Anda di halaman 1dari 34

UNIVERSITAS INDONESIA

QUESTION BASED LEARNING:


KONSEP DASAR KEGANASAN

Disusun oleh
Asmelya Dini Nurjannah 1806139916
Dhia Bakhitah Imtinan 1806203692
Dindainlez Nao Hava 1806203212
Nila Rachmatal Azza 1806203433
Muhammad Ulil Amri 1806203490
Rahma Adhalia 1806140256
Syechan Ari Rinaldo 1806203704
Syena Aulia Tasya Pratiwi 1806140363

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JAKARTA
APRIL 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga Makalah ini yang berjudul "Question
Based Learning: Konsep Dasar Keganasan" telah selesai pada waktunya. Makalah
ini dibuat sebagai syarat lulus mata kuliah Keperawatan Medikal Beda 3 di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada fasilitator kelas A, Ns.
Muhamad Adam, M.Kep., Sp.KMB dan teman-teman kelompok serta kelas A
yang telah banyak membantu dalam proses penyusunannya.

Makalah ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu,
tenaga, dan pengalaman penulis. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pengembangan ilmu keperawatan selanjutnya.

Jakarta, 1 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Proses Biologi dan Faktor Risiko Kanker............................................................3
2.2 Fase Perkembangan Kanker.................................................................................6
2.3 Peran Sistem Imun terhadap Kanker.................................................................12
2.4 Tumor Benigna.....................................................................................................14
2.5 Tumor Maligna.....................................................................................................16
2.6 Klasifikasi Kanker Secara Anatomis, Histologis dan Penyebarannya.............18
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................28
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................28
3.2. Saran...............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................29

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
terkendali dan tidak diatur. Pada 2015, hampir 700.000 kasus kanker baru
didiagnosis. Pada bagian yang sama tahun, hampir 600.000 orang Amerika
meninggal akibat kanker. Meskipun kemajuan signifikan dalam sains dan
teknologi, kanker adalah yang kedua penyebab utama kematian di Amerika
Serikat (Lewis., et al, 2014). Saat ini, satu dari empat kematian disebabkan
oleh kanker. Penyebab utama kematian akibat kanker di Amerika Serikat
dalam urutan frekuensi dan lokasinya kanker paru-paru, prostat, dan
kolorektal pada pria dan paru-paru, payudara, dan kanker kolorektal pada
wanita.

Karsinogenesis dan onkogenesis adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan proses perkembangan kanker. Kanker merupakan bentuk
pertumbuhan dan perkembangan sel yang abnormal. Keberadaan kanker
memiliki etiologi yang beragam tergantung dari jenis kankernya. Namun,
tahapan proses terbentuknya kanker dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
tahapan yang konsisten. Proses pengubahan sel normal menjadi sel kanker
disebut transformasi maligna, terjadi melalui hilangnya regulasi seluler yang
mengarah pada ketidaknormalan atau keganasan pertumbuhan sel atau biasa
disebut Neoplasma. Tahapan perkembangan kanker terbagi menjadi 3 fase,
yaitu inisiasi, promosi, dan progresi (Harding, Kwong, Roberts, Hagler, &
Reinisch, 2019; Hinkle & Cheever, 2017).

Berdasarkan karakteristiknya neoplasma dibagi menjadi dua jenis yaitu


Benigna dan Maligna. Tumor dapat diklasifikasikan secara jinak atau ganas
(kanker) (Lewis., et al, 2014). Tumor dapat diklasifikasikan menurut anatomi,
histologi (grading), dan luasnya penyebaran (staging). Sebagai mahasiswa
keperawatan kita sangat perlu mengetahui perbedaan antara dua jenis
neoplasma sebagai early warning dalam mengidentifikasi suatu kasus
keganasan.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat ditarik beberapa pertanyaan yang
melandasi pembuatan makalah, yaitu sebagai berikut.
1. Apa definisi kanker?
2. Bagaimana proses biologi pada sel kanker?
3. Bagaimana perbedaan 3 fase perkembangan sel kanker?
4. Bagaimana peran sistem imun dalam menghadapi sel kanker?
5. Apa itu tumor benigna?
6. Apa itu tumor maligna?
7. Bagaimana perbedaan antara tumor benigna dan maligna?
8. Apa saja klasifikasi sel kanker?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui lebih lanjut mengenai konsep keganasan
2. Mengetahui lebih lanjut mengenai definisi, klasifikasi, proses
biologi, dan fase perkembangan sel kanker
3. Mengetahui lebih lanjut mengenai definisi dan perbedaan antara
tumor benigna dan maligna

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Biologi dan Faktor Risiko Kanker


Kanker atau dikenal dengan penyakit keganasan (malignancy) adalah suatu
penyakit kompleks yang ditandai oleh pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak
terkontrol dan tidak berguna bagi tubuh. Kanker merupakan suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak
normal, menyerang sel dan mengakibatkan kegagalan organ dalam menjalankan
fungsinya. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan
akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup kejaringan ikat, darah, dan
menyerang organ-organ penting (Varcarolis & Halter, 2010). Kanker terdiri dari sel
ganas, menjadi lebih agresif dari waktu ke waktu, dan menjadi letal apabila
jaringan atau organ yang diperlukannya untuk bertahan hidup mengalami gangguan
(Varcarolis & Halter, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2005


diperkirakan sebanyak 12 juta orang di dunia mengalami kanker setiap tahunnya.
Angka ini terus meningkat setiap tahun dan diperkirakan penderita kanker akan
mencapai angka 26 juta orang pada tahun 2030. Angka kejadian kanker diseluruh
dunia bervariasi sesuai dengan ras dan status negara tersebut, kanker lebih banyak
terjadi pada negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah yaitu
sekitar 70 % dari seluruh insiden kanker di dunia (WHO, 2011). Penyebab penyakit
kanker hingga kini dapat digolongkan menjadi beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor fisika

Faktor fisika yang terutama adalah radiasi. Mekanisme terjadinya


kanker dalam tubuh melalui faktor ini dianggap sebagai gejala
molekuler. Diduga bahwa gena-gena yang terdapat dalam molekul asam
deoksiribonukleat (DNA) dalam sel akan berubah. Sehingga sel akan
kehilangan daya aturnya (Watson & Kissane, 2011). Radiasi dapat
menyebabkan terjadinya ikatan kovalen antara T (timin) yang terdapat
pada serat DNA yang sama, sehingga akan terbentuk timin dimer.

3
Setelah terjadi perubahan pada molekul DNA, kalau perubahan tersebut
tidak kembali ke normal atau terjadi perubahan yang irreversibel dan sel
tetap hidup, maka mulailah terjadi tahap permulaan karsinogenesis atau
mulai terjadinya kanker (Watson & Kissane, 2011). Sinar ultraviolet
yang berasal dari matahari juga dapat menimbulkan kanker kulit
(Watson & Kissane, 2011).

b. Virus

Beberapa jenis virus berhubungan erat dengan perubahan sel


normal menjadi sel sekunder. Jenis penyebab kanker ini disebut virus
penyebab kanker atau virus onkogenik. Onkogen adalah versi mutan dari
gen normal yang memicu pertumbuhan sel gena pada sel normal yang
dapat berubah menjadi onkogen aktif akibat mutasi, disebut proto
oncogen. Mutasi mampu mengubah proto onkogen menjadi onkogen
aktif Virus kanker yang mengandung DNA atau RNA, jika virus tersebut
dapat bergabung dengan DNA sel, maka DNA akan mengalami
perubahan. Kalau perubahan tersebut tidak kembali normal maka
mulailah terjadi atau timbul kanker (Mulyadi, 1997). Menurut teori
onkogen, DNA dari virus RNA onkogenik akan menjadi bagian genom
hewan yang membentuk gena abnormal. Gena ini dapat diaktifkan oleh
karsinogen dan terjadilah kanker melalui sintesis enzim spesifik atau
melalui bagian virus onkogen. Hasil virus onkogen terjadi transformasi
sel ganas dan DNA sel berubah dan selanjutnya terjadilah kanker
(Smeltzer & Bare, 2010).

c. Senyawa karsinogen (senyawa kimia)

Dari studi penyebaran penyakit dan data laboratorium diperkirakan


bahwa senyawa karsinogen yang terdapat dalam lingkungan dan
makananminuman merupakan penyebab kanker yang tersebar. Diduga
sekitar 70- 90% penderita kanker disebabkan oleh senyawa karsinogen
(Smeltzer & Bare, 2010). Karsinogen adalah senyawa yang
menyebabkan perubahan sel-sel normal menjadi sel-sel tumor dengan
mengubah DNA, dan ini akan menyebabkan dimulainya pertumbuhan

4
tumor. Karena itu efek karsinogen dapat pula ditafsirkan sebagai efek
mutagen (gen toksik). Karena terjadi kumulasi kerja, keseluruhan waktu
berkontak dengan senyawa karsinogen akan menentukan kemungkinan
terjadinya kanker yang khas adalah bahwa perubahan yang diakibatkan
karsinogen baru tampak setelah periode laten yang cukup lama.

d. Hormon

Hormon adalah zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh yang


berfungsi mengatur kegiatan alat-alat tubuh. Diethyl stilbestrol, suatu
hormon seks buatan yang umumnya digunakan untuk menggemukkan
hewan ternak, terbukti sebagai penyebab timbulnya kanker rahim,
payudara, dan alat reproduksi lainnya. Pada beberapa penelitian
diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat
menimbulkan dan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa
jenis kanker seperti payudara, rahim, indung telur, dan prostat (kelenjar
kelamin pria).
Proses Biologi
Sel kanker berada dalam tiga keadaan. Sel yang sedang membelah atau
dalam siklus proliferatif, sel dalam keadaan istirahat dan sel secara permanen
tidak dapat membelah. Sel tumor yang sudah membelah terdapat dalam beberapa
fase yaitu fase mitosis (M), pasca mitosis (G1), fase sintesis DNA (fase S) dan
fase pramitosis (G2). Pada tahap M sel mengadakan mitosis, kromosom
membelah menjadi dua. Berdasarkan morfologinya proses ini dapat dibagi
menjadi 4 subfase, yaitu profase, metafase, anafase dan telofase (Crespi et al,
2009). Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki G1,
inilah saat berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Sel pada fase G0
masih potensial untuk berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (steam
sel). Jadi yang dapat menambah jumlah sel kanker adalah sel yang dalam siklus
proliferasi dan dalam fase G0.
Di dalam nukleus, suatu aktivator transkripsi akan merespon dengan
mengaktifkan sekelompok gena yang diperlukan sel untuk melakukan siklus
pertumbuhan. Adanya aktivator transkripsi akan menyebabkan sel yang semula
pada fase G0 masuk ke fase G1. Pada fase ini sel akan mensintesis protein-protein

5
khusus antara lain Cyn (cylin) dan Cdk (Cylin dependent kinase). Cycd
membentuk kompleks dengan Cdk 4 atau Cdk 6 dan memfosforilasi pRb.
Fosforilasi pRb menyebabkan pelepasan E2F, suatu faktor transkripsi yang
menginduksi transkripsi CycE dan CycA. Fosforilasi pRb dilanjutkan oleh
kompleks CycE – Cdk 2 dan kemudian oleh CycA – Cdk 2 dan menjadi pRb yang
sangat terfosforilasi. Protein E2F menginduksi gena-gena yang esensial untuk
sintesis, mitosis dan terjadinya cell cycle progression. Pada fase G1 terutama
disintesis asam ribonukleat, sel akan tumbuh, struktur sitoplasma akan
berdiferensiasi. Waktu yang diperlukan untuk pembelahan sel ada yang sangat
cepat dan ada pula yang lambat. Pada umumnya perbedaan kecepatan ini terletak
pada perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tahap G1
ini. Pada akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang
merupakan saat terjadinya replikasi DNA (Lewis, 2014). Pada fase S dengan
pembentukan asam deoksiribonukleat baru, jumlah kromosom akan berlipat dua
dan dengan ini pembelahan sel akan dipersiapkan. Tahap ini berlangsung kira-kira
6-8 jam (Smeltzer dan Bare, 2010). Setelah fase S berakhir, sel masuk dalam fase
pramitosis (G2) dengan ciri sel berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua kali
lebih banyak dari pada sel fase lain dan masih berlangsungnya sintesis RNA dan
protein.

2.2 Fase Perkembangan Kanker


2.2.1 Inisiasi

Karsinogenesis dan onkogenesis adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan proses perkembangan kanker. Kanker merupakan bentuk
pertumbuhan dan perkembangan sel yang abnormal. Keberadaan kanker memiliki
etiologi yang beragam tergantung dari jenis kankernya. Namun, tahapan proses
terbentuknya kanker dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahapan yang
konsisten. Tahapan perkembangan kanker terbagi menjadi 3 fase, yaitu inisiasi,
promosi, dan progresi (Harding, Kwong, Roberts, Hagler, & Reinisch, 2019;
Hinkle & Cheever, 2017). Pada tulisan ini, penulis akan menjelaskan fase inisiasi
pada perkembangan kanker.

6
Fase inisiasi merupakan tahapan irreversible dari berbagai faktor
predisposisi yang berdampak pada sel normal yang akan berpotensi berkembang
menjadi sel kanker. Inisiasi adalah perubahan ekspresi gen yang disebabkan
berbagai pemicu yang dapat merusak DNA sel, sehingga menyebabkan hilangnya
regulasi sel (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2018). Setelah inisiasi, sebuah sel
bisa menjadi sel kanker jika kehilangan regulasi seluler yang terjadi selama
inisiasi terus berlanjut. Pada tahap inisiasi, sel normal akan mengalami mutasi
pada struktur genetik sel. Mutasi disini merupakan setiap perubahan dalam urutan
DNA sel normal. Perubahan genetik sel ini akan berdampak pada hilangnya
regulasi sel dengan mengaktifkan gen pembelahan sel (onkogen) secara
berlebihan. Perubahan tersebut dapat mengaktifkan onkogen yang seharusnya
hanya memiliki ekspresi terbatas dan dapat merusak gen penekan, yang biasanya
membatasi aktivitas onkogen (Lewis, R., Heitkemper, & Bucher, 2014). Jadi,
inisiasi menyebabkan pembelahan sel yang berlebihan melalui kerusakan DNA
yang mengakibatkan hilangnya regulasi seluler karena hilangnya fungsi gen
penekan atau peningkatan fungsi onkogen.

Mutasi gen dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu diwariskan dari orang tua
dan dipicu faktor eksternal lingkungan yang biasa disebut karsinogen.
Predisposisi genetik pada kanker dianggap berperan sekitar 5—10% dari
semua jenis kanker (Ignatavicius, Workman, Blair, Rebar, & Winkelman, 2016;
Lewis, R., et al., 2014). Seseorang dengan faktor penyerta ini memiliki perubahan
genetik yang menyebabkan tingginya risiko untuk mengembangkan jenis kanker
tertentu. Namun, kebanyakan kanker tidak dihasilkan dari gen yang diwariskan.
Kasus kanker yang lebih sering dijumpai sekarang terjadi akibat paparan zat
karsinogen yang menyebabkan mutasi genetik selama siklus kehidupan seseorang.

Berbagai jenis karsinogen terdapat dalam lingkungan kehidupan manusia.


Beberapa karsinogen dapat didetoksifikasi dengan enzim pelindung dan
diekskresikan secara tidak berbahaya. Jika mekanisme pelindung ini gagal,
karsinogen dapat memasuki inti sel dan mengubah DNA sel (Hinkle & Cheever,
2017). Karsinogen dapat berupa bahan kimia, zat fisik, atau virus. Berikut
penjelasan masing-masing jenis karsinogen (Harding et al., 2019; Hinkle &

7
Cheever, 2017; Ignatavicius et al., 2018; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,
2014):

1. Karsinogen kimiawi
Bahan kimia merupakan zat karsinogen yang paling awal diketaui sebagai
agen penyebab kanker. Orang yang terpapar bahan kimia karsinogenik dalam
jangka panjang memiliki insiden yang lebih besar mengalami kanker tertentu
daripada yang lain. Periode latensi dari waktu terpapar sampai menuju pada
perkembangan kanker masih sulit untuk diprediksi. Sehingga penyebab pasti
kanker akibat bahan kimia seringkali sulit diidentifikasi. Bahan kimia yang
bersifat karsinogen misalnya benzena, arsenik, formaldehida. Obat-obatan
tertentu juga telah diidentifikasi sebagai karsinogen. Obat yang mampu
berinteraksi dengan DNA (mis., Alkilasi agen) dan agen imunosupresif
berpotensi untuk menyebabkan kanker. Penggunaan agen alkilasi (misalnya
siklofosfamid [Cytoxan]), baik sendiri atau dalam kombinasi dengan terapi
radiasi, telah dikaitkan dengan peningkatan insiden leukemia myelogenous
akut pada orang yang dirawat karena Hodgkin's limfoma, limfoma non-
Hodgkin, dan mieloma multipel.
2. Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan kanker di hampir semua jaringan tubuh. Saat
sel terpapar sumber radiasi, proses mutasi genetik akan menyebabkan
kerusakan pada DNA sel. Beberapa kasus kanker dapat dihubungkan dengan
jenis radiasi tertentu. Insiden leukemia, limfoma, dan kanker tiroid meningkat
pada populasi Hiroshima dan Nagasaki setelah ledakan bom atom. Insiden
kanker tulang yang lebih tinggi terjadi pada orang yang terpajan radiasi dalam
pekerjaan tertentu, seperti ahli radiologi, radiasi ahli kimia, dan penambang
uranium. Radiasi ultraviolet (UV) juga dikaitkan dengan kasus melanoma dan
kanker kulit sel skuamosa dan basal.
3. Karsinogen virus
Beberapa virus DNA dan RNA tertentu bersifat sangat onkogenik, dapat
mengubah sel yang mereka infeksi dan menyebabkan transformasi ganas.
Limfoma Burkitt dikaitkan dengan virus Epstein-Barr (EBV). Orang dengan
AIDS, yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV), memiliki

8
insidensi sarkoma Kaposi yang tinggi. Virus yang terkait dengan
perkembangan kanker termasuk virus hepatitis B, yang dikaitkan dengan
kanker hepatoseluler, dan human papillomavirus (HPV). HPV dianggap
menyebabkan lesi yang berkembang menjadi kanker sel skuamosa, seperti
kanker serviks, dubur, serta kepala dan leher.

Fase perkembangan kanker memiliki tahapan yang tetap. Tahapan


perkembangan kanker terbagi menjadi 3 fase, yaitu inisiasi, promosi, dan progresi.
Fase inisiasi merupakan tahap irreversible yang erat kaitannya dengan perubahan
genetik sel atau terjadi mutasi akibat pengaruh keturunan ataupun adanya paparan
zat karsinogen. Pengaruh keturunan memiliki persentase yang kecil dibandingkan
dengan dampak paparan zat karsinogen pada kasus-kasus kanker. Karsinogen
merupakan sekumpulan zat yang dapat memicu terjadinya mutasi pada unsur
DNA sel. Karsinogen yang terdapat dalam lingkungan sekitar dibagi menjadi 3
jenis, yaitu karsinogen kimia, zat fisik, dan virus.

2.2.2 Tahap Perkembangan Kanker: Promosi dan Progresi

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
terkendali dan tidak diatur. Penyebab dan perkembangan setiap jenis kanker
cenderung multifaktorial. Karsinogenesis dan onkogenesis adalah nama lain untuk
perkembangan kanker. Kanker biasanya merupakan proses teratur yang terjadi
seiring waktu dan memiliki beberapa tahapan: inisiasi, promosi, dan progresi
(Lewis et al., 2014). Proses pengubahan sel normal menjadi sel kanker disebut
transformasi maligna, terjadi melalui hilangnya regulasi seluler yang mengarah
pada langkah inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Ignatavicius &
Workman, 2013). Pada LTM ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai tahap
perkembangan kanker yaitu promosi dan progresi.

Pada tahap inisiasi sel kanker muncul dari sel normal sebagai akibat dari
perubahan gen. Namun, perubahan tunggal pada struktur genetik sel tidak cukup
untuk menyebabkan kanker. Kemungkinan perkembangan kanker meningkat
dengan adanya agen penggerak. Promosi, tahap kedua dalam perkembangan
kanker, ditandai dengan proliferasi sel yang diubah secara reversibel (Lewis et al.,

9
2014). Promosi adalah peningkatan pertumbuhan sel yang diprakarsai oleh zat
yang dikenal sebagai promotor (Ignatavicius & Workman, 2013). Peningkatan
populasi sel yang diubah semakin meningkatkan kemungkinan mutasi tambahan.
Perbedaan penting antara inisiasi dan promosi adalah bahwa aktivitas promotor
bersifat reversibel. Ini adalah konsep kunci dalam pencegahan kanker. Faktor
yang mendorong termasuk agen seperti lemak makanan, obesitas, merokok, dan
konsumsi alkohol. Mengubah gaya hidup seseorang untuk mengubah faktor risiko
ini dapat mengurangi kemungkinan perkembangan kanker. Sekitar setengah dari
kematian terkait kanker di Amerika Serikat terkait dengan penggunaan tembakau,
pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan obesitas (American
Cancer Society, 2013).

Beberapa agen promosi memiliki aktivitas melawan jenis jaringan tubuh


tertentu (Lewis et al., 2014). Oleh karena itu, agen ini cenderung mempromosikan
jenis kanker tertentu. Misalnya, asap rokok adalah agen yang mempromosikan
karsinoma bronkogenik dan asupan alkohol adalah agen yang meningkatkan
kanker esofagus dan kandung kemih. Beberapa karsinogen, disebut karsinogen
lengkap, mampu memulai dan mendorong perkembangan kanker. Asap rokok
adalah contoh karsinogen lengkap yang mampu memicu dan mempromosikan
kanker. Waktu antara permulaan sel dan perkembangan tumor yang nyata disebut
periode laten, yang dapat berkisar dari bulan hingga tahun (Ignatavicius &
Workman, 2013). Periode ini, mencakup tahap inisiasi dan promosi dalam riwayat
alami kanker. Variasi dalam lamanya waktu yang berlalu sebelum kanker menjadi
bukti klinis dikaitkan dengan tingkat mitosis jaringan asal dan faktor lingkungan.
Pada kebanyakan kanker, proses berkembangnya kanker memakan waktu
bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun. Agar proses penyakit terbukti secara
klinis, sel harus mencapai massa kritis. Tumor berukuran 1,0 cm (0,4 inci)
(ukuran biasanya dapat dideteksi dengan palpasi) mengandung 1 miliar sel kanker.
Tumor berukuran 0,5 cm adalah yang terkecil yang dapat dideteksi dengan
tindakan diagnostik saat ini, seperti magnetic resonance imaging (MRI) (Lewis et
al., 2014).

10
Progresi adalah tahap terakhir dalam perkembangan kanker. Progresi
merupakan perubahan lanjutan dari kanker yang membuatnya semakin ganas dari
waktu ke waktu (Ignatavicius & Workman, 2013). Tahap ini ditandai dengan
peningkatan laju pertumbuhan tumor, peningkatan invasi, dan metastasis
(penyebaran kanker ke tempat yang jauh) (Lewis et al., 2014). Kanker tertentu
tampaknya memiliki afinitas untuk jaringan atau organ tertentu sebagai tempat
metastasis (misalnya, kanker usus besar sering menyebar ke hati). Kanker lain
(misalnya melanoma) tidak dapat diprediksi dalam pola metastasisnya. Tempat
metastasis yang paling sering adalah paru-paru, hati, tulang, otak, dan kelenjar
adrenal. Metastasis adalah proses multistep yang dimulai dengan pertumbuhan
cepat tumor primer. Tumor asli disebut tumor primer. Biasanya dikenali oleh
jaringan darimana ia muncul (jaringan induk), seperti pada kanker payudara atau
kanker paru-paru (Ignatavicius & Workman, 2013). Seiring bertambahnya ukuran
tumor, perkembangan suplai darahnya sendiri sangat penting untuk kelangsungan
hidup dan pertumbuhannya. Proses pembentukan pembuluh darah di dalam tumor
itu sendiri disebut tumor angiogenesis dan difasilitasi oleh faktor angiogenesis
tumor yang diproduksi oleh sel kanker (Lewis et al., 2014).

Sel tumor mampu melepaskan diri dari tumor primer, menyerang jaringan
di sekitar tumor, dan menembus dinding getah bening atau pembuluh vaskular
untuk metastasis ke tempat yang jauh (Lewis et al., 2014). Setelah bebas dari
tumor primer, sel tumor metastatik sering berpindah ke lokasi organ yang jauh
melalui jalur limfatik dan hematogen. Metastasis hematogen melibatkan beberapa
langkah yang dimulai dengan sel tumor primer yang menembus pembuluh darah.
Sel tumor ini kemudian masuk ke sirkulasi, berjalan ke seluruh tubuh, dan
melekat serta menembus pembuluh darah kecil dari organ yang jauh. Sebagian
besar sel tumor tidak dapat bertahan dalam proses ini dan dihancurkan oleh
mekanisme mekanis (misalnya turbulensi aliran darah) dan sel-sel sistem
kekebalan. Namun, pembentukan kombinasi sel tumor, trombosit, dan deposit
fibrin dapat melindungi beberapa sel tumor dari kerusakan di pembuluh darah.

Dalam sistem limfatik, sel tumor mungkin “terperangkap” di kelenjar


getah bening pertama atau melewati kelenjar getah bening regional dan

11
melakukan perjalanan ke kelenjar getah bening yang lebih jauh, sebuah fenomena
yang disebut “skip metastasis” (Lewis et al., 2014). Fenomena ini ditunjukkan
pada keganasan seperti kanker esofagus. Sel tumor yang bertahan dari proses
metastasis harus menciptakan lingkungan di lokasi organ yang kondusif untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan difasilitasi
oleh kemampuan sel tumor untuk menghindari sel-sel sistem kekebalan dan untuk
menghasilkan pasokan vaskular di dalam situs metastasis yang serupa dengan
yang berkembang di situs tumor primer. Vaskularisasi sangat penting untuk suplai
nutrisi ke tumor metastasis dan pembuangan produk limbah. Vaskularisasi situs
metastasis juga difasilitasi oleh faktor angiogenesis tumor yang diproduksi oleh
sel kanker.

2.3 Peran Sistem Imun terhadap Kanker


Sistem imun sebagai sistem pertahanan tubuh manusia. Sebagai sistem
pertahanan, sistem imun bertugas menjaga tubuh dari serangan patogen yang
bersifat merugikan kesehatan. Patogen yang datang tidak mengenal waktu
sehingga sistem imun penting dalam setiap kondisi kesehatan. Selama sehat,
sistem imun bekerja dengan baik dan tubuh mampu melawan patogen yang
menginvasi. Namun, ketika sakit, sistem imun sedang buruk dan tubuh tidak
mampu melawan patogen yang masuk, sehingga tubuh terinfeksi patogen. Begitu
juga dengan pasien kanker. Sistem imun penting dalam melawan kanker. Dalam
LTM ini akan dibahas mengenai peran sistem imun terhadap kanker.

Kanker tumbuh karena pertumbuhan maligna. Pertumbuhan maligna ini


dapat diakibatkan pertumbuhan sel tidak normal. Di dalam tubuh manusia, sel
terus bertumbuh sepanjang hidup. Pertumbuhan sel yang tidak normal mampu
memunculkan adanya maligna. Sistem imun dapat mendeteksi pertumbuhan
maligna dan mampu menyerang sebelum sel kanker tumbuh dengan tidak
terkontrol (Smeltzer et al., 2010). Apabila hal terssebut gagal, kanker dapat
tumbuh di tubuh manusia.

Pertumbuhan maligna mengindikasikan pertumbuhan sel abnormal. Sistem


imun dapat mendeteksi pertumbuhan sel abnormal lain. Cntohnya, ketika terjadi

12
transplantasi organ, sistem imun mendeteksi adanya sel asing atau sel abnormal
dalam tubuh. Sistem imun kemudian akan merespons dengan adanya penolakan
terhadap sel asing tersebut (Lewis et al., 2014).

Menurut Smeltzer (2010), sistem kekebalan yang utuh memiliki


kemampuan untuk melawan sel kanker dengan beberapa cara. Biasanya, sistem
imun mengenali antigen tertentu sebagai asing pada membran sel banyak sel
kanker. Antigen yang dikenal sebagai antigen terkait tumor (juga disebut antigen
sel tumor), mampu merangsang respons imun seluler dan humoral. Bersama
dengan makrofag, limfosit T, tentara respon imun seluler, bertanggung jawab
mengenali antigen terkait tumor. Ketika limfosit T mengenali antigen tumor,
limfosit T lain itu bersifat racun bagi sel tumor yang dirangsang. Limfosit ini
berkembang biak dan dilepaskan ke sirkulasi. Selain memiliki sifat sitotoksik
(membunuh sel), T limfosit dapat merangsang komponen lain dari sistem
kekebalan tubuh untuk membersihkan sel-sel ganas. Limfokin tertentu, yang
merupakan zat yang diproduksi oleh limfosit, mampu membunuh atau merusak
berbagai jenis sel ganas. Limfokin lain dapat bergerak sel sistem kekebalan
lainnya, seperti makrofag, yang mengganggu sel kanker. Interferon, zat yang
diproduksi oleh tubuh sebagai respons terhadap infeksi virus, juga memiliki
beberapa sifat antitumor. Antibodi yang diproduksi oleh limfosit B, terkait dengan
respon imun humoral, juga membela tubuh melawan sel-sel ganas. Antibodi ini
bekerja sendiri atau dalam kombinasi dengan sistem komplemen atau sistem
kekebalan seluler.

Sel natural killer (NK) adalah komponen utama dari pertahanan tubuh
melawan kanker. Sel NK adalah subpopulasi limfosit yang bertindak dengan
langsung menghancurkan sel kanker atau dengan memproduksi limfokin dan
enzim yang membantu dalam menghancurkan sel.

13
Escape Mechanisme from Immunologic Surveilance. Merupakan proses
dimana sel kanker menghindari sistem kekebalan disebut pelarian imunologis.
Mekanisme thorized yang dengannya sel kanker yang dapat lolos dari pengawasan
imunologi meliputi (1) menekan faktor yang merangsang sel T untuk bereaksi
terhadap kanker sel; (2) antigen dengan permukaan yang lemah memungkinkan
sel kanker untuk “menyelinap” melalui immunologic surveilance; (3)
perkembangan toleransi sistem kekebalan terhadap beberapa antigen tumor; (4)
penekanan respon imun oleh produk yang disekresikan oleh kanker sel; (5)
induksi sel T penekan oleh tumor; dan (6) memblokir antibodi yang mengikat
TAA (tumor assciated antigen), sehingga mencegahnya pengakuan oleh sel T
(Lewis et al., 2014).

Sistem imun memiliki peran sebagai sisstem pertahanan tubuh. Hal


tersebut terjadi dalam kondisi tubuh sehat maupun sakit. Pertahanan ini juga

14
diperlukan ketika tubuh diserang sel kanker. Sistem imun akan mengnali sel
kanker yang tumbuh sebagai sel asing. Dengan kemampuan tersebut, sistem imun
dapat menjaga tubuh dari kanker. Namun, apabila pertahanannya lemah, sel
kanker dapat tumbuh di tubuh manusia.

2.4 Tumor Benigna


Sel tubuh memiliki kemampuan untuk berproliferasi atau membelah dan
bertumbuh, namun normalnya kemampuan proliferasi sel diimbangi dengan
kematian sel. Pada kasus keganasan, terjadi ketidakseimbangan antara proliferasi
dan kematian sel sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel
tubuh tertentu dan merusak struktur dan fungsi jaringan sekitarnya.
Ketidakseimbangan tersebut dapat membentuk kumpulan jaringan baru yang tidak
memiliki fungsi yang disebut sebagai Neoplasma. Berdasarkan karakteristiknya
neoplasma dibagi menjadi dua jenis yaitu Benigna dan Maligna. Sebagai
mahasiswa keperawatan kita sangat perlu mengetahui perbedaan antara dua jenis
neoplasma sebagai early warning dalam mengidentifikasi suatu kasus keganasan.
Oleh karena itu, dalam lembar tugas ini penulis akan menjelaskan lebih lanjut
terkait neoplasma benigna.

Neoplasma atau sering disebut juga sebagai Tumor, merupakan kumpulan


jaringan baru hasil dari proliferasi sel yang tidak terkendali. Pada umumnya
neoplasma tidak memiliki fungsi khusus, namun sebagai suatu jaringan baru
neoplasma tentunya membutuhkan asupan nutrisi dan oksigen sehingga dalam
pertumbuhannya neoplasma membentuk alur pembuluh darahnya sendiri yang
berasa dari jaringan sekitarnya. Tumor diklasifikasikan menjadi 2 jenis
berdasarkan potensinya untuk merusak tubuh yaitu Benigna (Jinak) dan Maligna
(Ganas). (Lemone, 2017). Perbedaan mendasar antara tumor jinak dan ganas
adalah kemampuan untuk menyerang dan bermetastasis. (Lewis, 2013).

Tumor benigna merupakan salah satu klasifikasi tumor akibat dari


pertumbuhan sel yang abnormal. Menurut LeMone (2017) tumor benigna dapat
diartikan sebagai pertumbuhan sel abnormal yang terlokalisasi atau tidak dapat
bermetastasis, membentuk suatu massa padat dan memiliki batasan ukuran yang

15
jelas. Pada tumor benigna terdapat proses pembatasan kontak, yaitu berhentinya
proses tumbuh sel sebagai respon terhadap kontrol homeostatis tubuh ketika telah
mencapai batas jaringan lainnya. Pada tumor benigna juga dijelaskan bahwa
proses pertumbuhannya cenderung lambat dan ukurannya stabil, serta mudah
diangkat karena sebagian besar tumor benigna berbentuk kapsul. Angka
kekambuhan tumor benigna juga rendah dan cenderung tidak berbahaya, namun
akan menjadi berbahaya apabila tumor benigna menutupi atau menghalangi fungsi
organ lain disekitarnya. Salah satu contoh kasus tumor benigna yang berbahaya
adalah meningioma atau tumor jinak pada selaput otak dan sumsum tulang
belakang yang dapat meningkatkan tekanan intracranial dan secara progresif dapat
merusak otak kecuali tumor tersebut diangkat. Tidak seperti tumor ganas, tumor
jinak tidak menyerang jaringan yang berdekatan dan bermetastasis, namun tumor
jinak cenderung mengganggu fungsi dengan menekan jaringan sekitarnya dan
menghasilkan hormon ektopik. (Yarbro, 2011). Dari hasil pemeriksaan sitology
menunjukkan sel pada tumor berdiferensiasi dengan baik dan menyerupai jaringan
asal.

Perbedaan mendasar antara tumor jinak dan ganas adalah kemampuan


menyerang dan bermetastasis ke organ lainnya. Namun terdapat beberapa
perbedaan lainnya yang membedakan tumor jinak dan tumor ganas. Menurut
Smeltzer (2010) dalam bukunya menjelaskan karakteristik tumor jinak adalah sel
berdiferensiasi dengan baik, sel tumor tumbuh dengan ekspansi dan tidak
menyusup ke jaringan sekitarnya (terbungkus kapsul), tumbuh secara perlahan,
tidak menyebar dengan cara bermetastasis, selalu terlokalisasi dan tidak
mempengaruhi fungsi general kecuali tumor terletak di organ vital seperti otak,
umumnya tidak menyebabkan kerusakan jaringan kecuali lokasinya mengganggu
peredarah darah, dan umumnya tidak menyebabkan kematian kecuali terletak di
organ vital. Selain itu LeMone (2017) dalam bukunya juga menambahkan
karakteristik khas tumor jinak adalah bentuknya kompak, sifatnya cenderung
menarik keluar jaringan lainnya, mudah diangkat, dan tidak kambuh kecuali saat
pengangkatan masih tersisa sel tumor aktif. Dalam Lewis (2013) juga
menambahkan bahwa vaskulasisasi pada tumor jinak cenderung sedikit dibanding
tumor ganas.

16
Tumor benigna atau tumor jinak merupakan salah satu klasifikasi jenis
tumor. Tumor terjadi akibat dari ketidakseimbangan antara proliferasi sel tubuh
dan kematian sel sehingga terjadi penumpukan jaringan baru. Secara garis besar
tumor jinak memiliki karakteristik terlokalisasi, berdiferensiasi dengan baik, sel
tumor menyerupai sel asli, tidak menyebar melalui metastasis, tidak menyerang
jaringan sekitar kecuali pada organ vital, mudah diangkat, dan tidak mudah
kambuh. Pada tumor jinak juga terjadi pembatasan kontak disesuaikan dengan
kontrol hemostasis tubuh.

2.5 Tumor Maligna


Kanker atau tumor ganas adalah penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan disebabkan karena
neoplasia , dysplasia dan hyperplasia. Neoplasia adalah kondisi sel yang terdapat
pada jaringan berproliferasi secara tidak normal dan invasive. Dysplasia yaitu
kondisi sel yang tidak berkembang normal dengan indikasi adanya perubahan
pada inti sel. Hyperplasia merupakan kondisi sel normal pada jaringan mengalami
pertumbuhan berlebihan (Nurarif & Kusuma, 2016). Tumor pada dasarnya dibagi
menjadi dua jenis yaitu tumor jinak atau benigna dan tumor ganas yaitu maligna
(Sinha, 2018).

Maligna dicirikan dengan terjadinya proses pembelahan sel yang tidak


terkontrol yang mampu menyebarkan atau transfer sel kanker dari satu organ atau
bagian tubuh ke organ lain dengan menginvansi dan bermetastasis. Metastasis
adalah penyebaran atau penyebaran sel-sel ganas dari tumor primer ke tempat
yang jauh melalui penyebaran tumor secara langsung sel ke rongga tubuh atau
melalui limfatik dan sirkulasi darah (Smeltzer et al., 2010). Kemampuan untuk
bermetastasis ini menyebabkan 90% kematian pada pasien dengan kanker (Yarbro
& Gobel, 2011). Sedangkan invasi mengacu pada pertumbuhan tumor primer ke
dalam jaringan inang di sekitarnya dan terjadi dalam berbagai cara. Maligna
memiliki atau menghasilkan enzim perusak tertentu (proteinase) seperti
kolagenase (khusus untuk kolagen), aktivator plasminogen (khusus untuk plasma),
dan hidrolisis lisosom. Enzim ini diperkirakan merusak jaringan di sekitarnya,

17
termasuk jaringan struktural membran basal vaskular,memfasilitasi invasi sel
ganas (Smeltzer et al., 2010).

Ada beberapa jenis maligna atau keganasan , diantaranya yaitu karsinoma


merupakan keganasan yang dimulai di kulit atau di jaringan yang melapisi atau
menutupi organ dalam. Lalu ada sarkoma adalah keganasan yang dimulai di
tulang, tulang rawan, lemak, otot, pembuluh darah, atau jaringan ikat atau
pendukung lainnya. Leukemia adalah keganasan yang dimulai di jaringan
pembentuk darah, seperti sumsum tulang, dan menyebabkan terlalu banyak sel
darah abnormal yang dibuat. Limfoma dan multiple myeloma adalah keganasan
yang dimulai di sel-sel sistem kekebalan. Kanker sistem saraf pusat adalah
keganasan yang dimulai di jaringan otak dan sumsum tulang belakang (NIH,
2021).

Adapun perbedaan antara benigna dan maligna menurut Smeltzer et al (2010) ,


sebagai berikut;

Benigna Maligna
Sel berdiferensiasi baik yang Sel tidak berdiferensiasi dan seringkali
menyerupai sel normal dari jaringan memiliki sedikit kemiripan dengan sel
asal normal jaringan asalnya
Tumbuh secara ekspansi dan tidak Tumbuh di perifer lalu menginvansi
menginvansi dan menghancurkan jaringan di
jaringan di sekitarnya sekitarnya
Laju pertumbuhan biasanya lambat Laju pertumbuhan nya bervariasi
biasanya tumbuh dengan cepat
dipengaruhi pada tingkat diferensiasi.
Semakin anaplastik , maka semakin
cepat pertumbuhannya
Tidak menyebar melalui metastasis Bermetastasis dimana penyebaran
melalui darah dan saluran limfatik
untuk ke area lain di tubuh
Tidak menyebabkan efek kecuali Seringkali menimbulkan efek umum,
lokasi nya mengganggu fungsi vital seperti anemia, kelemahan, dan
tubuh penurunan berat badan
Biasanya tidak menyebabkan Seringkali menyebabkan kerusakan

18
kerusakan jaringan kecuali jika itu jaringan yang luas
lokasi mengganggu aliran darah
Biasanya tidak menyebabkan Biasanya menyebabkan kematian
kematian kecuali lokasinya kecuali pertumbuhan dapat dikontrol
mengganggu fungsi vital

2.6 Klasifikasi Kanker Secara Anatomis, Histologis dan Penyebarannya


2.6.1 Klasifikasi Kanker Berdasarkan Anatomi dan Histologi
Kanker dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, histologi dan
penyebarannya. Berdasarkan anatomi, kanker dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu karsinoma, sarkoma, myeloma, leukimia, lymphoma, dan campuran
(Saggioro, D'Angelo, Bisogno, Agostini, & Pozzobon, 2020). Karsinoma adalah
neoplasma maligna pada bagian epitel, atau kanker yang ada pada bagian yang
menutupi tubuh, eksternal maupun internal. Karsinoma atau yang dikenal dengan
malignansi bagian jaringan epitel tubuh ini menduduki jumlah kasus tertinggi,
yaitu sekitar 80-90% dari semua kasus kanker (Saggioro, D'Angelo, Bisogno,
Agostini, & Pozzobon, 2020). Hal tersebut didasari karena jaringan epitel ada di
seluruh bagian tubuh. Jaringan ini menjadi bagian dari integumen, dan juga
menutupi serta melapisi organ serta saluran internal yang ada di dalam tubuh
seperti saluran gastrointestinal.
Karsinoma dapat dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu adenokarsinoma
dan karsinoma sel squamosa (squamous cell carcinoma) (Saggioro, D'Angelo,
Bisogno, Agostini, & Pozzobon, 2020). Adenokarsinoma mengacu pada
karsinoma yang berkembang di organ atau kelenjar, sedangkan karsinoma sel
squamosa mengacu pada kanker yang ada di epitelium squamosa (Saggioro,
D'Angelo, Bisogno, Agostini, & Pozzobon, 2020). Kebanyakan karsinoma
menyerang organ atau kelenjar yang melakukan sekresi, seperti paru-paru dan
kolon. Jenis kanker yang kedua berdasarkan anatomi adalah sarkoma.
Sarkoma mengacu pada kanker yang menyerang daerah jaringan konektif
dan suportif (Saggioro, D'Angelo, Bisogno, Agostini, & Pozzobon, 2020).
Beberapa contoh dari jaringan tersebut ada pada tulang tendon dan kartilago.
Sarkoma yang umum terjadi adalah terbentuknya massa yang menyakitkan pada
tulang. Kasus sarkoma paling sering terjadi pada usia dewasa muda (Saggioro,

19
D'Angelo, Bisogno, Agostini, & Pozzobon, 2020). Beberapa contoh dari sarkoma
adalah Osteosarcoma atau osteogenic sarcoma (tulang), Chondrosarcoma
(kartilago), dan Rhabdomyosarcoma (otot rangka). Jenis kanker selanjutnya
adalah myeloma.
Myeloma mengacu pada kanker yang ada pada sel plasma di sumsum tulang
belakang (Bird, & Boyd, 2019). Sel plasma adalah sejenis sel darah putih yang
dibentuk di sumsum tulang. Sel plasma merupakan bagian dari sistem kekebalan
tubuh. Sel plasma normal menghasilkan antibodi, juga disebut imunoglobulin,
untuk membantu melawan infeksi. Tidak seperti kanker lain, myeloma tidak
tampak sebagai benjolan atau tumor. Sebagian besar masalah medis yang
berhubungan dengan myeloma disebabkan oleh penumpukan sel plasma abnormal
di sumsum tulang dan kehadiran paraprotein di dalam tubuh (Bird, & Boyd,
2019). Jenis keempat dari kanker berdasarkan anatomi adalah leukimia.
Leukimia mengacu pada kanker yang menyerang sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang adalah tempat memproduksi sel darah (Lyengar, &
Shimanovsky, 2020). Kanker ini biasa dikaitkan dengan produksi berlebihan sel
darah putih yang belum matang. Sel darah putih yang belum matang tidak dapat
berfungsi dengan baik, sehingga penderita mudah terserang infeksi. Leukimia
juga memiliki efek pada sel darah merah dan dapat mengakibatkan kesulitan
dalam pembekuan darah serta kelelahan akibat anemia. Leukimia juga terdiri dari
beberapa jenis seperti Myelogenous atau granulocytic leukemia (malignansi
myeloid) dan Lymphatic, lymphocytic, atau lymphoblastic leukemia (malignansi
lymphoid dan lymphocytic sel darah). Jenis selanjutnya adalah lymphoma.
Limfoma berkembang di kelenjar atau nodus sistem limfatik, pembuluh
darah, kelenjar getah bening, dan organ (khususnya limpa, amandel, dan timus)
yang memurnikan cairan tubuh dan menghasilkan sel yang melawan infeksi
(Zinzani, 2005). Berbeda dengan leukemia yang kadang-kadang disebut "kanker
cair", limfoma adalah "kanker padat". Limfoma juga dapat terjadi pada organ
tertentu seperti lambung, payudara, atau otak. Limfoma ini disebut limfoma
ekstranodal. Limfoma dibagi menjadi dua jenis, yaitu limfoma Hodgkin dan
limfoma Non-Hodgkin. Kehadiran sel Reed-Sternberg dalam limfoma Hodgkin
secara diagnostik membedakan limfoma Hodgkin dari limfoma Non-Hodgkin.

20
Selain secara anatomi, kanker juga dapat dibedakan berdasarkan
histologinya (Abbas, Aster, & Kumar, 2018). Klasifikasi kanker berdasarkan
histologi biasa dikenal dengan istilah histological grading. Tingkat kanker
menggambarkan seperti apa sel kanker menggunakan mikroskop (histologi).
Kanker akan dinilai berdasarkan perbandingannya dengan sel normal. Tingkat
kanker terdiri dari 1 hingga 4, menggambarkan bagaimana sel-selnya terlihat di
bawah mikroskop (Abbas, Aster, & Kumar, 2018).. Semakin sel-sel ini terlihat
seperti sel normal, semakin rendah tingkatannya dan semakin rendah
kemungkinan kanker menyebar dengan cepat.

Sel kanker yang terlihat seperti sel normal disebut Tingkat 1, di mana sel ini
biasanya tumbuh lambat. Berlawanan dengan itu, kanker tingkat 4 memiliki sel
yang terlihat sangat berbeda dari sel normal. Sel kanker tingkat 4 sering tumbuh
dan menyebar dengan cepat (Abbas, Aster, & Kumar, 2018). Untuk jenis kanker
tertentu, biasa juga digunakan metode penilaian lain. Seperti pada kanker prostat,
biasa digunakan skor Gleason pada kanker (Munjal & Leslie, 2020).
Klasifikasi pada kanker di antaranya berdasarkan anatomi dan histologi.
Secara anatomi, kanker dibedakan menjadi karsinoma, sarkoma, myeloma,
leukimia, lymphoma, dan campuran. Secara histologi, kanker dibedakan menjadi
kanker tingkat satu sampai dengan empat. Dengan mengetahui klasifikasi kanker
ini, diharapkan kita sebagai perawat dapat meningkatkan kemampuan asuhan
kepada pasien dengan kanker.

21
2.6.2 Klasifikasi Kanker Berdasarkan Penyebarannya

Tumor dapat diklasifikasikan menurut anatomi, histologi (grading), dan


luasnya penyebaran (staging). Sistem klasifikasi menyediakan cara standar untuk:
1) mengkomunikasikan status kanker kepada semua anggota tim perawatan
kesehatan; 2) membantu dalam menentukan rencana pengobatan yang paling
efektif; 3) mengevaluasi rencana pengobatan; 4) memprediksi prognosis, dan; 5)
membandingkan kelompok sejenis untuk tujuan statistik (Lewis., et al, 2014).

a) Klasifikasi Status Anatomi


Dalam klasifikasi anatomi tumor, tumor diidentifikasi oleh jaringan
asal, lokasi anatomi, dan perilaku tumor (yaitu jinak atau ganas) (Lewis.,
et al, 2014).
- Karsinoma berasal dari ektoderm embrional (kulit dan kelenjar) dan
endoderm (lapisan selaput lendir saluran pernapasan, saluran GI, dan
saluran genitourinari).
- Sarkoma berasal dari mesoderm embrional (jaringan ikat, otot, tulang,
dan lemak).
- Limfoma dan leukemia berasal dari sistem hematopoietik.

Sumber: Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher,


L. (2014). hlm. 254.

b) Klasifikasi Histologi

22
Dalam penilaian (grading) histologi tumor, penampilan sel dan
derajat diferensiasi dievaluasi secara patologis. Sistem grading berusaha
untuk menentukan jenis jaringan dari mana tumor berasal dan sejauh mana
sel tumor mempertahankan karakteristik fungsional dan histologis jaringan
asal (Smeltzer., et al, 2010). Sampel sel yang akan digunakan untuk
menentukan grade tumor dapat diperoleh melalui sitologi (pemeriksaan sel
dari kerokan jaringan, cairan tubuh, atau sekresi), biopsi, atau eksisi bedah
(Smeltzer., et al, 2010).
Untuk banyak jenis tumor, digunakan empat tingkatan untuk
mengevaluasi sel abnormal berdasarkan derajat kemiripan sel dengan
jaringan asal (Lewis., et al, 2014). Diferensiasi sel dinilai dari I ke IV.
Semakin tinggi angkanya, semakin sedikit diferensiasi jenis selnya (Timby
et al., 2012).
‒ Tingkat I: Sel sedikit berbeda dari sel normal (displasia ringan) dan
berdiferensiasi baik (tingkat rendah).
‒ Tingkat II: Sel lebih abnormal (displasia sedang) dan
berdiferensiasi sedang (tingkat menengah).
‒ Tingkat III: Sel sangat abnormal (displasia parah) dan
berdiferensiasi buruk (tingkat tinggi).
‒ Tingkat IV: Sel belum matang dan primitif (anaplasia) dan tidak
berdiferensiasi; sel asal sulit untuk ditentukan (tingkat tinggi).
Tumor yang berdiferensiasi baik, sangat mirip dengan jaringan asal
dalam struktur dan fungsinya. Tumor yang tidak secara jelas menyerupai
jaringan asal dalam struktur atau fungsi digambarkan sebagai tumor yang
berdiferensiasi buruk atau tidak berdiferensiasi. Tumor ini cenderung lebih
agresif dan kurang responsif terhadap pengobatan dibandingkan tumor
yang berdiferensiasi baik (Smeltzer., et al, 2010).

23
Sumber: Staging & Grade – Johns Hopkins Medicine (Department
of Pathology). https://pathology.jhu.edu/breast/staging-grade/

Sumber: Staging & Grade – Johns Hopkins Medicine (Department


of Pathology). https://pathology.jhu.edu/breast/staging-grade/

Sumber: Staging & Grade – Johns Hopkins Medicine (Department


of Pathology). https://pathology.jhu.edu/breast/staging-grade/

c) Klasifikasi Luas Penyebaran


Klasifikasi berdasarkan penyebaran mengklasifikasikan luas dan
penyebaran kanker, atau yang disebut juga stadium (Lewis., et al, 2014).
Stadium mengacu pada sejauh mana kanker yang ada, seperti seberapa
besar kanker tersebut dan apakah sudah menyebar. Sistem klasifikasi ini
didasarkan pada tingkat anatomi dari proses penyakit daripada penampilan

24
sel (Lewis., et al, 2014). Terdapat beberapa sistem untuk
mengklasifikasikanya:
1. Clinical Staging
Sistem klasifikasi stadium klinis untuk menentukan tingkat
anatomi dari proses keganasan secara bertahap (Timby et al., 2012):
- Stadium 0: Kanker bersifat in situ (karsinoma in situ), yang
mengacu pada neoplasma yang selnya terlokalisasi dan tidak
menunjukkan kecenderungan untuk menyerang atau bermetastasis
ke jaringan lain.
- Stadium I, II, III: Menunjukkan bahwa tumor berukuran lebih
besar dan/ atau penyebaran kanker ke kelenjar getah bening di
dekatnya dan/ atau organ di dekat tumor primer.
- Stadium IV: Kanker telah menyerang atau menjalar ke organ tubuh
lainnya.

Sumber: Staging & Grade – Johns Hopkins Medicine (Department


of Pathology). https://pathology.jhu.edu/breast/staging-grade/

2. TNM Classification System


Sistem klasifikasi TNM digunakan untuk menentukan tingkat
anatomi keterlibatan penyakit menurut tiga parameter: ukuran tumor
dan invasi (T), ada atau tidaknya penyebaran regional ke kelenjar getah
bening (N), dan metastasis ke situs organ yang jauh (M) (Lewis., et al,

25
2014). Stadium TNM tidak dapat diterapkan pada semua keganasan.
Seperti leukimia yang bukan tumor padat, maka tidak dapat
menggunakan pedoman staging ini. Sehingga berbagai sistem staging
lain digunakan untuk menggambarkan tingkat kanker (contohnya pada
kanker sistem saraf pusat, kanker hematologi, dan melanoma ganas)
(Smeltzer., et al, 2010).
Dalam National Cancer Institute (2015), jika kanker
diklasifikasikan menggunakan sistem TNM, akan ada angka setelah
setiap huruf yang memberikan detail lebih lanjut tentang kanker —
misalnya, T1N0MX atau T3N1M0. Berikut ini penjelasan tentang arti
huruf dan angkanya:
- Primary Tumor (T)
 TX: Tumor utama tidak dapat diukur.
 T0: Tumor utama tidak dapat ditemukan.
 T1, T2, T3, T4: Mengacu pada ukuran dan / atau luasnya
tumor utama. Semakin tinggi angkanya setelah T, semakin
besar tumor atau semakin tumbuh ke jaringan terdekat. T
dapat dibagi lebih lanjut untuk memberikan lebih banyak
detail, seperti T3a dan T3b.

Sumber: Staging and Grading – Bowel Cancer UK.


https://www.bowelcanceruk.org.uk/about-bowel-
cancer/diagnosis/staging-and-grading/

- Regional Lymph Nodes (N)

26
 NX: Kanker di kelenjar getah bening di dekatnya tidak
dapat diukur.
 N0: Tidak ada kanker di sekitar kelenjar getah bening.
 N1, N2, N3: Mengacu pada jumlah dan lokasi kelenjar
getah bening yang mengandung kanker. Semakin tinggi
angkanya setelah N, semakin banyak pula kelenjar getah
bening yang mengandung kanker.
- Distant Metastasis (M)
 MX: Metastasis tidak dapat diukur.
 M0: Kanker belum menyebar ke bagian tubuh yang lain.
 M1: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Sistem klasifikasi pada umumnya dilakukan dengan pemeriksaan


diagnostik, untuk memandu pemilihan pengobatan yang efektif. Contoh studi
diagnostik yang dapat dilakukan untuk menilai luasnya penyakit diantaranya studi
radiologis (seperti pemindaian tulang dan hati); ultrasonografi; dan pemindaian
Computed Tomography (CT), MRI, dan Positron Emission Tomography (PET)
(Lewis., et al, 2014). Selain itu, pengetahuan tentang gejala yang mencurigakan
dan perilaku jenis kanker tertentu juga dapat membantu dalam menentukan tes
diagnostik mana yang paling sesuai (Smeltzer., et al, 2010).

27
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di sebagian
besar negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Penyebab terbesar kematian
akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati,
perut, kolorektal, dan kanker payudara (IARC, 2012).
Pada pasien kanker, sel-sel kanker bertindak sebagai benalu dalam tubuh,
mengambil zat gizi serta meningkatkan katabolisme terutama protein, yang
menyebabkan tubuh menjadi kurus dan lemah. Efek samping pengobatan
yang dilakukan pun dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, maupun
diare.
Dari sebagian besar pasien yang menderita kanker, upaya pengobatan
konvensional yang umum dilakukan diantaranya seperti kemoterapi, radiasi,
pembedahan, dan kombinasi. Di sisi lain, depresi pada pasien kanker juga
dapat muncul ketika pasien mengetahui diagnosis, stadium kanker, serta
terapi yang diperolehnya.

28
Tingginya prevalensi kanker di Indonesia perlu dicermati dengan
tindakan pencegahan dan deteksi dini yang telah dilakukan oleh penyedia
layanan kesehatan. Selain itu, pengetahuan tentang gejala yang mencurigakan
dan perilaku jenis kanker tertentu juga dapat membantu dalam menentukan
tes diagnostik mana yang paling sesuai (Smeltzer., et al, 2010).
3.2. Saran
Melalui makalah ini, diharapkan kepada setiap pembaca dapat memberi
saran dan kritik yang membangun bagi penulis demi kesempurnaan makalah
ini. Sehingga dapat menambah pengetahuan, khususnya mengenai topik
terkait. Selain itu, bagi keluarga pasien maupun masyarakat, diharapkan dapat
terus mendukung dalam memantau perkembangan penyakit kanker. Tidak
lupa, saran bagi perawat ialah lebih memperdalam ilmu, melatih keterampilan
keperawatan secara teratur sehingga selalu sigap dalam penanganan pada
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster. J.C., & Kumar, V. (2018). Robbins Basic Pathology (10th
ed.). Philadelphia: Elsevier
American Cancer Society. (2013). Cancer facts and figures. Retrieved from:
www.cancer.org/research/cancerfactsfigures/cancerfactsfigures/cancer-facts-
figures-2013
Bird, S. A., & Boyd, K. (2019). Multiple myeloma: an overview of management.
Palliative care and social practice, 13, 1178224219868235.
https://doi.org/10.1177/1178224219868235
Bowel Cancer UK. (2019). Staging and Grading. Retrieved from:
https://www.bowelcanceruk.org.uk/about-bowel-cancer/diagnosis/staging-
and-grading/

Harding, M. M., Kwong, J., Roberts, D., Hagler, D., & Reinisch, C. (2019).
Medical surgical nursing: Assessment and management of clinical problems

29
(11th ed.). Missouri: Elsevier.
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2017). Brunner and Suddarth’s textbook of
medical-surgical nursing (14th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., Blair, M., Rebar, C., & Winkelman, C.
(2016). Medical-surgical nursing patient-centered collaborative care (8th
ed.). Missouri: Elsevier.
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., & Rebar, C. R. (2018). Medical-surgical
nursing concepts for interprofessional collaborative care (9th ed.). Missouri:
Elsevier.
Johns Hopkins Medicine (Department of Pathology). (2021). Staging & Grade.
Retrieved from: https://pathology.jhu.edu/breast/staging-grade/

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
surgical nursing assessment and management of clinical problems (9th ed.).
Missouri: Elsevier.
Lewis, S. L., R., D. S., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (9th
ed.). Missouri: Elsevier.
Lyengar, V., & Shimanovsky, A. (2020). Leukemia. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560490/
Munjal, A. & Leslie, S. W. (2020). Gleason Score. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553178/
National Cancer Institute. (2015). Cancer Staging. Retrieved from:
https://www.cancer.gov/about-cancer/diagnosis-staging/staging

Nurarif & Kusuma .(2016). Pengertian Kanker. Journal of Chemical Information


and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.unimus.ac.id/912/3/BAB 2.pdf

NIH. (2021). malignancy. National Cancer Institute at the National Institutes of


Health. https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-
terms/def/malignancy

30
Saggioro, M., D'Angelo, E., Bisogno, G., Agostini, M., & Pozzobon, M. (2020).
Carcinoma and Sarcoma Microenvironment at a Glance: Where We Are.
Frontiers in oncology, 10, 76. https://doi.org/10.3389/fonc.2020.00076
Sinha, T. (2018). Tumors: Benign and Malignant. Cancer Therapy & Oncology
International Journal, 10(3), 1–3.
https://doi.org/10.19080/ctoij.2018.10.555790

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. . (2010). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Philladelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Timby, Barbara K., Smith, Nancy E. (2012). Introductory Medical-Surgical


Nursing, 10th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health

Williams, L.S., & Hopper, P.D. (2015). Understanding Medical Surgical Nursing
5th Ed. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Yarbro, & Gobel, W. (2011). Cancer Nursing (7th ed). JB Publisher.

Zinzani, P. L. (2005). Lymphoma: diagnosis, staging, natural history, and


treatment strategies. Seminars in oncology, 32, S4–S10.
https://doi.org/10.1053/j.seminoncol.2005.01.008

31

Anda mungkin juga menyukai