KMB3 - KelasA - Vera Setianingsih
KMB3 - KelasA - Vera Setianingsih
2. Secondary assessment
Penilaian sekunder harus mencakup:
- Set lengkap tanda-tanda vital (tekanan darah, detak jantung, laju
pernapasan, dan suhu)
- Skala koma Glasgow
- Skor trauma
- Alat pengumpul penilaian tambahan seperti oksimetri nadi, deteksi karbon
dioksida perangkat, selang nasogastrik, kateter urin (bila diindikasikan),
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium
- Penilaian nyeri dan tindakan kenyamanan
- Informasi pra-rumah sakit, riwayat kesehatan masa lalu
- Penilaian kepala sampai kaki yang mencakup permukaan posterior
- Keterlibatan keluarga
- Obat-obatan, perawatan luka, bidai dan perawatan lainnya harus dimulai.
Penilaian GCS:
(Maryniak, 2018)
2. Sebutkan minimal 3 kondisi serta penyebab dari gangguan yang terjadi pada
system musculoskeletal.
Gangguan pada system musculoskeletal: kecelakaan, aktivitas yang dipakasakan,
usia, obesitas, kelainan anatomi dan kerentanan genetic, dan patologis . Faktor
patologis adalah fraktur tulang yang terjadi tanpa trauma yang memadai dan lebih
disebabkan oleh lesi tulang patologis yang sudah ada sebelumnya seperti
osteoporosis, osteomalacia, osteonekrosis, osteogenesis imperfecta hingga tumor
(Walters, Constant, & Anand, 2020).
3. Sebutkan dan jelaskan tipe dari fraktur terbuka dan tertutup!
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, luas kerusakan jaringan
sekitarnya, dan penyebabnya.
1. Pembentukan Hematoma
Saat terjadi fraktur, pembuluh darah yang ada didalam tulang
akan mengalami kerusakan dan menimbulkan hematoma di area
fraktur. Hematoma menggumpal, dan membentuk kerangka
sementara untuk penyembuhan selanjutnya. Cedera tulang
mengakibatkan sekresi sitokin pro-inflamasi seperti tumor necrosis
factor-alpha (TNF-α), bone morphogenetic protein (BMPs), dan
interleukin (IL-1, IL-6, IL-11, IL-23). Sitokin ini bertindak untuk
menstimulasi biologi seluler penting di lokasi, menarik makrofag,
monosit, dan limfosit. Sel-sel ini bekerja bersama untuk
menghilangkan jaringan nekrotik yang rusak dan mengeluarkan
sitokin seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) untuk
merangsang penyembuhan di situs tersebut. (Jonathan, 2020)
Adanya hematoma akan memicu terjadinya reaksi
inflamasi pada area fraktur. Pada proses inflamasi, fibroblas akan
berkumpul di area fraktur dan mengubah hematoma menjadi jaringan
granulasi. Pembuluh darah kecil mulai tumbuh kembali. Selain itu,
mesenchymal stem cells dari periosteum akan berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel pembentuk tulang (contohnya osteoblas).
2. Pembentukan Kalus Fibrocartilaginous (Hari 5 sampai 11)
Pelepasan VEGF menyebabkan angiogenesis di lokasi, dan di
dalam hematoma, jaringan granulasi kaya fibrin mulai berkembang.
Sel punca mesenkim selanjutnya direkrut ke area tersebut dan mulai
berdiferensiasi (didorong oleh BMP) menjadi fibroblas, kondroblas,
dan osteoblas. Akibatnya, kondrogenesis mulai terjadi, meletakkan
jaringan fibrocartilaginous kaya kolagen yang mencakup ujung
fraktur, dengan lengan tulang rawan hialin di sekitarnya. Pada saat
yang sama, berdekatan dengan lapisan periosteal, lapisan tulang
anyaman diletakkan oleh sel osteoprogenitor. (Jonathan, 2020)
3. Formasi Kalus Tulang (Hari 11 hingga 28)
Kalus tulang rawan mulai mengalami osifikasi endokondral.
RANK-L diekspresikan, menstimulasi diferensiasi lebih lanjut dari
kondroblas, kondroklast, osteoblas, dan osteoklas. Akibatnya, kalus
tulang rawan diserap kembali dan mulai mengeras. Secara
subperioste, tulang anyaman terus diletakkan. Pembuluh darah yang
baru terbentuk terus berkembang biak, memungkinkan migrasi sel
induk mesenkim lebih lanjut. Pada akhir fase ini, terbentuk kalus
yang keras dan terkalsifikasi dari tulang yang belum matang.
(Jonathan, 2020)
4. Bone Remodelling (Hari ke-18 dan seterusnya, berlangsung selama
berbulan-bulan-tahun)
5. Sebutkan peran Ners dalam penatalaksanaan fraktur pada fase emergency dan
perawatan lanjutan.
Tujuan pemberian manajemen tersebut bagi pasien dengan fraktur adalah
memposisikan kembali tulang/ fraktur, mempertahankan kesejajaran,
mengembalikan fungsi bagian yang cedera, dan mencegah komplikasi (White
& Ducan, 2013). Manajemen medis dan keperawatan diberikan bergantung
pada tingkat keparahan, jenis, lokasi, usia, dan kondisi fraktur kien.
Manajemen keperawatan itu sendiri termasuk ke dalam manajemen bedah dan
non-bedah yang diperuntukkan pasien dengan fraktur. Selama dan setelah
manajemen dilakukan perawat harus menilai sirkulasi pasien, menglola pasien
baik pre operasi dan pasca operasi, serta mengedukasi pasien alat bantu yang
susai dengan tata laksana.
1. Reduksi tertutup (close reduction), adalah tindakan non bedah atau
manipulasi untuk mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap
memerlukan lokal anestesi ataupun umum (Smeltzer et.al, 2010).
2. Reduksi terbuka (Open reduction), adalah tindakan pembedahan
dengan tujuan perbaikan bentuk tulang. Umumnya, dilakukan dengan internal
fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate, atau nail (White
& Ducan, 2013).
3. Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan
menempelkan pleter langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48 – 72 jam).
4. Skeletal Traksi, adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan
memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang (White & Ducan, 2013).
5. Imobilisasi, setelah dilakukan reposisi secara reduksi atau traksi pada
fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya anggota
badan yang mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya untuk
mencegah tulang berubah posisi kembali (Smeltzer et.al, 2010).
6. Gips dibuat dari perban plester atau bahan sintetis seperti fiberglass.
Pasien harus melewati sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit. Tujuan
utama dari gips adalah imobilisasi, dukungan dan perlindungan yang
terpengaruh bagian, pencegahan kelainan bentuk akibat kondisi seperti itu
sebagai radang sendi, dan koreksi kelainan bentuk seperti skoliosis (White &
Ducan, 2013).
7. Rehabilitasi pun juga dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan
dari dokter. Perawat memiliki peran utama dalam penguatan pendidikan
pasien petunjuk dari dokter dan dokter fisik (Smeltzer et.al, 2010). Kesabaran
dan dorongan sangat penting dalam membantu pasien untuk merasa nyaman
dalam belajar perawatan diri teknik. Ajari pasien untuk melaporkan tanda-
tanda yang tidak biasa atau gejala ke dokter.
Untuk perawatan emergensi dan berkelanjutan (Jensen, 2018):
Preoperatif:
Lemone, Burke, Bauldoff, Gubrud, Jones, L., Hales, Searl. (2017). Medical
Surgical Nursing: Critical Thinking for Person Centered Care (3rd ed., Vol.
1–3). Meoulborne: Pearson.
Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.