Anda di halaman 1dari 4

Faktor penyebab munculnya kecemasan pada mahasiswa

1. Faktor internal

1) Usia

Usia sangat berpengaruh terhadap tahap perkembangan, kematangan berpikir, dan pengalaman

seseorang. Semakin tua usia seseorang maka semakin dalam pula tingkat kematangan dan

kekuatannya dalam berpikir (Sutriani, 2012). Berbeda usia maka berbeda pula tahap

perkembangannya (Iyus, 2016). Sedangkan semakin tua usia seseorang, maka semakin banyak

pula pengalaman yang sudah ia dapatkan (Tarwoto,2013). Dalam hal ini para mahasiswa

berada dalam rentang usia 18-21 tahun yang berarti sedang memasuki usia remaja akhir atau

sedang menuju dewasa awal. Masa peralihan tentu membuat seseorang dituntut untuk

menyesuaikan diri terhadap penerimaan hal-hal yang baru. Hal tersebut yang dapat

mempengaruhi dinamika kecemasan pada seseorang.

2) Jenis Kelamin

Profesi keperawatan dijuluki sebagai profesi feminime karena memang sangat didominasi oleh

kaum wanita, selain itu profesi keperawatan dianggap identik dengan rasa keibuan seorang

wanita. Perawat perempuan pada umumnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

perawat laki-laki yang terletak pada kesabaran, ketelitian, tanggap, kelembutan, naluri

mendidik, merawat, mengasuh, melayani dan membimbing yang bisa meminimalisir

kesalahan yang bisa menyebabkan kecemasan tersendiri (Grealish, L., & Ranse, K. , 2016).

Perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detail,

sedangkan laki-laki cara berpikirnya lebih cenderung secara global. Individu yang melihat

sesuatunya dengan lebih detail, akan juga lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena

informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu yang akhirnya bisa benar-benar menekan

perasaannya. (Suryanto, 2015). Menurut hasil observasi dan wawancara peneliti bahwa hampir

semua jenis kelamin yang akan menjalani praktik klinik sebagian besar berjenis kelamin

perempuan.
3) Tipe Kepribadian

Menurut Carl G. Jung dalam Alwisol (2013), tipe kepribadian introver cenderung tertutup,

terlalu banyak berpikir (overthinking), sulit menerima suasana baru, dan membutuhkan waktu

yang lebih banyak untuk beradaptasi terhadap suasana baru. Sedangkan tipe kepribadian

ekstrover identik dengan berhati besar, interaksi sosial yang baik, bersemangat, hangat, dan

empati, sehingga tipe kepribadian ekstrover lebih mudah beradaptasi di lingkungan baru. Hal

ini sesuai dengan penelitian oleh Rieswadek tahun 2012 pada 75 mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia saat menghadapi ujian keterampilan medik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 23 mahasiswa (65,71%) yang memiliki kepribadian

introver dan 16 mahasiswa (40%) yang memiliki kepribadian bukan introvert mengalami

kecemasan.

4) Mekanisme koping

Mekanisme koping yang adaptif dapat mendukung fungsi integrasi dan pertumbuhan belajar

dalam mencapai tujuan. Seseorang dengan mekanisme koping yang adaptif ditandai dengan

mampu mengawali bicara dengan orang lain, dapat memecahkan masalah dengan efektif, dan

dapat melakukan aktivitas secara konstruktif walaupun di bawah tekanan. Sedangkan

mekanisme koping maladaptif dapat menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan

cenderung menguasai seperti halnya bekerja secara berlebihan atau justru menghindari

pekerjaan serta lebih mudah kehilangan kendali (Stuart, 2013).

5) Tingkat Pengetahuan

Miller dalam buku Soekidjo Notoatmodjo (2013) menyampaikan bahwa faktor internal

merupakan dorongan dari proses belajar. Belajar merupakan proses yang memungkinkan

terjadinya perubahan perilaku sebagai akibat dari latihan atau training, praktik dan observasi.

Oleh karena itu, kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan

meningkatnya pengetahuan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap
seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Selain itu, seseorang yang memiliki

pengetahuan luas kemudian memberikan penilaian terhadap stimulus atau objek yang telah

diterima, maka diharapkan dapat mempraktikkan sesuatu yang telah diketahui tersebut.

Sehingga dianggap semakin luas pengetahuan seseorang, semakin baik pula sikap dan

tindakannya. Mahasiswa dibekali teori yang sama, penjelasan yang sama, dan juga

penyampaian yang sama pula. Hanya saja terdapat satu hal yang membedakan tiap-tiap

individu, yaitu kapasitas masing-masing dalam menyerap suatu materi pelajaran.

2. Faktor eksternal

1) Peran Keluarga

Keluarga sebagai faktor pendorong baik dalam memberikan dukungan, moral, dan finansial

akan sangat berpengaruh terhadap kesiapan mahasiswa dalam menjalani praktik (Iyus, 2016).

2) Pengalaman latihan

Semakin banyak pengalaman latihan yang pernah didapat semakin mudah seseorang dalam

mengulangi tindakan yang sama. Dengan pengalaman yang memadai, seorang individu dapat

dengan mudah menyelesaikan masalah-masalah psikisnya, termasuk kecemasan (Iyus, 2016).

3) Lingkungan Belajar Klinik

Lingkungan, yaitu kondisi sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku baik dari faktor internal

maupun eksternal. Lingkungan praktik yang kondusif seperti peralatan dan staf keperawatan

yang mendukung mahasiswa dalam melakukan tindakan tentunya akan menurunkan risiko

munculnya kecemasan (Iyus, 2016). Berbeda halnya apabila menemui lingkungan praktik

yang kurang kondusif, seperti staf keperawatan yang kurang suportif. Mahasiswa cenderung

khawatir kalau-kalau mereka salah dalam melakukan tindakan keperawatan. Mahasiswa juga

merasa cemas akan tekanan - tekanan lainnya yang datang dari perawat (seperti ditegur dengan

keras jika melakukan kesalahan) (Nursalam, 2016).

a. Perilaku kurang suportif dari staf perawat


Keberhasilan pembelajaran klinik sangat dipengaruhi banyak faktor salah satunya

adalah lingkungan klinik (clinical learning environment). Lingkungan belajar klinik

merupakan salah satu bentuk iklim pembelajaran yang terbentuk dari beberapa faktor

meliputi kurikulum, sistem, pembimbing klinik (clinical instructur), staf perawat, dan

beban kerja. Lingkungan belajar klinik yang paling dirasakan oleh mahasiswa serta

dianggap mengganggu adalah perilaku kurang suportif dari staf perawat. Hubungan

dengan staf perawat yang kurang suportif tersebut menjadi tekanan tersendiri bagi

kalangan mahasiswa keperawatan. Selain itu, pengaruh lainnya yang tampak adalah

kurangnya rasa percaya diri perawat untuk memberikan bimbingan, perawat lebih

banyak diam dan mengerjakan tindakan sendiri sehingga mahasiswa harus berinisiatif

sendiri untuk mencapai tujuan kompetensinya.

b. Ketidaksesuaian teori dan praktik

Adanya perbedaan prosedur tindakan yang dilakukan di lahan praktik dengan yang

didapatkan di kelas membuat mahasiswa mengalami kebingungan dan ragu-ragu dalam

mengerjakan sebuah tindakan. Ketidaksesuaian dengan teori ini menunjukkan

mahasiswa tidak mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan komitmennya

melakukan tindakan sesuai standar. Memang setiap rumah sakit memiliki standar

operasional tersendiri, oleh karena itu, pentingnya peran instansi pendidikan supaya

meng-update langkah prosedural yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

c. Koping mahasiswa

Lahan praktik yang penuh tekanan memaksa mahasiswa memiliki koping yang positif.

Stressor yang terus berdatangan membuat mahasiswa kerap frustasi di tengah-tengah

pembelajaran. Tidak jarang mahasiswa banyak yang mengeluh seusai pulang dari tempat

praktik. Oleh karena itu self efficacy sangat diperlukan dalam keberhasilan pembelajaran

klinik ini. Sayangnya, self efficacy merupakan keterampilan bawaan dari mahasiswa karena

tidak difasilitasi oleh akademik

Anda mungkin juga menyukai