Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MENJELANG AJAL

ONCOLOGI DAN PERAWATAN PALIATIF

OLEH :

KELOMPOK VI

NAMA : MARIA KARLINA NDEE

PO.530321118943

MARIA INGRIDA LAVENIA SUNI

PO.530321118942

KELAS : TINGKAT 4 PPN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROFESI NERS

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan pimpinannya sehingga berkat, rahmat dan hidayah-Nya, makalah tentang “
oncologi dan perawatan paliatif” ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah menugaskan untuk membuat makalah keperawatan
menjelang ajal ini, karena dengan membuat makalah ini kami menjadi semakin memahami tentang
oncologi dan perawatan paliatif.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna dan juga dapat digunakan dengan sebaik–baiknya untuk kemajuan ilmu keperawatan.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….........................................................................................

Daftar Isi……......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………................................................................................

1.2 Tujuan…......................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kanker……....................................................................

2.1.1 Defenisi…………..............................................................................

2.1.2 Faktor Resiko Kanker….....................................................................

2.1.3 Etiologi Kanker…………...................................................................

2.1.4 Masalah Yang Dialami Oleh Pasien Kanker Paliatif..........................

2.1.5 Jenis Terapi Pada Pasien Kanker.........................................................

2.1.6 Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker………................................

2.2 Konsep Perawatan Paliatif.......................................................................

2.2.1 Definisi……………………..…….......................................................

2.2.2 Tujuan Perawatan Paliatif……………………....................................

2.2.3 Prinsip Dasar Perawatan Paliatif……………………...………………

2.2.4 Tim Dan Tempat Perawatan Paliatif…………………………………..

2.2.5 Sumber Daya Manusia…………………………………………………

2.2.6 Lingkup Kegiatan Dan Aspek Perawatan Paliatif……………………..

2.2.7 Sasaran Kebijakan Perawatan Paliatif………………………………….

2.2.8 Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN......................................................................................

3.2 Saran……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di Indonesia, sebagian besar penyakkit kanker ditemukan pada stadium lanjut, di tambah
ddengan ditemukan dengan kasus-kasus yang tidak mendapatkan pengobatan kanker
menyebabkan angka harapan hiodup yang lebih pendek. Pasien-pasien dengan kondisi tersebut
mengalami penderitaan yang memerlukan pendekatan terintegrasi berbagai disiplin agar pasien
memiliki kualitas hidup yang baik dan pada kahirnya meninggal secara bermartabat. Integrasi
perawatan paliatif ke dalam tahta laksana kanker terpadu telah lama dianjurkan oleh badan
kesehatan duniawi, WHO, sering dengan terus meningkatkan pasien kanker dan angka
kematian akibat kanker. Penatalaksanaan kanker telah berkembang dengan pesat. Walaupun
demikian, angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker belum seperti yang
diharapkan. Sebagian besar pasien kanker akirnya akan meninggal karna penyakitnya. Pada saat
pengobatan kuratif belum mampu memberikan kesembuhan yang diharapkan dan usaha
preventif baik primer maupun sekunder belum terlaksana dengan baik sehingga sebagian besar
pasien ditemukan dalam stadium lanjut, pelayanan paliatif sudah semestinya menjadi satu-
satunya layanan frakmatios dan jawaban mahasiswi bagi mereka yang mebderita akibat
penyakit-penyakit tersebut diatas.

Sebagai disiplin ilmu kedokteran yang relative baru, pelayanan paliatif merupakan filosofi dan
bentuk pelayanan kesehatan yang perlu terus dikembangakan, sehingga penatalaksanaan pasien
kanker menjadi efektif dan efisien.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui tentang oncologi dan perawatan paliatif

1.2.2 Tujuan khusus

 Mahasiswa dapat mengetahui konsep-konsep kanker

 Mahasiswa dapat mengetahui konsep-konsep perawatan paliatif


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR KANKER

2.1.1 DEFENISI

Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim paliatif untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien dengan mencegah dan
mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan
nyeri dan masalah masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual, dan pelayanan
masa duka cita bagi keluarga.

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.

Tujuan perawatan pliatif adalah untuk mengurangi penderitaan, memperpanjang umur,


meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan support kepada keluarga penderita. Meski
pada kahirnya penderita meninggal, yang terpenting sebelum meninggal penderita siap secara
psikologis dan spiritual serta tidak stress menghadapi penyakit yang dideritanya.

Penyakit kanker merupakan suatu penyakit akibat pembelahan sel jaringan tubuh yang
tidak terkendali. Kemampuan sel dalam membelah dan mengendalikan pertumbuhan sel
terganggu akibat adanya sel-sel jaringan tubuh tidak normal. Sel-sel kanker bersifat
menyusup ke jaringan se kitarnya (invasive) seperti pada jaringan ikat, darah serta organ-
organ penting lainnya.

2.1.2 FAKTOR RESIKO KANKER

The International Agency for Research on Cancer (IARC) mengemukakan bahwa


factor resiko terjadinya kanker adalah factor lingkungan, faktor pekerjaan dan pola hidup
yang buruk. Faktor lingkungan yang berperan sebagai faktor penyebab kanker ada 42
jenis zat karsinogenik yang terdapat dalam lingkungan hidup kita yang termasuk dalam
lingkungan fisik, lingkungan kimia,dan lingkungan biologi. Karsinogen alamiah yang
ada disekitar kita seperti asbes, krom, nikel, zat radioaktif dan sebagainya. Senyawa kimia
yang bersifat karsinogenik di lingkungan kita seperti garamnitrat dangan ramnitrit yang
dapat bersenyawa dengan amin membentuk nitrosamin. Faktor fisika diantaranya radiasi,
medan listrik, dan tegangan tinggi.

Faktor pekerjaan berisiko terhadap kejadian kanker dan dapat terjadi akibat kontak
yang terlalu lama dengan pekerjaan. Karsinogen ini disebut sebagai karsinogen pekerjaan.
Ada 8 jenis karsinogen yang masuk dalam daftar penyakit pekerjaan seperti kanker
kandung kemih akibat benzidin, kanker paru dan mesotelioma akibat asbes, leukemia
akibat benzena, kanker paru dan kulit akibat arsen, hemangiosarkoma hati akibat
kloretena, kanker paru akibat buangan kompor batu bara, dan kanker paru akibat
senyawaan kromat.
Pola hidupyang burukjuga menjadifaktorresiko terjadinyapenyakit kanker.
Faktor ini dihubungkan dengan latar belakang masyarakat, perilaku sosioekonomi
masyarakat lingkungan, kebiasaan, kesukaan, hubungan sosial, norma, dan lain-
lain. Pola hidup yang berpengaruh pada timbulnya tumor yaitu merokok, minuman
keras, minum teh, pola diet dan masukan nutrisi, dan faktor biologis dan genetik.

2.1.3 ETIOLOGI KANKER

Ada tiga golongan karsinogen yang menjadi penyebab terjadinya kanker yaitu:

1. Karsinogen kimiawi

Menurut mekanisme kerjanya maka karsinogen kimiawi dibagi menjadi tiga


jenis yaitu:

a. Karsinogen langsung

Karsinogen langsung adalah zat yang masuk secara langsung ke


dalam tubuh dan langsung bekerja dalam sel tubuh tanpa terlebih dahulu
mengalami proses metabolisme. Sifat karsinogenik zat ini kuat, efeknya
cepat, dan sering digunakan untuk riset karsinogenesis in vito.

b.Karsinogen tidak langsung

Karsinogenik tidak langsung adalah zat karsinogen yang masuk ke


dalam tubuh dan mengalami aktivasi kerja enzim oksidase multifungsi
mikrosomal dalam tubuh menjadi bentuk kimiawai aktif dan berfungsi
sebagai karsinogenik

c.Zat pemacu kanker

Zat ini disebut juga promotor kanker. Zat ini tidak dapat secara
langsung menjadi kanker dan tetapi bekerja memicu karsinogen lain
menjadi pemicu kanker. Zat ini biasanya ditemukan pada minyak
kroton, sakarin, dan fenobarbital

Berdasarkan hubungan dengan manusia maka karsinogen kimiawai


dapat dibagi menjadi karsinogen defenitif, karsinogen suspek, dan
karsinogen potensial.

2. Karsinogen fisika

Karsinogen fisika terbagi menjadi dua bagian yaitu radiasi pengion dan sinar
ultraviolet.

a. Radiasi pengion

Merupakan karsinogen yang terpenting terutama radiasi elektromagnetik


bergelombang pendek dan berfrekuensi tinggi serta radiasi elektron, proton,
netron, partikel alfa, dan lain-lain. Kontak jangka panjang dengan radium,
uranium, radon, kobal, stronsium, dan isotop radioaktif lain dapat
menyebabkan kejadian kanker. Kanker yang berkaitan dengan radiasi antara
lain: kanker kulit, leukemia, kanker tiroid, kanker paru,kanker mamae, tumor
tulang, mieloma multifel dan limfoma, dan tumor lainya.

b. Sinar ultraviolet

Sinar Ultra violet juga bersifat karsinogenik bagi kulit manusia jika terpapar
terlalu lama. Kanker kulit akibat sinar ultraviolet terkait dengan terbentuknya
pirimidin dimer pada DNA. Sehingga dimer tidak tereliminasi secara efektif
dan menimbulkan perubahan struktur gen dan kekeliruan replikasi DNA

3. Virus karsinogen

Apabila kita mendengar kata Virus kita mungkin hanya berfikir gejala minor
yang sementara seperti demam yang terjadi. Namun, berdasarkan penelitian telah
dibuktikan transmisi informasi, siklus sel, mekanisme sel, sampi timbulnya
kanker akibat virusonkogenik. Penelitian juga membuktikan pola interaksi
anatara faktor lingkungan dan faktor genetik hospes. Perkembangan ini sangat
memperkaya pemahaman mekanisme molekular karsinogenesis virus Virus tumor
adalah jenis virus yang menimbulkan tumor pada tubuh dan membuat sel berubah
jadi ganas. Berdasarkan asam nukleat yang dikandung di dalamnya maka virus
tumor dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu virus tumor RNA dan DNA. Yang
termasuk ke dalam virus DNA yaitu: papovavirus, adonovirus, herpesvirus, virus
hepatitis B, dan jenis poksvirus. Sementara virus RNA tumorigenik yaitu
morfologi virus A, B, C, D, virus nondefek dan defek, virus RNA tumorigenik
akut dan kronis, retrovirus jenis transduksi, cis- aktivasi, dan trans-aktivasi

2.1.4 MASALAH YANG DIALAMI OLEH PASIEN KANKER PALIATIF

Penelitian dari Ronis (2008) menjelaskan bahwa kanker sangat mempengaruhi


kualitas hidup pasien kanker kepala. Pasien kanker kepala contohnya sering mengeluh
nyeri pada daerah kepala dan leher, penurunanan indra penglihatan, pengecapan dan
penciuman, rambut rontok, mulut pahit, tidak nafsu makan, dan sulit menelan. Ada 5
masalah fisik yang pada umumnya dikeluhkan oleh pasien kanker adalah nyeri,
fatique, cachexia, anemia dan infeksi.

1. Nyeri

Nyeri merupakan gejala yang paling sering pada klien dengan perawatan
paliatif. Nyeri pada klien paliatif tidak hanya respon fisik terhadap gangguan atau
penyakit yang mendasarinya, namun akibat dari berbagai dimensi emosional
intelektual, perilaku, sensori, dan juga budaya klien (Black dan Hawks, 2014;
Wilkie &Ezenwa, 2012). Bial (2007) dalam Rome et al (2011) juga menjelaskan
bahwa nyeri pada pasien kanker dengan paliatif terdiri dari akumulasi jumlah rasa
sakit fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Dengan demikian, pengalaman
nyeri pada klien paliatif berbeda dengan pengalaman nyeri pada klien dengan non
paliatif. Oleh karena itu penanganan nyeri yang diberikan hanya untuk mengontrol
nyeri bukan untuk menyembuhkan.

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan farmakologi dan nonfarmakologi.


Penanganan nyeri dengan farmakologi pada pasien paliatif sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh WHO yaitu nyeri ringan (skala 1-3) menggunakan
acetaminophen atau NSAID. Sedangkan nyeri ringan sampai sedang (skala 4-7)
penanganan yang paling tepat adalah dengan menggunakan analgesik jenis opioid
lemah dan acetaminophen atau NSAID +/- adjuvant. Dan yang terakhir nyeri sedang
sampai berat (8-10) menggunakan jenis opioid kuat dan acetaminophen atau
NSAID+- adjuvant. Sekitar 75%-85% dari pasien yang mengalami nyeri dapat
dikontrol dengan obat oral, melalui rektum dan juga. Sedangkan penanganan nyeri
nonfaramakologi yang dapat diberikan adalah pemberian analgeti untuk menangani
nyeri seperti terapy fisik yakni pijat, akupuntur, olahraga, latihan ROM passive,
kompres hangat, dan juga imobilisasi

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang sering kontak dengan pasien memiliki
peranan dalam dapat memberikan intervensi untuk mengontrol nyeri. Ada dua jenis
nyeri kronik yang ada pada pasien kanker yakni nyeri nociceptive dan neuropathic
(Mahfud, 2011). Nyeri kronik nociceptive disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan
dan biasanya digambarkan dengan tajam, sakit dan nyeri berdenyut. Nyeri ini
disebabkan oleh sel kanker yang berkembang yang dapat menyebar ke tulang, otot
atau sendi yang menyebabkan penyumbatan. Nyeri Neuropatic disebabkan oleh
adanya kerusakan saraf yang berhubungan dengan sumsum tulang belakang, otak,dan
organ internal. Kekurangan nutrisi, adanya infeksi dan racun dapat merusak jalur saraf
sehingga menimbulkan nyeri, tumor juga dapat menekan saraf sehingga
menimbulkan nyeri. Nyeri ini dapat digambarkan dengan nyeri seperti terbakar
atau berat, mati rasa disepanjang saraf yang terkena (Metronic, 2016).

Perawat harus mampu membedakan nyeri tersebut pada pasien kanker sehingga
intervensi yang diberikan tepat. Hampir 80% nyeri pada kanker berbeda dalam satu
waktu. Oleh karena itu perawat harus mampu membedakan jenis nyeri yang dialami
oleh pasien. Dalam mengontrol nyeri, perawat berperan dalam percaya pada pasien,
mengkaji nyeri, mengidentifikasi akar masalah, membuat rencana asuhan
keperawatan, menyediakan obat, mengevaluasi efektivitas pengobatan, memberikan
pengontrolan nyeriyang tepat. Menurut Mahfud (2011) dalam mengontrol nyeri
kanker, perawat harus mengetahui kebutuhan status psikologi pasien, nyeri kanker,
penanganan nyeri, efek yang menyebabkan nyeri tidak terkontrol, dan budaya pasien.

2. Dispneu

Dispneu merupakan gambaran subjektif yang dirasakan oleh klien yang


ditandai dengan sulit untuk bernapas. Dispneu terjadi pada 50-70%klien yang berakhir
masa hidupnya (Black dan Hawks, 2014). Perawat melakukan pengkajian yang
meliputi data subjektif dan juga objektif serta mengidentifikasi penyebab dasar dari
dispneu tersebut. Data ini dapat membantu menetapkan intervensi yang tepat yang
akan dilakukan pada klien. Manajemen dispneu yang dapat dilakukan perawat adalah
memberikan posisi yang nyaman bagi klien, serta berkolaborasi pemberian medikasi
seperti opioid, agen antiansietas, bronkodilator, kortikostreoid, antibiotik dan terapi
oksigen.

3. Delirium

Delirium merupakan salah satu komplikasi yang umum terjadi dari penyakit pada
penyakit stadium lanjut seperti kanker serviks. Delirium bersifat reversible dan dapat
dikaji diawal dengan menggunakan pengkajian Mini Mental State Examination
(MMSE). Instrumen ini umum digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan kognitif
seperti orientasi, perhatian.

Seringkali sulit membedakan gejala delirium dengan depresi dan demensia. Disini
analisis perawat dibutuhkan untuk membedakan delirium dan dimensia agar intervensi
yang diberikan tepat. Ada tiga kriteria delirium menurut diagnostic and statistical manual
of mental disorder (DSM-IV-TR) dalam Black dan Hawks (2014) yang pertama adalah
gangguan pada tingkat kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk fokus,
mempertahankan atau mengalihkan perhatian, yang kedua adanya perubahan pada kognisi
(defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau berkembangnya gangguan perceptual,
dan yang terakhir perkembangan gangguan pada periode singkat (hitungan jam hingga
hari) dan tendensi yang berfluktuasi dari hari kehari. Kriteria ini dapat diidentifikasi
perawat pada klien, sehingga dapat menentukan intervensi yangtepat.

Ada beberapa delirium bersifat reversible. Olehkarena itu pendekatan awal penting
digunakan untuk mengidentifikasi penyebab yang reversible seperti medikasi, hipoksia,
dehidrasi dan penyebab metabolik (hipekalemia dan hiponatremia, sepsis dan
meningkatnya tekana intracranial akibat metastase penyakit. Ketika penyebab reversible
dapat di identifikasi kemungkinan dapat mengurangi prognosis buruk dari delirium.

4. Depresi

Depresi merupakan hal yang umum terjadi pada pasien stadium lanjut, kan
tetapi hal ini kadang jarang diidentifikasi perawat karena sulit membedakan gejalanya
dengan penyakit terminal seperti turunnya berat badan, insomnia, anoreksi, dan
keletihan. Indikator manifestasi klinis dari depresi adalah perubahan suasana hati,
merasa tidak memiliki harapan, tidak berharga atau perasaan yang bertumpuk,
munculnya harapan-harapan kematian seperti ingin bunuh diri (Black dan Hawks,
2014). Beberapa manifestasi ini dapat membantu perawat dalam mengidentifikasi
lebih mudah depresi klien, sehingga depresi dapat berkurang dan semangat hidup
klien dapat meningkat.

5. Keletihan dan kelemahan

Keletihan dan kelelahan dapat dikaitkan dengan keganasan yang sudah stadium
lanjut. Klien biasanya menggambarkan keletihan sebagai kelelahan,
keletihan,kelemahan, hilangnya energy, peningkatan keinginan untuk istirahat atau
tidur, hilangnya motivasi, hilangnya kapasitas untuk memperhatikan atau suasana hati
yang menggangu (Black dan Hawks, 2014). Hal ini merupakan pengalaman subjektif
klien yang harus dikaji perawat agar dapat diberikan intervensi yang tepat karena
keletihan dari klien bersifat reversibel. Perawat dapat mengkaji penyebab keletihan
klien seperti efek samping dari obat. Jika memungkinkan obat tersebut dapat
dikurangi dosisnya. Selanjutnya jika yang menyebabkan keletihan adalah anemia,
maka dapat kolaborasi dengan disiplin ilmu lain untuk transfuse darah. Keletihan juga
dapat disebabkan oleh kemoterapi yang dilakukan klien. Perawat dapat memberikan
intervensi untuk mengatasi keletihan seperti konseling, edukasi, relaksasi, dan pijat.

6. Gangguan tidur

Tidur merupakan kebutuhan dasar setiap manusia baik sehat maupun sakit. Kebutuhan
ini sering terabaikan pada klien dengan penyakit terminal atau kanker stadium lanjut,
karena dianggap bagian sakit. Padahal tidur sangat penting bagi klien karena
berpengaruh pada fungsi penyembuhan dan proteksi tubuh klien dari cedera dan infeksi
jaringan. Ada beberapa faktor penyebab gangguan tidur yaitu nyeri, mual dan
muntah, gatal, masalah-masalah pernapasan, medikasi (kortikosteroid, bronkodilator,
antihipertensi), gangguan metabolic, faktor psikologis (ansietas, dan depresi) dan
delirium (Black dan Hawks, 2014). Perawat dapat mengkaji gangguan tidur pada klien
dengan mengevaluasi waktu tidur biasa klien, ada atau tidak masa terbangun pada
malam hari, waktu biasanya klien terbangun malam hari, frekuensi dan lama tidur siang
dan penyebab gangguan tidur yang dapat didentifiksi klien.

Perawat dapat memberikan intervensi untuk mengurangi gangguan tidur klien


dengan berkolaborasi menghentikan obat-obatan penyebab gangguan tidur jika
memungkinkan. Selain itu, strategi untuk mengurangi gangguan tidur juga dapat
dilakukan meliputi membuat jadwal tidur teratur, beraktivitas disiang hari, tidur siang
jika perlu saja, meminimalisasi gangguan di malam hari, dan menghindari stimulan
(kafein dan nikotin) dimalam hari. Berbagai strategi tersebut dapat dilakukan kepada
klien sesuai dengan toleransi klien.

7. Kaheksia

Kaheksia merupakan sindrom yang kompleks yang berhubungan dengan


perubahan metabolik, penyusutan lemak dan otot, kehilangan nafsu makan, dan
kehilangan berat badan secara tidak sengaja. Kaheksia sering dihubungkan dengan
gejala mual kronis dan konstipasi. Beberapa penelitian mengidentifikasi bahwa
kaheksia disebabkan karena bebarapa sitokinase, seperti alfa nekrosis tumor,
interleukin-1, interleukin-6, dan interferon. Subtansi ini diperkirakan meningkatkan
metabolisme dan mengganggu penyimpanan lemak, dan mengakibatkan hilangnya
protein pada otot (Black dan Hawks, 2014).

Kaheksia melebihi kelaparan, kaheksi tidak akan dapat kembali kekondisi


semula walaupun diberikan makanan yang cukup. Olehkarena itu intervensi yang
tepat diberikan oleh perawat kepada klien adalah makan sedikit tapi sering dengan
mengutamakan kenyamanan klien yakni dengan makanan yang klien suka tanpa
melihat nilai nutrisinya. Selain itu, melakukan perawatan mulut yang baik,
mempertahankan kondisi sekitar yang nyaman dan menyenangkan bagi klien
merupakan intervensi yang dapat mendukung kenyamanan klien.

Selain masalah fisik, pasien kanker juga mengalami masalah psikologis yang
perlu diperhatikan oleh perawat. Pasien kanker sering mengalami kesendirian dan
depresi. Pada penelitian Wolf (2008) keluarga pasien kanker menyatakan bahwa saat
bulan terakhir kehidupan pasien kanker Paliatif, mereka sering mengalami gangguan
psikologis seperti sedih, cemas, takut dan insomnia. Banyak pasien kanker paliatif
mengeluh tentang masalah yang dideritanya, mulai dari masalah fisik, psikososial
spiritual dan beberapa masalah lainnya

2.1.5 JENIS TERAPI PADA PASIEN KANKER

Untuk mengatasi penyakit kanker, terdapat beberapa terapi dengan tujuan


sebenarnya adalah untuk paliatif paliatif pada pasien kanker

1. Pembedahan

Pembedahan memberikan kemungkinan terbaik bagi penyembuhan tumor atau


meringankan penderitaan pasien. Pengangkatan tumor seluruhnya dapat diakukan
apabila yang dihadapi adalah tumor stadium awal yang berbatas tegas. Namun
ketika tumor telah bermetastasis atau tumor ganas, maka dapat dilakukan terapi
dengan pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pasien akibat
tumor yang telah bermetastase telah menekan saraf disekitarnya

Pembedahan pada kanker stadium lanjut terbatas dan untuk mengurangi beban
pasien yang bertujuan untuk memperpanjang kelangsungan hidup dan
meningkatkan kualitas hidup dalam perawatan paliatif. Lesi metastasis yang
sering dilakukan pembedahan antara lain kanker paru-paru, hati, nodul otak, ini
dapat dihilangkan untuk mengontrol gejala yang ditimbulkan. Jika ada harapan
penyembuhan maka pembedahan paliative akan diikuti dengan terapi lanjutan
seperti kemoterapi dan radioterapi

Pembedahan pada pasien kanker perlu pertimbangan yang baik berdasarkan data,
karakteristik tumor, karakteristik pasien dan faktor lingkungan. Perlu pengetahuan
yang baik bagaimana dampak pada pasien sebelum dan sesudah pembedahan
keuntungan yang paling banyak yang dialami oleh pasien. Berhubungan juga
dengan usia pasien, status kesehatan, prioritas terapi, riwayat kesehatan terdahulu,
status emosional yang perlu dikaji pada pasien yang akan menjalani pembedahan

2. Terapi radiasi
Terapi radiasi berfungsi menghancurkan sel-sel tumor menggunakan radiasi
ionisasi. Radiasi biasanya digunakan sebagai tindakan tambahan pada
pembedahan, untuk memperkecil ukuran tumor atau tujuan-tujuan paliatif.
Namun efek sampingnya adalah dapat membuat sel normal dapat terbunuh akibat
terapi radiasi. Selain itu dapat terjadi pembentukan jaringan parut pada jaringan
normal, timbul fibrosis dan penurunan fungsi organ. Sekitar 60 persen pasien
kanker biasanya akan di rawat dengan terapi radiasi.

Terapi radiasi dapat digunakan sebagai penatalaksanaan primer, adjuvan,


atau paliatif. Radiasi sebagai terapi primer dilakukan untuk mendapatkan
kesembuhan lokal dari kanker. Radiasi sebagai terapi tambahan diberikan
sebelum dan sesudah operasi untuk membantu dalam menghancurkan sel kanker
dan dapat dipakai beriringan dengan kemoterapi untuk terapi penyakit pada
tempat yang tidak dapat diakses pada kemoterapi. Radiasi sebagai terapi paliatif
dipakai untukmengurangi nyeri yang berhubungan dengan obstruksi, fraktur
patologis, kompresi spinal. Radiasi tidak dapat digunakan pada kondisi kanker
yang sudah menyebar karena akan meyebabkan banyak kerusakan jaringan
normal.

Pengobatan dengan radiasi dapat memberikan efek samping baik lokal


maupun general. Beberapa efek samping general menyebabkan gangguan pada
kulit, reaksi kulit akibat radiasi dapat berupa erythema atau hiperpigmentasi,
dermatitis, dry desquamation atau moist desquamation. Reaksi kulit pada radiasi
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien yang bersumber dari nyeri atau
ketidaknyamanan, keterbatasan aktivitas sehari-hari. Selain gangguan kulit efek
samping lainya adalah fatique dan supresi sumsum tulang. Fatique merupakan
gejala yang paling sering dialami pasien sebagai efek samping pengobatan yang
dialami 90% pasien kanker. Beberapa studi menunjukan fatiq meningkat saat
menjalani terapi radiasi. Reaksi hematologi selama radiasi berupa leukopeni,
trombositopeni yang dapat menyebabkan infeksidan perdarahan pada pasien

Efek samping lokal pada pasien yang menjalani radiasi bergantung pada
tempat dilakukan radiasi. Radiasi yang dilakukan pada kepala dan leher dapat
menyebabkan mukositis, xerostomia (mulut kering) sebagai salah satu yang
paling memberatkan, perubahan rasa caries gigi dan membusuk,
osteoradionecrosis. Efek samping pada radiasi dada menyebabkan esophagitis,
batuk yang tidak produktif, pneumonitis, fibrosis. Efek samping pada radiasi
abdomen mual dan muntah. Radiasi pelvis menyebabkan diare, cystitis, disfungsi
ereksi, dapat menyebabkan infertil. Pada otak dapat menyebabkan cerebral
edema, alopecia, iritasi pada kulit kepala, disfungsi kognitif

Perawat memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang hal yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalani radiasi yakni 5 hari setiap
minggu selama 7 minggu. Hal yang harus diketahui oleh keluarga dan pasien
adalah tentang perawatan kulit yang diradiasi seperti hanya boleh mencuci
bagian yang diradiasi dengan air bersih, tidak boleh menggunakan sabun dan
dilarang memberikan obat- obatan, bedak tabur, dan juga pelembab kulit Bagian
yang diradiasi juga tidak boleh di gosok oleh pasien, jika terjadi perubahan kulit
yang serius, anjurkan keluarga untuk melaporkan ke bagian radiologis. Pasien
dianjurkan menggunakan pakaian yang lembut selama dilakukan radiasi, lindungi
kulit dari paparan matahari setelah di radiasi dan selama satu tahun setelah terapi
radiasi diberhentikan. Tutup kulit dengan pakaian yang tertutup setelah diradiasi
dan pasien harus istirahat yang cukup dan makan dengan diet yang seimbang.
Radiasi eksternal tidak beresiko terhadap orang lain yang kontak dengan pasien.

3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obat anti kanker dalam bentuk kapsul
atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Kemoterapi
berdampak membunuh sel kanker dan dapat menurunkan metastase. Kemoterapi
sering digunakan sebagai tambahan pembedahan, dan juga digunakan untuk
tujuan-tujuan paliatif. Terapi ini menyebabkan penekanan sumsum tulang, yang
menyebabkan kelelahan, anemia, kecenderungan perdarahan dan peningkatan
risiko infeksi. Tujuan kemoterapi adalah menghancurkan sel-sel tumor tanpa
kerusakan berlebih pada sel-sel normal. Beberapa jenis kanker dapat
disembuhkan dengan kemoterapi bahkan stadium lanjut hanya 10% dari semua
jenis tumor. Penggunaan obat kemoterapi ditujukan dalam tiga area yaitu kuratif,
kontrol dan paliatif. Pemberian obat kemoterapi pada area paliatif tidak dapat
memberikan hasil yang maksimal, tetapi hanya dapat berperan menguarangi
gejala dan memperpanjang waktu survival.

Menurut asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya obat kemoterapi
dapat dibagi menjadi 7 golongan. Golongan alikator memiliki gugus alkilator yang
aktiv, efek sitotoksik zat alikator terutama melalui pembentukan ikatan silang
langsung molekul DNA dan protein sehingga dapat merusak sel yang berdampak
pada kematian sel. Golongan antimetabolit melakukan fungsinya dengan cara
menghambat pembentukan sintesis DNA, RNA dan makro molekul protein. Golongan
antibiotik menyebabkan terpisahnya rantai DNA dan mengganggu transkrip DNA dan
produksi mRNA. Golongan inhibitor protein mikrotubuli bekerja dengan berikatan
dengan protein mikrotubuli inti sel tumor, menghambat sintesis dan polimeriasi
mikrotubuli sehingga mitosis selberhenti.
Golongan inhibitor topoisomerase menghambat pertautan rantai ganda pada
waktu replikasi DNA sehingga rantai ganda terputus. Golongan hormon berikatan
dengan reseptor yang sesuai dalam sel tumor. Digunakan terutama pada kanker
payudara dan kanker prostat yang disebabkan oleh hormonal. Golongan target
molekul obat jenis ini berbeda dengan obat sitostatika. Obat ini secara spesifik
tertuju menghambat gen yang vital untuk berkelanjutan dan proliferasi sel kanker
yang terkena

Pemberian obat kemoterapi memberikan efek toksik baik pada sel kanker
maupun sel normal. Efek toksik kemoterapi terdiri dari efek jangka pendek dan
jangka panjang. Efek jangka pendek antara lain depresi sumsum tulang
menimbulkan kejadian leukopenia, trombositopenia dan anemia dengan derajat
bervariasi. Reaksi gastrointestinal menimbulkan mual, muntah dan diarea dengan
derajat variasi yang berbeda. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan infeksi virus
hepatitis laten memburuk dan menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut.
Gangguan fungsi ginjal yang dapat merusak parenkim ginjal, nefropati asam urat,
oliguri dan uremia sehingga diperlukan pengkajian yang memadai dan rehidrasi yang
sesuai. Reaksi kardiotoksisitas, pulmotoksisitas dan neurotoksisitas menyebabkan
insufisiensi jantung, kerusakan parenkim paru, pneumonitis, perineuritis. Reaksi
alergi dapat menimbulkan menggigil, syok anafilaktik, odema. Efek jangka panjang
menyebabkan karsinogenisitas dapat terjadi setelah beberapa tahun menyebabkan
terjadinya tumor primer kedua. Infertilitas dapat terjadi jangka panjang pada obat
kemotrapi menekan fungsi spermatozoa dan ovarium.

Pada penatalaksanaan kemoterapi, perawat memiliki peran dalam mengelola


efekkemoterapi tersebut dan juga memberikan edukasi kepada pasien
sepertimemberikan dukungan emosional kepada pasien, memaparkan bahwa perawat
harus memiliki kompetensi komunikasi yang baik dalam memberikan informasi
terkait kemoterapi. Perawat juga harus mampu mengkaji pasien terkait bio-psiko-
sosial. Selain itu perawat juga harus memiliki pengetahuan yang baik tentang obat-
obatan kemoterapi terkait jenis dan efek samping obat. Informasi tentang efek
samping obat dan juga dukungan emosional sangat dibutuhkan pasien yang menjalani
kemoterapi. Efek samping obat kemoterapi dapat menyebabkan perubahan dalam
penampilan fisik pasien, sehingga dibutuhkan pendampingan dan dukungan dari
perawat dan orang-orang sekitar untuk meningkatkan percaya diri pasien terhadap diri
pasien

4. Imunoterapi

Imunoterapi adalah bentuk terapi kanker yang digunakan untuk metastasis yang
bersembunyi. Imunoterapi dapat merangsang sistem kekebalan tubuh agar berespon
secara lebih agresif terhadap tumor yang dapat diserang oleh antibodi.
Pengobatan pasien untuk penyembuhan pasien pada pasien kanker paliatifsudah tidak mungkin
diberikan. Penting sekali perawat berfokus untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidup
pasien. Perawat harus dapat melihat masalah pasiensecara multidimensi yaitufokus pada
masalah pribadi pasien, penyakitnya, lingkungan sosialnya, harapan dan kebutuhan mereka
sekarang dan yang akan datang ketika mendekati kematian.
Adanya kanker di dalam tubuh pasien dan efek terapi pengobatannya memberikan pengaruh
yang nyata pada penurunan kualitas hidup pasien.
Pemilihan terapi yang tepat pada penderita kanker merupakan masalah yang
tidak mudah untuk ditanggulangi. Terapi kanker yang dipilih harus sesuai prinsip
paliatif yaitu sesuai dengan kebutuhan pasien dan dapat memperbesar angka harapan
hidup (life expectancy), mengatasi gejala dan keluhan pasien serta meningkatkan
kualitas hidup pasien (quality of life). Ketika tindakan penyembuhan tidak
memungkinkan lagi akibat stadium kanker pasien sudah mencapai tahap terminal,
maka pasien kanker dapat diberikan perawatan paliatif dengan porsi yang lebih besar
agar pasien memperoleh kenyamanan dan mengatasi keluhan.

Ketika keadaan umum pasien memburuk dan keluhan tampak sering terjadi,
maka perlu dipersiapkan kebutuhan perawatan khusus untuk pasien kanker dengan
kondisi terminal. Kebutuhan-kebutuhan khusus meliputi tindakan untuk mengatasi
keluhan fisik psikososial, spiritual dan berkomunikasi yang efektif dengan anak dan
keluarga untuk menjelaskan tentang kondisi penyakitnya. Menurut Aslakson et all
(2012) kebutuhan pasien kanker Paliatif meliputi pencegahan dan mengatasi nyeri
serta keluhan lain, mendukung keluarga dan caregiver untuk melakukan perawatan
paliatif di rumah, memberikan informasi tentang perawatan paliatif hospis atau home
care, menjaga emosi dengan baik, mempertahankan fungsi dan kelangsungan hidup
lebih lama.
Tujuan perawatan kanker Paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup pasien di
akhir kehidupannya, maka untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan tersebut,
sebaiknya pasien dipersiapkan untuk menerima perawatan paliatif. Perawatan paliatif
diberikan pada semua pasien yang didiagnosa kanker dengan tujuan untuk membantu
mengatasi keluhan, dan disaat penyakitnya mengalami keganasan sehingga tidak bisa
disembuhkan, serta diberikan saat didiagnosa ataupun selama mengalami
kekambuhan.
2.1.6 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER
Kualitas hidup merupakan istilah yang sering kali digunakan untuk menyatakan
status kesehatan seseorang, status fungsional fisik, kemampuan menyeseuaikan diri
terhadap kondisi psikososial dan gejala yang muncul, kondisi sehat sejahtera,
kenyamanan dalam hidup atau kebahagiaan.

World Health Organization (WHO, 2014) menyatakan kualitas hidup


merupakan persepsi dari individu yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk
melakukan bermacam- macam peran kepuasan dalam melakukan sesuatu sesuai
konteks budaya.

Kanker, penyakit kronik jenis yang dialami individu akan mampu


mempengaruhi kehidupan orang lain, diantaranya bagi pasien dan keluarga
penderita itu sendiri. Kualitas hidup penderita kanker juga terpengaruh oleh
adanya penyakit tersebut. Misalnya saja selama dalam pengobatan. Pengobatan
kanker berpotensial mempengaruhi seluruh aspek kualitas hidup. Selama
pengobatan, sebagian besar individu merasakan keterbatasan fisik, merasa lelah
dan kekurangan energi. Selain itu juga merasakan gejala dan efek samping yang
tidak menyenangkan, termasuk nausea, luka di mulut, alopesia (kehilangan rambut
seluruh badan) dan gangguan kulit. Individu juga mengalami perubahan dalam
nafsu makan, gangguan dalam pemilihan rasa, dan kombinasi luka di mulut .
Kemoterapi dapat mempunyai efek yang signifikan terehadap suasana hati.
Keluarga pasien kanker melaporkan anggota keluarganya mengalami gangguan
tidur dan lesu.

Larasati (2009) menyatakan pasien kanker dengan kualitas hidup positif terlihat
dari gambaran fisik pasien kanker yang selalu menjaga kesehatanya. Dalam aspek
psikologis pasien berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah, hubungan sosial
pasien baik dengan banyaknya teman yang dimilikinya, lingkungan mendukung dan
memberi rasa aman kepada pasien. Pasien dapat mengenali diri sendiri, pasien mampu
beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, pasien mempunyai perasaan kasih
kepada orang lain .

2.1.7 PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER

Kualitas hidup dapat menjadi suatu prediktor dari suatu keberhasilan perlakuan yang
diberikan dan beberapa studi menemukan beberapa faktor pengukuran kualitas hidup
secara umum seperti kesejahteraan fisik, mood, dan rasa nyeri merupakan beberapa
faktor yang penting untuk diukur. Namun, pengukuran kualitas hidup juga tidak dapat
dikatakan membentuk suatu persepsi pasien secara dini sebagai bentuk dari progres
suatu penyakit atau status kualitas hidup merupakan suatu hal yang kemudian akan
mempengaruhi perjalanan penyakit.

Menurut Ware dan Sherbourne, kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan
instrumen pengukuran kualitas hidup yang telah diuji dengan baik. Suatu instrumen
pengukuran kualitas hidup yang baik perlu memiliki konsep, cakupan, reliabilitas,
validitas dan sensitivitas yang baik pula .

Secara garis besar, instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup
dibagi menjadi dua macam, yaitu instrumen umum dan instrumen khusus. Instrumen
umum ialah instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup secara umum
pada penderita dengan penyakit kronik. Instrumen ini digunakan untuk menilai secara
umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan, dan kekhawatiran yang
timbul akibat penyakit yang diderita.

Beberapa instrumen pengukuran kualitas hidup diantaranya :

a. Instrumen The World Health Organization Quality of Life-BREF

World Health Organization Quality of Life-BREF (WHOQOL-


BREF) adalah instrumen pengukuran kualitas hidup dari WHO yang
merupakan instrumen singkat dari WHOQOL-100. Instrumen ini dipakai
secara luas untuk berbagai macam penyakit yang terdiri atas 24 facets
yang mencakup 4 domain, yaitu : kesehatan fisik yang terdiri dari dua
pertanyaan, psikologi terdiri dari enam pertanyaan, hubungan sosial
terdiri dari tiga pertanyaan, dan lingkungan yang terdiri dari delapan
pertanyaan. WHOQOL-BREF juga mengukur dua facets dari kualitas
hidup secara umum, yaitu : kualitas hidup secara keseluruhan dan
kesehatan secara umum
b. Instrumen European Organization for the Research and Threatment of
Cancer Quality of Life Quistionnaire C30 (EORTC QLQ – C30)
European Organization for the Research and Threatment of
Cancer Quality of Life Quistionnaire C30 (EORTC QLQ – C30) adalah
instruman spesifik pengukuran kualitas hidup yang digunakan untuk
pasien kanker. Instrumen ini merupakan versi terbaru dari sebelumnya
yaitu QLQ – C36 yang dikembangkan pada tahun 1987. Kuesioner ini
merupakan hasil studi lapangan internasional tentang pengaruh kanker
terhadap kualitas hidup. Kuesioner EORTC QLQ – C30 didesain untuk
pengukuran spesifik kanker, dalam struktur multidimensional, sesuai
untuk administrasi diri dan dapat digunakan pada berbagai budaya.
Instrumen EORTC QLQ – C30 berisi 30 pertanyaan, terdapat dua
pertanyaan yang mengarah pada kepuasan status kesehatan dan keadaan
kesehatan secara keseluruhan (status kesehatan global), terdapat 15
pertanyaan tentang keadaan emosional yang mencakup lima fungsi, yaitu
fungsi fisik, fungsi peran, fungsi emosional, fungsi kognitif dan fungsi
sosial, dan 13 pertanyaan mengenai skala gejala / permasalahan yang
dirasakan (kelelahan, mual dan muntah, nyeri, sulit bernafas, sulit tidur,
nafsu makan berkurang, sembelit, diare, dan kesulitan keuangan)
2.2 KONSEP PERAWATAN PALIATIF

2.2.1 DEFINISI
Kata “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu “pallium” yang artinya adalah
menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk menutupi atau
menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan kenyamanan ketika tujuan
penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan (Muckaden, 2011).
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan orang lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat
dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan atau berduka serta bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa (Nendra, 2011)
Pengertian perawatan paliatif menurut Cancer Council Australia adalah perawatan
yang membantu pasien menjalani hidup senyaman dan sebaik mungkin dengan penyakit
terminal yang dialami. Perawatan paliatif diberikan pada tahap apapun saat fase aktif
gagal ginjal kronik (Cancer Council Australia, 2017). Menurut American Cancer Society,
perawatan paliatif adalah perawatan untuk dewasa dan anak dengan penyakit serius yang
berfokus mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien serta keluarga,
tetapi tidak dimaksud untuk menyembuhkan penyakit. Perawatan paliatif dapat diberikan
kepada semua usia dan semua stadium panyakit dengan mengurangi gejala, nyeri, dan
stress dan diberikan bersama dengan pengobatan kuratif.
2.2.2 TUJUAN PERAWATAN PALIATIF
Tujuan utama dari perawatan paliatif adalah untuk membantu klien dan keluarga mencapai
kualitas hidup terbaik, menganggap kematian sebagai proses normal, tidak mempercepat atau
menunda kematian, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, menjaga
keseimbangan psikologis dna spiritual, mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir
hayatnya dan membanti mengatasi suasana duka cita pada keluarga ( Irawan, 2013).
2.2.3 PRINSIP DASAR PERAWATAN PALIATIF
Prinsip dasar perawatan paliatif menurut Committee on Bioethic and Committee on
Hospital Care pada tahun 2000 :(28)
a. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya
b. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas
c. Mendukung pemberi perawatan (caregiver)
d. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif
Menurut WHO pada tahun 2007, prinsip pelayanan paliatif pasien gagal ginjal
kronik yaitu menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain, menghargai kehidupan dan
menganggap kematian sebagai proses yang alami, tidak bertujuan mempercepat atau
menunda kematian, mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual, memberikan
dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada
keluarga sampai masa dukacita, menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi
kebutuhan pasien dan keluarganya dan menghindari tindakan sia-sia.
2.2.4 TIM DAN TEMPAT PERAWATAN PALIATIF
Pendekatan perawatan paliatif melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu
pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter, psikolog, relawan, apoteker, ahli gizi,
fisioterapi, dan okupasi terapi. Masing-masing profesi terlibat sesuai dengan masalah
yang dihadapi penderita, dan penyusunan tim perawatan paliatif disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan tempat perawatannya (Hockenberry, 2009). Pasien dapat memilih
dimana ingin dirawat, misalnya:
a. Rumah sakit
Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi antara interdisiplin ilmu dan
biasanya terdiri dari seorang dokter dan atau perawat senior bersama dengan satu
atau lebih pekerja sosial dan pemuka agama/rohaniawan. Sebagai tambahan, tim
tersebut juga dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau
petugas terapi okupasi. Konsultasi awal biasanya dilakukan oleh dokter atau perawat
yang berhubungan dengan kebutuhan pasien dan keluarga dan juga memberi rujukan
kepada dokter utama yang menangani pasien tersebut. Terkadang juga konsultan
perawatan paliatif dilibatkan untuk membantu komunikasi dengan keluarga.
Perawatan paliatif berbasis rumah sakit dapat diselenggarakan dalam
beberapa tingkat atau model, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Pertama, perawatan
paliatif primer harus tersedia di semua rumah sakit. Pada tingkat ini, minimal klinisi
harus memiliki pendidikan tentang dasar-dasar pengelolaan nyeri dan gejala lain.
Model primer berfokus pada peningkatan pelayanan yang sudah ada dan pendidikan
bagi klinisi. Karena itu, model ini cocok bagi institusi yang memiliki keterbatasan
sumber daya.
Kedua, perawatan palatif sekunder memerlukan semua tenaga kesehatan yang
terlibat dalam perawatan pasien untuk memiliki level kompetensi minimum dan
memerlukan para spesialis yang menyediakan perawatan paliatif melalui tim
konsultasi interdisipliner, unit khusus, maupun keduanya.
Ketiga, program tingkat tersier dapat melibatkan organisasi tersier, seperti
rumah sakit pendidikan dan pusat-pusat pendidikan dengan tim ahli dalam perawatan
paliatif. Pada level ini, program yang dibuat dapat dijadikan sebagai konsultan bagi
level praktik primer dan sekunder ataupun sebagai program percontohan bagi pusat-
pusat pengembangan lainnya. Praktisi dan institusi yang terlibat dalam level
perawatan paliatif tersier juga harus berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas
pendidikan dan penelitian.
b. Hospice
Hospice merupakan tempat pasien dengan penyakit stadium terminal yang
tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan
di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan
keadaan seperti di rumah pasien sendiri
c. Rumah
Peran keluarga lebih menonjol karena sebagian perawatan dilakukan oleh
keluarga. Keluarga atau orang tua sebagai care giver diberikan latihan pendidikan
keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila pasien tidak
memerlukan alat khusus atau keterampilan perawatan yang mungkin dilakukan oleh
keluarga.
2.2.5 SUMBER DAYA MANUSIA
Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan mendapat sertifikat. Pelatihan dilaksanakan
dengan modul pelatihan yang disusun dari kerjasama antar pakar perawatan paliatif
dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri
dari modul untuk dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Pelatih dalam pelatihan
adalah pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran. Dalam
pelatihan ini, sertifikasi dikeluarkan dari Departemen Kesehatan (Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM).
Pada tahap pertama, dilakukan sertifikasi pemulihan untuk pelaksana perawatan
paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan
Makassar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
2.2.6 LINGKUP KEGIATAN DAN ASPEK PERAWATAN PALIATIF
Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri,
penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan
sosial, dukungan cultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa
dukacita.Pada setiap individu terdapat keterkaitan antara sistem biologis, sistem
psikologis, dan sistem sosial. Penyakit yang dialami individu akan memberikan pengaruh
besar dalam emosi, penampilan, dan perilaku sosial individu. Dr. Elisabeth Kubler Ross
mengidentifikasi terdapat lima tahap yang mungkin dilewati oleh pasien penyakit
terminal yang divonis tidak akan hidup lama lagi. Melalui tahapan tersebut maka dapat
terlihat gambaran mengenai proses perubahan psikologis pada pasien terminal dalam
menghadapi sebuah kenyataan yaitu kematian atau rasa kehilangan sehingga pasien
memerlukan bantuan maupun dukungan untuk melewati tahapan tersebut.
Pemberian perawatan paliatif sangat dianjurkan untuk pasien dan keluarga pasien
dengan penyakit terminal salah satunya adalah gagal ginjal kronik. Perawatan ini
memungkinkan tidak hanya mendapatkan perawatan secara aspek fisik saja namun juga
perawatan secara psikologis dan sosial dalam menghadapi penyakit fisik yang
berpengaruh terhadap masalah pikologis dan sosial yang dihadapi pasien dan keluarga
pasien. Hal ini sesuai definisi perawatan paliatif menurut WHO yaitu perawatan yang
aktif dan menyeluruh terhadap pasien yang penyakitnya tidak lagi memberikan tanggapan
kepada pengobatan yang menyembuhkan. Kontrol dari rasa sakit, gejala-gejala lain,
masalah psikologis, sosial, dan spiritual merupakan hal yang terpenting. Sehingga aspek
perawatan paliatif berupa aspek psikologis, sosial, dan spiritual menjadi fokus dalam
rangkaian pengobatan gagal ginjal kronik.
a. Aspek Psikologis
Pasien dengan pernyakit terminal biasanya semakin tidak bisa
menunjukkan dirinya secara ekspresif. Pasien menjadi sulit untuk
mempertahankan kontrol biologis dan fungsi sosialnya, seperti menjadi sering
mengeluarkan air liur, perubahan ekspresi bentuk muka, gemetaran dan lain
sebagainya. Pasien juga sering mengalami kesakitan, muntahmuntah, keterkejutan
karena perubahan penampilan yang drastus disebabkan kerontokan rambut atau
penurunan berat badan, dan stres karena pengobatan sehingga pasien mengalami
ketidak mampuan untuk berkonsentrasi.
Masalah psikologis tersebut disebabkan oleh perubahanperubahan dalam
konsep diri pasien. Sebagai pemberi perawatan paliatif harus bisa melakukan
tugas dengan menyesuaikan terhadap masalah pasien. Tugas yang berkaitan
dengan fungsi psikologis meliputi upaya untuk a) mengendalikan perasaan negatif
dan memelihara pandangan positif mengenai diri sendiri dan masa depan, b)
mengidentiikasi dan mempertahankan kepuasan akan diri sendiri dan kemampuan
diri, c) mendorong keluarga untuk memelihara pandangan positif kepada pasien.
b. Aspek Sosial
Ancaman terhadap konsep diri yang terjadi karena menurunnya fungsi
mental dan fisik pasien dapat juga mengancam interakhi sosial pasien. Meskipun
pasien penyakit terminal sering menginginkan dan membutuhkan untuk dijenguk,
namun pasien mungkin juga mengalami ketakutan bahwa kemunduran mental
dan fisiknya akan membuat orangorang yang menjenguknya menjadi kaget dan
merasa tidak enak.
Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan ini dapat
membuat pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya dengan cara
membatasi orang-orang yang mengunjunginya hanya kepada beberapa orang
anggota keluarga saja.
Pemberian perawatan paliatif harus dapat memberikan perawatan sesuai
dengan masalah yang ada pada pasien. Tugas yang berkaitan dengan aspek sosial
meliputi a) memelihara hubungan baik dengan keluarga dan teman-teman, b)
membantu pasien mempersiapkan diri bagi masa depan yang tidak tentu.
c. Aspek spiritual
Spiritualitas penting dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup
seseorang. Spiritualitas juga penting dikembangkan untuk dijadikan dasar
tindakan dalam pelayanan kesehatan. Aspek ini dinyatakan juga dalam pengertian
kesehatan seutuhnya oleh WHO pada tahun 1984, yang oleh American Psychiatric
Assosiation (APA) dikenal dengan dengan rumusan “bio-psiko-sosio-spiritual”.
Kekosongan spiritual, kerohanian, dan rasa keagamaan dapat menimnulkan
permasalahan psiko-sosial begitu juga sebaliknya.Bussing et al dalam
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
memiliki sandaran sumber religius yang kuat akan mengantarkan pasien tersebut
pada prognosis yang lebih baik dari yang diperkirakan.
Hal ini didukung oleh penelitian Balboni et al yang menyatakan bahwa
96% dari orang dewasa di Amerika Serikat yang mengalami gagal ginjal kronik
mengungkapkan kepercayaannya terhadap Tuhan dan 70% diantaranya
mengungkapkan bahwa agama adalah salah satu yang paling dibutuhkan.
Kebutuhan spiritual inilah yang men jadikan salah satu aspek terpenting dalam
pemberian perawatan paliatif pada pasien dengan penyakit terminal salah satunya
gagal ginjal kronik.
Perawatan paliatif dapat menyentuh aspek spiritual dengan cara membantu
pasien untuk mengidentifikasi kepercayaan spiritualitas positif yang dimilikinya,
sehingga pasein dapat menggunakan kepercayaan tersebut untuk menghadapi
situasi kesehatannya. Pemahaman akan kebutuhan spiritualitas akan
mempengaruhi kualitas hidup individu secara psikologis, dengan kata lain
spiritualitas adalah sesuatu yang menghidupkan semangat bagi penderita gagal
ginjal kronik serviks untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Pemahaman yang
baik juga akan membantu pasien dalam menerima kondisi yang terjadi pada
dirinya.
Intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan spiritualitas membutuhkan
pengakuan dari penderita gagal ginjal kronik. Dalam hal ini perlu adanya
hubungan yang baik antar pemberi layanan kesehatan, pasien, dan keluarga
pasien. Pasien diharapkan dapat merasakan ketenangan dalam jiwa kemudian
perawat membantu pasien untuk merasakan dalam jiwa kehadiran satu kekuatan
yang Maha Agung yang menciptakan kita semua sebagai manusia. Penelitian ini
diterapkan pada gagal ginjal kronik serviks yang menjelaskan pengaruh
spiritualitas terhadap kualitas hidupnya dengan merasakan dalam jiwa tentang
kehadiran Allah sebagai kekuatan Sang Maha Mengatur kehidupan dengan
memberi ujian kepada individu.
2.2.7 SASARAN KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
Tujuan umum kebijakan paliatif yaitu sebagai perlindungan hukum dan
petunjuk bagi perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh
Indonesia, tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan perawatan paliatif, tersedianya
tenaga medis dan non medis yang terlatih, tersedianya sarana dan prasarana yang
dibutuhkan.
Sasaran kebijakan paliatif adalah seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota
keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif dimana pun pasien berada di
seluruh Indonesia. Untuk pelaksana perawatan paliatif yaitu dokter, perawat, dan tenaga
kesehatan yang terkait. Sedangkan institusi terkait yaitu dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah perawatan/hospis,
fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta.
2.2.8 ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM PERAWATAN PALIATIF
Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif, harus
dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
perawatan paliatif melalui komunikasi yang berkesinambungan antara tim perawatan
paliatif dengan pasien dan keluarga. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan
tindakan kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana yang telah diatur dalam
peraturan penundangundangan. Meskipun pada umunya hanya tindakan kedokteran
(medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang beresiko, dilakukan informed consent. Baik penerima informasi
maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri apabila masih mampu, dengan
saksi anggota keluarga terdekatnya. Pasien dan keluarga mebutuhkan waktu yang cukup
untuk berkomunikasi. Jika pasien sudah tidak mampu, maka keluarga terdekat yang
melakukan atas nama pasien.
Tim perawatan paliatif mendengarkan apa yang diinginkan pasien saat pasien
masih mampu tentang apa yang harus atau tidak boleh dilakukan terhadapnya ketika
kemampuannya mulai menurun. Selain itu pasien juga bisa saja menunjuk
seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan saat pasien tidak
mampu lagi. Pernyataan pasien tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan pasnduan
utama bagi tim perawtan paliatif.
Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif
dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan. Keputusan resusitasi/ tidak
resusitasi dibuat oleh pasien ketika masih mampu atau oleh tim perawatan paliatif. Hal
tersebut seharusnya sudah diinformasikan pada saat pasien memulai perawatan.
Pasien yang masih mampu memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi
selama informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan telah dipahami. Keputusan
diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent
menjelang berkurangnya kemampuan. Keluarga terdekat pada dasarnya tidak boleh
membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive
tertulis. Namun dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu, permintaan
tertulis oleh seluruh keluarga dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk
pengesahannya. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai pedoman klinis, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan
tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas
hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
pimpinan rumah sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien. Pada
dasarnya, tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien, tindakan-tindakan
tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dijaga.
a. Tempat dan organisasi perawatan paliatif
Tempat perawatan paliatif yaitu rumah sakit, untuk pasien yang harus
mendapatkan pengawasan ketat, tindakan khusus atau perawalatan khusus.
Puskesmas, untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan. Rumah
singgah/panti/hospis, untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah
karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. Rumah pasien, untuk
pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan
khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.
Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatan
adalah kelompok perawatan paliatif yang dibentuk di tingkat puskesmas. Unit
perawatan paliatif dibentuk di rumah ssakit kelas D, C dan B non pendidikan.
Instalasi perawatan paliatif dibentuk di rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas
A. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan melibatkan
semua unsur terkait.
b. Indikasi Pelayanan Paliatif
Program paliatif dimulai sejak diagnosis gagal ginjal kronik ditegakkan serta
bila didapatkan satu atau lebih kondisi di bawah ini :
1) Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang belum dapat diatasi
2) Gangguan psikologis terkait dengan diagnosis atau terapi gagal ginjal kronik
3) Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya
4) Permasalahan dalam pengambilan keputusan tentang terapi yang akan atau
sedang dilakukan
5) Pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif (sesuai dengan
prosedur rujukan)
6) Angka kematian hidup < 12 bulan (ECOG >3 atau Karnofsky < 50%,
metastasis otak dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial,
sindromvena cava superior, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan
tindakan atau tidak respon terhadap tindakan, yaitu kompresi tulang belakang)
7) Pasien gagal ginjal kronik stadium lanjut yang tidak memebrikan respon
dengan terapi yang diberikan
c. Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif adalah :
1) Melakukan penilaian aspek fisik, psikologis, sosial atau kultural, dan spiritual
2) Menentukan pengertian dan harapan pasien dan keluarga
3) Menentukan tujuan perawatan pasien
4) Memberikan informasi dan edukasi perawatan pasien
5) Menentukan tatalaksana gejala, dukungan psikologis, sosial atau kultural, dan
spiritual
6) Memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan keluarga bila wasiat
belum dibuat, misalnya : penghentian atau tidak memberikan pengobatan
yang memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator, cairan,
dan lain-lain)
7) Membantu pasien dalam membuat wasiat atau keinginan terakhir
8) Pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancan jiwa melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial,
dan spiritual. Perawatan paliatif diantaranya yaitu penanganan rasa nyeri, pengambilan
keputusan yang tepat dalam penggunaan kemoterapi paliatif.

3.2 SARAN

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
diatas.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com

https://repo.unand.ac.id

https://www.google.com/url

https://www.google.co,/url?sa=t&source=web&rct

https://repository.unej.ac.id

Anda mungkin juga menyukai