Oleh:
dr. .
Pendamping:
dr. ..
dr.......
2020-2021
LAPORAN KASUS
Identifikasi
Nama : Nn. WDW
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 7 Oktober 2021
No RM : 00253807
Autoanamnesis
• Keluhan Utama : demam sejak 3 hari SMRS
Seorang perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Os
mengeluh demam langsung tinggi dengan suhu 40. Keluhan tambahan batuk (-) pilek (-)
sakit kepala (-), mual (+), muntah (+) dengan frekuensi 4 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat kontak dengan pasien COVID (-)
Riwayat Vaksin Covid 1x
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Pernafasan : 22 x/menit
Nadi : 115 x/menit
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Suhu : 36.5 ºC
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), skar (-), ikterus pada kulit (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki (-), eritema palmar (-), Ptekie (-)
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak
ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-).
Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera
ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema
subkonjungtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak
ditemukan penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus(-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), hipertofi ginggiva (-), gusi
berdarah(-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau napas khas (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-)
Toraks
Bentuk dada normal, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), Spider nevi (-).
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri
P : Stem fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor pada kedua lapangan paru kanan dan kiri
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS II, batas kanan sukar dinilai, batas kiri jantung linea
midklavikularis sinistra
A : HR = 70x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Simetris, datar, supel
P : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani, Shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) Normal
Ekstremitas
Edema pretibial (-/-), ptekie (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Darah Lengkap (7/10/21)
Hb : 15.5 [14 18] g%
Leukosit : 2400 [4500 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 5.17 [4,6 6,2] ribu/ul
Trombosit : 85000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 45 [50 - 54] vol%
MCV : 87 [80-100]
MCH : 30 [25-34]
MCHC : 35 [32-36]
Eosinofil :1 [0 - 3] %
Basofil :0 [0 - 1] %
Batang :6 [2 - 6] %
Segmen : 61 [50 - 70] %
Limfosit : 28 [20 - 40] %
Monosit :4 [2 - 8] %
GDS : 102 [70-140]
Widal Test
Anti S.Typhi O : 1/80
Anti S.Paratyphi AO : 1/80
Anti S.Paratyphi BO : Negatif
Anti S.Paratyphi CO : 1/80
Anti S.Typhi H : 1/80
Anti S.Paratyphi AH : 1/80
Anti S.Paratyphi BH : 1/80
Anti S.Paratyphi CH : 1/80
2. Hematologi (8/10/21)
Hb : 17.3 [14 18] g%
Leukosit : 2.900 [4500 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 5.75 [4,6 6,2] ribu/ul
Trombosit : 50.000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 50 [50 - 54] vol%
MCV : 87 [80-100]
MCH : 30 [25-34]
MCHC : 35 [32-36]
3. Hematologi (9/10/21)
Hb : 16.4 [14 18] g%
Leukosit : 4.500 [4500 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 5.41 [4,6 6,2] ribu/ul
Trombosit : 38.000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 47 [50 - 54] vol%
MCV : 86 [80-100]
MCH : 30 [25-34]
MCHC : 35 [32-36]
4. Hematologi (10/10/21)
Hb : 14.5 [14 18] g%
Leukosit : 4.500 [4500 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 4.84 [4,6 6,2] ribu/ul
Trombosit : 80.000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 41 [50 - 54] vol%
MCV : 86 [80-100]
MCH : 30 [25-34]
MCHC : 35 [32-36]
5. Hematologi (11/10/21)
Hb : 14.6 [14 18] g%
Leukosit : 3.900 [4500 10.700] ribu/ul
Eritrosit : 4.91 [4,6 6,2] ribu/ul
Trombosit : 92.000 [159 - 400] ribu/ul
HMT : 42 [50 - 54] vol%
MCV : 86 [80-100]
MCH : 30 [25-34]
MCHC : 35 [32-36]
Rontgen Thorax
Jantung tidak membesar : CTR <50%
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah
Kedua hilus tidak menebal
Corakan bronkovaskuler kedua paru baik
Saat ini tidak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapang paru
Kedua hemidiafragma licin
Sudut kostofrenicus kanan kiri lancip
Kesan :
Tidak tampak kardiomegali
Saat ini tidak tampak infilra di kedua lapang paru
Diagnosis
Dengue Fever
Penatalaksanaan
Cek DPL, Diff. Count, Widal
Loading RL 1000
Advice dr. Dina, Sp.PD
IVFD Ringer Laktat 2500cc/24 jam
Lansoprazole 2x30mg PO
Ondansetron 3x8mg IV
Sanmol Forte 3x1 tab PO
Becom C 1x1 tab PO
Serial sysmex / 24 jam
Observasi TTV serta tanda perdarahan
FOLLOW UP
Tanggal Follow Up Assessment Terapi
S : demam turun, DHF
lemas (+), perdarahan Rehidrasi Futralit
(-) 3000 cc/24jam
8/10/21 O : KU : Lemah, CM Cernevit 1 vial
Nadi : 88 dalam Nacl 0.9%
kali/menit 100 cc drip dalam
RR : 20 kali/menit 1 jam
Suhu : 36,60C Pumpisel 1x40mg
/ IV
Invomit
3x4mg/IV
Sanmol
3x500mg /PO
Starmuno 1x1
/PO
Epison 3x1C /PO
9/10/21 O : KU : sedang, CM
Nadi : 76 x/menit
RR : 20kali/menit
Suhu : 36,10C
S : demam (-) Lemas DHF
(+), mual (-) Terapi Lanjut
O:
KU : sedang, CM
10/10/21 Nadi : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36,30C, TD
90/60
Syok Hipovolemik
Definisi
Syok secara tradisional sering diartikan sebagai hipoksia pada jaringan karena
kurangnya perfusi. Syok umumnya dikatakan sebagai hipoksia, namun kata disoksia
lebih tepat digunakan. Hipoksia merujuk kepada kurangnya oksigenasi, sedangkan
disoksia adalah kondisi dimana metabolism sel dibatasi oleh penyebaran oksigen
yang kurang atau abnormal. Pada tingkat seluler, kondisi hipoksia akan menyebabkan
kegagaln fungsi mitokondria, perubahan pada membran sel, pelepasan radikal bebas,
produksi sitokin, dan mengakibatkan beberapa reaksi inflamasi.2
Epidemiologi
Etiologi
Patofisiologi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.4-5
2. Neuroendokrin
3. Kardiovaskular
4. Gastrointestinal
5. Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin. 4-5
Manifestasi Klinis
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan
pada lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan
untuk meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk
dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan
dicabut hal ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan
peredaran darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki
tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju
ambulan berulah penyangga khusus terlebih dahulu.
2. Field Care
Prognosis
2. Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar
di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di
daerah endemik (Gubler, 2002).
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia.
Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang
mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas
epidemiknya (WHO, 2000).
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat
14.875 orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu
diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.
3. Faktor Risiko
Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum
luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada
area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama
pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.
Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang
mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan
serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia
penderita, faktor genetik dari pasien (WHO, 1997; Gubler, 1998).
4. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe
DEN- 3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak
4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita
seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit
DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus
(didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
• Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
• Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti
kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain.
• Jarak terbang ± 100 meter
• Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
• Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit
yang mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan
terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang
telah terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral,
seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi,
pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler
dan mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun
melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat
memalui monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen
berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis
virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon
β berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit
B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T
mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai
regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan
yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,
makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akn mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang
seperti TNF-
, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan
C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang dapat mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.
6. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau
syndrome syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006). Bintik-bintik perdarahan di kulit
sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan
konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu
hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, ditandai oleh :
• demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
• manifestasi perdarahan
• hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi
perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik
perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota
gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung, perdarahan
gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.
7. Langkah Diagnostik
Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium
dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue
dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum
pasien (Guzman, 2004).
Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis
relative (>45% dari leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >
15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.
• Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari
hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
• Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
• Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
• Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
• Serologi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke
3, menghilang setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2
(infeksi sekunder).
• NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,
belakang dan perasaan lelah.
8. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table
berikut:
DD/DBD Derajat Gejala Lab
9. Tata Laksana
Protokol dibagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat
Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :
• Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan
trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera
kembali ke Unit Gawat Darurat.
• Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
• Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk
dirawat
11. Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
1. Pembersihan jentik
- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)
- Menggunakan ikan (cupang, sepat)
2. Pencegahan gigitan nyamuk
- Menggunakan kelambu
- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
- Penyemprotan
DAFTAR PUSTAKA
Kakunsi, Yane D., Killing, Maykel, and Deetje, Supit. Hubungan pengetahuan
perawat dengan penanganan pasien syokhipovolemik di ugd rsud pohuwato.
Buletin Sariputra. 2015;5(3):90-96.
Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna
Publishing. Jakarta.
First Aid Guide and Emergency Treatment Instructions. Saporo fire bureau.
Available at [https://www.city.sapporo.jp]. Diakses pada [10 oktober 2016].
Fitria, Cemy Nur. 2012. Syok dan Penangannya.
Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.