Untuk mengetahui Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic study
of the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presupposition, and its place in the general scheme of intelectual discipline (A.C.
Benyamin)
Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V.
Berry)
5
semua istilah tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan
pembahasan, namun semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu
Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang
filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan
cara pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang
menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu dengan pengetahuan
biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan - pertanyaan tersebut
dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu yang
biasanya diterima begitu saja (taken for granted), Dengan demikian filsafat ilmu
merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan
upaya penjelasan dan penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu.
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya
ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya, filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut, sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses atau
interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah
pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas
alam secara dangkal.
2. Tujuan Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu Pengetahuan membimbing kita untuk memikirkan dan
merefleksikan kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan. Kita diharapkan
tidak hanya melakukan kegiatan ilmu pengetahuan atas dasar kebiasaan-
kebiasaan yang sering tidak kita sadari orientasinya. Dengan pemikiran yang
rasional (kritis, logis, dan sistematis) diharapkan kita dapat menemukan
6
kejelasan pemahaman tentang ilmu pengetahuan dengan segala unsur-unsurnya
serta arah-tujuan kegiatan ilmu pengetahuan yang kita lakukan.
Dengan pembahasan ilmu pengetahuan secara menyeluruh dan
mendalam kita berharap memperoleh pemahaman yang utuh dan lengkap
tentang ilmu pengetahuan, serta dapat menemukan ciri-ciri hakiki tentang ilmu
pengetahuan. Dengan pemahaman yang lengkap dan tepat tentang ilmu
pengetahuan tersebut, kita berharap tidak terbelenggu oleh kebenaran semu
yang menyesatkan, melainkan memiliki sikap dan tindakan yang bijaksana
dalam ikut terlibat melakukan kegiatan ilmu pengetahuan, untuk menghasilkan
ilmu pengetahuan yang sebenarnya kita harapkan.
Filsafat Ilmu Pengetahuan memiliki tiga landasan pembahasan terhadap
ilmu pengetahuan, yaitu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dari
landasan pembahasan ontologis, kita diharap memiliki gambaran yang benar
dan menyeluruh tentang ilmu pengetahuan; dapat menemukan ciri-ciri khas
ilmu pengetahuan bila dibandingkan dengan berbagai macam kegiatan yang kita
lakukan., misalnya filsafat, agama dan seni. Kita diharapkan menyadari bahwa
ilmu pengatahuan merupakan kegiatan akal budi manusia yang tentu saja juga
memiliki arah dan tujuan (bersifat teleologis). Filsafat Ilmu Pengetahuan
diharapkan dapat menunjukkan arah-tujuan dari kegiatan ilmu pengetahuan
yang dilakukannya, yaitu memperoleh pengetahuan ilmiah, yang kebenarannya
memang cukup dapat dipertanggungjawabkan, di samping perlu disadari adanya
tingkatan target yang perlu diusahakan dalam kegiatan ilmiah. Beberapa target
yang secara berjenjang menjadi sasaran kegiatan ilmiah, yaitu: pengetahuan
deskriptik, pengetahuan kausatif, pengetahuan prediktif, dan pengetahuan
operatif. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan akan mampu
menunjukkan orientasi yang tepat dari kegiatan ilmu pengetahuan.
Landasan pembahasan epistemologis diharapkan memberikan penjelasan
tentang metode-metode dan langkah-langkah yang relevan demi tercapainya
tujuan kegiatan ilmu pengetahuan yang dilakukannya. Ada beberapa pola
prosedural yang perlu dipahami dalam rangka dapat menemukan data-data serta
menyusun hasil ilmu pengetahuan yang diharapkan, misalnya: wawancara,
7
observasi, eksperimen. Dengan pembahasan epistemologis ini, diharap Filsafat
Ilmu Pengetahuan mampu menuntun langkah-langkah mahasiswa untuk
melakukan kegiatan ilmiah agar sampai pada tujuan yang sebenarnya.
Dan terakhir landasan pembahasan secara aksiologis. Dari landasan
pemahaman secara aksiologis. diharap mampu menunjukkan pada mahasiswa
tentang nilai-nilai yang sekiranya layak diperjuangkan dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Di samping memiliki nilai kebenaran yang bersifat teoritis, ilmu
pengetahuan pada gilirannya memiliki nilai praktis pragmatis, karena mampu
memberikan dasar yang cukup dapat dipertanggungjawabkan bagi
penyelenggaraan kehidupan manusia. Dengan demikian Filsafat Ilmu
Pengetahuan diharapkan mampu menunjukkan arah kegiatan ilmiah, tidak
hanya sekedar secara teoritis menunjukkan kebenaran ilmiah, tetapi lebih jauh
menunjukkan arah kegiatan ilmiah yang bersifat pragmatis, yaitu mewujudkan
kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Dengan demikian ilmu
pengetahuan tidak dipandang sebagai yang membebani pemikiran manusia,
melainkan dirasakan sebagai kegiatan yang dapat mempertajam pemikiran
manusia dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan kehidupan untuk
memberkan pemecahan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
8
Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan
cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan
menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita
mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah
ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim
lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat,
melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan
dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind. Tampaknya
Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam epistemologi
yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara pandang demikian
akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan spesifikasi-spesifikasi
keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan
pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam
menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan
dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode
deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal sehat.
Dari pengertian ilmiah di atas terlihat jelas bahwa kebenaran ilmiah itu dapat
diaktualisasikan atau dimanifestasikan dalam pengetahuan ilmiah. Atau dengan
kata lain, suatu pengetahuan disebut ilmiah justeru karena di dalam pengetahuan
tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah. Pengetahuan ilmiah bertitik
tolak dari kekaguman terhadap pengalaman biasa atau harian, misalnya saja air jika
9
dipanaskan akan mendidih. Kekaguman terhadap pengalaman, kebenaran,
pengetahuan biasa (common sense), menimbulkan berbagai ketidakpuasan dan
bahkan keraguan terhadap kebenaran harian tersebut. Ketidakpuasan dan keraguan
tersebut akan melahirkan keingintahuan yang mendalam yang diwujudkan dalam
berbagai pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut selanjutnya diikuti dengan
dilakukannya sejumlah penyelidikan. Serangkaian proses ilmiah tersebut
melahirkan kebenaran ilmiah yang dinyatakan dalam pengetahuan atau sain (lihat
Hardono Hadi, 1994: 13- 27).
Kebenaran ilmiah yang diwujudkan dalam ilmu pengetahuan atau sain dapat
disebut sebagai ilmu jika memenuhi berbagai syarat. Syaratsyarat tersebut adalah
objektivitas, metodologis, universal, dan sistematis (Bandingkan Poedjawijatna,
1967; 14). Lebih lanjut Beerling (1986; 6-7) menegaskan bahwa kemandirian ilmu
pengetahuan ilmiah sesungguhnya berkaitan dengan tiga norma ilmiah. Pertama
pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang memiliki dasar pembenaran.
Kedua pengetahuan ilmiah bersifat sistematis. Ketiga pengetahuan ilmiah bersifat
intersubjektif. Dari berbagai pemahaman mengenai kebenaran ilmiah yang telah
diuraikan di atas, dapat dibuat suatu kerangka pemahaman bahwa kebenaran ilmiah
adalah sebagai kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah ilmiah atau kebenaran
yang memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan. Sedemikian rupa sehingga
kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari ilmu atau pengetahuan ilmiah atau
sains sebagai a higher level of knowlwdge justeru karena ilmu atau pengetahuan
ilmiah merupakan aktualisasi dari kebenaran ilmiah.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan
epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikatikan
dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan
epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan
yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa
dikaitkan.
Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya
keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa
sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya
memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.
Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang
spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan;
ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan
aksiologi ilmu dan seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi harus dikatikan
dengan ontologi dan aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi
terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian
filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa
dikaitkan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K., 1983, Filsafat Barat Abad XX: Inggeris – Jerman, Gramedia, Jakarta
Bahm, Archie J., 1980, What Is “Science”, World Books, Albuquerge, New Mexico
12