Anda di halaman 1dari 9

1.

Pengukuran Sipat Datar

Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran
perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di atas air laut ke suatu titik
tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik - titik akan dapat ditentukan dengan garis
sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar
adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan
ketinggian yang tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat
diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama diketahui tingginya.

Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan
nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung berada di tengah garis bidik akan mendatar.
Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus di tengah setiap kali akan membaca skala rambu. Karena
interval skala rambu umumnya 1 cm, maka agar kita dapat  enaksir bacaan skala dalam 1 cm dengan
teliti, jarak antara alat sipat datar dengan rambu tidak lebih dari 60 meter. Artinya jarak antara dua titik
yang akan diukur beda tingginya tidak boleh lebih dari 120 meter dengan alat sipat datar ditempatkan di
tengah antar dua titik tersebut dan paling dekat 3,00 m. Beberapa istilah yang digunakan dalam
pengukuran alat sipat datar, diantaranya:

1. Stasion adalah titik dimana rambu ukur ditegakkan; bukan tempat alat sipat datar ditempatkan.
Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri alat.
2. Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan.
3. Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian (permukaan air
laut rata-rata) 
4. Pengukuran ke belakang adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui
ketinggiannya, maksudnya untuk  mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu
belakang.
5. Pengukuran ke muka adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui
ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu
muka.
6. Titik putar (turning point) adalah stasion dimana pengukuran ke belakang dan kemuka
dilakukan pada rambu yang ditegakan di stasion tersebut.
7. Stasion antara (intermediate stasion) adalah titik antara dua titik putar, dimana hanya
dilakukan pengukuran ke muka untuk menentukan ketinggian stasion tersebut.
8. Seksi adalah jarak antara dua stasion yang berdekatan, yang sering pula disebut slag.
2. Tujuan Pengukuran sifat datar

Untuk mencari elevasi beda tinggi pada dua titik yang akan di ukur.

3.      Alat Ukur Sifat Datar

1.      Waterpass optis (wild,topcon)

mempunyai 4 tipe : 

·         Tipe kekar

Pada tipe ini sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Semua bagian pada alat sipat datar tipe kekar
adalah tetap. Nivo tabung berada di atas teropong, teropong hanya dapat digeser dengan sumbu kesatu
sebagai sumbu putar.

 Dimana:

1. Teropong.   
2. Nivo Tabung
3. Pengatur Nivo
4. Pengatur dafragma
5. Kunci Horizontal      
6. Skrup Kiap
7. Tribrach
8. Trivet
9. Kiap (Levelng head)
10. Sumbu ke.1
11. Tombol Fokus

·         Tipe reverse

Pada tipe ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang
mempunyai sumbu tegak. Pada alat ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga
oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Di samping itu teropong dapat diungkit dengan skrup
(no 13) sehingga garis bidik dapat mengarah ke atas, ke bawah, maupun mendatar. Sumbu mekanis,
disamping sebagai sumbu puitar teropong merupakan garis penolong untuk membuat garis bidik sejajar
dengan dua garis jurusan nivo reversi.

Dimana:

1. Teropong.                                  9. Kiap.

2. Nivo Reversi.                            10. Sumbu ke-1 (Sumbu Tegak).

3. Pengatur Nivo.                         11. Tombol Fokus.

4. Pengatur Diafragma.              12. Pegas.

5. Skrup Pengunci Horizontal.   13. Skrup Pengungkit Teropong.

6. Skrup Kiap.                                14. Skrup Pemutar Teropong.

7. Tribrach.                                    15. Sumbu Mekanis. 8. Trivet.


·         Tipe jungkit

Pada tipe ini sumbu tegak dan teropong dihubungkan dengan engsel dan skrup pengungkit.Berbeda
dengan tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit dengan skrup pengungkit.         

       Dimana:

1.    Teropong.                          8. Trivet.

2.    Nivo Tabung.                    9. Kiap.

3.    Pengatur Nivo.                  10. Sumbu ke-1.

4.    Pengatur Diafragma.        11. Tombol Focus.

5.    Pengunci Horizontal.         12. Pegas.

6.    Skrup Kiap.                       13. Pengungkit Teropong.

7.    Tribrach.

. Type Otomatis

Tipe ini sama dengan tipe kekar, hanya di dalam teropongnya terdapat akat yang disebut kompensator
untuk membuat agar garis bidik mendatar. Berbeda dengan 3 tipe sebelumnya, pada type otomatik ini
tidak terdapat nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik sebagai penggantinya di dalam teropong
dipasang alat yang dinamakan kompensator.  Bila benang silang diafragma telah diatur  dengan baik,
sinar mendatar dan masuk melalui pusat objektip akan  selalu jatuh depat di titik potong benang silang
diafragma, walaupun teropong miring (sedikit). Dengan demikian, dengan dipasangnya kompensator
antara lensa objektip dan diafragma garis bidik menjadi mendatar. Walaupun demikian type otomatik
mempunyai kekurangan yaitu mudah dipengaruhi getaran, karena sebagai kompensatornya
dipergunakan sistimpendulum
2.      Rambu ukur sepanjang 3 meter 2 buah

3.      Unting-unting dan benang

4.      Patok dari bambu atau kayu, paku atau cat

5.      Pita ukur (panjang 60cm atau 100 cm)

6.      Payung

7.      Meja ukur

8.      Formulir ukuran

9.      Statip 
4. Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar

Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai
berikut :

1. Kesalahan Petugas :

3.1 Disebabkan oleh observer


1. Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (penempatan gelembung nivo yang tidak
sempurna dan sebagainya).
2. Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama dari kedua rambu.
3. Kesalahan pembacaan.
4. Kesalahan pencatatan.
5. Disebabkan oleh rambu:
1. Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal.
2. Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu  Sopwith yang perpanjangannya dirasakan
kurang sempurna.
3. Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan pada tumpuan yang keras.

Selanjutnya kesalahan yang disebabkan kekurangan-kekurangan pada tanda-tanda indeks rambu karena
titik-titik balik bernomor genap yang tidak tersedia antara dua titik dapat dianggap sebagai kesalahan
pembidik. Pada sipat datar teliti, seluruh jarak harus dibagi menjadi bagian-bagian berjumlah genap untuk
menentukan titik-titik balik.
3.2 Kesalahan Instrumen :
1.Disebabkan oleh petugas
1.Penyetelan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (garis kolimasi tidak sejajar
dengan sumbu niveu tabung)

4. Parallax yang timbul pada saat pengukuran :

1. Disebabkan oleh rambu


1. Graduasi rambu yang tidak teliti. Untuk perbaikannya dibutuhkan kalibrasi.
2. adanya kesalahan indeks rambu.
3. Sambungan rambu yang tidak sempurna (terutama pada tipe perpanjangan).
2. Kesalahan Alami :
1. Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung dapat merubah kondisi
intrumen sipat datar dan karenanya merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama
observasi, instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar matahari. Demikian pula,
pemuaian atau penyusutan skala rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur
rambu tersebut.
2. Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu : Karena beratnya sendiri, baik
instrumen sipat datar maupun rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah
yang lunak. Pada tempat-tempat seperti itu, penyangga statif dan rambu haruslah dibuat
khusus seperti piket, patok atau harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang
berhembus kencang akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk menghindarinya
dapat digunakan perisai pelindung atau menggunakan rambu yang pendek.
3. Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa berkas cahaya yang melintasi
udara dengan kerapatan yang berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas
permukaan tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan karenanya perubahan
kerapatannyapun besar pula. Karena itu pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin
sekali tidak teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah sependek
mungkin. Selanjutnya diusahakan agar posisi instrumen sipat datar terletak di tengah-
tengah antara kedua rambu.
4. Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah datar, akan tetapi berbentuk
speris, maka lengkung permukaan bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini
merupakan problema yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila instrumen sipat
datar ditempatkan di tengah-tengah antara kedua rambu, maka pengaruhnya dapat
diabaikan. (Sosrodarsono, 1983)
5. Penentuan Beda tinggi sifat datar

Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan
tiga cara penempatan alat sipat datar tergantung pada keadaan di lapangan, adapun  tiga cara penempatan
alat sipat datar, yaitu: a.    Dengan menempatkan alat sipat datar di atas titik B (salah satu titik yang akan
diukur beda tingginya), bidik pesawat ke titik lainnya (A) yang sebelumnya telah berdiri rambu ukur.
Sebagai contoh, hasil bidikan tadi kita beri nama a. Setelah di ketahui a, pindahkan alat sipat datar ke titik
A, lakukan bidikan yang sama terhadap titik B, maka di ketahuilah hasil bidikan terhadap titik B yaitu b.
Beda tinggi dari kedua titik tersebut (Dh) dapat diperoleh dengan Dh = b-a. Perlu diketahui bahwa dalam
setiap pengukuran, letak gelembung nivou harus berada di tengah-tengah. b.    Alat ukur penyipat datar
diletakkan diantara titik A dan titik B dan membentuk suatu garis lurus, ukur jarak antara alat sipat
datar  terhadap titik A dan titik B, Arahkan garis bidik dengan gelembung di tengah–tengah ke titik A
(belakang) dan ke titik B (muka) yang telah berdiri rambu ukur, dan misalkan pembacaaan pada dua
mistar berturut–turut ada b (belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka–angka pada rambu
selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa
beda tinggi antara titik–titik A dan B ada  Dh = b – m. c.    Alat ukur penyipat datar ditempatkan tdak
diantara titik A dan B, tidak pula diatas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau
disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di
atas titik A dan B sekarang adalah berrturut-turut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah,
bahwa beda tinggi         t = b – m.

6. Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar

Terdapat empat jenis pengukuran yang umumnya dilakukan dengan masing-masingtujuan yang berbeda
pula. Keempat jenis pengukuran tersebut akan diuraikan secara panjang lebar di bawah ini.

1.      Sipat datar memanjang

Digunakan apabila jarak antara dua station yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (di
luar jangkauan jarak pandang). Jarak antara kedua station tersebut dibagi dengan jarak pendek yang
disebut seksi atau slag yang jumlah tiap seksi akan menghasilkan beda tinggi dengan kedua station
tersebut. Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui ketinggian dari titik yang dilewatinya dan
biasanya diperlukan sebagai vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Hasil akhir dari pekerjaan ini adalah
data ketinggian dari pilar-pilar sepanjang jalur pengukuran yang bersangkutan yaitu semua titik yang
ditempati oleh rambu ukur tersebut.

2.      Sipat datar resiprokal


Kelainan dari sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo yang dilengkapi dengan
skala pembaca bagi pengungkitan yang dilakukan terhadap nivo tersebut. Sehingga dapat dilakukan
pengukuran beda tinggi diantara ke 2 titik yang dilewati pengukuran seperti halnya sipat datar
memanjang maka hasil akhirnya adalah data ketinggian dari kedua titik tersebut.

3.      Sipat datar profil

Tujuan dari pengukuran ini umumnya adalah untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan
ataupun saluran sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan timbunan yang dapat
dilakukan pada pekerjaan konstruksi. Pelaksanaan dari pengukuran ini adalah gambaran profil
memanjang dan melintang. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah gambaran profil dari pada kedua jenis
pengukuran dalam arah potongan tegaknya.

4.      Sipat datar luas

Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah penggamban profil dari suatu
daerah pemetaan yang dilakukan dengan mengambil ketinggiannya. Sehingga dengan melakukan
interpolasi diantara ketinggian yang ada, maka dapat ditarik garis kontur di atas daerah peta
pengukuran tersebut. Digunakan untuk ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu
untuk membuat garis-garis ketinggian.

Anda mungkin juga menyukai