Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KPD (KETUBAN PECAH DINI)

Laporan ini disampaikan guna memenuhi tugas

Praktik Keperawatan Dasar Profesi

Dosen Pembimbing Ns. Endang Zulaicha Susilaningsih S.Kep., M. Kep.

Clinical Dwi Sulistyaningsih , STR.,Keb.

Disusun Oleh :

Annisa Rahmawati

(SN2110012)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFRSI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2021
A. Pengertian KPD

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (Manuaba,
2018).

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang
usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2017).

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
(saifudin,2012)

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.
(Sarwono Prawiroharjo, 2012)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono Prawirohardjo,
2015)

B. Etiologi KPD

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum


diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-
faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati
sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi

6. Faktor lain

a. Faktor golongan darah


b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

C. Faktor Resiko

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm

1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)


2. riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. perdarahan pervaginam
4. pH vagina di atas 4.5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
6. flora vagina abnormal
7. fibronectin > 50 ng/ml
8. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada
stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
9. Inkompetensi serviks (leher rahim)
10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11. Riwayat KPD sebelumya
12. Trauma
13. servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm)
pada usia kehamilan 23 minggu
14. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm

1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic


2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-
eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion
subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut,
Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.
3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin
terhambat, gawat janin, kematian janin.
4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah
pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih),
sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas
uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :

- Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
- Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
- Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
- Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
- Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu
dini.

Fisiologi

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
lapisan korion terdapat likuora amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada hamil cukup
bulan adalah 1.000-1.500 ml. Warna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas
yaitu bau amis dan berasa amis. Reaksinya agak alkalis dan netral dengan berat jenis
1.008. Komposisinya terdiri atas 98% air dan sisanya terdiri atas garam organik serta
bahan organik dan bila teliti dengan benar terdapat rambut lanugo sel-sel epitel dan vernik
kaseosa, protein ditemukan rata-rata 2,6% gr/liter sebagian besar sebagai albumen.

Peredaran cairan ketuban sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1% terjadi gangguan peredaran
pada air ketuban melebihi 1.500 cc air ketuban dapat digunakan sebagai bahan penelitian
untuk kematangan paru-paru janin (Sarwono, 2019)

Faal air ketuban :

a. Untuk proteksi janin


b. Mencegah pelengketan janin dengan amnion.
c. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
d. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
e. Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
f. Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks membuka.
g. Sebagai pelicin saat persalinan.
D. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :

- Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
- Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
- Banyak teori, yang menentukan hal – hal diatas seperti defek kromosom, kelainan
kolagen sampai infeksi.
- Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion
dan trofoblas.

Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.

Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
E. Pathway

F. Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan
kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4 - 4,7
sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif
yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan
air seni.

1. Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau


melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

2. Amniosintesis

Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru


janin.

3. Pemantauan janin

Membantu dalam mengevaluasi janin

4. ProteinC-reaktif

Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

H. Penatalaksaan

Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim
terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh karena itu,
penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci, sehingga dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan
profilaksis antibiotik dan membatasi pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang perlu
diperhatikan. Disamping itu makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi
infeksi dalam lahir yang dapat memicu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat
janin kurang dari 1 kg (Manuaba, 2018).

a. Penanganan Konservatif

1) Rawat di rumah sakit

2) Berikan antibiotika (Ampicillin 4 x 500 mg/eritromisin) dan Metronidazole.

3) Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4) Jika umur kehamilan 34-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi berikan
tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 2 jam.

5) Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi.

6) Nilai tanda-tanda infeksi.


7) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memicu kematangan
paru janin (Sarwono, 2018).

b. Penanganan Aktif

1) Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oxytiksin bila gagal seksio caesaria dapat
pula diberikan Misoprostol 50 mg intra vaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan kehamilan
diakhiri.

Konservatif

1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.

2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.

3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.

4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.

5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.

6) Jangan melakukan periksaan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.

7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.

8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka
lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi
kehamilan.

Aktif

Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-
tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.

1) Induksi atau akselerasi persalinan.

2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.

3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.

I. Komplikasi

1) infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.

2) persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.


3) prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering
terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

4) oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.

Komplikasi infeksi intrapartum

- komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis


CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak),
dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.

- komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

J. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul

1) Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat, gawat janin)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi SIKI : SLKI :


 Immune Status  Pertahankanteknikaseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasipengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control  Cucitangansetiapsebelum dan
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudahtindakankeperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
lingkungan keperawatan selama…… pelindung
- Malnutrisi pasien tidak mengalami infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
- Peningkatan paparan dengan kriteria hasil: dengan petunjuk umum
lingkungan patogen  Klien bebas dari tanda dan  Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi gejala infeksi menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan  Menunjukkan kemampuan  Tingkatkan intake nutrisi
sekunder (penurunan Hb, untuk mencegah timbulnya
 Berikan terapi antibiotik:.................................
Leukopenia, penekanan respon infeksi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
inflamasi)  Jumlah leukosit dalam
lokal
- Penyakit kronik batas normal
- Imunosupresi  Menunjukkan perilaku  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi hidup sehat  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Pertahan primer tidak adekuat  Status imun, kemerahan, panas, drainase
(kerusakan kulit, trauma gastrointestinal,  Monitor adanya luka
jaringan, gangguan peristaltik) genitourinaria dalam batas  Dorong masukan cairan
normal  Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam
2) Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan SLKI : SIKI :


- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunankecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, perubahan Setelah dilakukan asuhan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
status kesehatan, ancaman selama ……………klien pelaku pasien
kematian, perubahan konsep diri, kecemasan teratasi dgn kriteria  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
kurang pengetahuan dan hasil: dirasakan selama prosedur
hospitalisasi  Klien mampu  Temani pasien untuk memberikan
mengidentifikasi dan keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan gejala  Berikan informasi faktual mengenai
cemas diagnosis, tindakan prognosis
DO/DS:  Mengidentifikasi,  Libatkan keluarga untuk mendampingi
- Insomnia mengungkapkan dan klien
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik untuk  Instruksikan pada pasien untuk
- Kurang istirahat mengontol cemas menggunakan tehnik relaksasi
 Vital sign dalam batas
- Berfokus pada diri sendiri  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Iritabilitas normal
 Identifikasi tingkat kecemasan
- Takut  Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan  Bantu pasien mengenal situasi yang
- Nyeri perut menimbulkan kecemasan
- Penurunan TD dan denyut nadi tingkat aktivitas
menunjukkan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Diare, mual, kelelahan perasaan, ketakutan, persepsi
- Gangguan tidur berkurangnya kecemasan
 Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut nadi,
RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
3) Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda dan gejala
penyakit

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang Pengetahuan SLKI: SIKI :


Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keterbatasan kognitif, interpretasi process keluarga
terhadap informasi yang salah,  Kowledge : health  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kurangnya keinginan untuk Behavior bagaimana hal ini berhubungan dengan
mencari informasi, tidak Setelah dilakukan tindakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
mengetahui sumber-sumber keperawatan selama …. pasien tepat.
informasi. menunjukkan pengetahuan  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
tentang proses penyakit dengan muncul pada penyakit, dengan cara yang
kriteria hasil: tepat
DS: Menyatakan secara verbal  Pasien dan keluarga  Gambarkan proses penyakit, dengan cara
adanya masalah menyatakan pemahaman yang tepat
DO: ketidakakuratan mengikuti tentang penyakit, kondisi,  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan
instruksi, perilaku tidak prognosis dan program cara yang tepat
sesuai pengobatan  Sediakan informasi pada pasien tentang
 Pasien dan keluarga kondisi, dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan  Sediakan bagi keluarga informasi tentang
prosedur yang dijelaskan kemajuan pasien dengan cara yang tepat
secara benar
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Pasien dan keluarga
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mampu menjelaskan
mendapatkan second opinion dengan cara
kembali apa yang
yang tepat atau diindikasikan
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya  Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat

4) Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi

Nyeri akut berhubungan dengan: SLKI : SIKI :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
 comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien ketidaknyamanan
DO: tidak mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi untuk menahan nyeri kriteria hasil: menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
- Gangguan tidur (mata sayu, (tahu penyebab nyeri, mampu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
tampak capek, sulit atau menggunakan tehnik kebisingan
gerakan kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri mengurangi nyeri, mencari  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Fokus menyempit (penurunan bantuan) intervensi
persepsi waktu, kerusakan  Melaporkan bahwa nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
proses berpikir, penurunan berkurang dengan dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
interaksi dengan orang dan menggunakan manajemen dingin
lingkungan) nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Mampu mengenali nyeri ……...
jalan-jalan, menemui orang lain (skala, intensitas, frekuensi  Tingkatkan istirahat
dan/atau aktivitas, aktivitas dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang nyeri seperti
berulang-ulang)  Menyatakan rasa nyaman penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Respon autonom (seperti setelah nyeri berkurang berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
diaphoresis, perubahan tekanan  Tanda vital dalam rentang prosedur
darah, perubahan nafas, nadi normal  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan dilatasi pupil)  Tidak mengalami gangguan pemberian analgesik pertama kali
- Perubahan autonomic dalam tidur
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
DAFTAR PUSTAKA

Nanda International, Nursing Diagnosis: Deffintion & Classification 2018-2019.

Herdman, Heather T. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2019-2020

Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar.

Wilkinson, M. Judith. (2017). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta : EGC.

Prawirohajo, sarwono. 2018. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka.

Manjoer, arif. 2020. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Aesculapius.

Jhonson, Marion., Meridean Maas. (2020). Nursing Outcomes Classification (NOC). St.
Louis: Mosby

Anda mungkin juga menyukai