Pembimbing :
Kelompok E1
Di Indonesia sendiri diawali jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Bank-
bank kehabisan modal karena banyak kredit macet. Sesuai resep IMF, situasi ini
berbuntut lahirnya kebijakan penutupan 16 bank swasta nasional. Namun sialnya
kebijakan ini ternyata malah berdampak pada kondisi ekonomi yang kian memburuk.
Merujuk artikel Sejarah Bank Indonesia: Moneter Periode 1997-1999yang diterbitkan
Bank Indonesia, kala itu depresiasi rupiah bahkan mencapai hingga 600% dalam
kurun waktu kurang dari satu tahun, yaitu dari Rp2.350 menjadi Rp16.650 per 1 USD.
Depresiasi terhadap nilai tukar rupiah ini bukan saja berakibat pada terjadinya
kelangkaan likuiditas, laju inflasi impor karena kenaikan tajam kurs dolar, dan, lebih
dari itu, akhirnya juga berdampak pada kemacetan sektor riil berupa penutupan
pabrik-pabrik yang bahan bakunya impor.
Tentu saja, situasi ini memiliki dampak sangat buruk terhadap roda
perekonomian, dan sedikit banyak membawa trauma tersendiri. Dan yang terjadi di
Indonesia ialah yang paling buruk dibandingkan negara lain. Untuk mengatasi krisis
ekonomi, pemerintahan BJ Habibie mengambil beberapa kebijakan penting. Di
bidang moneter, dimulai dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar,
menaikkan suku bunga Sertifikat BI menjadi 70% dan menerapkan bank sentral
independen. Di bidang perbankan, diterbitkan obligasi senilai Rp. 650 triliun untuk
menalangi perbankan, menutup 38 bank dan mengambil alih tujuh bank. Di bidang
fiskal, sejumlah proyek infrastruktur dibatalkan, juga perlakuan khusus bagi mobil
nasional, dan membiayai program Jaring Pengaman Sosial. Sedangkan di bidang
korporasi, utang swasta direstrukturisasi melalui skema Indonesian Debt
Restructuring Agency (INDRA) dan Prakarsa Jakarta, serta menghentikan praktek
monopoli yang selama ini dilakukan Bulog dan Pertamina.
Namun bersama itu tentu saja juga ada banyak pelajaran penting bisa disimak.
Antara lain, kini pengawasan terhadap likuiditas sektor perbankan telah diatur secara
ketat dan transparan. Ada regulasi yang mengatur kewajiban rasio ketercukupan
likuiditas bagi perbankan.