Anda di halaman 1dari 5

BIOGRAFI

KH.MA’SHUM
LASEM
“BERBEKAL 3,5 KILOGRAM KARAK
UNTUK MENGEMBARA ILMU”

Dalam hal berpakaian beliau tidak


pernah memiliki sarung lebih dari tiga biji.
Jika beliau punya sarung yang baru pasti
yang lainya diberikan pada orang lain.
Begitu juga saat beliau ingin berangkat
mondok mbah Ma’shum hanya berbekal
3.5 kilogram karak (sisa-sisa nasi yang
dikeringkan) dan sejumlah uang bernilai 3
sen.

1
BIOGRAFI KH.MA’SHUM AHMAD LASEM

2
Kelahiran Mbah Ma’shum petromak.barang ini terkenal dengan sebutan
Muhammadun adalah nama kecil mbah barang klitikan. Beliau juga pernah bekerja di
Ma’shum. Lahir sekitar tahun 1290H, atau 1870 tempat pembakaran dan pembuatan batu bata
M di desa Soditan Kecamatan Lasem (putih) di Desa Suwireh daerah Babat
Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Beliau Lamongan.
adalah putri ketiga dari tiga bersaudara.
Ayahnya bernama mbah Ahmad dan dan Peranan di Nadlatul Ulama (NU)
Ibunya bernama Nyai Qosimah, Istri Beliau Sebagai kiai NU Mbah ma’shum adalah
bernama nyai Nuriyah. Orang tua mbah seorang yang tidak hanya konsisten dalam
Ma’shum seorang yang mempunyai visi bidang keagamaan saja, tetapi beliau juga
keagamaan yang cukup tinggi dan dikenal mempunyai semangat yang tinggi dalam
sebagai pedagang atau pebisnis yang cukup berorganisasi. Beliau sangat mencintai
kreatif. Dalam hal pendidikan mbah Ma’shum jami’iyah NU, Hingga akhir hayatnya mbah
sewaktu kecil sudah diserahkan kepada kiai Ma’shum tak pernah absen dalam acara- acara
Nawawi Jepara untuk menjadi seorang yang penting NU. Bahkan terlalu cintanya beliau
ngerti ilmu agama (mondok). sampai berucap bahwa tidak meridhoi jika anak
Sederhana dan jujur. Demikianlah gambaran keturunanya tidak NU. Mbah Ma’shum sendiri
sekilas tentang sosok beliau yang diagungkan selalu didatangi oleh banyak kiai (sowan) jika
para ulama baik dalam berpakaian, makan, ada urusan penting mengenai NU untuk
sikap atau yang lainya. Semua ulama’ sepakat meminta nasihat dan barokahnya. Hal ini juga
bahwa mbah Ma’shum adalah orang yang alim dilakukan oleh Prof KH. Mukti Ali yang saat
dan abid (ahli ibadah). Dalam hal berpakaian itu menjadi mentri agama
beliau tidak pernah memiliki sarung lebih dari
tiga biji. Jika beliau punya sarung yang baru
pasti yang lainya diberikan pada orang lain. Peranan di Nadlatul Ulama (NU)
Begitu juga saat beliau ingin berangkat mondok Sebagai kiai NU Mbah ma’shum adalah
mbah Ma’shum hanya berbekal 3.5 kilogram seorang yang tidak hanya konsisten dalam
karak (sisa-sisa nasi yang dikeringkan) dan bidang keagamaan saja, tetapi beliau juga
sejumlah uang bernilai 3 sen. mempunyai semangat yang tinggi dalam
Sejak muda dalam keseharianya sudah hidup berorganisasi. Beliau sangat mencintai
zuhud. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jami’iyah NU, Hingga akhir hayatnya mbah
beliau sempat menjadi pedagang barang Ma’shum tak pernah absen dalam acara- acara
kebutuhan masyarakat yang harganya murah penting NU. Bahkan terlalu cintanya beliau
seperti: sendok, peniti, konde, dan lampu sampai berucap bahwa tidak meridhoi jika anak

3
BIOGRAFI KH.MA’SHUM AHMAD LASEM

keturunanya tidak NU. Mbah Ma’shum sendiri pesantren dan halaman masjid jami’ Laem.
selalu didatangi oleh banyak kiai (sowan) jika Iringan jenazah dipimpin oleh kedua putra
ada urusan penting mengenai NU untuk almarhum yakni KH. Ali Maksum dan KH. A.
meminta nasihat dan barokahnya. Hal ini juga Syakir yang memikul bagian depan keranda
dilakukan oleh Prof KH. Mukti Ali yang saat sebagaimana wafatnya sayyidah Siti Fatimah
itu menjadi mentri agama. Mbah ma’shum Ra.
berucap bersedia mendoakan Mukti Ali jika dia
mau mengikuti saranya sebagai berikut :
“Engkau jangan sekali-kali membenci NU.
Sebab membenci NU sama dengan membenci
aku karena NU itu saya yang mendirikan
bersama-sama ulama lain. Tetapi engkau pun
jangan membenci Muhammadiyyah. Jangan
pula membenci PNI dan partai-partai lain. Kau
harus dapat berdiri di tengah-tengah dan
berbuat adil terhadap mereka”

Lasem Berduka
Tepat tanggal 12 Ramadhan 1932 H
atau 20 Oktober 1972 M dengan kondisi fisik
yang sangat lemah sekitar 2 jam sebelum
meninggal mbah Ma’shum menyempatkan
shalatt jum’at dengan posisi terbaring di dalam
mobil yang terparkir di depan masjid jami’
Lasem. Bahkan beliau pun tetap menunaikan
ibadah puasa. Hingga tiba hari Jum’at yang
agung tepat pukul 2 siang, tubuhnya terbaring
lemah hingga beliau menghembuskan nafas
terakhirnya dengan tenang.
Kepergian beliau sangat dirasakan oleh
semua kalangan. Puluhan ribu manusia datang
dari berbagai daerah tak menghiraukan terik
panasnya matahari yang saat itu adalah bulan
Ramadhan. Mereka berdesakan memeadati

4
BIODATA

Anda mungkin juga menyukai