DisusunOleh:
Focus Group 4
Universitas Indonesia
Depok
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III. Makalah ini membahas Konsep Dasar Keganasan, untuk memenuhi
tujuan pada tugas Question Based Learning (QBL), yaitu mampu mengetahui terapi
radiasi, biotherapy, dan targeted therapy pada manajemen kanker. Makalah ini juga
disusun sebagai alat untuk menambah ilmu pengetahuan serta informasi. Oleh
karena itu, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat secara luas dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Tujuan dan jenis dari terapi radiasi
2. Memberikan pemahaman terhadap dampak efek samping dari radiasi
3. Mengetahui peran keperawatan dalam manajemen Radiasi.
4. Mengetahui fokus asuhan keperawatan dalam manajemen terapi radiasi
1
BAB II ISI
2
meningkat dengan perawatan radiasi yang terus berlanjut. Namun menurut
Ignatavius (2018), kelelahan mungkin terkait dengan peningkatan kebutuhan
energi yang dibutuhkan untuk memperbaiki sel yang rusak. Diperlukan edukasi
kepada klien dan keluarga terkait aktivitas yang seimbang. Penelitian
menunjukan aktivitas seimbang yang terbukti meningkatkan konsentrasi dan
kemampuan secara keseluruhan berpikir jernih, yang memungkinkan pasien
untuk berpartisipasi lebih banyak sepenuhnya dalam perawatan dan aktivitas
sehari-hari (Yarbro, C. H., Wujcik, D., Gobel, 2011).
Efek yang selanjutnya yaitu myelosupression. Myelosuppression
menurut National Cancer Institute ialah suatu kondisi saat aktivitas sumsum
tulang menurun, mengakibatkan lebih sedikit sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit. Sehingga pada Myelosuppression akan terjadi depresi fungsi
sumsum tulang, jika tempat produksi sumsum diradiasi, mengakibatkan
anemia (penurunan sel darah merah, hemoglobin, atau volume dikemas sel
darah merah), leukopenia (penurunan putih jumlah sel darah), dan
trombositopenia (penurunan jumlah trombosit)(Timby, Barbara K., & Smith,
2010).
Efek samping lain yang dapat terjadi akibat kerusakan sel-sel normal di
area yang diradiasi dan sel khusus diantaranya sebagai berikut (Timby, Barbara
K., & Smith, 2010): alopecia (rambut rontok), eritema (kemerahan lokal dan
peradangan pada kulit), deskuamasi (pengelupasan epidermis, yang bisa
menjadi kering atau lembab), perubahan pada mukosa mulut, termasuk
stomatitis (radang mulut), xerostomia (mulut kering), perubahan atau
hilangnya rasa, dan penurunan air liur, Anoreksia (kehilangan nafsu makan),
mual dan muntah, diare, sistitis (radang kandung kemih), dan pneumonitis
(radang paru-paru). Terapi radiasi juga dapat berkontribusi pada perkembangan
penyakit kardiovaskular melalui efek pada aliran darah kolateral dan dengan
meningkatkan risiko aterosklerosis dari waktu ke waktu. Itu dihipotesiskan
area tertentu di jantung mungkin lebih rentan terhadap radiasi
(Ignatavicius,2018).
3
(Ignatavicius,2018)
Penggunaan terapi radiasi yang sebagian besar digunakan oleh
pengidap kanker memiliki banyak efek. Untuk itu perawat harus
mnegetahui dan memberikan asuhan yang sesuai dengan kondisi klien.
Selain itu juga memberikan edukasi kepada klien dan keluarga terakit efek
yang mungkin terjadi, sehingga tidak semakin parah.
4
2.2.2 Respon sel pada radiasi
2.2.2.1 Teori target
Menurut teori target, efek radiasi pada tingkat sel bisa langsung
atau tidak langsung. Serangan langsung terjadi ketika salah satu
molekul kunci di dalam sel rusak oleh energi yang langsung disimpan
dalam DNA atau RNA. Setelah radiasi dosis tinggi molekul DNA in
vitro, empat jenis kerusakan diamati: (1) perubahan atau hilangnya basa
(timin, adenin, guanin, atau sitosin), (2) putusnya ikatan hidrogen antara
kedua rantai dari molekul DNA, (3) putus dalam satu atau kedua rantai
molekul DNA, dan (4) ikatan silang rantai setelah usia putus. Pemutusan
atau perubahan yang tidak diperbaiki pada basa menyebabkan mutasi
yang mengakibatkan gangguan fungsi seluler atau kematian sel.
Serangan tidak langsung, menurut teori target, terjadi ketika
ionisasi terjadi di media (kebanyakan air intraseluler) yang mengelilingi
struktur molekul di dalam sel. Radiasi yang diserap oleh molekul air
menghasilkan pembentukan radikal bebas ketika elektron benar-benar
terlempar dari orbit yang mengelilingi ion. Radikal bebas yang dihasilkan
dengan cara ini dapat memicu berbagai reaksi kimia, menghasilkan
senyawa baru yang bersifat toksik bagi sel.
Secara umum disepakati bahwa serangan langsung (yaitu,
kerusakan DNA dan penyimpangan kromosom) menyebabkan cedera
paling efektif dan mematikan yang dihasilkan oleh radiasi pengion.
Namun, karena rasio relatif air terhadap DNA dalam satu sel,
kemungkinan kerusakan tidak langsung melalui ionisasi air intraseluler
jauh lebih besar daripada kemungkinan kerusakan akibat serangan
langsung. Hilangnya kapasitas reproduksi sel dianggap sebagai titik akhir
kerusakan radiasi yang paling signifikan secara biologis. Selain
kerusakan yang disebabkan oleh serangan langsung atau tidak langsung,
bukti eksperimental menunjukkan bahwa radiasi dapat menyebabkan
kerusakan pada protein, karbohidrat, dan enzim di dalam sel. Kerusakan
molekul tambahan ini, serta perubahan permeabilitas membran sel, dapat
berkontribusi pada efek akhir radiasi pada tingkat sel.
5
Pengaruh radiasi pengion pada molekul air
Produk akhir dari ionisasi molekul air (HOH) melalui radiasi adalah pasangan
ion (H+, OH-) dan radikal bebas (H·, OH ·), yang mampu merusak sel. Ionisasi
air ditunjukkan dalam langkah-langkah berikut:
Karena dua ion (HOH +, HOH–) yang dihasilkan oleh reaksi ini tidak stabil,
kerusakan cepat terjadi (dengan adanya molekul air normal lainnya),
membentuk ion lain dan radikal bebas:
Radikal bebas yang dihasilkan dari interaksi radiasi dengan air mampu memicu
berbagai reaksi kimia di dalam sel dan oleh karena itu diyakini menjadi faktor
utama dalam produksi kerusakan di dalam sel.
6
sel yang sebenarnya. Dalam penelitian awal, Bergonié dan Tribondeau
menyatakan bahwa sensitivitas sel terhadap iradiasi berbanding lurus
dengan aktivitas reproduksinya dan berbanding terbalik dengan derajat
diferensiasinya. Sel yang terdiferensiasi adalah sel yang terspesialisasi
secara morfologis atau fungsional (misalnya, eritrosit) dan tidak mengalami
mitosis. Sel yang tidak berdiferensiasi (seperti sel darah merah, sel induk,
atau eritroblas) memiliki sedikit karakteristik morfologi atau fungsional
khusus, dan tujuan utamanya adalah untuk membelah dan menyediakan sel
baru untuk mempertahankan populasinya sendiri. Karena efek radiasi
diketahui paling besar selama mitosis, populasi sel yang tidak
berdiferensiasi umumnya paling sensitif terhadap radiasi. Sebaliknya, sel
yang berdiferensiasi baik relatif tahan radiasi.
7
kematian sel ini juga dapat mewakili respons patologis terhadap kerusakan
vaskular serta jalur default untuk sel yang kekurangan apoptosis yang
efektif.
8
Signifikansi klinis dari efek oksigen adalah bahwa oksigen
memodifikasi dosis radiasi yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat
kerusakan biologis tertentu. Besarnya efek oksigen dinyatakan sebagai rasio
peningkatan oksigen (OER). OER adalah rasio dosis radiasi tanpa oksigen
(atau hipoksia) dengan dosis radiasi dengan adanya oksigen yang diperlukan
untuk efek biologis yang sama. Sel yang hipoksia dianggap tahan
radioresensi dan oleh karena itu membatasi keefektifan terapi radiasi. Studi
di kepala dan leher dan kanker serviks telah menunjukkan hasil
kelangsungan hidup yang lebih buruk pada pasien dengan tumor hipoksia.
Juga telah dicatat bahwa pasien dengan tumor hipoksia lebih mungkin
mengalami anemia.
9
telah menunjukkan tingkat dosis rendah menjadi jauh kurang efektif dalam
menghasilkan kerusakan sel yang mematikan daripada tingkat dosis tinggi
terutama karena tingkat dosis rendah memungkinkan perbaikan sel terjadi
sebelum dosis yang mematikan tercapai dalam teleterapi yang difraksinasi.
10
Distribusi ulang usia sel (dalam siklus sel) sebagai akibat radiasi
harian menguntungkan karena lebih banyak sel tumor yang dibuat peka
terhadap radiasi. Secara teoritis, dengan dosis radiasi harian yang berhasil,
semakin banyak sel tumor akan tertunda dalam siklus dan mencapai fase
mitosis saat dosis berikutnya diberikan, sehingga meningkatkan
pembunuhan sel.
11
radiasi di organ tersebut disebabkan oleh efek tidak langsung pada
komponen stroma (terutama pembuluh darah) yang mendukung parenkim.
Organ Radiosensitivitas
Organ limfoid, sumsum tulang, darah, Tinggi
testis, ovarium, usus
Kulit, kornea, rongga mulut, Cukup tinggi
kerongkongan, rektum, kandung kemih,
vagina, serviks, ureter
Lensa optik, perut, tulang rawan tumbuh, Medium
pembuluh darah halus, tulang tumbuh
Tulang rawan atau tulang dewasa, kelenjar Cukup rendah
ludah, organ pernapasan, ginjal, hati,
pankreas, tiroid, adrenal, kelenjar pituitari
Otot, otak, sumsum tulang belakang Rendah
12
oleh radiasi, terutama pada limfosit, sel kriptus usus halus, sel kelenjar
ludah, dan sel germinal.
13
biasanya digunakan untuk menampilkan bidang perawatan, memastikan
lokasi volume target, mengidentifikasi jaringan normal di sekitar target,
dan melindungi jaringan normal dari radiasi yang berlebihan (Yarbro,
Wujcik, & Gobel, 2011). Namun, seiring perkembangan zaman terjadi
penggantian simulasi fluoroskopi. Perkembangan penggunaan simulator
tersebut diakibatkan beberapa alasan, yaitu hubungan antara berkas
radiasi dan anatomi eksternal maupun internal yang tidak dapat dinilai
dengan radiologi diagnostik, kualitas yang tidak cukup canggih untuk
lokalisasi yang tepat, penggunaan mesin perawatan yang tidak praktis,
dan keperluan perencanaan perawatan dengan 3 dimensi (Yarbro,
Wujcik, & Gobel, 2011). Oleh karena itu, simulasi fluoroskopi sebagian
besar telah diganti dengan computerized tomographic simulation atau
simulasi CT.
2.3.1.2 Simulasi Computerized Tomography (CT)
Simulasi CT atau computerized tomographic (CT) simulation
adalah simulasi perencanaan perawatan diagnostik yang menggabungkan
prosedur simulasi dan CT. Keuntungan dari penggunaan simulasi CT
adalah mampu menentukan bidang perawatan yang tepat, dapat
menemukan target dan isocenter, menentukan konfigurasi balok, dan
memvisualisasikan dengan tampilan 3 dimensi untuk menghasilkan
simulasi virtual (Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Simulasi CT
dilakukan dengan menempatkan pasien di meja simulator CT untuk
melakukan penguraian struktur normal dan tumor pada setiap potongan
CT. Komputer akan membuat digitally reconstructed radiograph (DRR)
untuk meningkatkan kontras dan detail secara akurat dalam membedakan
tumor dari jaringan normal di sekitarnya (Yarbro, Wujcik, & Gobel,
2011). Namun, seiring majunya teknologi, saat ini terlah disediakan
radioterapi konformal 3 dimensi atau 3 dimensional conformal radiation
therapy (3D-CRT).
14
Gambar: Digitally Reconstructed Radiograph (DRR)
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
Dalam artikel Kodrat, Susworo, Amalia, & Sabariani (2016),
penggunaan 3D-CRT tersebut dilakukan dengan penggunaan berkas sinar
yang lebih kompleks, sehingga dapat disesuaikan dengan bentuk jaringan
tumor. Pelaksanaan metode radiasi dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu tingkat
0 atau radioterapi dasar yang tidak dilakukan pengaturan berkas sinar,
sehingga tidak dimasukkan dalam golongan radioterapi konformal (Kodrat,
Susworo, Amalia, Sabariani, 2016). Tingkat 1 atau level dasar radioterapi
konformal dasar menggunakan fasilitas foto simulator dan kontur beberapa
irisan CT-Scan. Tingkat 2 atau radioterapi konformal 3 ddimensi yang harus
menggunakan CT-Scan (Kodrat, Susworo, Amalia, Sabariani, 2016). Pada
tingkat 3 atau radioterapi konformal tingkat lanjut menggunakan teknologi
Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) atau Stereotactic
Radiosurgery (SRS). IMRT merupakan tingkatan di atas 3D-CRT karena
intensitas berkas radiasi yang inhomogen atau membentuk beberapa segmen
dalam setiap berkas sinar (Kodrat, Susworo, Amalia, Sabariani, 2016).
15
Gambar: Posisi Pasien saat Simulasi CT
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
Dalam menggunakan radioterapi konformal 3 dimensi, simulasi
virtual perlu digunakan untuk mensimulasikan mesin terapi dan beroperasi
pada representasi digital pasien (Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Pasien
yang berada pada perangkat imobilisasi dilakukan pemantauan di atas meja
CT-Scan. Sistem koordinat digunakan untuk melokalisasi objek dan
disesuaikan dengan masing-masing pasien. Setelah selesai, jaringan normal
di sekitar target harus dihindari dengan diuraikan pada tampilan komputer
(Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Gambar di bawah ini adalah parameter
untuk menggambarkan tampilan grafis 3 dimensi untuk melakukan
penggambaran volume dan target.
16
Gambar: Simulasi CT dan Simulasi Virtual
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
17
Gambar: Simulasi MRI
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
18
Gambar: MRI dengan Respiratory Gating
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
19
Perencanaan perawatan dapat dimulai dengan mengambil gambar
radiografi untuk memverifikasi target perawatan dengan port film. Sebelum
melakukan pengambilan gambar, pasien perlu diedukasi mengenai port film,
yaitu untuk menentukan stadium kanker yang terjadi saat pengobatan dan
setelah selesai pengobatan (Yarbro, Wujcik, & Gobel, 2011). Selain port
film, pengambilan gambar dapat dilakukan dengan menggunakan pencitraan
portal elektronik atau electronic portal imaging.
20
Gambar: Tomografi Emisi Positron atau Positron Emission Tomography
(PET)
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
21
simulasi MRI dengan body coil yang diperoleh melalui panggul untuk
meningkatkan perencanaan pengobatan.
22
Sumber: Yarbro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, B. H. (eds). (2011). Cancer
Nursing: Principles and Practice (7th ed.). Sudburry: Jones and Bartlett
Publishers.
2.4 Pemberian Terapi Radiasi Eksternal dan Internal pada Manajemen
Kanker
Terapi radiasi atau radiotherapy merupakan salah satu terapi
manajemen kanker yang menggunakan radiasi dalam dosis tinggi untuk
menghambat atau menghancurkan sel tumor dan kanker. Terapi radiasi pada
manajemen kanker dibagi menjadi dua, yaitu terapi radiasi eksternal dan
internal. Jenis terapi radiasi yang didapatkan dalam manajemen kanker
bergantung pada beberapa faktor yang meliputi jenis kanker, ukuran sel tumor,
lokasi sel tumor, seberapa dekat sel tumor dengan jaringan normal yang
sensitive dengan radiasi, riwayat kesehatan, usia, dan beberapa kondisi medis
lainnya. Terapi radiasi eksternal atau external beam radiation therapy
mengarahkan partikel radiasi ke sel target (tumor) dengan menggunakan
mesin, sedangkan terapi radiasi internal atau internal radiation therapy
memasukkan zat radioaktif ke dalam tubuh dalam bentuk cairan atau padat
(NCI, 2018).
23
eksternal 3D-CRT, IMRT, dan RapidArc pada pasien kanker prostat
mengatakan bahwa penggunaan IMRT lebih efektif dibandingkan 3D-CRT,
namun lebih mahal (Shawata, 2019). Selain itu, jenis terapi radiasi eksternal
lain yaitu SRS dan SBRT digunakan ketika letak tumor sulit dijangkau atau
berada di otak dan tulang belakang, sedangkan 4D Adaptive IGRT digunakan
untuk memantau gerakan pada organ target saat dilakukan terapi radiasi
(RSCM, 2017).
24
photon yang dikeluarkan, half-life zat radioaktif, dan aktivitas dari zat
radioaktif (Yarbro, 2011). Biasanya, zat radioaktif yang digunakan meliputi
cesium (Cs), emas (Au), dan iridium (Ir). Keuntungan dari penggunaan
brachytherapy adalah terdapat dosis radiasi yang tinggi yang ditempatkan
langsung atau dekat dengan sel tumor sehingga dapat membatasi paparan dosis
radiasi pada jaringan sehat di sekitarnya. Studi penelitian menyebutkan bahwa
penggunaan terapi kemoradiasi yang ditunjang dengan brachytherapy memiliki
tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi (76,7%) dibandingkan penggunaan
terapi kemoterapi neoadjuvant tanpa brachytherapy dengan tingkat
kelangsungan hidup lebih rendah yaitu sebesar 69,3% (Chargari et al, 2019).
Tujuan dari terapi radiasi adalah untuk membunuh sel kanker dengan
menggunakan radiasi sesedikit mungkin, dengan perawatan yang tersebar
selama periode yang sesuai. Tidak seperti radiasi dosis rendah yang
dipancarkan sinar-X standar, terapi radiasi memberikan dosis tinggi yang
mampu menghancurkan sel kanker, membuat mereka tidak dapat bereproduksi
dan menyebar. Kerusakan sel terjadi segera; sel kanker mati selama beberapa
hari, minggu, dan bulan dan dibuang oleh tubuh. Biasanya, sel-sel sehat di
bidang pengobatan radiasi dapat pulih.
25
untuk melakukan aktivitas yang biasa. Adapun ekef samping berupa efek
samping akut, kronik dan efek samping spesifik(Manosilapakorn, n.d. 2017).
Efek samping Akut dapat berupa: Kelelahan , Anoreksia , Mucositis,
Xerostomia, Alopecia, Reaksi kulit , Mual & Muntah , Esofagitis & Disfagia,
Diare, Sistitis, Sumsum tulang. Untuk mengantisipasi efek dari kondisi
tersebut, maka diperlukan upaya pemberian asuhan keperawatan yang dpat
membantu mengatasi efek samping yang dapat timpul pada pasien yang
menjalani terapi radiasi. Proses asuhan keperawatan didasarkan atas respon
atau kondisi yang diakibatkan oleh terapi radiasi itu sendiri.
26
memiliki efek antitumor langsung yaitu membantu tubuh mengenali sel kanker
sebagai benda asing sehingga akan dihancurkan sistem kekebalan tubuh; (2)
memulihkan, menambah, atau memodulasi mekanisme sistem kekebalan tubuh;
(3) memiliki efek mengganggu kemampuan sel kanker untuk bermetastasis atau
berdiferensiasi (Lewis et al, 2014). Terdapat beberapa jenis BRMs yaitu:
2.6.1 Sitokin
Stiokin adalah produk glikoprotein dari sel imun seperti limfosit dan
makrofag yang dapat mempengaruhi cara sel sistem kekebalan berfungsi dan
meningkatkan imunitas yang berperan dalam pencegahan kanker
(Ignatavicius et al, 2018). Interleukin (ILs), interferon (IFN), colony-
stimulating factors, tumor necrosis factors (TNF). Terdapat 2 prinsip dasar
sitokin: (1) Setiap sitokin dapat bekerja pada beberapa jenis sel yang berbeda
dan mengatur berbagai fungsi kekebalan. Ex: IL-2 bekerja pada sel T, sel B,
sel NK, dan makrofag. Oleh karena itu, IL-2 menginduksi aktivasi limfosit,
aktivasi makrofag, dan menstimulasi sekresi limfokin; (2) Sitokin yang
berbeda dapat memiliki fungsi yang serupa. Misalnya, IL-1 dan TNF-α yang
merupakan mediator inflamasi (Yarbro et al, 2011).
27
Interferon adalah sitokin dengan sifat antivirus dan antitumor.
Terdapat 3 IFN utama dengan indikasi klinis yaitu alpha (α), beta (β), dan
gamma (γ), sedangkan 2 IFN lainnya, tau dan omega tidak diizinkan untuk
tujuan terapeutik pada manusia. IFN yang disetujui untuk terapi kanker
adalah IFN-α. IFN-α efektif dalam melanoma, leukemia sel rambut dan
myeloid kronis, karsinoma sel ginjal, sarkoma Kaposi terkait AIDS, limfoma
non-Hodgkin folikuler, karsinoma hepatoseluler, dan kanker kandung kemih
superfisial (Yarbro et al, 2011). IFN dapat bekerja dengan memperlambat
pembelahan sel tumor, merangsang pertumbuhan dan aktivasi sel NK (natural
killer), mendorong sel kanker untuk kembali ke penampilan dan fungsi yang
lebih normal, dan menghambat ekspresi onkogen (Ignatavicius et al, 2018).
IFN dapat diberikan melalui jalur subkutan, intramuskular, intravena, dan
intrakavitas (Smeltzer et al, 2010). Efek samping: kelelahan, demam,
menggigil, mialgia, sakit kepala, dan malaise, neutropenia, anoreksia, mual /
muntah, peningkatan tes fungsi hati, depresi, diare, alopecia, dan sensasi rasa
yang berubah (LeMone et al, 2017).
28
termasuk makrofag, sel NK, limfosit T, dan limfosit B. Harapannya, sistem
kekebalan yang dirangsang tersebut akan membasmi sel-sel ganas. FDA
telah menyetujui penggunaan penanaman BCG intravesikal sebagai
pengobatan untuk karsinoma in situ kandung kemih. Kontraindikasi BCG:
pasien yang immunocompromised, memiliki penyakit hati, memiliki
riwayat tuberkulosis. infeksi saluran kemih atau hematuria, penyakit demam
akut, 7-14 hari setelah biopsy, trauma kateter, TBC aktif, dan
hipersensitivitas terhadap BCG. Efek samping: nyeri, sering buang air kecil
dan gejala seperti flu dan demam (Yarbro et al, 2011).
2.6.3 Imiquimod
Agen topikal untuk karsinoma sel basal superfisial (BCC), kutil
kelamin luar, dan keratosis aktinik. Imiquimod menstimulasi beberapa sitokin
serta memiliki efek antivirus dan antitumor. Efek antivirus dan antitumor
disebabkan oleh stimulasi respon imun di mikro kulit dan peningkatan
kekebalan. Imiquimod juga dapat membalikkan imunosupresi kronis yang
disebabkan oleh paparan sinar matahari, dimana terdapat kaitan antara sinar
matahari dengan kanker. Cara pakai: bersihkan dan keringkan area yang akan
diberikan imiquimod; aplikasikan secara tipis di area tersebut. Hindari: kontak
dengan mata, bibir, dan lubang hidung; perban oklusif; minimalkan paparan
sinar matahari (karena menyebabkan fototoksik); serta aktivitas seksual
walaupun menggunakan pelindung. Efek samping: eritema, reaksi kulit local,
dan sakit kepala (Yarbro et al, 2011).
29
- Vaksin alogenik: terbuat dari sel kanker yang diperoleh dari orang lain
yang memiliki jenis kanker tertentu. Sel kanker ini tumbuh di
laboratorium dan akhirnya dibunuh untuk disiapkan dan diinjeksikan ke
pasien.
- Vaksin profilaksis diberikan untuk mencegah penyakit.
- Vaksin rekombinan human papillomavirus (HPV) quadrivalent
digunakan untuk melindungi HPV yang terkait dengan kutil kelamin
umum (tipe 6 dan 11) dan kanker serviks (tipe 16 dan 18). Vaksin ini
diberikan dengan 3 dosis untuk wanita berusia 9 hingga 26 tahun.
- Vaksin terapeutik: diberikan untuk membunuh sel kanker yang ada
dan memberikan kekebalan yang tahan lama terhadap perkembangan
kanker lebih lanjut.
• Blokir atau matikan sinyal yang memberi tahu sel kanker untuk
tumbuh dan membelah
• Mencegah sel hidup lebih lama dari biasanya
• Menghancurkan sel kanker
30
Terdapat 2 jenis obat yang biasanya digunakan dalam terapi target,
yaitu antibodi monoklonal, dan obat molekul kecil.
31
dan krim kortison dapat digunakan untuk ruam makula untuk
pencegahan dini
• Instruksikan pasien untuk menggunakan produk untuk kulit yang
berbahan dasar air, dan non alkohol untuk meminimalkan kulit
kering
• Instruksikan pasien juga untuk menghindari lotion dan krim yang
mengandung iritan
• Instruksikan pasien untuk menghindari paparan sinar matahari
secara langsung, dan gunakan produk sun screen apabila
beraktivitas di luar rumah.
• Instruksikan pasien untuk mandi dengan air hangat dan
menggunakan sabun yang lembut
• Pasien yang masih beraktivitas di luar rumah juga butuh dukungan
dari keluarga atau kerabat terdekat selama terapi dilakukan.
Oleh karena itu, perawat perlu menyadari dan mewaspadai akan
adanya toksisitas atau efek samping yang terjadi saat terapi dilaksanakan.
Apabila penatalaksanaan efek samping berhasil, dapat berpotensi untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, membuat pasien dapat bertahan pada
terapi untuk waktu yang lama, mengurangi dosis terapi atau jeda terapi.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam melakukan manajemen pasien dengan kanker, perawat perlu
mengetahui beberapa terapi yang dapat diberikan kepada pasien, seperti terapi
radiasi, bioterapi, dan terapi target. Terapi radiasi merupakan terapi yang
32
umum digunakan kedua setelah kemoterapi. Terapi radiasi dilakukan dengan
menggunakan penyerapan energi dari radiasi pengionan secara langsung pada
target. Simulasi pada terapi radiasi dapat dilakukan dengan simulasi
fluoroskopi, simulasi CT, dan simulasi MRI. Dari simulasi tersebut akan
didapatkan penggambaran radiologi, seperti port films, electronic portal
imaging, Positron Emission Tomography (PET), dan Single Photon Emission
Computed Tomography (SPECT). Terapi radiasi dapat diberikan secara
eksternal dan internal. Namun, terapi radiasi memiliki efek samping bagi
pasien, yaitu reaksi pada kulit, fatigue, kehilangan berat badan, dan
myelosupression. Efek samping tersebut perlu diperhatikan oleh perawat
sehingga manajemen keperawatan yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan persiapan pengetahuan pasien terhadap terapi, persiapan tes
laboratorium, dan mengatisipasi efek samping yang terjadi pada pasien dengan
asuhan keperawatan sesuai masalah pasien.
Bioterapi atau terapi biologis adalah terapi yang merangsang sistem
kekebalan alami tubuh untuk menekan dan menghancurkan sel ganas (kanker).
Bioterapi dilengkapi dengan Biologic Response Modifiers (BRMs) yang secara
alami terjadi dalam sistem kekebalan tubuh atau rekombinan. BRMs memiliki
beberapa jenis, yaitu sitokin, bacillus calmette-guerin (BCG), imuiquimod, dan
vaksin kanker. Pada terapi biologis, manajemen keperawatan yang perlu
diketahui adalah respon inang tumor dengan BRMs, pengetahuan klien
terhadap terapi biologis, dan penanganan efek samping yang terjadi.
Terapi target merupakan pengobatan kanker yang menggunakan obat-
obatan untuk menargetkan gen dan protein tertentu yang terlibat dalam
pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel kanker. Terapi target dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi perubahan genetik tumor, memberikan pengobatan
dengan antibody monklonal dan obat molekul kecil, dan memantau adanya
efek samping pada pasien. Efek samping yang dapat terjadi pada pasien adalah
reaksi dermatologis, diare, reaksi hipersensitivitas, dan efek yang jarang terjadi
seperti toksisitas jantung. Manajemen keperawatan yang dapat dilakukan
perawat adalah dengan mengetahui edukasi yang diterima oleh pasien terkait
33
prosedur, pemberian instruksi untuk pasien mengenai hal yang perlu dihindari,
dan penanganan asuhan keperawatan sesuai masalah klien.
3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis berharap jika dapat membantu
pembaca dalam memahami manajemen kanker dengan terapi radiasi, bioterapi,
dan terapi target. Selain itu, penulis juga berharap pembaca dapat memberi
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Adapun
saran yang diberikan untuk perawat maupun calon perawat adalah perlunya
pemahaman lebih dalam mengetahui manajemen kanker pada pasien dengan
kanker. Selain itu, perawat juga perlu memahami asuhan keperawatan yang
sesuai dengan masalah pasien selama menjalani terapi, seperti asuhan
keperawatan yang sesuai dengan efek samping pasien.
34
DAFTAR PUSTAKA
DiFrancesco, T., Khanna, A., & Stubblefield, M. D. (2020). Clinical Evaluation and
Management of Cancer Survivors with Radiation Fibrosis Syndrome. In
Seminars in Oncology Nursing. https://doi.org/10.1016/j.soncn.2019.150982
Henke Yarbro, C., Holmes Gobel, B., & Wujcik, D. (2011). Cancer Nursing:
Principles and Practice, Seventh Edition.
Kemenkes RI. (2019). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI:
Beban Kanker di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Kodrat, H., Susworo, R., Amalia, T., & Sabariani, R. R. (2016). Radioterapi
konformal tiga dimensi dengan pesawat cobalt-60. Radioterapi &
Onkologi Indonesia, 7(1), 37-42.
LeMone, Burke, Bauldoff, Gubrud, Jones, L., Berry, B., Carville, Dwyer, Knox,
Moxham, Raymond, Searl, R. (2017). Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking For Person-Centered Care, 3rd Ed. Melbourne: Pearson Australia.
35
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (9th
ed.). St. Louis: Elsevier.
Manosilapakorn, C. (n.d.). Nursing Management for Patients Receiving
Radiotherapy.
National Cancer Institute. (2018). External Beam Radiation Therapy for Cancer.
Retrieved from: https://www.cancer.gov/about-
cancer/treatment/types/radiation therapy/external-beam
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. (2021). Unit Pelayanan Onkologi dan Radiasi.
Retrieved from:
https://www.rscm.co.id/index.php?XP_webview_menu=0&pageid=82
Sharon L. Lewis, Shannon Ruff Dirksen, Margaret McLean Heitkemper, & Linda
Bucher. (2015). Medical-Surgical Nursing: Assessment And Management Of
Clinical Problems.
Shawata, A. S., Akl, M. F., Elshahat, K. M., Baker, N. A., & Ahmed, M. T. (2019).
Evaluation of different planning methods of 3DCRT, IMRT, and
RapidArc for localized prostate cancer patients: Planning and dosimetric
study. Egyptian Journal of Radiology and Nuclear Medicine.
https://doi.org/10.1186/s43055-019-0021-z
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner &
Suddarth’s: Textbok of Medical Surgical Nursing 12th Ed. China: Wolters
Kluwer Health.
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical Surgical Nursing An
Integrated Approach 3rd Ed. USA: Delmar Cengage Learning
36
Wilkes F. Managing drug infusion reactions: focus on cetuximab monoclonal
antibody therapy. Clin J Oncol Nurs. 2008;12:530–532.
Yarbro, C. H., Wujcik, D., Gobel, B. H. (2011). Cancer Nursing Principles and
Practice (Seventh). Jones & Bartelett Publishers.
37