Anda di halaman 1dari 8

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE

Fatma Nuraisyah : Penyelidikan KLB Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo Kabupaten Kulon Progo

Penyelidikan KLB Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo Kabupaten


Kulon Progo

Food Intoxication Outbreak Investigation in Banjaroyo Village

Fatma Nuraisyah
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia
(fatma.nuraisyah@ikm.uad.ac.id)

ABSTRAK
Berdasarkan hasil laporan, sebanyak tujuh orang warga berobat ke puskesmas secara bersamaan dengan
keluhan/gejala yang sama, mengalami diare, perut sakit, pusing, mulas, lemas setelah mengonsumsi makanan.
Tujuan penelitian untuk menelusuri gejala dan penyebab dugaan keracunan setelah mengonsumsi makanan yang
dihidangkan pada acara peresmian Microhidro 16 Mei 2014 di Desa Banjaroyo. Penelitian ini menggunakan
rancangan kasus-kontrol. Kasus adalah orang yang mengonsumsi hidangan yang mengalami gejala diare, nyeri
perut, dan mual. Kontrol adalah orang yang tidak mengalami gejala seperti kasus setelah mengonsumsi hidangan
dengan matching umur dan jenis kelamin. Subjek adalah responden yang mengonsumsi makanan dan
diwawancarai. Sampel makanan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. Jumlah kasus awal 170
orang. Gejala yang paling banyak dirasakan penderita adalah diare (73,16%), nyeri perut (67,10%). Tipe kurva
epid adalah common source. Penularan penyakit secara common source dan masa inkubasi adalah 1 sampai 16
jam. Hasil pemasangan untuk uji analitik didapatkan 60 pasang kasus dan kontrol. Jenis makanan yang diduga
menjadi penyebab keracunan makanan adalah sambal krecek (OR=18,5;95% CI=1,42-230,25), dan ayam bacem
(OR=22,03; 95% CI= 2,32-208,42). Hal ini diduga positif Staphylococcus yang mengkontaminasi makanan
sehingga orang yang makan mengalami keracunan. Keracunan makanan yang telah terjadi penyebabnya diduga
bakteri Staphylococcus. Kemungkinan selama pemanasan ulang dan penyimpanan menjadi dugaan bahwa
makanan terkontaminasi. Kata Kunci: Keracunan makanan, kasus-kontrol, diare

ABSTRACT
Based on the report, there are seven people consulted at the health center with the same
complaints/symp- toms, experiencing diarrhea, abdominal pain, dizziness, heartburn, weakness after consuming
food. The purpose of this research is to search for the symptoms and suspected causes of poisoning after
consuming food served in celebration event Microhidro May 16, 2014 in Banjaroyo village. This research use
case-control study. Cases were people who consumed food served during the ceremony who experienced
symptoms of diarrhea, abdominal pain, and nausea . Controls were people with no symptomps after consumed
food served with age and sex matching. Subjects were interviewed regarding food items consumed. Left-over
food items were sent to a laboratory for test- ing. There were 170 cases. Majority had diarrhea (73%) and
abdominal pain (67%). Incubation periods ranged from 1 to 16 hours. The epidemic curve was that of a common
source outbreak. Sixty cases and 60 controls were included in the case-control study. Food items associated with
illness were fried chicken (OR:10.47;95% CI 2.34- 46.70) and sambal krecek (OR:6.88; 95% CI 1.38-34.29);
these were positive for Staphylococcus. Foods were stored at room temperature with some persons taking food
home to share with their families, some of who also got sick. This outbreak was probably caused by food
contaminated with Staphylococcus. The foods could ha ve been contaminated during preparation and storage.
Keywords: Food intoxication diseases, case-control, diarrhea

Copyright © 2019 by author. This is an open access article under the CC BY-NC-SA
license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).
DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v15i4.8428

1
Fatma Nuraisyah : Penyelidikan KLB Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo Kabupaten Kulon Progo

PENDAHULUAN 17 Mei 2014, jumlah orang yang sakit berasal


Suatu penyakit keracunan dicurigai apabila dari acara yang sama dan jumlah kasus sementara
sejumlah orang telah makan bersama kemudian 7 orang. Penelitian ini dilakukan untuk
secara bersamaan juga mengalami sakit. mengetahui diagnosa penyakit atau keracunan
Menemu- kan bagian makanan mana yang dari kasus-ka- sus yang dilaporkan, memastikan
menjadi sumber penularan penyakit sulit kebenaran ada- nya kejadian luar biasa keracunan
dilakukan. Semua orang yang menyantap makanan, menggambarkan KLB yang terjadi
makanan harus dikelompokkan berdasarkan menurut varia- bel orang, dan waktu,
komponen makanan yang disantap. Namun, mengidentifikasi sumber keracunan (reservoir)
semakin sulit bila makanan tersebut juga dan penyebabnya (causative agent).
dikonsumsi dibeberapa tempat yang berbeda dan
waktu makan tidak bersamaan.1 Kejadian Luar BAHAN DAN METODE
Bia- sa (KLB) keracunan pangan atau dikenal Desain penelitian ini ialah analitik obser-
de- ngan istilah “Foodborne Disease Outbreak” vasional dengan rancangan kasus kontrol. Kasus
se- bagai suatu kejadian dimana terdapat dua adalah orang yang mengalami salah satu atau
orang atau lebih yang menderita sakit setelah lebih gejala diare, sakit perut, mulas, kejang perut
mengon- sumsi pangan yang secara epidemiologi yang disertai pusing, lemas, dan gejala lainnya
terbukti sebagai sumber penularan.2,3 setelah mengonsumsi hidangan yang disajikan
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang pernah pada aca- ra peresmian Mikrohidro yang
terjadi setelah mengonsumsi makanan kemungki- dilaksanakan oleh warga setempat tanggal 16 Mei
nan besar terkontaminasi oleh bakteri, beberapa 2014 di Desa Banjaroyo. Kontrol adalah orang
penelitian terkait KLB keracunan makanan yang yang tidak sakit setelah mengonsumsi hidangan
dilakukan di beberapa negara yaitu kasus keracu- yang disajikan di acara tersebut. Variabel yang
nan diakibatkan makanan yang dikonsumsi me- diteliti meliputi ge- jala klinis yang timbul dan
ngandung Vibrio Cholera, penelitian ini jenis makanan yang dimakan oleh kelompok
dilakukan di Morocco,4 penyebab keracunan kasus dan kelompok kontrol pada waktu yang
akibat makanan yang mengandung sama saat menyantap makanan. Pelacakan
5
Staphylaccocus Aureus di Swiss, dan kasus KLB dilakukan di desa Banjaroyo, Kecamatan
keracunan yang diaki- batkan makanan yang Kalibawang sebagai tempat kejadian dugaan
dikonsumsi mengandung Staphycoccal di Umbria keracunan makanan dan catering sebagai tempat
(Italia).6 Diperkirakan setiap tahun KLB pengolahan makanan. Analisis yang digu- nakan
keracunan makanan akibat dari kontaminasi yaitu univariat, bivariat menggunakan uji chi-
bakteri mencapai 60 juta anak me- ngalami sakit square, attributable risk dan analisis multi- variat
termasuk 50 ribu anak mati di Asia Selatan.7 menggunakan uji logistik berganda. Ber-
Selanjutnya, insiden keracunan makanan dasarkan informasi yang diperoleh dari tim seksi
mengalami peningkatan 2 kali lipat dari 61 men- acara, undangan yang disebarkan sebanyak 204
jadi 135 wabah di 34 provinsi selama tahun 2015- ekslamplar yang berhasil diwawancarai seba-
2016 di Indonesia.8 Berawal dari 7 pasien yang nyak 230 orang dimana 60 orang tidak mengala-
berobat dengan gejala (diare, perut sakit, pusing, mi sakit dan 170 orang mengalami sakit. Popu-
mulas, lemas) dan tempat kejadian yang sama, lasi berisiko tidak dapat diketahui dengan pasti
maka Kepala Puskesmas Kalibawang menduga seberapa besar yang datang dan makan makanan
bahwa telah terjadi keracunan makanan Jumat, 17 yang dihidangkan saat acara peresmian. Data
Mei 2014 jam 08.00 WIB di Desa Banjaroyo, ter- yang telah dianalisis selanjutnya disajikan dalam
kait kejadian tersebut petugas surveilans puskes- ben- tuk tabel dan narasi. Protokol penelitian ini
mas melaporkan secara lisan via telepon pada telah disetujui oleh komite etik dari Politeknik
hari Jumat, 17 Mei jam 09.00 WIB ke petugas Keseha- tan Kemenkes Yogyakarta No.
survei- lans Dinas Kesehatan. LB.01.01/KE-02/ XXVII/687/2018. Instrumen
Sebelum ke lapangan tim petugas gerak dalam penelitian ini menggunakan kuesioner serta
cepat KLB Dinkes Kulon Progo mengklarifikasi pengukuran kualitas makanan di BLK
ulang kejadian tersebut untuk memastikan waktu Yogyakarta.
kejadian dugaan keracunan makanan pada
tanggal
HASIL Berdasarkan kurva epidemik menunjukkan
Berdasarkan hasil investigasi lapangan di- bahwa masa inkubasi terpendek ±1 jam dan masa
peroleh bahwa jumlah undangan yang telah ter- inkubasi terpanjang ±16 jam setelah
distribusikan sebanyak 204 orang, pemesanan mengonsumsi hidangan yang disuguhkan dalam
makanan catering sebanyak 300 kotak dan acara peletakan batu pertama di Dusun
bebera- pa jenis hidangan makanan lokal dari Semawung tanggal 16 Mei. Gejala pertama mulai
masyarakat setempat. Berdasarkan definisi muncul adalah 1 jam setelah makan, puncaknya
operasional kasus yang ditetapkan, jumlah orang adalah pada interval 10 jam se- dangkan kasus
yang berhasil di- wawancarai sebanyak 230 orang terakhir muncul pada interval wak- tu 16 jam.
diantaranya 170 sakit dan 60 orang tidak sakit. Berdasarkan grafik epidemik menun- jukkan
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa bahwa adanya jarak interval waktu dari jam
gejala yang banyak dirasakan responden adalah mengonsumsi makanan dengan munculnya gejala
diare (73,16%), dari gejala yang dirasakan paling pertama memberikan indikator kemungki- nan
banyak, selanjutnya ditetapkan diagnosa banding kontaminasi toksin (racun) dari bakteri pada
penyakit. Sejala yang dirasakan responden makanan, ketahanan tubuh masing-masing orang
dugaan sementara penyebab keracunan makanan berbeda serta jumlah makanan pada makanan
acara di Desa Banjaroyo adalah Bacillus Cereus, yang dimakan (Gambar 1). Kurva epidemik terse-
C. Per- fringen dan Staphylaccocus Aureus. but menunjukkan cara penularan pada peristiwa
Berdasarkan dari hasil investigasi penderita yang keracunan pasca acara tersebut adalah common
diobati seba- nyak 117 penderita dengan gejala source artinya penularan keracunan makanan ber-
utama diare, mu- las, dan pusing, semua pasien sumber dari satu sumber yang berlangsung dalam
boleh pulang (rawat jalan) dan dilaporkan sekitar waktu yang cepat.2
8 orang yang berobat ke bidan setempat. Sampel Keracunan makanan yang terjadi
makanan catering dan beberapa snack dikirim ke kemungki- nan adanya keterkaitan erat dengan
BLK Yogyakarta. menu yang di- makan sebelumnya. Menu yang
Setelah dilakukan pemasangan menurut je- disuguhkan dalam dus yaitu nasi, ayam, gudeg,
nis kelamin dan umur responden yang mengala- sambel krecek, telur. Snack berasal dari produksi
mi keracunan makanan yang paling tinggi pada warga setempat terdiri dari kacang, pisang, buah
umur 21-45 tahun sebanyak 29 orang (48,33%) naga, geblek, tiwul, tem- pe koro/benguk, nasi
dan menurut jenis kelamin adalah laki-laki seba- jagung, gula semut, bajingan, dan klepon.
nyak 41 orang (68,33%). Responden yang me- Mengetahui kemungkinan risiko pada masing-
ngalami sakit paling tinggi setelah mengonsumsi masing makanan dengan menghitung at- tack
makanan yang dihidangkan dalam acara tersebut rate perjenis makanan dan untuk mengetahui
adalah laki-laki sebanyak 41 orang (68,33%) se- asosiasi menggunakan odds ratio pada studi
belumnya dilakukan matching menurut umur dan kasus kontrol.
jenis kelamin.2,4 Hasil yang diperoleh bahwa attributable
Tabel 1. Distribusi Menurut Gejala-gejala risk yang paling tinggi menurut jenis olahan
Keracunan Makanan makanan catering adalah nasi (50,6%). Artinya,
jika nasi tidak dikonsumsi oleh populasi yang
Gejala n %
berisiko ke- mungkinan akan terjadi penurunan
BAB lebih dari 3x (Diare) 169 73,16
Nyeri Perut (Kram)/sakit perut 155 67,10
proporsi kasus sebesar 50,6% (Tabel 2).
Mual 113 48,92 Sedangkan hasil yang di- peroleh berdasarkan
Kejang Perut 82 35,50 Tabel 3 menunjukkan bahwa attributable risk
Lemas 66 28,57 yang paling tinggi menurut jenis olahan makanan
Pusing 57 24,68 lokal adalah pisang rebus dan ka- cang rebus.
Mules 39 16,88 Artinya, jika pisang rebus atau kacang rebus tidak
Panas 15 6,49 dikonsumsi oleh populasi yang beri- siko
Tremor 11 4,76 kemungkinan akan terjadi penurunan propor- si
Muntah 5 2,16 kasus sebesar 3,4% atau 2,3%. Nilai OR yang
Sumber: Data Primer, 2014 paling tinggi adalah gudeg sebesar 38 (p=0,000;-
CI=5,21-276,76) artinya orang yang makan gudeg
lebih rentan berisiko mengalami sakit sebesar 38
42
Gambar 1. Kurva Epidemik Keracunan Makanan di Desa Banjaroyo
Tabel 2. Attributable Risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan Catering
Makanan
Status Sakit Attributable
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah
Tidak Sakit Sakit Risk
Nasi Tidak makan 47 4 120 50,6
Makan 13 56
Ayam goreng bacem Tidak makan 47 8 120 23,5
Makan 13 52
Gudeg Tidak makan 48 11 120 17,8
Makan 12 49
Sambal krecek Tidak makan 47 14 120 11,8
Makan 13 46
Telur bacem Tidak makan 46 12 120 13,14
Makan 14 48
Sumber: Data Primer, 2014

kali dibandingkan dengan orang yang tidak Aerogenes, sedangkan makanan lokal mengan-
makan gudeg (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 5 dung bakteri patogen yaitu Staphylococcus.
dapat di- jelaskan bahwa sambal krecek (OR=6,7) Berdasarkan hasil wawancara dengan pen-
artinya orang yang makan sambal krecek berisiko jamah makanan diperoleh informasi bahwa semua
me- ngalami sakit sebesar 7 kali daripada orang yang telah dilakukan dari pembelian bahan men-
yang ti- dak makan sambal krecek tah, penyimpanan bahan mentah, pengolahan ba-
(p=0,018;CI=1,3-34,3), ayam bacem (OR=10,4) han mentah, penyimpanan makanan siap saji,
artinya orang yang makan ayam bacem berisiko pemanasan makanan serta pengepakan makanan
mengalami sakit sebesar 10 kali daripada orang telah dilakukan sesuai prosedur yang baik dan be-
yang tidak makan ayam ba- cem nar. Pengolahan makanan dilakukan seluruh pen-
(p=0,002;CI=2,34-46,70). Hasil pemeriksaan jamah makanan dalam keadaan sehat serta
laboratorium spesimen makanan catering yaitu kondisi dapur bersih. Waktu pelaksanaan
Staphylococcus, Aeromonas Sobri, Jamur/Yeast, diolahnya ba- han makanan dimulai pada jam
Pseudomonas Aeruginosa, dan Enterobacter 15.00 WIB tang-
gal 15 Mei sampai selesai lalu didiamkan dalam orang yang membawa dan mengonsumsi
suhu kamar dan wadah makanan tersebut ditutup. makanan yang dihidangkan, jumlah kasus lebih
Makanan dihangatkan kembali pada jam 04.00 banyak dari- pada jumlah kontrol, agar
WIB tanggal 16 Mei, makanan yang telah hangat mendapatkan perbandi- ngan seimbang 1:1
lalu dikemas ke kotak kemudian makanan kotak menjadi kasus 60 orang dan kontrol 60 orang.
tersebut diambil oleh pihak penyelenggara pada Berdasarkan hasil investigasi menurut
jam 08.00 WIB tanggal 16 Mei 2014. Makanan masa inkubasi, gejala yang dirasakan oleh
tersebut diambil dan dibawa ketempat acara de- penderita dan grafik kurva epidemik serta jenis
ngan kendaraan tertutup. makanan yang dicurigai menyebabkan keracunan
Hasil wawancara dari pihak penyelenggara makanan dapat dilihat dari hasil nilai uji
dikatakan bahwa nasi kotak tersebut diambil jam multivariat adalah ayam bacem (OR=10,4), dan
08.00 WIB dan diletakkan diatas meja dengan sambel krecek (OR=6,7), serta makanan tersebut
rua- ngan terbuka. Kemudian dikonsumsi jam diduga terkontaminasi oleh bakteri
12.00 WIB. Matching dilakukan menurut umur Staphylococcus. Hasil penemuan epidemio- logi
dan jenis kelamin di dalam suatu metode sama dengan hasil laboratorium yang dipero- leh
penelitian case-control agar dapat mengendalikan bahwa positif Staphylococcus, berdasarkan je- nis
efek jenis kelamin dan umur terhadap suatu makanan dari catering dan lokal.
penyakit, me- ngetahui efek penyebab terhadap
kejadian suatu penyakit dan memaksimalkan PEMBAHASAN
kontrol jika jumlah kasus lebih dari kontrol.4 Staphylococcus merupakan bakteri ber-
Penelitian ini, match- ing menurut jenis kelamin bentuk bulat (coccus) yang bila diamati di bawah
dan umur dilakukan berdasarkan tidak diketahui mikroskop tampak berpasangan, membentuk ran-
dengan pasti jumlah tai pendek, atau membentuk kelompok yang tam-
Tabel 3. Attributable Risk Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan Lokal
Status Sakit Attributable
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah
Tidak Sakit Sakit Risk
Kacang rebus Tidak makan 38 21 120 3,2
Makan 22 39
Pisang rebus Tidak makan 47 31 120 3,4
Makan 13 29
Buah naga Tidak makan 46 40 120 1,6
Makan 14 20
Geblek Tidak makan 42 29 120 2,5
Makan 18 31
Tempe koro Tidak makan 44 37 120 1,7
Makan 16 23
Tempe Benguk Tidak makan 48 40 120 2
Makan 12 20
Tiwul Tidak makan 34 34 120 1
Makan 26 26
Nasi Jagung Tidak makan 33 39 120 0,7
Makan 27 21
Bajingan Tidak makan 46 44 120 1,2
Makan 14 16
Klepon Tidak makan 39 31 120 1,7
Makan 21 29
Gula Semut Tidak makan 37 25 120 2,3
Makan 23 35
Air Mineral Tidak minum 50 41 120 3,3
Minum 10 60
Sumber: Data Primer, 2014
Tabel 4. Odds Ratio Keracunan Makanan Menurut Jenis Makanan Olahan
Status
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah OR p value CI
Tidak Sakit Sakit
Catering
Nasi Tidak makan 47 4 120 0 0 0
Makan 13 56
Ayam goreng bacem Tidak makan 47 8 120 20,5 0,000 4,2 - 72,7
Makan 13 52
Gudeg Tidak makan 48 11 120 38 0,000 5,2 - 276,7
Makan 12 49
Sambal krecek Tidak makan 47 14 120 17,5 0,000 4,2 - 72,7
Makan 13 46
Telur bacem Tidak makan 46 12 120 12,3 0,000 3,9 - 40
Makan 14 48
Lokal
Kacang rebus Tidak makan 38 21 120 2,88 0,006 1,3 - 6,1
Makan 22 39
Pisang rebus Tidak makan 47 31 120 3,66 0,005 1,4 - 9,0
Makan 13 29
Buah naga Tidak makan 46 40 120 1,5 0,261 0,7 - 3,3
Makan 14 20
Geblek Tidak makan 42 29 120 2,85 0,017 1,2 - 6,7
Makan 18 31
Tempe koro Tidak makan 44 37 120 1,7 0,183 0,7 - 3,7
Makan 16 23
Tempe Benguk Tidak makan 48 40 120 2 0,109 0,8 - 4,6
Makan 12 20
Tiwul Tidak makan 34 34 120 1 1 0,5 - 2
Makan 26 26
Nasi Jagung Tidak makan 33 39 120 0,64 0,26 0,3 - 1,3
Makan 27 21
Bajingan Tidak makan 46 44 120 1,2 0,670 0,5 - 2,7
Makan 14 16
Klepon Tidak makan 39 31 120 1,7 0,149 0,8 - 3,6
Makan 21 29
Gula Semut Tidak makan 37 25 120 2,33 0,033 1,0 - 5,0
Makan 23 35
Air Mineral Tidak makan 50 41 120 2,12 0,079 0,9 - 4,9
Makan 10 60
Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 5. Odds Ratio Menurut Jenis Makanan Keracunan Makanan


Status
Jenis Makanan Konsumsi Jumlah OR p value CI
Tidak Sakit Sakit
Sambal krecek Tidak makan 47 14 120 6,7 0,018 1,4-34,3
Makan 13 46
Ayam bacem Tidak makan 47 8 120 10,4 0,002 2,3-46,7
Makan 13 52
Sumber: Data Primer, 2014

pak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Beberapa strain dapat menghasilkan racun
gram-positif yang hidup pada suhu 18oC-40oC. protein yang sangat tahan panas, yang dapat
menyebab-
kan penyakit pada manusia. Makanan yang sering but dibiarkan pada suhu kamar untuk beberapa
dicurigai dalam kasus keracunan makanan jam sebelum dikonsumsi, maka Staphylococcus
Staphy- lococcus antara lain daging dan produk yang memproduksi toksin akan berkembang biak
daging, daging unggas dan produk telur, salad dan akan memproduksi toksin tahan panas. Jenis
seperti telur, ikan tuna, kentang, dan makaroni, makanan yang yang mudah terkonaminasi
produk roti se- perti kue dengan isi krim, kue Staphy- lococcus seperti daging cincang, produk
krim, dan coklat, roti isi dan susu dan produk daging, sandwhich, saus salad, pastries, milk dan
susu.9,10 Makanan yang memerlukan banyak cus- tard.5,6,9 Hampir semua KLB yang terjadi
penanganan selama penyim- panan dan disimpan dikaitkan dengan proses pemasakan makanan dari
dalam suhu yang sedikit lebih tinggi setelah da-ging (pemanasan kembali yang kurang
dimasak sering menjadi penyebab kasus benar).3,4 Spora dapat bertahan hidup pada suhu
keracunan makanan Staphylococcus ada di udara, memasak normal, spora dapat tumbuh dan
debu, air buangan, air, susu, dan makanan atau berkembangbiak pada saat proses pendinginan,
pada peralatan makan, permukaan-permu- kaan atau pada saat penyim- panan makanan pada suhu
di lingkungan, manusia, dan hewan.4,10–12 kamar dan atau saat pe- manasan yang tidak
Manusia dan hewan merupakan sumber sempurna.2,5,10
utama infeksi.2 Staphylococcus ada pada saluran
hidung dan tenggorokan dan pada rambut serta KESIMPULAN DAN SARAN
kulit dari 50% atau lebih individu yang sehat.3,12,13 Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
Tingkat keberadaan bakteri ini bahkan lebih yaitu gejala yang dirasakan oleh responden
tinggi pada mereka yang berhubungan dengan adalah diare (73,16%), nyeri perut (67,10%),
individu yang sakit dan lingkungan rumah sakit. mual (48,92%), dan kejang perut (35,50%), lemas
Walaupun pengelola makanan merupakan sumber (28,57%), pu- sing (24,68%), mules (16,88%),
utama kon- taminasi dalam kasus-kasus panas (6,49%), tremor (4,76%), dan muntah
keracunan makanan, peralatan dan permukaan (2,16%). Telah terjadi KLB keracunan makanan
lingkungan dapat juga menjadi sumber dengan kurva epidemik dengan tipe common
kontaminasi oleh Staphylococ- cus.3 Keracunan source. Berdasarkan jenis ke- lamin kasus
pada manusia disebabkan oleh konsumsi terbanyak adalah laki-laki yaitu 111 orang
enterotoxin yang dihasilkan oleh bebera- pa strain (65,29%). Menurut golongan umur terban- yak
Staphylococcus di dalam makanan,14 bia- sanya mengalami keracunan makanan yaitu 21-45 tahun
juga dikarenakan makanan tersebut tidak dimasak sebanyak 71 orang (41,76%). Masa inkubasi
pada suhu yang cukup tinggi (60°C, atau terpendek +1 jam dan masa inkubasi terpanjang
lebih).10,15 Penyelidikan ini ditemukan hasil yang adalah +16 jam sehingga masa inkubasi rata-rata
sejalan dengan teori serta kejadian-kejadian KLB adalah 8 jam. Sumber keracunan diduga dari
keracunan makanan bahwa bakteri Staphylococ- ayam bacem, dan sambel krecek ini mengandung
cus memiliki masa inkubasi 1-16 jam serta secara bakteri Staphylococcus. Penjamah makanan harus
statistik dicurigai bahwa penyebab dari keracunan lebih menjaga keamanan makanan mulai dari
adalah ayam bacem dan sambel krecek yang telah pengum- pulan bahan makanan hingga makanan
terkontaminasi. olahan siap dikonsumsi termasuk menjaga
Berdasarkan gejala yang dirasakan respon- personal hygiene, serta waktu untuk menyiapkan
den (Tabel 1) merupakan gejala kasus keracunan makanan hingga dikonsumsi jangan terlalu lama
makanan yang diduga disebabkan oleh bakteri karena ada proba- bility makanan terkontaminasi
Staphylococcus yang mengkontaminasi makanan jika rentang waktu terlalu lama, dan makanan
tersebut sebelum dikemas. Selain itu, diperoleh yang dipanaskan harus dilakukan hingga
bahwa masa inkubasi mengarah pada bakteri mendidih sempurna. Sementara, untuk puskesmas
Staphylococcus (Gambar 1).4,5,9,10 Hal ini sesuai dan Dinkes melakukan koordi- nasi lintas
dengan teori yang dijelaskan bahwa organisme ini program dan lintas sektoral mengenai keamanan
biasanya ditemukan pada bahan makanan yang makanan di semua jenjang administrasi dan
dio- lah dengan tangan, baik yang tidak segera berbagi tanggung jawab.
dima- sak dengan baik ataupun proses pemanasan
atau penyimpanan tidak tepat.9,10 Bila makanan DAFTAR PUSTAKA
terse- 1. Bres P. Tindakan Darurat Kesehatan Masya-
rakat pada Kejadian Luar Biasa. Yogyakarta: 9. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Hol-
Gadjah Mada University Press; 1995. land TL, Fowler VG. Staphylococcus Au-
2. World Health Organization (WHO). Inves- reus Infections: Epidemiology, Pathophysio-
tigating Foodborne Disease Outbreaks Stage logy, Clinical Manifestations, and Mana-
One Booklet. Geneva; 2017. pp 4-52. gement. Clinical Microbiology Reviews.
3. Denayer S, Delbrassinne L, Nia Y, 2015;28(3):603–661.
Botteldoorn 10. Taylor TA, Unakal CG. Staphylococcus
N. Food-Borne Outbreak Investigation and Aureus. [Online]. NCBI; 2019. Available
Molecular Typing: High Diversity of at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
Staphy- lococcus Aureus Strains and NBK441868/
Importance of Toxin Detection. Toxins. 11. Mossong J, Decruyenaere F, Moris G,
2017;9(12):1–13. Ragim- beau C, Olinger CM, Johler S, et al.
4. Abdou HM, Dahbi I, Akrim M, Meski FZ, V Investi- gation of a Staphylococcal Food
AM, et al. Outbreak Investigation of a Mul- Poisoning Outbreak Combining Case–
tipathogen Foodborne Disease in a Training Control, Tradi- tional Typing and Whole
Institute in Rabat, Morocco: Case-Control Genome Sequenc- ing Methods,
Study. JMIR Public Health and Surveillance. Luxembourg, June 2014. Euro Surveillance.
2019;5(3):1–7. 2015;20(45):1–7.
5. Johler S, Weder D, Bridy C, Huguenin MC, 12. Chin J. Control of Communicable Diseas-
Robert L, et al. Outbreak of Staphylococcal es Manual. Washington: American Public
Food Poisoning among Children and Staff at Health Association; 2000. pp 232-234.
a Swiss Boarding School due to Soft Cheese 13. Lemeshow HJS, W D, Klar J, Lwanga SK.
Made from Raw Milk. Journal of Dairy Part 1: Statistical Methods for Sample Size
Scien- ce. 2015;98(5):2944–2948. Determination. Adequacy Sample Size
6. Ercoli L, Gallina S, Nia Y, Auvray F, Prima- Health Studies [Online]. World Health
villa S, et al. Investigation of a Staphylococ- Organization; 1990. Available at:
cal Food Poisoning Outbreak from a Chantil- http://apps.who.int/iris/
ly Cream Desser, in Umbia (Italy). bitstream/10665/41607/1/0471925179_eng.
Foodborne Pathogens and Disease. pdf?ua=1
2017;14(7):407–413. 14. Kadariya J, Smith TC, Thapaliya D. Staphy-
7. WHO. Foodborne Diseases in the WHO lococcus Aureus and Staphylococcal Food-
South- East Asia Region. [Report]. World Borne Disease: an Ongoing Challenge in
Health Or- ganization; 2015. Available at: Public Health. Hindawi Publishing Corpora-
https://apps. tion. 2014;1-9.
who.int/iris/handle/10665/327655 15. Manfredi EA, Rivas M. Brote de
8. BPOM RI. Laporan Tahunan. Jakarta: Badan Intoxicación Alimentaria en un Jardín de
Pengawas Obat dan Makanan RI; 2018. Infantes de la Provincia de Buenos Aires.
Available at: Revista Argentina de Microbiologia.
https://www.pom.go.id/new/ad- 2019;51(4):354-358.
min/dat/20180710/Laporan Tahunan BPOM
2017.pdf

Anda mungkin juga menyukai