Anda di halaman 1dari 10

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS

NaOH/CaO/C DARI CANGKANG TELUR

THE SYNTHESIS OF BIODIESEL FROM USED COOKING OIL BY USING A


CATALYST OF NaOH/CaO/C FROM EGGSHELL

Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan, Karina Nur Eka Putri


Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda (POLNES)
Jalan Dr. Cipto Mangungkusumo Kampus Gunung Lipan PO Box 1293
Telp. (0541) 260588 (PABX)-260553 Fax. 260355, Samarinda 75131, Indonesia
E-mail: syarif_oko96@yahoo.com

Diterima : 11-02-2021 Revisi : 07-06-2021 Disetujui : 15-06-2021

ABSTRAK

Produksi minyak bumi mengalami penurunan, dari 346 juta barel pada tahun 2009 menjadi sekitar 283
juta barel di tahun 2018. Biodiesel mulai berkembang seiring adanya pelaksanaan kebijakan mandatori
yang mengamanatkan campuran bahan bakar nabati ke bahan bakar minyak sebesar 20% (B20).
Minyak jelantah sangat berpeluang untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel
karena mengandung trigliserida. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jumlah katalis dan
rasio massa metanol:minyak terhadap rendemen, densitas, viskositas kinematik, kadar air dan bilangan
asam biodiesel. CaO dibuat dengan mengkalsinasi cangkang telur pada suhu 900oC selama 3 jam. CaO
diberi C sebagai support dengan perbandingan CaO:C yaitu 1:1 kemudian diimpregnasi dengan NaOH
35%. Setelah itu dikalsinasi pada suhu 800oC selama 3 jam. Pembuatan biodiesel dilakukan pada suhu
60oC selama 3 jam dengan memvariasikan jumlah katalis 4,5%, 5,5%, 6,5%, 7,5% dan rasio massa
metanol:minyak jelantah 0,25:1, 0,5:1, 0,75:1. Hasil biodiesel terbaik diperoleh pada variasi jumlah
katalis 4,5% dengan rasio massa metanol:minyak jelantah 0,5:1 dengan hasil rendemen 84,2610%,
densitas 0,8652 gr/ml, viskositas kinematik 2,5900 cSt, kadar air 0,0279% dan bilangan asam 0,3375
mgNaOH/gr.

Kata kunci: biodiesel, impregnasi, katalis, minyak jelantah

ABSTRACT
Petroleum production has decreased, from 346 million barrels in 2009 to around 283 million barrels in
2018. Biodiesel has begun to develop in line with the implementation of mandatory policies that
mandate a mixture of biofuel to fuel oil by 20% (B20). Used Cooking oil has the potential to be used
as a raw material for making biodiesel because it contains triglycerides. The purpose of this study was
to determine the effect of the amount of catalyst and mass ratio of methanol: oil to yield, density,
kinematic viscosity, moisture content, and an acid number of biodiesels. CaO was made by calcining
eggshells at 900oC for 3 hours. CaO was given C as support with a CaO: C ratio of 1: 1 than
impregnat ed with 35% NaOH. After that, it was calcined at 800oC for 3 hours. The production of
biodiesel was carried out at 60oC for 3 hours by varying the amount of catalyst 4.5%, 5.5%, 6.5%,
7.5% and the mass ratio of methanol: used cooking oil 0.25: 1; 0.5: 1; 0.75: 1. The best biodiesel
results were obtained at variations in the amount of catalyst 4.5% with a mass ratio of methanol:
used cooking oil 0.5: 1 with a yield of 84.2610%, density 0.8652 gr/ml, the kinematic viscosity of
2.5900 cSt, water content 0.0279%, and an acid number of 0.3375 mgNaOH/g.
Keywords: biodiesel, impregnation, catalyst, used cooking oil

JRTI
Vol. 15 No. 2 Des 2021
147
PENDAHULUAN

E
nergi merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring
perkembangan zaman (Kholiq, 2015). Selama ini, bahan bakar berasal dari
sumber energi yang tidak terbarukan yaitu dari bahan bakar fosil yang jumlahnya
terbatas dan menghasilkan pembakaran yang cenderung tidak ramah lingkungan (Fanny et al.,
2018). Menurut Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (2019), dalam 10 tahun
terakhir produksi minyak bumi mengalami penurunan, dari 346 juta barel (949 ribu bph) pada
tahun 2009 menjadi sekitar 283 juta barel (778 ribu bph) di tahun 2018 . Untuk itu perlu
dilakukan pencarian suatu bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui. Salah satu bahan bakar tersebut adalah biodiesel. Biodiesel sebagai energi
terbarukan mulai berkembang seiring dengan adanya pelaksanaan kebijakan mandatori bahan
bakar nabati yang mengamanatkan campuran bahan bakar nabati ke bahan bakar minyak
sebesar 20% (B20) (BPPT, 2019).
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif mesin diesel yang diproduksi dari reaksi
kimia antara minyak tumbuhan atau lemak hewan dan alkohol seperti metanol (Van Gerpen,
2005). Bahan baku biodiesel yang sering digunakan adalah minyak nabati, lemak hewan
dan sisa minyak (Knothe, 2005). Minyak goreng adalah merupakan minyak nabati dimana
keberadaannya paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengolah bahan
makanan, akan tetapi penggunaan minyak goreng terlalu sering akan menghasilkan minyak
goreng bekas atau minyak jelantah.
Minyak goreng bekas (minyak jelantah) sangat berpeluang untuk dijadikan sebagai
bahan baku dalam pembuatan biodiesel, karena selain mengandung asam lemak bebas juga
mengandung trigliserida. Kandungan asam lemak bebas pada minyak jelantah berkisar 5-30%
(w/w) (Kartika dan Widyaningsih, 2012). Komposisi asam lemak pada minyak jelantah seperti
pada tabel 1 :
Tabel 1. Komposisi asam lemak bebas pada minyak jelantah

Asam lemak Minyak


Lauric (12:0) bekas
9,95
Myristic (14:0) 0,19
Palmitic (16:0) 8,9
Palmitoleic (16:0) 0,22
Searic (18:0) 3,85
Oleic (18:0) 30,71
Linoleic (18:2) 54,35
Linonelic (18:3) 0,27
Arachidic (20:0) 0,29
Gidoleic (20:1) 0,18
Bahenic (22:0) 0,61
Sumber : (Mahreni, 2010)

Minyak jelantah termasuk limbah sehingga dapat mencemari lingkungan karena dapat
mengakibatkan naiknya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biology Oxygen
Demand) dalam perairan serta dapat mengakibatkan adanya bau busuk akibat dari degradasi
biologi (Darmawan, 2013). Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat apabila minyak jelantah
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel.
Pada proses transesterifikasi biodiesel tak lepas dari penggunaan katalis. Katalis yang
biasa digunakan adalah katalis homogen, katalis heterogen dan katalis enzimatik. Katalis
heterogen lebih banyak digemari penggunaanya. CaO merupakan katalis heterogen yang

148 Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan,


Karina Nur Eka Putri
Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jelantah Menggunakan
Katalis NaOH/CaO/C Dari Cangkang Telur
mudah didapatkan, murah dan mampu menghasilkan biodiesel dengan optimal. Menurut
(Hadiyanto et al., 2017), salah satu kerugian penggunaan CaO sebagai katalis heterogen
adalah memiliki luas permukaan yang rendah sehingga penggunaan karbon aktif sebagai
support membantu meningkatkan luas permukaan katalis serta mengimpregnasi katalis
menggunakan NaOH dapat meningkatkan aktivitas katalis. CaO dapat diperoleh melalui
kalsinasi cangkang telur (CaCO3) pada suhu 900oC (Oko dan Syahrir, 2018). Pemilihan suhu
berdasarkan referensi lainnya tentang kalsinasi cangkang telur menjadi CaO dapat dilakukan
pada suhu 500oC, 700oC dan 900oC. Berdasarkan hasil analisa XRD kalsinasi yang dilakukan
pada suhu 900oC menunjukkan puncak intens dan tajam pada sudut 2Ө(o) :31,35; 36,58;
52,96; 61,64 and 66,27 sedangkan pada kalsinasi 500oC, 700oC menunjukkan puncak intens
relatif lebih lemah pada sudut 2Ө(o): 31,84; 32,33; 34,51; 37,37; 38,55; 40,82; 41,31;
43,39; 47,62; 48,71; 52,17; 55,81; 56,60 and 62,39. Sedangkan untuk analisa surface area
untuk 900oC, 700oC dan 500oC berturut sebagai berikut 1,4 m2/g, 1,3 m2/g dan 1,1 m2/g
(Joshi et al., 2015). Untuk hasil analisa kalsinasi cangkang telur pada suhu 900oC
menggunakan SEM-EDS menunjukkan kandungan CaO sebesar 92,66% (Oko dan Syahrir,
2018), sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai katalis heterogen. Cangkang
telur mengandung sekitar 94% CaCO3, 1% MgCO3, 1% Ca3(PO4)2, dan 4% bahan organik
(Haryono et al., 2018). Adapun reaksi dekomposisi CaCO3 menjadi CaO melalui proses
kalsinasi sbb :
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g).
Beberapa penelitian tentang sintesis biodiesel dengan katalis heterogen hasil dari
kombinasi antara CaO dan C antara lain dilakukan oleh (Faria et al., 2020), katalis berbasis
Na, Ca didukung dengan karbon aktif dan Ca berasal dari CaO komersial dengan tingkat
kemurnian 99,9%. Katalis NaOH/CaO/C dibuat pada kondisi rasio massa Ca:C yaitu 1:1,
diimpregnasi NaOH 30% dari berat total (NaOH+CaO+C), waktu impregnasi 1 jam, suhu
pengeringan 100oC, suhu kalsinasi 800oC dan waktu kalsinasi 3 jam. Dengan menggunakan
katalis NaOH/CaO/C diperoleh konversi yield tertinggi sebesar 91% pada kondisi suhu reaksi
transesterifikasi 60oC, perbandingan rasio massa metanol:minyak yaitu 0,5:1, rasio katalis
7,5% (massa relatif dari minyak) dan waktu reaksi 3 jam. Pada penelitian yang dilakukan
oleh (Hawa et al., 2020) sintesis katalis heterogen NaOH/CaO/C dari kulit telur untuk
produksi biodiesel menggunakan minyak sawit non grade diperoleh konversi yield tertinggi
yaitu sebesar 79,08% dengan kondisi temperatur kalsinasi 800oC, rasio massa CaO/C 7:3
dan konsentrasi NaOH 30%. Proses transesterifikasi terjadi pada suhu 70oC selama 3 jam,
rasio mol metanol dan minyak 6:1 dan jumlah katalis 6% dari berat minyak.
Penelitian ini akan dilakukan pengembangan dengan mengimpregnasi katalis CaO/C
(rasio massa 1:1) menggunakan NaOH dengan konsentrasi sebesar 35% dan CaO dari hasil
kalsinasi cangkang telur pada suhu 900oC. Serta menentukan pengaruh jumlah katalis
NaOH/CaO/C dan rasio massa metanol:minyak terhadap rendemen, densitas, viskositas
kinematik, kadar air dan bilangan asam biodiesel berdasarkan standar biodiesel SNI
7182:2015.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang telur dan minyak
jelantah diperoleh dari warung nasi goreng disekitar jalan Bung Tomo Samarinda, akuades,
padatan NaOH p.a (Merck), alkohol/eter (1:1; v/v), karbon aktif teknis (Merck), alkohol
netral, indikator fenolftalin (PP), asam sulfat (H2SO4) 98% (Merck), metanol p.a (Full Time),
KOH/alkoholis, HCl 0,5 N. Peralatan yang digunakan adalah Furnace (Daihan WiseTherm),
Oven (Memmert UN 55 53L), Neraca analitik (OHAUS Pioneer PA4102), Hot plate (Ika Hs-
7), Cawan krusibel, Blender (Philips), Ayakan 200 mesh dan 325 mesh, Piknometer (pyrex),
1 set alat refluks (pyrex).

JRTI 149
Vol. 15 No. 2 Des 2021
Metode
Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu :
Pembuatan Katalis NaOH/CaO/C
Cangkang telur dibersihkan dengan air dan dipanaskan dengan oven pada suhu
105oC selama 24 jam. Cangkang telur kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender
hingga menjadi bubuk dan disaring dengan ayakan berukuran -200+325 mesh. Selanjutnya
dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 900oC selama 3 jam sehingga terbentuk
padatan CaO. Ditimbang sebanyak 6,1516 g CaO dan 4,4092 g karbon aktif (rasio massa Ca
: C adalah 1 :1 ), kemudian campuran tersebut dimasukkan secara perlahan-lahan ke
dalam larutan NaOH 35% (5,6866 g NaOH dilarutkan ke dalam 50 ml akuades) sambil
diaduk dengan magnetic stirrer dan ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sebanyak
50 ml selama 1 jam. Produk hasil impregnasi selanjutnya dikeringkan pada suhu 105 oC
selama 24 jam dan dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 800oC selama 3 jam. Katalis
NaOH/CaO/C yang diperoleh disimpan didesikator untuk menjaga kondisi katalis tetap
kering.

Penentuan Berat Molekul (BM) Minyak Jelantah


Penentuan Bilangan Asam (Acid Value)
Ditimbang 5 g minyak jelantah kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 150 mL alkohol/eter (1:1 v/v) serta ditambahkan 3 tetes indikator fenoltalin
(PP). selanjutnya dititrasi dengan KOH 0,1 N.
5,61 × V KOH
𝐴𝑐𝑖𝑑 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 (AV) =
W

Dimana V KOH adalah volume penitar KOH (mL) dan W adalah massa minyak jelantah (g)
Penentuan Bilangan Penyabunan (Saponification Value)
Ditimbang 2 g minyak jelantah kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 25 mL larutan KOH/alkoholis serta ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalin
(PP). selanjutnya dititrasi menggunakan HCl 0,5 N. prosedur ini diulangi dengan mengganti
minyak jelantah dengan akuades.
(B − S) × 56,1 × 0,5
𝑆𝑎𝑝𝑜𝑛𝑖𝑓𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 (SV) =
W

Dimana B adalah volume titrasi blangko (mL), S adalah volume titrasi sampel (mL) dan W
adalah massa minyak jelantah(g)
Rumus Penentuan Berat Molekul Minyak (BM)

3
Berat Molekul (BM) = 56,1 × 1000 ×
(SV − AV)
Sumber : (Hsiao et al., 2018)
adapun hasil perhitungan AV, SV dan BM adalah 10,15 mgKOH/g, 192,18 mgKOH/g dan BM
minyak jelantah adalah 924,59 g/mol.

Sintesis Biodiesel dari Minyak Jelantah


Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Sampel minyak jelantah ditimbang sebanyak 5 g di dalam Erlenmeyer 250 mL
kemudian ditambahkan 50 ml etanol 95% netral dan 3 tetes indikator PP. Larutan tersebut
dititrasi dengan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya hingga berubah warna
merah muda.
Reaksi Esterifikasi Pada Minyak Jelantah
100 g minyak jelantah dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan ditambahkan 52 g
metanol dan 1 g H2SO4. Kemudian direfluks selama 1 jam pada suhu 60oC. Produk hasil

Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan,


150 Karina Nur Eka Putri
Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jelantah Menggunakan
Katalis NaOH/CaO/C Dari Cangkang Telur
esterifikasi dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selama 1 jam, selanjutnya
lapisan bawah diambil untuk proses transesterifikasi.
Sintesis Biodiesel
Katalis NaOH/CaO/C ditimbang sebanyak 4,5% dari berat relatif terhadap minyak
jelantah dan dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian ditambahkan metanol dengan
perbandingan rasio massa 0,5:1. Campuran tersebut selanjutnya di refluks pada suhu 60oC
sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 3 jam. Campuran didinginkan dan
didiamkan selama 24 jam sehingga terbentuk 3 lapisan, lapisan atas mengandung crude
biodiesel, lapisan tengah gliserol dan lapisan bawah adalah katalis. Lapisan atas selanjutnya
disaring menggunakan pompa vakum dan kertas saring whatman 42. Hasil penyaringan
dicuci menggunakan akuades 80oC hingga pH pencucian sama dengan pH akuades. Biodiesel
yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam. Dilakukan pengulangan dengan
variasi katalis 5,5%, 6,5%, 7,5% dan variasi massa metanol minyak 0,25:1, 0,5:1, 0,75:1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Minyak Jelantah
Minyak jelantah sebagai bahan yang digunakan dalam proses sintesis biodiesel,
sebelum digunakan dalam sintesis biodiesel terlebih dahulu dilakukan analisa densitas,
viskositas kinematic, bilangan penyabunan, bilangan asam, asam lemak bebas (%FFA) dan
berat molekul. Untuk analisa viskositas kinematik sebesar 18,90 cSt menunjukkan bahwa
tingkat kekentalan dari minyak jelantah belum memenuhi syarat standar biodiesel SNI
7182:2015 antara 2,3 – 6 cSt hal ini disebabkan oleh masih tingginya kandungan asam
lemak bebas dan trigliserida sehingga waktu yang dibutuhkan oleh cairan minyak untuk
melalui pipa kapiler pada viscometer otswald menjadi lebih lama. Hasil analisa asam lemak
bebas minyak jelantah yang diperoleh sebesar 21,80% sehingga perlu dilakukan reaksi
esterifikasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak tersebut. Tingginya kandungan asam lemak bebas pada minyak jelantah
disebabkan karena terjadinya hidrolisis pada trigliserida akibat dari proses pemanasan secara
berulang-ulang. Asam lemak bebas sangat berpengaruh pada pembuatan biodiesel karena
minyak yang mengandung asam lemak bebas (FFA) lebih dari 2% akan membentuk sabun
yang dapat menyulitkan saat pemisahan biodiesel (Hsiao et al., 2018). Densitas minyak
jelantah diperoleh sebesar 0,90 g/ml. Densitas yang tinggi disebabkan oleh keberadaan
trigliserida yang belum terkonversi menjadi metil ester (Kartika dan Widyaningsih, 2012).
Sintesis Biodiesel
Pengaruh Jumlah Katalis terhadap Rendemen Biodiesel
Meningkatnya jumlah katalis akan mengakibatkan jumlah active site dari katalis semakin
banyak, sehingga dapat memberikan peluang terjadinya reaksi pembentukan metil ester
yang semakin banyak pula (Sidabutar et al., 2013). Dan juga katalis merupakan salah satu
hal penting pada reaksi transesterifikasi karena katalis merupakan suatu senyawa yang dapat
meningkatkan laju reaksi melalui penurunan energi aktivasi namun tidak ikut bereaksi (Atkins
dan Overton, 2010).

Gambar 1. Grafik Pengaruh Jumlah Katalis terhadap Rendemen Biodiesel

JRTI 151
Vol. 15 No. 2 Des 2021
Pada gambar 1 terlihat rendemen tertinggi dihasilkan oleh variasi jumlah katalis 6,5%
yaitu sebesar 85,8537%, hal ini disebabkan kenaikan konsentrasi katalis tidak menyebabkan
pergeseran kesetimbangan ke arah pembentukan biodiesel, tetapi menyebabkan turunnya
energi aktivasi. Dengan demikian akan meningkatkan kualitas tumbukan antar molekul
reaktan dalam hal ini ion metoksida (CH3O-) dengan gugus karbonil (-C=O) dari trigliserida
yang mengakibatkan kecepatan reaksi esterifikasi menjadi naik maka konversi biodiesel juga
menjadi semakin tinggi (Kartika dan Widyaningsih, 2012). Selain itu adanya penggunaan
karbon aktif menyebabkan CaO dan NaOH akan terdistribusi secara merata ke dalam pori
dari karbon aktif dan akan membentuk luas permukaan lebih besar sehingga meningkatkan
sisi aktif dari alkalis (Liu et al., 2010, Hawa et al., 2020). Pada variasi 5,5% mengalami
penurunan tetapi penurunan rendemen tidak jauh berbeda dengan variasi 4,5% yaitu
83,3548% dan 84,2610%. Hal tersebut dikarenakan energi pengaktifan pada jumlah katalis
tersebut hampir sama. Pada variasi jumlah katalis 7,5% nilai rendemen mengalami
penurunan dikarenakan jumlah katalis yang terlalu besar dapat menghambat kontak antar
reaktan dan terlalu banyak pusat basa akan menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi yang
pada akhirnya akan menurunkan nilai rendemen dari biodiesel (Zhang dan Meng, 2014).
Reaksi saponifikasi terjadi karena asam lemak bebas yang ada pada minyak jelantah maupun
hasil hidrolisis dari trigliserida bereaksi dengan katalis NaOH/CaO/C sehingga terbentuk
garam alkoksida atau sabun. Variasi jumlah katalis 6,5% merupakan variasi jumlah katalis
dengan nilai rendemen yang optimum tetapi variasi 6,5% tidak digunakan untuk variasi
rasio massa metanol dengan minyak jelantah karena tingginya rendemen pada variasi 6,5%
tidak menjamin bahwa kualitas biodiesel yang dihasilkan baik. Tingginya konversi biodiesel
dapat mengakibatkan viskositas kinematik yang dihasilkan semakin rendah (Sinaga et al.,
2014). Adapun mekanisme pembentukan ion metoksida (CH3O-) dan metil ester seperti pada
gambar 2 dibawah ini.

Sumber : (Boro et al., 2012)


Gambar 2. Mekanisme pembentukan metoksida

Sumber : (Boro et al., 2012)


Gambar 3. Mekanisme pembentukan metil ester (biodiesel)

Pengaruh Rasio Massa Metanol dengan Minyak Jelantah terhadap Rendemen


Biodiesel

152 Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan,


Karina Nur Eka Putri
Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jelantah Menggunakan
Katalis NaOH/CaO/C Dari Cangkang Telur
Stoikiometri pada reaksi transesterifikasi membutuhkan 3 mol metanol per mol trigliserida
untuk menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi tersebut bersifat reversibel
sehingga perlu digunakan metanol berlebih untuk menggeser reaksi ke sisi produk.
Peningkatan rasio molar metanol dengan minyak secara teori akan meningkatkan nilai
rendemen biodiesel. Meningkatnya jumlah metanol dalam minyak akan menggeser reaksi
kearah kanan atau kearah produk sehingga akan meningkatkan rendemen biodiesel
(Prihanto dan Irawan, 2018). Pada penelitian ini digunakan variasi rasio massa metanol
dengan minyak jelantah yaitu 0,25:1, 0,5:1 dan 0,75:1 (Faria et al., 2020). Jika rasio massa
tersebut dikonversi menjadi rasio mol maka nilainya bertururt-turut menjadi 7:1,14:1,22:1.

Gambar 4. Grafik Pengaruh Rasio Massa Metanol dengan Minyak Jelantah terhadap
Rendemen Biodiesel

Pada gambar 4 rendemen tertinggi diperoleh pada variasi rasio massa metanol:minyak
jelantah 0,5:1 yaitu sebesar 84,2610%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi optimum
rasio massa metanol:minyak jelantah yaitu pada variasi 0,5:1. Pada variasi rasio massa
metanol:minyak jelantah 0,25:1 memiliki rendemen yang rendah dikarenakan rasio yang
lebih rendah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membentuk biodiesel
(Mulana, 2011). Selain itu sedikitnya jumlah metanol yang direaksikan dengan minyak
jelantah mengakibatkan tidak mampu menggeser kesetimbangan reaksi kearah
pembentukan produk (Oko dan Dzahabiah, 2019). Rendemen pada variasi rasio massa
metanol:minyak jelantah 0,75:1 mengalami penurunan dikarenakan semakin tinggi
perbandingan alkohol yang digunakan maka semakin tinggi pula kadar gliserol yang
dihasilkan (Raharjo et al., 2019). Gliserol yang terbentuk dari hasil samping reaksi akan sulit
dipisahkan (Mulana, 2011). Gliserol sulit dipisahkan karena semakin banyak alkohol dalam
campuran, maka gliserol akan semakin larut sehingga apabila gliserol tidak dipisahkan dari
campuran hasil reaksi maka memungkinkan reaksi akan bergeser ke kiri dan menurunkan
fatty acid methyl ester yang dihasilkan (Mahreni, 2010).

Karakteristik Biodiesel dari Minyak Jelantah


Tabel 3. Analisa Biodiesel Variasi Jumlah Katalis NaOH/CaO/C
Jumlah Viskositas Bilangan
Rasio Densitas Kadar Air
No Bahan Katalis Kinematik Asam
Massa (gr/ml) (%)
(%) (cSt) (mgNaOH/gr)
1 0,5:1 4,5 0,8652 2,5900 0,0279 0,3375
2 0,5:1 5,5 0,8645 2,3236 0,0169 0,2521
Biodiesel
3 0,5:1 6,5 0,8603 2,2328 0,0198 0,1680
4 0,5:1 7,5 0,8601 1,9693 0,0261 0,1685
SNI 7182:2015 0,85-0,89 2,3-6,0 Max 0,05 Max 0,5

JRTI 153
Vol. 15 No. 2 Des 2021
Tabel 4. Analisa Biodiesel Variasi Rasio Massa Metanol:Minyak Jelantah
Jumlah Viskositas Bilangan
Rasio Densitas Kadar Air
No Bahan Katalis Kinematik Asam
Massa (gr/ml) (%)
(%) (cSt) (mgNaOH/gr)
1 0,25:1 4,5 0,8833 4,6477 0,0066 10,778
2 Biodiesel 0,5:1 4,5 0,8652 2,5900 0,0279 0,3375
3 0,75:1 4,5 0,8623 2,0172 0,0213 0,3359
SNI 7182:2015 0,85-0,89 2,3-6,0 Max 0,05 Max 0,5

Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4 diketahui bahwa parameter densitas biodiesel


memenuhi spesifikasi SNI 7182:2015 yaitu berkisar 850-890 kg/m3 atau 0,85-0,89 gr/ml.
Pada spesifikasi SNI 7182:2015 dengan parameter viskositas kinematik yaitu berkisar 2,3-6,0
cSt. Viskositas memiliki peran yang sangat penting dalam penginjeksian bahan bakar
dikarenakan apabila viskositas terlalu rendah dapat menyebabkan kebocoran pada pompa
injeksi bahan bakar dan apabila terlalu tinggi dapat mempengaruhi kerja cepat alat injeksi
(Utami, 2016). Terdapat 3 data viskositas kinematik yang tidak memenuhi spesifikasi pada
SNI 7182:2015. Data tersebut diantaranya pada variasi biodiesel dengan jumlah katalis 6,5%
sebesar 2,2328 cSt, jumlah katalis 7,5% sebesar 1,9693 cSt dan variasi rasio massa
metanol:minyak jelantah 0,75:1 sebesar 2,0172 cSt. Viskositas biodiesel dapat dipengaruhi
oleh panjang rantai dan komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap (derajat
ketidakjenuhan) dalam biodiesel (Sudradjat et al., 2010). Nilai viskositas yang belum
memenuhi spesifikasi pada SNI 7182:2015 dapat terjadi karena adanya peningkatan nilai
ketidakjenuhan dari biodiesel selain itu semakin sedikitnya kadar asam lemak bebas yang
masih berada pada biodiesel yang dihasilkan atau masih terdapatnya air dalam biodiesel
akibat proses pencucian juga dapat menurunkan nilai viskositas biodiesel. Tingginya konversi
biodiesel juga dapat mengakibatkan viskositas kinematik semakin rendah yaitu sebesar
2,2328 cSt , hal tersebut dikarenakan semakin sedikit kadar asam lemak bebas yang masih
berada pada biodiesel yang dihasilkan (Sinaga et al., 2014).
Pada parameter kadar air memenuhi spesifikasi SNI 7182:2015 yaitu maksimal
0,05%, hal ini disebabkan biodiesel yang terbentuk dipanaskan pada suhu 105oC selama 1
jam agar sisa air yang terdapat pada biodiesel dapat menguap. Pada spesifikasi SNI
7182:2015 dengan parameter bilangan asam yaitu maksimal 0,5 mgKOH/gr. Bilangan asam
di dalam bahan bakar mempengaruhi sifat korosinya terhadap mesin karena semakin tinggi
bilangan asam maka korosivitasnya semakin tinggi (Haryanto et al., 2015). Terdapat 1 data
yang melebihi spesifikasi bilangan asam pada SNI 7183:2015. Data tersebut adalah biodiesel
dengan variasi rasio massa metanol:minyak jelantah 0,25:1 sebesar 1,0778 mgNaOH/gr.
Nilai bilangan asam yang melebihi spesifikasi SNI 7182:2015 merupakan indikator bahwa
biodiesel masih mengandung asam lemak bebas (Abrar et al., 2020). Asam lemak bebas
terbentuk karena adanya air di dalam metil ester sehingga sebagian ester akan terhidrolisis
(Febriani dan Dewi, 2012). Biodiesel mengalami degradasi yang disebabkan oleh proses
oksidasi atau masih adanya sisa katalis yang lolos pada proses penyaringan dan
penyimpanan disuhu ruangan sehingga biodiesel (metil ester) akan terjadi pemutusan ikatan
menyebabkan pergeseran arah reaksi kearah kiri dan menyebabkan konsentrasi asam lemak
meningkat (Silviana dan Buchori, 2015).

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis NaOH/CaO/C yang diperoleh dari
pencampuran dan impregnasi menunjukkan hasil yang cukup memuaskan sebagai katalis
heterogen dalam pembuatan biodiesel, dimana hasil terbaik diperoleh pada rendemen sebesar
84,2610% dengan jumlah katalis 4,5% dan rasio massa metanol:minyak jelantah 0,5:1.

Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan,


154 Karina Nur Eka Putri
Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jelantah Menggunakan
Katalis NaOH/CaO/C Dari Cangkang Telur
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada P3M POLNES atas dukungannya
dalam bentuk hibah penelitian sehingga penelitian ini dapat diselesaikan meskipun terkendala
adanya pandemi COVID-19.

DAFTAR PUSTAKA
Abrar, D., Reftalani, M. H., Hanifah, T. dan Rusnadi, I.2020. Pemanfaatan Biji Kepayang
(Pangium Edule Reinw) Menjadi Biodiesel Dan Biopelet Dengan Menggunakan Alat
Screw Oil Press Machine. Prosiding Seminar Mahasiswa Teknik Kimia 1(1):48-54.
Atkins, P. dan Overton, T. 2010. Shriver And Atkins' Inorganic Chemistry, Oxford University
Press, Usa.
Boro, J., Deka, D.dan Thakur, A. J. 2012. A Review On Solid Oxide Derived From Waste
Shells As Catalyst For Biodiesel Production. Renewable And Sustainable Energy
Reviews 16(1):904-910.
BPPT. (2019). Indonesia Energy Outlook 2019: The Impact of Increased Utilization of New
and Renewable Energy on the National Economy. Pusat Pengkajian Industri Proses
dan Energi (PPIPE).Darmawan, F. I. 2013. Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak
Jelantah Dengan Metode Pencucian Dry-Wash Sistem. Jurnal Teknik Mesin 2(1):80-
87.
Fanny, W. A., Subagjo, S. dan Prakoso, T. 2018. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida
Untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia 11(2):66-73.
Faria, D. N., Cipriano, D. F., Schettino Jr, M. A., Neto, Á. C., Cunha, A. G.dan Freitas, J. C.
2020. Na, Ca-Based Catalysts Supported On Activated Carbon For Synthesis Of
Biodiesel From Soybean Oil. Materials Chemistry And Physics 249:123173.
Febriani, A. K. dan Dewi, A. N. 2012. Pembuatan Biodesel Dari Bermacam Minyak Goreng
Bekas Dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri 1(1):338-
346.
Hadiyanto, H., Afianti, A. H., Navi’a, U. I., Adetya, N. P., Widayat, W. dan Sutanto, H. 2017.
The Development Of Heterogeneous Catalyst C/CaO/NaOH From Waste Of Green
Mussel Shell (Perna Varidis) For Biodiesel Synthesis. Journal Of Environmental
Chemical Engineering 5(5):4559-4563.
Haryanto, A., Silviana, U., Triyono, S. dan Prabawa, S. 2015. Produksi Biodiesel Dari
Transesterifikasi Minyak Jelantah Dengan Bantuan Gelombang Mikro: Pengaruh
Intensitas Daya Dan Waktu Reaksi Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel.
Agritech 35(2):234-240.
Haryono, H., Natanael, C. L., Rukiah, R. dan Yulianti, Y. B. 2018. Kalsium Oksida
Mikropartikel Dari Cangkang Telur Sebagai Katalis Pada Sintesis Biodiesel Dari Minyak
Goreng Bekas. Jurnal Material Dan Energi Indonesia 8(1):8-15.
Hawa, K. A., Helwani, Z. dan Amri, A. 2020. Synthesis Of Heterogeneous Catalysts
NaOH/CaO/C From Eggshells For Biodiesel Production Using Off-Grade Palm Oil.
Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan 15(1):31-37.
Hsiao, M.-C., Kuo, J.-Y., Hsieh, P.-H. dan Hou, S.-S. 2018. Improving Biodiesel Conversions
From Blends Of High-And Low-Acid-Value Waste Cooking Oils Using Sodium
Methoxide As A Catalyst Based On A High Speed Homogenizer. Energies 11(9):2298.
Joshi, G., Rawat, D. S., Lamba, B. Y., Bisht, K. K., Kumar, P., Kumar, N. dan Kumar, S. 2015.
Transesterification Of Jatropha And Karanja Oils By Using Waste Egg Shell Derived
Calcium Based Mixed Metal Oxides. Energy Conversion And Management 96:258-267.
Kartika, D. dan Widyaningsih, S. 2012. Konsentrasi Katalis Dan Suhu Optimum Pada Reaksi
Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Alam Aktif (ZAH) Dalam Pembuatan Biodiesel
Dari Minyak Jelantah. Jurnal Natur Indonesia 14(3):219-226.

JRTI 155
Vol. 15 No. 2 Des 2021
Kholiq, I. 2015. Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Energi Alternatif Sebagai Energi
Terbarukan Untuk Mendukung Subtitusi BBM. Jurnal Iptek 19(2):75-91.
Knothe, G. 2005. Cetane Numbers–Heat Of Combustion–Why Vegetable Oils And Their
Derivatives Are Suitable As A Diesel Fuel. The Biodiesel Handbook, G. Knothe, J. Van
Gerpen And J. Krahl (Eds), Aocs Press, Champaign, Il, 4-16.
Liu, C., Lv, P., Yuan, Z., Yan, F. dan Luo, W. 2010. The Nanometer Magnetic Solid Base
Catalyst For Production Of Biodiesel. Renewable Energy 35(7):1531-1536.
Mahreni, M. 2010. Peluang Dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review. Eksergi 10(2):15-
26.
Mulana, F. 2011. Penggunaan Katalis NaOH Dalam Proses Transesterifikasi Minyak Kemiri
Menjadi Biodiesel. Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan 8(2):73-78.
Oko, S. dan Dzahabiah, H.2019. Pengaruh Rasio Mol Dan Waktu Reaksi Pada Sintesis
Biodiesel Dari Minyak Jarak Dengan Menggunakan Katalis CaO/Al2O3. Seminar
Nasional Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (SNP2M).PUNP:17-21.
Oko, S. dan Syahrir, I. 2018. Sintesis Biodiesel Dari Minyak Sawit Menggunakan Katalis CaO
Superbasa Dari Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam. Jurnal Teknologi 10(2):
113-122.
Prihanto, A. dan Irawan, T. B. 2018. Pengaruh Temperatur, Konsentrasi Katalis Dan Rasio
Molar Metanol-Minyak Terhadap Yield Biodisel Dari Minyak Goreng Bekas Melalui
Proses Netralisasi-Transesterifikasi. Metana 13(1):30-36.
Raharjo, P., Octavianto, F. R. dan Jaya, D.2019. Pengaruh Perbandingan Mol Reaktan Dan
Waktu Reaksi Terhadap Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Sapi. Seminar Nasional
Teknik Kimia Kejuangan. Yogyakarta:1-6 .
Sidabutar, E. D., Faniudin, M. N. dan Said, M. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan Dan Jumlah
Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung Menjadi Metil Ester. Jurnal Teknik Kimia
19(1):40-49.
Silviana, S. dan Buchori, L. 2015. Efek Penyimpanan Biodiesel Berdasarkan Studi Kajian
Degradasi Biodiesel Cpo. Reaktor 15(3):148-153.
Sinaga, S. V., Haryanto, A. dan Triyono, S. 2014. Pengaruh Suhu Dan Waktu Reaksi Pada
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal
Of Agricultural Engineering) 3(1):27-34.
Sudradjat, R., Pawoko, E., Hendra, D. dan Setiawan, D. 2010. Pembuatan Biodiesel Dari Biji
Kesambi (Schleichera Oleosa L.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 28(4):358-379.
Utami, S. P. 2016. Pemanfaatan Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel Dengan Katalis ZnO
Presipitan Zinc Karbonat: Pengaruh Waktu Reaksi Dan Jumlah Katalis. Riau
University.
Van Gerpen, J. 2005. Biodiesel Processing And Production. Fuel Processing Technology
86(10):1097-1107.
Zhang, J. dan Meng, Q. 2014. Preparation Of KOH/CaO/C Supported Biodiesel Catalyst And
Application Process. World Journal Of Engineering And Technology 2(3):184.

156 Syarifuddin Oko, Mustafa, Andri Kurniawan,


Karina Nur Eka Putri
Sintesis Biodiesel Dari Minyak Jelantah Menggunakan
Katalis NaOH/CaO/C Dari Cangkang Telur

Anda mungkin juga menyukai