Fatma Nuraisyah : Penyelidikan KLB Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo Kabupaten Kulon Progo
Fatma Nuraisyah
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia
(fatma.nuraisyah@ikm.uad.ac.id)
ABSTRAK
Berdasarkan hasil laporan, sebanyak tujuh orang warga berobat ke puskesmas secara bersamaan dengan
keluhan/gejala yang sama, mengalami diare, perut sakit, pusing, mulas, lemas setelah mengonsumsi makanan.
Tujuan penelitian untuk menelusuri gejala dan penyebab dugaan keracunan setelah mengonsumsi makanan yang
dihidangkan pada acara peresmian Microhidro 16 Mei 2014 di Desa Banjaroyo. Penelitian ini menggunakan
rancangan kasus-kontrol. Kasus adalah orang yang mengonsumsi hidangan yang mengalami gejala diare, nyeri
perut, dan mual. Kontrol adalah orang yang tidak mengalami gejala seperti kasus setelah mengonsumsi hidangan
dengan matching umur dan jenis kelamin. Subjek adalah responden yang mengonsumsi makanan dan
diwawancarai. Sampel makanan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. Jumlah kasus awal 170
orang. Gejala yang paling banyak dirasakan penderita adalah diare (73,16%), nyeri perut (67,10%). Tipe kurva
epid adalah common source. Penularan penyakit secara common source dan masa inkubasi adalah 1 sampai 16
jam. Hasil pemasangan untuk uji analitik didapatkan 60 pasang kasus dan kontrol. Jenis makanan yang diduga
menjadi penyebab keracunan makanan adalah sambal krecek (OR=18,5;95% CI=1,42-230,25), dan ayam bacem
(OR=22,03; 95% CI= 2,32-208,42). Hal ini diduga positif Staphylococcus yang mengkontaminasi makanan
sehingga orang yang makan mengalami keracunan. Keracunan makanan yang telah terjadi penyebabnya diduga
bakteri Staphylococcus. Kemungkinan selama pemanasan ulang dan penyimpanan menjadi dugaan bahwa
makanan terkontaminasi. Kata Kunci: Keracunan makanan, kasus-kontrol, diare
ABSTRACT
Based on the report, there are seven people consulted at the health center with the same
complaints/symp- toms, experiencing diarrhea, abdominal pain, dizziness, heartburn, weakness after consuming
food. The purpose of this research is to search for the symptoms and suspected causes of poisoning after
consuming food served in celebration event Microhidro May 16, 2014 in Banjaroyo village. This research use
case-control study. Cases were people who consumed food served during the ceremony who experienced
symptoms of diarrhea, abdominal pain, and nausea . Controls were people with no symptomps after consumed
food served with age and sex matching. Subjects were interviewed regarding food items consumed. Left-over
food items were sent to a laboratory for test- ing. There were 170 cases. Majority had diarrhea (73%) and
abdominal pain (67%). Incubation periods ranged from 1 to 16 hours. The epidemic curve was that of a common
source outbreak. Sixty cases and 60 controls were included in the case-control study. Food items associated with
illness were fried chicken (OR:10.47;95% CI 2.34- 46.70) and sambal krecek (OR:6.88; 95% CI 1.38-34.29);
these were positive for Staphylococcus. Foods were stored at room temperature with some persons taking food
home to share with their families, some of who also got sick. This outbreak was probably caused by food
contaminated with Staphylococcus. The foods could ha ve been contaminated during preparation and storage.
Keywords: Food intoxication diseases, case-control, diarrhea
Copyright © 2019 by author. This is an open access article under the CC BY-NC-SA
license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).
DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v15i4.8428
1
Fatma Nuraisyah : Penyelidikan KLB Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo Kabupaten Kulon Progo
kali dibandingkan dengan orang yang tidak Aerogenes, sedangkan makanan lokal mengan-
makan gudeg (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 5 dung bakteri patogen yaitu Staphylococcus.
dapat di- jelaskan bahwa sambal krecek (OR=6,7) Berdasarkan hasil wawancara dengan pen-
artinya orang yang makan sambal krecek berisiko jamah makanan diperoleh informasi bahwa semua
me- ngalami sakit sebesar 7 kali daripada orang yang telah dilakukan dari pembelian bahan men-
yang ti- dak makan sambal krecek tah, penyimpanan bahan mentah, pengolahan ba-
(p=0,018;CI=1,3-34,3), ayam bacem (OR=10,4) han mentah, penyimpanan makanan siap saji,
artinya orang yang makan ayam bacem berisiko pemanasan makanan serta pengepakan makanan
mengalami sakit sebesar 10 kali daripada orang telah dilakukan sesuai prosedur yang baik dan be-
yang tidak makan ayam ba- cem nar. Pengolahan makanan dilakukan seluruh pen-
(p=0,002;CI=2,34-46,70). Hasil pemeriksaan jamah makanan dalam keadaan sehat serta
laboratorium spesimen makanan catering yaitu kondisi dapur bersih. Waktu pelaksanaan
Staphylococcus, Aeromonas Sobri, Jamur/Yeast, diolahnya ba- han makanan dimulai pada jam
Pseudomonas Aeruginosa, dan Enterobacter 15.00 WIB tang-
gal 15 Mei sampai selesai lalu didiamkan dalam orang yang membawa dan mengonsumsi
suhu kamar dan wadah makanan tersebut ditutup. makanan yang dihidangkan, jumlah kasus lebih
Makanan dihangatkan kembali pada jam 04.00 banyak dari- pada jumlah kontrol, agar
WIB tanggal 16 Mei, makanan yang telah hangat mendapatkan perbandi- ngan seimbang 1:1
lalu dikemas ke kotak kemudian makanan kotak menjadi kasus 60 orang dan kontrol 60 orang.
tersebut diambil oleh pihak penyelenggara pada Berdasarkan hasil investigasi menurut
jam 08.00 WIB tanggal 16 Mei 2014. Makanan masa inkubasi, gejala yang dirasakan oleh
tersebut diambil dan dibawa ketempat acara de- penderita dan grafik kurva epidemik serta jenis
ngan kendaraan tertutup. makanan yang dicurigai menyebabkan keracunan
Hasil wawancara dari pihak penyelenggara makanan dapat dilihat dari hasil nilai uji
dikatakan bahwa nasi kotak tersebut diambil jam multivariat adalah ayam bacem (OR=10,4), dan
08.00 WIB dan diletakkan diatas meja dengan sambel krecek (OR=6,7), serta makanan tersebut
rua- ngan terbuka. Kemudian dikonsumsi jam diduga terkontaminasi oleh bakteri
12.00 WIB. Matching dilakukan menurut umur Staphylococcus. Hasil penemuan epidemio- logi
dan jenis kelamin di dalam suatu metode sama dengan hasil laboratorium yang dipero- leh
penelitian case-control agar dapat mengendalikan bahwa positif Staphylococcus, berdasarkan je- nis
efek jenis kelamin dan umur terhadap suatu makanan dari catering dan lokal.
penyakit, me- ngetahui efek penyebab terhadap
kejadian suatu penyakit dan memaksimalkan PEMBAHASAN
kontrol jika jumlah kasus lebih dari kontrol.4 Staphylococcus merupakan bakteri ber-
Penelitian ini, match- ing menurut jenis kelamin bentuk bulat (coccus) yang bila diamati di bawah
dan umur dilakukan berdasarkan tidak diketahui mikroskop tampak berpasangan, membentuk ran-
dengan pasti jumlah tai pendek, atau membentuk kelompok yang tam-
Tabel 3. Attributable Risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan Lokal
Status Sakit Attributable
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah
Tidak Sakit Sakit Risk
Kacang rebus Tidak makan 38 21 120 3,2
Makan 22 39
Pisang rebus Tidak makan 47 31 120 3,4
Makan 13 29
Buah naga Tidak makan 46 40 120 1,6
Makan 14 20
Geblek Tidak makan 42 29 120 2,5
Makan 18 31
Tempe koro Tidak makan 44 37 120 1,7
Makan 16 23
Tempe Benguk Tidak makan 48 40 120 2
Makan 12 20
Tiwul Tidak makan 34 34 120 1
Makan 26 26
Nasi Jagung Tidak makan 33 39 120 0,7
Makan 27 21
Bajingan Tidak makan 46 44 120 1,2
Makan 14 16
Klepon Tidak makan 39 31 120 1,7
Makan 21 29
Gula Semut Tidak makan 37 25 120 2,3
Makan 23 35
Air Mineral Tidak minum 50 41 120 3,3
Minum 10 60
Sumber: Data Primer, 2014
Tabel 4. Odds Ratio Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan
Status
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah OR p value CI
Tidak Sakit Sakit
Catering
Nasi Tidak makan 47 4 120 0 0 0
Makan 13 56
Ayam goreng bacem Tidak makan 47 8 120 20,5 0,000 4,2 - 72,7
Makan 13 52
Gudeg Tidak makan 48 11 120 38 0,000 5,2 - 276,7
Makan 12 49
Sambal krecek Tidak makan 47 14 120 17,5 0,000 4,2 - 72,7
Makan 13 46
Telur bacem Tidak makan 46 12 120 12,3 0,000 3,9 - 40
Makan 14 48
Lokal
Kacang rebus Tidak makan 38 21 120 2,88 0,006 1,3 - 6,1
Makan 22 39
Pisang rebus Tidak makan 47 31 120 3,66 0,005 1,4 - 9,0
Makan 13 29
Buah naga Tidak makan 46 40 120 1,5 0,261 0,7 - 3,3
Makan 14 20
Geblek Tidak makan 42 29 120 2,85 0,017 1,2 - 6,7
Makan 18 31
Tempe koro Tidak makan 44 37 120 1,7 0,183 0,7 - 3,7
Makan 16 23
Tempe Benguk Tidak makan 48 40 120 2 0,109 0,8 - 4,6
Makan 12 20
Tiwul Tidak makan 34 34 120 1 1 0,5 - 2
Makan 26 26
Nasi Jagung Tidak makan 33 39 120 0,64 0,26 0,3 - 1,3
Makan 27 21
Bajingan Tidak makan 46 44 120 1,2 0,670 0,5 - 2,7
Makan 14 16
Klepon Tidak makan 39 31 120 1,7 0,149 0,8 - 3,6
Makan 21 29
Gula Semut Tidak makan 37 25 120 2,33 0,033 1,0 - 5,0
Makan 23 35
Air Mineral Tidak makan 50 41 120 2,12 0,079 0,9 - 4,9
Makan 10 60
Sumber: Data Primer, 2014
pak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Beberapa strain dapat menghasilkan racun
gram-positif yang hidup pada suhu 18oC-40oC. protein yang sangat tahan panas, yang dapat
menyebab-
kan penyakit pada manusia. Makanan yang sering but dibiarkan pada suhu kamar untuk beberapa
dicurigai dalam kasus keracunan makanan jam sebelum dikonsumsi, maka Staphylococcus
Staphy- lococcus antara lain daging dan produk yang memproduksi toksin akan berkembang biak
daging, daging unggas dan produk telur, salad dan akan memproduksi toksin tahan panas. Jenis
seperti telur, ikan tuna, kentang, dan makaroni, makanan yang yang mudah terkonaminasi
produk roti se- perti kue dengan isi krim, kue Staphy- lococcus seperti daging cincang, produk
krim, dan coklat, roti isi dan susu dan produk daging, sandwhich, saus salad, pastries, milk dan
susu.9,10 Makanan yang memerlukan banyak cus- tard.5,6,9 Hampir semua KLB yang terjadi
penanganan selama penyim- panan dan disimpan dikaitkan dengan proses pemasakan makanan dari
dalam suhu yang sedikit lebih tinggi setelah da-ging (pemanasan kembali yang kurang
dimasak sering menjadi penyebab kasus benar).3,4 Spora dapat bertahan hidup pada suhu
keracunan makanan Staphylococcus ada di udara, memasak normal, spora dapat tumbuh dan
debu, air buangan, air, susu, dan makanan atau berkembangbiak pada saat proses pendinginan,
pada peralatan makan, permukaan-permu- kaan atau pada saat penyim- panan makanan pada suhu
di lingkungan, manusia, dan hewan.4,10–12 kamar dan atau saat pe- manasan yang tidak
Manusia dan hewan merupakan sumber sempurna.2,5,10
utama infeksi.2 Staphylococcus ada pada saluran
hidung dan tenggorokan dan pada rambut serta KESIMPULAN DAN SARAN
kulit dari 50% atau lebih individu yang sehat.3,12,13 Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
Tingkat keberadaan bakteri ini bahkan lebih yaitu gejala yang dirasakan oleh responden
tinggi pada mereka yang berhubungan dengan adalah diare (73,16%), nyeri perut (67,10%),
individu yang sakit dan lingkungan rumah sakit. mual (48,92%), dan kejang perut (35,50%), lemas
Walaupun pengelola makanan merupakan sumber (28,57%), pu- sing (24,68%), mules (16,88%),
utama kon- taminasi dalam kasus-kasus panas (6,49%), tremor (4,76%), dan muntah
keracunan makanan, peralatan dan permukaan (2,16%). Telah terjadi KLB keracunan makanan
lingkungan dapat juga menjadi sumber dengan kurva epidemik dengan tipe common
kontaminasi oleh Staphylococ- cus.3 Keracunan source. Berdasarkan jenis ke- lamin kasus
pada manusia disebabkan oleh konsumsi terbanyak adalah laki-laki yaitu 111 orang
enterotoxin yang dihasilkan oleh bebera- pa strain (65,29%). Menurut golongan umur terban- yak
Staphylococcus di dalam makanan,14 bia- sanya mengalami keracunan makanan yaitu 21-45 tahun
juga dikarenakan makanan tersebut tidak dimasak sebanyak 71 orang (41,76%). Masa inkubasi
pada suhu yang cukup tinggi (60°C, atau terpendek +1 jam dan masa inkubasi terpanjang
lebih).10,15 Penyelidikan ini ditemukan hasil yang adalah +16 jam sehingga masa inkubasi rata-rata
sejalan dengan teori serta kejadian-kejadian KLB adalah 8 jam. Sumber keracunan diduga dari
keracunan makanan bahwa bakteri Staphylococ- ayam bacem, dan sambel krecek ini mengandung
cus memiliki masa inkubasi 1-16 jam serta secara bakteri Staphylococcus. Penjamah makanan harus
statistik dicurigai bahwa penyebab dari keracunan lebih menjaga keamanan makanan mulai dari
adalah ayam bacem dan sambel krecek yang telah pengum- pulan bahan makanan hingga makanan
terkontaminasi. olahan siap dikonsumsi termasuk menjaga
Berdasarkan gejala yang dirasakan respon- personal hygiene, serta waktu untuk menyiapkan
den (Tabel 1) merupakan gejala kasus keracunan makanan hingga dikonsumsi jangan terlalu lama
makanan yang diduga disebabkan oleh bakteri karena ada proba- bility makanan terkontaminasi
Staphylococcus yang mengkontaminasi makanan jika rentang waktu terlalu lama, dan makanan
tersebut sebelum dikemas. Selain itu, diperoleh yang dipanaskan harus dilakukan hingga
bahwa masa inkubasi mengarah pada bakteri mendidih sempurna. Sementara, untuk puskesmas
Staphylococcus (Gambar 1).4,5,9,10 Hal ini sesuai dan Dinkes melakukan koordi- nasi lintas
dengan teori yang dijelaskan bahwa organisme ini program dan lintas sektoral mengenai keamanan
biasanya ditemukan pada bahan makanan yang makanan di semua jenjang administrasi dan
dio- lah dengan tangan, baik yang tidak segera berbagi tanggung jawab.
dima- sak dengan baik ataupun proses pemanasan
atau penyimpanan tidak tepat.9,10 Bila makanan DAFTAR PUSTAKA
terse- 1. Bres P. Tindakan Darurat Kesehatan Masya-
rakat pada Kejadian Luar Biasa. Yogyakarta: 9. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Hol-
Gadjah Mada University Press; 1995. land TL, Fowler VG. Staphylococcus Au-
2. World Health Organization (WHO). Inves- reus Infections: Epidemiology, Pathophysio-
tigating Foodborne Disease Outbreaks Stage logy, Clinical Manifestations, and Mana-
One Booklet. Geneva; 2017. pp 4-52. gement. Clinical Microbiology Reviews.
3. Denayer S, Delbrassinne L, Nia Y, 2015;28(3):603–661.
Botteldoorn 10. Taylor TA, Unakal CG. Staphylococcus
N. Food-Borne Outbreak Investigation and Aureus. [Online]. NCBI; 2019. Available
Molecular Typing: High Diversity of at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
Staphy- lococcus Aureus Strains and NBK441868/
Importance of Toxin Detection. Toxins. 11. Mossong J, Decruyenaere F, Moris G,
2017;9(12):1–13. Ragim- beau C, Olinger CM, Johler S, et al.
4. Abdou HM, Dahbi I, Akrim M, Meski FZ, V Investi- gation of a Staphylococcal Food
AM, et al. Outbreak Investigation of a Mul- Poisoning Outbreak Combining Case–
tipathogen Foodborne Disease in a Training Control, Tradi- tional Typing and Whole
Institute in Rabat, Morocco: Case-Control Genome Sequenc- ing Methods,
Study. JMIR Public Health and Surveillance. Luxembourg, June 2014. Euro Surveillance.
2019;5(3):1–7. 2015;20(45):1–7.
5. Johler S, Weder D, Bridy C, Huguenin MC, 12. Chin J. Control of Communicable Diseas-
Robert L, et al. Outbreak of Staphylococcal es Manual. Washington: American Public
Food Poisoning among Children and Staff at Health Association; 2000. pp 232-234.
a Swiss Boarding School due to Soft Cheese 13. Lemeshow HJS, W D, Klar J, Lwanga SK.
Made from Raw Milk. Journal of Dairy Part 1: Statistical Methods for Sample Size
Scien- ce. 2015;98(5):2944–2948. Determination. Adequacy Sample Size
6. Ercoli L, Gallina S, Nia Y, Auvray F, Prima- Health Studies [Online]. World Health
villa S, et al. Investigation of a Staphylococ- Organization; 1990. Available at:
cal Food Poisoning Outbreak from a Chantil- http://apps.who.int/iris/
ly Cream Desser, in Umbia (Italy). bitstream/10665/41607/1/0471925179_eng.
Foodborne Pathogens and Disease. pdf?ua=1
2017;14(7):407–413. 14. Kadariya J, Smith TC, Thapaliya D. Staphy-
7. WHO. Foodborne Diseases in the WHO lococcus Aureus and Staphylococcal Food-
South- East Asia Region. [Report]. World Borne Disease: an Ongoing Challenge in
Health Or- ganization; 2015. Available at: Public Health. Hindawi Publishing Corpora-
https://apps. tion. 2014;1-9.
who.int/iris/handle/10665/327655 15. Manfredi EA, Rivas M. Brote de
8. BPOM RI. Laporan Tahunan. Jakarta: Badan Intoxicación Alimentaria en un Jardín de
Pengawas Obat dan Makanan RI; 2018. Infantes de la Provincia de Buenos Aires.
Available at: Revista Argentina de Microbiologia.
https://www.pom.go.id/new/ad- 2019;51(4):354-358.
min/dat/20180710/Laporan Tahunan BPOM
2017.pdf