Anda di halaman 1dari 10

Sistem Monarki Britania Perspektif Pemikiran Thomas Hobbes

Oleh : Afniessa agustina

Email : afniessa2002@gmail.com

Abstrak : Monarki merupakan salah satu sistem negara yang sudah ada sejak lama, pada abad
ke-19 setidaknya terdapat 900 monarki diseluruh dunia. Seiring dengan terjadinya revolusi
Pranciss dan Amerika membuat monarki-monarki tersebut terkikis dan berkurang menyisakan
45 monarki. Britania sebagai negara dengan sistem monarki terbesar di dunia tentunya juga
mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Leviathan merupakan
karya dari salah satu filsuf Britania yaitu Thomas Hobbes. Pemikirannya akan monarki absolut
menimbulkan pertanyaan jika melihat dari bagaimana sistem monarki sekarang berjalan,
khususnya dalam monarki Britania modern sebagai negara yang menganut monarki
konstitusional. Monarki konstitusional atau monarki parlementer merupakan sistem kerajaan
yang terdesenralisasi dengan perdana menteri dan menteri yang memegang kekuasaan.
Kedaulatan dan persatuan bangsa disimbolkan dengan raja atau ratu dalam sistem monarki
Britania sekarang. Sedangkan menurut Thomas Hobbes, negara haruslah monarki absolut
dengan diikut oleh perjanjian-perjanjian atara warga negara dengan raja dan tidak bisa
diganggu gugat oleh kedua belah pihak. Monarki konstitusional dan monarki absolut
merupakan sistem yang sama-sama dipimpin oleh seorang raja/ratu tetapi memiliki perbedaan
dalam pelaksaan atas pemerintahannya.

Kata Kunci : Britania, Monarki Absolut, Konstitusional


Pendahuluan
Dalam manajemen pemerintahan, sistem pemerintahan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penentu kelangsungan hidup negara. Pemerintah yang buruk akan
menyebabkan kegagalan dalam hal pemerintahan begitupun sebaliknya. Jika dikaitkan dengan
konsep sistem, maka pemerintah merupakan kesatuan unsur-unsur yang saling berkaitan dan
berfungsi dalam konteks pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, sebuah negara
haruslah menggunakan sistem pemeintahan yang kiranya baik dan relevan dengan kehidupan
masyarakat dan menimbang terkait sisi kebaikan ketika sistem tersebut digunakan. Sistem
pemerintahan kemudian telah mengalami perkembangan dari klasik ke modern. Beberapa ahli
menjelaskan sejarah perkembangan sistem pemerintahan sudah diimplementasikan dan
dilakukan oleh berbagai negara di Dunia. Hal tersebut dilakukan karena salah satunya adalah
sistem pemerintahan yang telah dgunakan sudah tidak relevan jika digunakan di masa
sekarang. Melihat dari banyaknya sistem pemerintahan terdahulu, banyak juga negara yang
mengubah arah mengenai sistem pemerintahan tersebut. Salah satunya adalah negara Britania.
Britania tumbuh sebagai negara kesatuan.
Britania dikenal sebagai pencetus pemerintahan parlementer (Parlemen) Karena Britanialah
yang membentuk pemerintahan parlementer ini adalah pertama kalinya dan hal itu bekerja
dengan baik. Sistem parlemen dapat memberikan rakyat kesempatan untuk memilih wakil-
wakilnya melalui pemilihan yang demokratis. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat
terhindar dari masalah sosial, ekonomi, maupun politik dalam masyarakat sehingga
menciptakan kesejahteraan rakyat. Konstitusi Britania tidak tertulis dalam bentuk teks, tetapi
tersebar dalam bentuk berbagai peraturan, hukum dan konvensi. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), konvensi merupakan kesepakatan atau pemufakatan terutama mengenai
tradisi, adat dan lain-lain. Keadaan Britania sekarang berbanding terbalik dengan keadaan
Britania pada zaman dahulu, ketika Thomas Hobbes hidup dan menjalani kehidupan nya di
negara Britania. Pada saat itu, kedaan sosial politik Britania sedang tidak baik-baik saja, ketika
raja pada saat itu ialah raja Charles 1 yang mengalami kekalahan atas parlemen dan dibunuh
sehingga membuat Britania dipandang menjadi negara yang lemah dan bukan lagi negara
berkuasam karena tidak menggunakan sistem kerajaan melainkan sistem parlemen. Hobbes
juga brpendapat bahwa demokrasi merupakan sistem yang buruk. Machstaat atau kuasa negara
merupakan konsep negara yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes yang menitikberatkan pada
persoalan kontrak sosial.
Dalam menjalankan negara, Thomas Hobbes berpikir bahwa kontrak sosial sangatlah penting,
karena dengan adanya kontrak sosial, hal tersebut akan menciptakan suatu hubungan yang baik
antara pemerintah dengan masyarakat. Adanya teori kontrak sosial akibat dari keadaan
manusia yang mulana tidak terikat dengan peraturan-peraturan, sehingga hukum rimba yang
berjalan, kemudian kehidupan masyarakat yang anti sosial dan hanya mementingkan
kehidupanya sendiri. Mari kita hidup bersama, mementingkan kepentingan orang banyak
daripada kepentingan pribadi sehingga kesejahteraan dan perdamaian akan terjadi, hal terebut
merupakan isi daripada kontrak sosial yang dicetuskan oleh Thomas Hobbes. Dari pernyataan
diatas tentunya banyak sekali perbedaan mengenai bagaimana kehidupan monarki Britania
berlangsung pada zaman klasik dan modern sekarang, sehingga menarik untuk dibahas lebih
lanjut bagaimana monarki Britania sekarang jika dilihat dari sudut pandang Thomas Hobbes
selaku filsuf yang mengemukakan teorinya tentang monarki absolut khususnya dalam negara
Britania.

Metodologi
Metode yang digunakan dalam tulisan kali ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu
pembahasan yang tercantum dalam tulisan ini dikumpulkan dan disatukan dari berbagai jurnal.
Pendekatan kualitatif digunakan sebagai bentuk memanfaatkan informasi yang ada terkait
dengan pokok permasalahan yang dibahas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara lebih mendalam mengenai
bagaimana monarki Britania dalam perspektif Thomas Hobbes.
Metode dalam penelitian ini juga menggunakan metode penelitian pustaka (Library Research).
Teknik kepustakaan dilakukan dengan membaca, menelaah dan mencatat berbagai literatur
atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan, kemudian disaring dan dituangkan
dalam kerangka pemikiran secara teoritis. Metode lain yang digunakan yaitu dengan mengakses
situs Internet (Website), dilakukan dengan menulusuri website/situs yang menyediakan
berbagai data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian, yaitu situs mengenai jurnal-
jurnal penelitian tentang politik dan hukum dan berbagai situs lainnya yang dijadikan sebagai
landasan dasar atau referensi untuk mempelajari berbagai teori dan praktek yang sedang
penulis teliti.

Pembahasan
Monarki dan Konstitusi Di Britania

Dimulai dari seorang raja flamboyan, pemerintahan yang singkat namun tak terduga dapat
sukses dari Edward VII (berkuasa 1901–10) sebuah lampiran dari zaman Victoria, dengan
masyarakat kelas mengengah dan memiliki prospek yang baik pada waktu itu. Akan tetapi,
kondisi kehidupan masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan sering kali buruk dan kekuatan
pemikiran mengenai perubahan radikal sudah mulai tersebar. Reformasi sosial pemerintahan
Liberal tahun 1906–14 meletakkan dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai monarki
Konstitusional.
Monarki Britania Raya, biasa disebut sebagai monarki Britania, adalah bentuk pemerintahan
konstitusional di mana penguasa turun-temurun memerintah sebagai kepala negara Britania
Raya, dependensi Mahkota (Bailiwick dari Guernsey, Bailiwick of Jersey dan Isle of Man) dan
Wilayah Luar Negeri Britania. Raja saat ini adalah Ratu Elizabeth II, yang naik takhta pada tahun
1952.
Raja dan keluarga dekat mereka melakukan berbagai tugas resmi, seremonial, diplomatik dan
perwakilan. Karena monarki bersifat konstitusional, monarki terbatas pada fungsi-fungsi
seperti memberikan kehormatan dan menunjuk perdana menteri, yang dilakukan secara non-
partisan. Raja juga adalah Kepala Angkatan Bersenjata Britania. Meskipun otoritas eksekutif
tertinggi atas pemerintah masih secara formal oleh dan melalui hak prerogatif kerajaan,
kekuasaan ini hanya dapat digunakan menurut undang-undang yang berlaku di Parlesmen dan,
dalam praktiknya, dalam batasan konvensi dan preseden. Pemerintah Britania dikenal sebagai
Pemerintah Yang Mulia.
Kerajaan Britania menelusuri asal-usulnya dari kerajaan kecil Britania Anglo-Saxon dan
Skotlandia awal abad pertengahan, yang dikonsolidasikan menjadi kerajaan Britania dan
Skotlandia pada abad ke-10. Britania ditaklukkan oleh Normandia pada tahun 1066, setelah itu
Wales juga secara bertahap berada di bawah kendali Anglo-Norman. Prosesnya selesai pada
abad ke-13 ketika Principality of Wales menjadi negara klien kerajaan Britania. Sementara itu,
Magna Carta memulai proses pengurangan kekuatan politik raja Britania. Sejak 1603, kerajaan
Britania dan Skotlandia diperintah oleh satu penguasa tunggal. Dari tahun 1649 hingga 1660,
tradisi monarki dipatahkan oleh Republik Persemakmuran Britania, yang mengikuti Perang
Tiga Kerajaan. Menyusul pelantikan William dan Mary sebagai co-monarchs dalam Glorious
Revolution, Bill of Rights 1689, dan rekannya dari Skotlandia, Claim of Right Act 1689, semakin
membatasi kekuasaan monarki dan mengecualikan umat Katolik Roma dari suksesi takhta. Pada
tahun 1707, kerajaan Britania dan Skotlandia digabungkan untuk membentuk Kerajaan Britania
Raya, dan pada tahun 1801, Kerajaan Irlandia bergabung untuk membentuk Kerajaan Britania
Raya dan Irlandia. Raja Britania adalah kepala nominal dari Kerajaan Britania yang luas, yang
mencakup seperempat dari luas daratan dunia pada tingkat terbesarnya pada tahun 1921.
Pada awal 1920-an Deklarasi Balfour mengakui evolusi Dominion of the Empire menjadi
negara-negara yang terpisah dan memiliki pemerintahan sendiri dalam Persemakmuran
Bangsa-Bangsa. Pada tahun-tahun setelah Perang Dunia Kedua, sebagian besar koloni dan
wilayah Britania merdeka, yang secara efektif mengakhiri Kekaisaran. George VI dan
penggantinya, Elizabeth II, mengambil gelar Kepala Persemakmuran sebagai simbol dari
asosiasi bebas negara-negara anggotanya yang independen. Britania Raya dan empat belas
negara berdaulat independen lainnya yang memiliki orang yang sama dengan rajanya disebut
wilayah Persemakmuran. Meskipun raja dibagi, setiap negara berdaulat dan independen dari
yang lain, dan raja memiliki gelar dan gaya nasional yang berbeda, spesifik, dan resmi untuk
setiap wilayah.
Dalam Konstitusi Britania Raya yang tidak dikodifikasi, raja (atau disebut sebagai penguasa atau
"Yang Mulia", disingkat H.M.) adalah kepala negara. Gambar Ratu digunakan untuk menandakan
kedaulatan Britania dan otoritas pemerintah—profilnya, misalnya, muncul di mata uang, dan
potretnya di gedung-gedung pemerintah.[2] Penguasa lebih lanjut disebutkan dalam dan subjek
lagu, bersulang setia, dan salut. "God Save the Queen" (atau, alternatifnya, "God Save the King")
adalah lagu kebangsaan Britania.Sumpah setia dibuat untuk Ratu dan penerusnya yang sah.
Raja mengambil sedikit bagian langsung dalam pemerintahan. Keputusan untuk menjalankan
kekuasaan berdaulat didelegasikan dari raja, baik melalui undang-undang atau konvensi,
kepada menteri atau pejabat Mahkota, atau badan publik lainnya, di luar raja secara pribadi.
Jadi tindakan kenegaraan yang dilakukan atas nama Mahkota, seperti Pengangkatan Mahkota,
[5] bahkan jika secara pribadi dilakukan oleh raja, seperti Pidato Ratu dan Pembukaan
Parlemen Negara, bergantung pada keputusan yang dibuat di tempat lain:
 Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Queen-in-Parliament, oleh dan dengan nasihat dan
persetujuan House of Lords dan House of Commons.
 Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Pemerintah Yang Mulia, yang terdiri dari para
menteri, terutama perdana menteri dan Kabinet, yang secara teknis merupakan komite
Dewan Penasihat. Mereka memiliki arahan dari Angkatan Bersenjata Mahkota, Pegawai
Negeri Sipil dan Pegawai Mahkota lainnya seperti Layanan Diplomatik dan Rahasia
(Ratu menerima laporan intelijen asing tertentu sebelum perdana menteri
melakukannya).
 Kekuasaan kehakiman dipegang oleh berbagai peradilan di Britania Raya, yang menurut
konstitusi dan undang-undang memiliki independensi yudisial dari Pemerintah. Gereja
Britania, yang dipimpin oleh raja, memiliki struktur legislatif, yudikatif, dan
eksekutifnya sendiri.
 Kekuasaan yang independen dari pemerintah secara hukum diberikan kepada badan
publik lainnya oleh undang-undang atau Instrumen Hukum seperti Perintah di Dewan,
Komisi Kerajaan atau lainnya.
 Peran penguasa sebagai monarki konstitusional sebagian besar terbatas pada fungsi
non-partisan, seperti pemberian kehormatan. Peran ini telah diakui sejak abad ke-19.
Penulis konstitusi Walter Bagehot mengidentifikasi monarki pada tahun 1867 sebagai
"bagian yang bermartabat" daripada "bagian yang efisien" dari pemerintahan[CITATION
Bra97 \l 1057 ].
Kapan pun diperlukan, raja bertanggung jawab untuk menunjuk perdana menteri baru
(yang menurut konvensi mengangkat dan dapat memberhentikan setiap Menteri Mahkota
lainnya, dan dengan demikian membentuk dan mengendalikan pemerintah). Sesuai dengan
konvensi konstitusional tidak tertulis, penguasa harus menunjuk seorang individu yang
memimpin dukungan House of Commons, biasanya pemimpin partai atau koalisi yang
memiliki mayoritas di House itu. Perdana menteri menjabat dengan menghadiri raja dalam
audiensi pribadi, dan setelah "berciuman tangan" penunjukan itu segera efektif tanpa
formalitas atau instrumen lainnya.
Di parlemen yang tergantung di mana tidak ada partai atau koalisi yang memegang
mayoritas, raja memiliki tingkat keleluasaan yang lebih tinggi dalam memilih individu yang
kemungkinan besar akan mendapat dukungan paling banyak, meskipun biasanya dia adalah
pemimpin partai terbesar. Sejak 1945, hanya ada tiga parlemen yang digantung. Yang
pertama mengikuti pemilihan umum Februari 1974 ketika Harold Wilson diangkat sebagai
Perdana Menteri setelah Edward Heath mengundurkan diri menyusul kegagalannya
membentuk koalisi. Meskipun Partai Buruh Wilson tidak memiliki mayoritas, mereka adalah
partai terbesar. Yang kedua mengikuti pemilihan umum Mei 2010, di mana Konservatif
(partai terbesar) dan Demokrat Liberal (partai terbesar ketiga) setuju untuk membentuk
pemerintahan koalisi pertama sejak Perang Dunia II. Yang ketiga terjadi tak lama kemudian,
pada Juni 2017, ketika Partai Konservatif kehilangan mayoritasnya dalam pemilihan cepat,
meskipun partai tersebut tetap berkuasa sebagai pemerintahan minoritas.
Pada tahun 1950 Sekretaris Pribadi Raja Sir Alan "Tommy" Lascelles, menulis dengan nama
samaran kepada surat kabar The Times, menegaskan konvensi konstitusional: menurut
Prinsip Lascelles, jika pemerintah minoritas meminta untuk membubarkan Parlemen untuk
mengadakan pemilihan awal untuk memperkuat posisinya, raja bisa menolak, dan akan
melakukannya di bawah tiga kondisi. Ketika Harold Wilson meminta pembubaran pada
akhir tahun 1974, Ratu mengabulkan permintaannya karena Heath telah gagal membentuk
koalisi. Pemilihan umum yang dihasilkan memberi Wilson mayoritas kecil. Raja secara teori
dapat memberhentikan perdana menteri secara sepihak, tetapi dalam praktiknya masa
jabatan perdana menteri saat ini berakhir hanya dengan kekalahan elektoral, kematian, atau
pengunduran diri [ CITATION Bag01 \l 1057 ]. Raja terakhir yang memberhentikan perdana
menteri adalah William IV, yang memberhentikan Lord Melbourne pada tahun 1834.
Undang-Undang Parlemen Jangka Tetap 2011 menghapus wewenang raja untuk
membubarkan Parlemen; namun Undang-undang tersebut secara khusus mempertahankan
kekuatan prorogasi raja, yang merupakan fitur reguler dari kalender parlementer.
Beberapa otoritas eksekutif pemerintah secara teoritis dan nominal dipegang oleh
kedaulatan dan dikenal sebagai hak prerogatif kerajaan. Raja bertindak dalam batasan
konvensi dan preseden, menjalankan hak prerogatif hanya atas saran menteri yang
bertanggung jawab kepada Parlemen, seringkali melalui perdana menteri atau Dewan
Penasihat. Dalam praktiknya, kekuasaan prerogatif dijalankan hanya atas saran perdana
menteri – perdana menteri, dan bukan penguasa, yang memegang kendali. Raja
mengadakan audiensi mingguan dengan perdana menteri; tidak ada catatan dari audiensi
ini yang diambil dan prosesnya tetap sepenuhnya rahasia. Raja dapat mengungkapkan
pandangannya, tetapi, sebagai penguasa konstitusional, pada akhirnya harus menerima
keputusan perdana menteri dan Kabinet (asalkan mereka mendapat dukungan dari DPR).
Dalam kata-kata Bagehot [CITATION Bag01 \n \t \l 1057 ]: "penguasa memiliki, di bawah
monarki konstitusional ... tiga hak - hak untuk berkonsultasi, hak untuk mendorong, hak
untuk memperingatkan."
Meskipun hak prerogatif kerajaan luas dan persetujuan parlemen tidak secara formal
diperlukan untuk pelaksanaannya, itu terbatas. Banyak hak prerogatif Mahkota tidak lagi
digunakan atau telah dipindahkan secara permanen ke Parlemen. Misalnya, raja tidak dapat
mengenakan dan mengumpulkan pajak baru; tindakan semacam itu memerlukan otorisasi
dari Undang-Undang Parlemen. Menurut laporan parlemen, "Mahkota tidak dapat
menciptakan kekuatan prerogatif baru", dan Parlemen dapat mengesampingkan kekuatan
prerogatif apa pun dengan mengesahkan undang-undang.
Hak prerogatif kerajaan mencakup kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri, mengatur pegawai negeri, mengeluarkan paspor, menyatakan perang, berdamai,
mengarahkan tindakan militer, dan merundingkan dan meratifikasi perjanjian, aliansi, dan
perjanjian internasional. Namun, sebuah perjanjian tidak dapat mengubah hukum domestik
Britania Raya; Undang-undang Parlemen diperlukan dalam kasus-kasus seperti itu. Raja
adalah Kepala Angkatan Bersenjata (Angkatan Laut Kerajaan, Angkatan Darat Britania, dan
Angkatan Udara Kerajaan), dan mengakreditasi Komisaris Tinggi dan duta besar Britania,
dan menerima kepala misi dari negara-negara asing. Hal Ini adalah hak prerogatif raja untuk
memanggil dan mengambil alih Parlemen. Setiap sesi parlemen dimulai dengan panggilan
raja. Sesi parlemen baru ditandai dengan Pembukaan Parlemen Negara, di mana penguasa
membacakan Pidato dari takhta di Kamar House of Lords, menguraikan agenda legislatif
Pemerintah. Prorogasi biasanya terjadi sekitar satu tahun setelah sesi dimulai, dan secara
resmi mengakhiri sesi. Pembubaran mengakhiri masa jabatan parlemen, dan diikuti dengan
pemilihan umum untuk semua kursi di House of Commons. Pemilihan umum biasanya
diadakan lima tahun setelah yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Parlemen
Jangka Tetap 2011, tetapi dapat diadakan lebih cepat jika perdana menteri kehilangan mosi
kepercayaan, atau jika dua pertiga anggota House of Commons memberikan suara. untuk
mengadakan pemilihan awal.
Sebelum RUU yang disahkan oleh Dewan legislatif dapat menjadi undang-undang,
persetujuan kerajaan (persetujuan raja) diperlukan. Secara teori, persetujuan dapat
diberikan (membuat undang-undang) atau ditahan (memveto RUU), tetapi sejak tahun 1707
persetujuan selalu diberikan.
Raja memiliki hubungan yang sama dengan pemerintah devolusi Skotlandia, Wales, dan
Irlandia Utara. Penguasa menunjuk Menteri Pertama Skotlandia atas pencalonan Parlemen
Skotlandia, dan Menteri Pertama Wales atas pencalonan Senedd. Dalam urusan Skotlandia,
penguasa bertindak atas saran Pemerintah Skotlandia. Namun, karena devolusi lebih
terbatas di Wales, dalam masalah Welsh kedaulatan bertindak atas saran perdana menteri
dan Kabinet Britania. Penguasa dapat memveto setiap undang-undang yang disahkan oleh
Majelis Irlandia Utara, jika dianggap tidak konstitusional oleh Sekretaris Negara untuk
Irlandia Utara.
Penguasa dianggap sebagai "sumber keadilan"; meskipun penguasa tidak secara pribadi
memerintah dalam kasus peradilan, fungsi peradilan dilakukan atas namanya. Misalnya,
penuntutan dilakukan atas nama raja, dan pengadilan memperoleh otoritasnya dari
Mahkota. Hukum umum menyatakan bahwa yang berdaulat "tidak dapat berbuat salah";
raja tidak dapat dituntut karena pelanggaran pidana. “The Crown Proceedings Act 1947”
memungkinkan tuntutan hukum perdata terhadap Mahkota dalam kapasitas publiknya
(yaitu, tuntutan hukum terhadap pemerintah), tetapi tidak tuntutan hukum terhadap raja
secara pribadi. Penguasa menjalankan "hak prerogatif belas kasihan", yang digunakan untuk
mengampuni pelanggar yang dihukum atau mengurangi hukuman.
Raja adalah "sumber kehormatan", sumber dari semua kehormatan dan martabat di
Britania Raya. Mahkota menciptakan semua gelar bangsawan, menunjuk anggota ordo
ksatria, memberikan gelar ksatria dan penghargaan kehormatan lainnya. Meskipun gelar
bangsawan dan sebagian besar penghargaan lainnya diberikan atas saran perdana menteri,
beberapa penghargaan berada dalam pemberian pribadi penguasa, dan tidak diberikan atas
saran menteri. Raja sendiri menunjuk anggota Order of the Garter, the Order of the Thistle,
the Royal Victorian Order and the Order of Merit.
Pandangan Thomas Hobes Tentang Monarki
Filsuf Thomas Hobbes menawarkan apa yang saat itu merupakan konsepsi baru yang
radikal tentang asal-usul pemerintahan sipil. Ide-ide Hobbes tentang persemakmuran
didasarkan pada pandangannya tentang sifat manusia dan keadaan umat manusia tanpa
pemerintah, dan karenanya ia menetapkan posisinya pada konsep-konsep ini sebelum
membahas penciptaan persemakmuran.
First Hobbes menulis tentang kondisi alami manusia, yang dia yakini pada dasarnya
menyusahkan; keadaan alam yang ada tanpa pemerintahan, yang bagi Hobbes sangat kacau;
dan kemudian hukum alam yang katanya bisa, tetapi tidak selalu membimbing perilaku
manusia menuju pelestarian diri.
Setelah pengandaian ini ditetapkan, maka Hobbes menulis tentang pembentukan dan desain
persemakmuran. Penciptaan Leviathan melalui perjanjian bersifat sukarela, rasional dan
perlu, Hobbes percaya, karena itu satu-satunya cara untuk menjamin perdamaian dan
keamanan manusia dan satu-satunya cara untuk melarikan diri dari keadaan alam yang
ditakuti. Melanjutkan pemikiran ini, Hobbes memutuskan bahwa pemerintahan yang paling
kuat adalah yang terbaik, dan dia menyimpulkan bahwa seorang raja dengan hak tak
terbatas harus memerintah.

Thomas Hobbes dalam Leviathan menginginkan kekuasaan dipegang oleh satu orang dalam
bentuk monarki dan tidak ada pembagian kekuasaan seperti halnya trias politika dimana
kekuasaan dibagi menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Kesimpulan

Daftar Pustaka
Bagehot, W. (2001). Konstitusi Inggris. Cambridge University Press.

Brazier, R. (1997). Pelayan Mahkota. Oxford University Press.

Kohongia, Z. (t.thn.). Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia, Inggris dan Israel FIX .

Mursidah, N. &. (2020). KRITIK NALAR PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES .

Wijaya, D. N. (2016). KONTRAK SOSIALMENURUTTHOMAS HOBBES DAN JOHN LOCKE. Jurnal


Sosiologi Pendidikan Humanis .

Anda mungkin juga menyukai