Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN AMAZON POLMAN


TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI
KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat S1 Pada


Program Studi Teknik Sipil

MUHAMMAD IKHRAM
D0117319

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
MAJENE
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v

BAB PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah......................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6
2.1 Defenisi Jalan ............................................................................. 6
2.2 Sistem Transportasi Jalan ........................................................... 6
2.3 Segmen Jalan Perkotaan ............................................................. 7
2.4 Karakteristik Jalan Perkotaan ..................................................... 8
2.5 Bangkitan Pergerakan ................................................................ 8
2.6 Hambatan Samping .................................................................... 8
2.7 Tingkat Pelayanan ...................................................................... 10
2.8 Hubungan Antara Kecepatan,Volume dan Kepadatan
Lalulintas .................................................................................... 11
2.9 Penelitian Terdahulu .................................................................. 16
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 24
3.1 Profil Penelitian .......................................................................... 24
3.2 Tempat dan Waktu Penelitan ..................................................... 25
3.3 Jenis Penelitian dan Sumber Data .............................................. 26
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 26

ii
3.5 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 27
3.6 Teknik Analisa data.................................................................... 29
3.7 Bagan Alur Penelitian ................................................................ 31

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................. 25


Gambar 3.2 Layaout Lokasi Penelitian ....................................................... 25
Gambar 3.3 Bagan Alur Penelitian ............................................................. 29

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Aktifitas Samping Jalan ..................................................... 9


Tabel 2.2 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan ...................... 9
Tabel 2.3 Klasifikasi tingkat pelayanan jalan ............................................. 11
Tabel 2.4 Kapasitas dasar jalan perkotaan .................................................. 14
Tabel 2.5 Faktor penyesuaian ukuran kota ................................................. 14
Tabel 2.6 Penyesuaian bahu jalan ............................................................... 14
Tabel 2.7 Penyesuaian arah lalu lintas ........................................................ 15
Tabel 2.8 Jen Faktor penyesuaian lebar jalan ............................................. 15

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang


keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian
masyarakat dan perkembangan wilayah, baik itu di daerah pedesaan maupun
daerah lainya. Sistem transportasi yang ada dimaksudkan untuk meningkatakan
pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainya yang dapat mendukung
terjadinya pertumbuhan ekonomi.Laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang
kian meningkat mendorong manusia agar dapat melakukan sesuatu secara cepat
dan akurat. Salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian
masyarakat yaitu sistem transportasi.
Sistem transportasi yang ada dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan
mobilitas pemduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang ada di berbagai wilayah, memicu meningkatnya jumlah
pengguna alat transportasi yang tidak terkendali yang sangat jelas berdampak
pada jalan-jalan yang semakin dipenuhi oleh berbagai jenis kendaraan yang
tidak sebanding dengan fasilitas jalan raya itu sendiri. Sehingga menyebabkan
perlambatan pergerakan kendaraan yang mengakibatkan kemacetan di
beberapa ruas jalan.
Lokasi yang menjadi daerah paling rawan terjadi kecelakaan yaitu
persimpangan. Persimpangan jalan adalah salah satu tempat yang rawan
terjadinya kecelakaan karena merupakan terjadinya konflik lalu lintas.
Sebagian besar jalan raya di Polewali Mandar telah terdapat persimpangan
jalan yang berguna untuk melancarkan arus lalu lintas. Tetapi pada
kenyataannya di daerah persimpangan itu sendiri sering terjadi kemacetan lalu
lintas bahkan hingga terjadi kecelakaan lalu lintas.

6
Begitu juga yang terjadi pada simpang tiga tak bersinyal di Jalan Jendral
Sudirman – Jalan Brawijaya Wonomulyo yang tidak terlepas dari masalah
kemacetan lalu lintas. Ketika melewati daerah tersebut, terutama pada jam-jam
sibuk seperti pagi, siang dan sore hari yang sering terjadi antrian kendaraan
atau kemacetan di simpang tersebut. Daerah tersebut juga merupakan daerah
pertokoan sehingga banyak kendaraan yang terparkir di pinggir jalan atau ruas
jalan pada daerah persimpangan tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk
memperoleh gambaran kondisi simpang tiga tidak bersinyal serta untuk
mencari solusi pemecahan masalah yang terdapat di simpang tersebut. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu MKJI (Manual Kapasitas Jalan
Indonesia) 1997.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka dibuat rumusan


masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja pada simpang tiga tidak bersinyal Jalan Jendral
Sudirman – Jalan Brawijaya Wonomulyo ?
2. Bagaimana solusi untuk memecahkan masalah simpang apabila derajat
kejenuhannya tinggi ?
3. Bagaimana dampak kinerja simpang tiga tidak bersinyal 5 tahun
mendatang?
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengkaji kinerja simpang tiga tak bersinyal dengan nilai-nilai kapasitas,
derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian dengan menggunakan MKJI
1997.
2. Mencari solusi terbaik untuk memecahkan masalah simpang tiga tak
bersinyal tersebut.
1.4 Batasan Masalah

1. Lokasi penlitian di simpang tiga tak bersinyal pada Jalan Jendral Sudirman
– Jalan Brawijaya Wonomulyo.

7
2. Analisis kinerja simpang tiga tidak bersinyal dilakukan berdasarkan MKJI
1997.
3. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) hari, yaitu hari Senin (mewakili hari
kerja) dan hari Minggu (mewakili hari libur) dari jam 06.00 – 18.00 WITA.
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
gambaran mengenai kinerja simpang tiga tak bersinyal serta memberikan cara
penanaganan yang dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang
terjadi di daerah sekitar simpang tiga tak bersinyal tersebut.
1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini di susun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Menejelaskan tentang pemdahuluan, latar belakang, rumusan


masalah, tujuan penelitian , batasan masalah, manfaat penelitian,
keaslian penelitian dan sistematika penulisan
BAB II Pada bagian ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka dan landasan
teori. Pada tinjauan pustaka berisi tentang hasil penelitian
/pemikiran peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan,sedangkan landasan teori dijabarkan langsung
oleh peneliti dari latar belakang masalah dan tinjauan pustaka
sebagai tuntutan untuk menyelesaikan masalah penelitian dan untuk
merumuskan hipotesis.
BAB III Metode penelitian,pada bagian ini berisikan tentang prosedur
penelitian,bahan atau material,alat –alat yang di gunakan dalam
penelitian,dan analisis data atau cara yang digunakan untuk
menganalisis data.
BAB IV Pada bagian ini berisi tentang uraian hasil penelitian serta
pembahasan yang sifatnya terpadu.Penyajian hasil penelitian dapat
berupa grafik,table,foto atau bentuk lain.
BAB V Pada bab ini berisi tentang kesimpulan atau uraian singkat yang di
jabarkan secara tepat untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan

8
hasil penelitian. Dalam bab iini juga berisi tentang saran yang
memuat tentang usulan/pendapat yang harusnya di perhatikan oleh
peneliti lain.

9
1.7 Keaslian Penelitian

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : MUHAMMAD FAHRI SILAH
Nim : D0117327
Program studi : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik
Judul skripsi :
ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA TIDAK BERSINYAL JALAN
JENDRAL SUDIRMAN – JALAN BRAWIJAYA TERHADAP TINGKAT
PELAYANAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR
Menjelaskan dengan sebenarnya bahwa:

1. Dengan ini saya menyatakan sesunggunya bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil
dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau
simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari
penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan yang saya salin, tiru,
atau saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberi pengakuan penulis
aslinya.
2. Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapatkan sanksi
akademik jika ternyata di kemudian hari penyataan ini tidak benar.

Majene, 2020
Yang memberi pernyataan

MUHAMMAD FAHRI SILAH


Nim. D0117327

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simpang

Simpang merupakan pertemuan dari ruas-ruas jalan yang berfungsi untuk


melakukan perubahan arus lalu lintas. Pada dasarnya persimpangan adalah
bagian terpenting dari sistem jaringan jalan, yang secara umum kapasitas dapat
dikontrol dengan mengendalikan volume lalu lintas dalam sistem jaringan
tersebut. Persimpangan ini terdiri dari beberapa cabang salah satunya yaitu,
simpang tiga. Simpang tiga dapat di definisikan sebagai daerah umum dimana
dua jalan bergabung atau bersimpangan yang memiliki tiga lengan pendekat.
Pada prinsipnya persimpangan adalah pertemuan dua atau lebih jaringan jalan.
Berdasarkan pengaturan lalu lintas pada simpang dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis, yaitu Simpang bersinyal dan Simpang tak bersinyal. Pada simpang tidak
bersunyal arus lalu lintas yang dilayani relatif kecil, sedangkan pada simpang
bersinyal dapat melayani lalu lintas dengan arus volume yang sedang atau
besar. Jenis simpang jalan yang paling banyak dijumpai adalah simpang tak
bersinyal. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas di jalan minor dan
pergerakan membelok. Namun apabila arus lalu lintas di jalan utama sangat
tinggi sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di jalan minor meningkat
(akibat terlalu berani mengambil gap yang kecil), maka dipertimbangkan
adanya sinyal lalu lintas (Ahmad Munawar, 2006).
2.2 Alih Gerak Kendaran Dan Konflik –Konflik

Keberadaan persimpangan pada suatu jalan, ditunjukkan agar kendaraan


bermotor, pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak dalam
arah yang berbeda dan pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada
persimpangan, akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik
dari persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari

11
pergerakan tersebut (Harianto,2004).
Permasalahan pada persimpangan timbul disebabkan oleh pergerakan lalu
lintas yang datang dari setiap lengan simpangan (belok kiri, lurus, dan belok
kanan) semua akan menggunakan ruang/tempat yang sama dan pada waktu
yang bersamaan pula sehingga menimbulkan titik-titik konflik pada ruang
persimpangan tersebut. Semakin banyak titik konflik yang terjadi pada ruang
persimpangan akan semakin menghambat proses pergerakan arus lalu lintas
dan hal ini akan menyebabkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Jumlah dan
jenis konflik yang terjadi pada suatu persimpangan (belok kiri, lurus, dan belok
kanan) masing- masing akan menghasilkan titik konflik yang berbeda setelah
bertemu dengan pergerakan arus lalu lintas lainnya yang berasal dari ketiga
lengan persimpangan lainnya. Semua pergerakan arus lalu lintas dari setiap
lengan persimpangan akan menghasilkan konflik. Jumlah dan jenis konflik
pada ruang persimpangan akan sangat bergantung pada:
1. Jumlah lengan persimpangan.
2. Jumlah setiap lengan persimpangan.
3. Arah pergerakan arus lalu lintas dari setiap lengan persimpangan (belok
kiri, lurus, dan belok kanan).
4. Pengaturan pergerakan arus lalu lintas.

Berdasarkan sifat konflik yang ditimbulkan oleh manuver kendaraan dan


keberadaan pejalan kaki dibedakan menjadi 2 tipe yaitu :
1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang
saling memotong.
2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan
dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan
para pejalan kaki.

Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi di persimpangan


tergantung beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah kaki persimpangan yang ada.
2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan.

12
3. Jumlah arah pergerakan yang ada.

Terdapat 4 jenis dasar alih gerak kendaraan menurut Harianto, 2004 :


1. Berpencar (diverging), adalah peristiwa memisahnya kendaraan dari
suatu arus yang sama ke jalur yang lain. Menurut Bina Marga berpencar
(diverging), yaitu penyebaran arus kendaraan dari satu jalur lalu-lintas
ke beberapaarah.
2. Bergabung (merging), adalah peristiwa menggabungkan kendaraan dari
suatu jalur ke jalur yang sama. Menurut Bina Marga bergabung
(merging), yaitu menyatukan arus kendaraan dari beberapa jalur lalu-
lintas ke satuarah.
3. Berpotongan (crossing), adalah peristiwa perpotongan antara arus
kendaraan dari satu jalur ke jalur yang lain pada persimpangan dimana
keadaan yang demikian akan menimbulkan titik konflik pada
persimpangan tersebut. Menurut Bina Marga berpotongan (crossing),
yaitu berpotongannya dua buah jalur lalu lintas secara tegak lurus.

4. Bersilangan (weaving), adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih
yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan di jalan
raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gerakan ini sering terjadi pada
suatu kendaraan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur lain misalnya
pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk,
kemudian bergerak ke jalur lainnya akan menimbulkan titik konflik pada
persimpangan tersebut.

Alih gerak yang berpotongan lebih berbahaya dari pada 3 jenis alih
kendaraan yang lainnya. Sasaran yang harus dicapai pada pengendalian
simpang antara lain adalah:
1. Mengurangi maupun menghindari kemungkinan kecelakaan yang
disebabkan oleh adanya titik konflik.
2. Menjaga agar kapasitas persimpangan operasinya dapat optimal sesuai
dengan rencana.
3. Harus memberikan petunjuk yang jelas dan pasti serta sederhana dalam

13
mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan.

Gambar 2.1 Alih gerak kendaraan (Tamin, 2008)

3.3 Perlengkapan Pengendalian Persimpangan

Beberapa jenis penanganan persimpangan dapat dilakukan sesuai dengan


besarnya volume arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan tersebut.
Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih alasan
sebagai berikut.

1. Untuk menghindari kemacetan di persimpangan akibat adanya konflik


antar arus lalu lintas, sehingga kapasitas persimpangan tertentu dapat
dipertahankan bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak;
2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dari lengan
persimpangan tidak-utama (minor) untuk memotong arus kendaraan
pada lengan persimpangan utama (major);
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas di ruang persimpangan.

Untuk suatu persimpangan yang pergerakan arus lalu lintas dari setiap
lengan persimpangan cukup rendah, penanganan persimpangan yang dapat
dilakukan adalah dengan perimpangan sebidang tanpa perlunya pengaturan
lampu lalu lintas, yaitu:
a. Pengaturan Prioritas (Priority Junction)
Pada sebuah persimpangan sebidang dengan pengaturan prioritas

14
(priority junction) terdapat 2 (dua) jenis kategori jalan, yaitu: lengan
persimpangan utama (major) dan lengan persimpangan tidak utama
(minor). Lengan persimpangan utama (major) biasanya mempunyai
kapasitas yang lebih besar dan kecepatan yang lebih tinggi relatif
terhadap lengan persimpangan tidak utama (minor). Pada
persimpangan, kendaraan pada jalan utama selalu mempunyai
prioritas yang lebih tinggi dari pada semua kendaraan-kendaraan

yang bergerak pada jalan-jalan kecil lainnya.

Gambar 2.2 Pergerakan lalulintas pada simpang prioritas (Tamin, 2008)

Gambar diatas telah memperlihatkan sebuah persimpangan


berlengan 3 (tiga) dimana lengan persimpangan Barat-Timur
merupakan lengan persimpangan utama (mayor) dimana lengan
persimpangan Selatan merupakan lengan persimpangan tidak utama
(minor). Pada kondisi ini, berlaku aturan bahwa kendaraan yang
berasal dari lengan yang bergerak dari lengan persimpangan Selatan
akan selalu memberikan prioritas pada kendaraan yang bergerak dari
lengan persimpangan Barat-Timur. Kendaraan dari lengan
persimpangan Selatan baru akan dapat memotong arus kendaraan
pada arus jalan Barat-Timur jika terdapat jarak yang memungkinkan
kendaraan dari lengan persimpangan Selatan memotong arus tanpa
harus terjadinya kecelakaan .

b. Dengan pengaturan kanalisasi

15
Penanganan persimpangan sebidang dengan pengaturan kanalisasi
bertujuan untuk memisah lajur lalu lintas yang bergerak lurus dengan
lajur lalu lintas membelok (kiri dan kanan) sehingga pergerakan lalu
lintas dapat lebih mudah dan aman bergerak di ruang persimpangan.
Bentuk pemisah tersebut dapat berupa marka jalan atau pulau.
lalulintas. Menurut Dirjen Bina Marga, kanalisasi yaitu sistem
pengendalian lalu lintas dengan menggunakan pulau atau marka.
Kanalisasi ini bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik-
titik dan daerah konflik.Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan
marka-marka jalan, paku-paku jalan, median-median, dan pulau-
pulau lalu lintas yang timbul.

c. Dengan pengaturan rambu dan marka.


Penanganan persimpangan sebidang dengan pengaturan rambu dan
marka mempunyai tujuan agar pergerakan kendaraan dari lengan
persimpangan tidak utama (minor) memberikan prioritas atau
kesempatan bergerak bagi arus kendaraan pada lengan persimpangan
utama (major).

d. Bundaran (roundabout)
Jika volume arus kendaraan pada lengan persimpangan tidak-
utama (minor) relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan volume
pada lengan persimpangan utama (major), maka jenis penanganan
persimpangan yang cocok adalah dengan pengaturan prioritas,
pengaturan kanalisasi, atau pengaturan rambu dan marka. Sedangkan
jika volume arus kendaraan pada lengan persimpangan tidak utama
semakin membesar, maka jenis penanganan yang lebih cocok adalah
pengaturan bundaran (roundabout) atau dengan pengaturan
persimpangan berlampu lalu lintas. Akhirnya, jika volume kendaraan
baik pada lengan utama (major) maupun pada lengan persimpangan
tidak utama (minor) sudah sangat tinggi maka penanganan yang
cocok, yaitu dengan persimpangan tidak sebidang. Penanganan

16
persimpangan dengan pengaturan bundaran (roundabout) dapat
diasumsikan bahwa arus jalan di bundaran merupakan lengan
persimpangan utama (major) sedangkan ruas jalan pada lengan
bundaran merupakan lengan persimpangan tidak utama (minor).
Persyaratan utama bagi berfungsinya penanganan persimpangan
dengan pengaturan bundaran adalah menjamin pergerakan arus
kendaraan pada ruas jalan di bundaran tidak boleh terlambat. Karena
jika terlambat, maka seluruh sistem pergerakan pada bundaran
tersebut akan terlambat total. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberlakukan aturan bahwa kendaraan dari setiap lengan bundaran
(minor). Aturan inilah yang akan menjamin pergerakan kendaraan
pada arus jalan bundaran tidak terlambat.

Perbaikan-perbaikan kecil tertentu dapat dilakukan untuk semua jenis


persimpangan yang dapat meningkatkan keselamatan dan efisiensi, antara
lain adalah:
1. Pelebaran lajur-lajur masuk
Pelebaran jalan yang dilakukan pada jalan yang masuk ke
persimpangan akan memberi kemungkinan bagi kendaraan uantuk
mengambil ruang antara pada arus lalu lintas di suatu bundaran lalu
lintas, atau waktu prioritas pada persimpangan berlampu pengatur lalu
lintas. Contoh pengendalian persimpangan dengan pelebaran lajur-lajur
masuk dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Contoh pengendalian persimpangan dengan pelebaran

17
lajur-lajur masuk (Abubakar, 1990, dalam Dwiriyanto, 2012)
2. Lajur-lajur percepatan dan perlambatan
Pada persimpangan-persimpangan antara jalan minor (kecil) dengan
jalan-jalan berkecepatan tinggi, cara yang termudah adalah dengan
menyediakan lajur-lajur tersendiri untuk keperluan mempercepat dan
memperlambat kendaraan. Pengendalian persimpangan dengan lajur-
lajur percepatan dan perlambatan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pengendalian persimpangan dengan lajur-lajur percepatan dan


perlambatan (Abubakar, 1990, dalam Dwiriyanto, 2012)
1. Lajur-lajur kanan
Lalu lintas yang membelok ke kanan dapat menyebabkan timbulnya
kecelakaan atau hambatan bagi lalu lintas yang bergerak lurus ketika
kendaraan tersebut menunggu adanya ruang yang kosong dari lalu lintas
yang bergerak dari depan. Hal ini membutuhkan ruang tambahan yang
kecil untuk memisahkan kendaraan yang belok kanan dari lalu lintas
yang bergerak lurus ke dalam suatu lajuryang khusus. Persimpangan
dengan lajur-lajur belok kanan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

18
Gambar 2.5 Pengendalian persimpangan dengan lajur-lajur belok kanan
(Abubakar, 1990, dalam Dwiriyanto, 2012)

2. Pengendalian terhadap pejalan kaki


Para pejalan kaki akan berjalan dalam suatu garis lurus yang
mengarah kepada tujuannya, kecuali apabila diminta untuk tidak
melakukannya. Fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki harus
diletakkan pada tempat- tempat yang dibutuhkan, sehubungan dengan ke
daerah mana mereka akan pergi. Digunakan pagar besi untuk
menganalisasi (mengarahkan) para pejalan kaki, dan penyeberangan
bawah tanah (subway) serta jembatan-jembatan penyeberangan untuk
memisahkan para pejalan kaki dari arus lalu lintas.
3.4 Kondisi Geometrik

Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa yang memberikan


gambaran suatu simpang mengenai informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu
dan median. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada
simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tertinggi.Untuk
simpang 3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan
minor diberi notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D (lihat
pada Gambar 2.9). Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa
lalulintas memberikan informasi lalulintas yang lebih rinci dari yang
diperlukan untuk analisa simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan
sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan
(MKJI,1997).

19
3.5 Kondisi Lalu Lintas

Sketsa arus lalulintas memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari


yang diperlukan untuk analisis simpang tak bersinyal. Jika alternatif
pemasangan sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan
diperlukan. Sketsa sebaiknya menunjukkan gerakan lalu-lintas bermotor dan
tak bermotor (kend/jam) pada pendekat ALT (notasi: A, arah: Left Turn),
AST (notasi: A, arah: Straight), ART (notasi: A, arah: Right Turn) dan
seterusnya. Satuan arus, kend/jam atau LHRT (lalulintas harian rata-rata),
diberi tanda dalam formulir, seperti contoh Gambar 3.2 (MKJI,1997). Data
arus lalulintas (kend/jam) yang telah diketahui terlebih dahulu dikonversi
menjadi smp/jam. Nilai emp masing-masing jenis kendaraan menurut MKJI
(1997) adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan ringan (Lv) : 1,0
b. Kendaraan berat (Hv) : 1,3
c. Kendaraan tidak bermotor (um) : 0,5

3.6 Kondisi Lingkungan

Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna tanah dan
aksesibilitas jalan tersebutdari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara
kualitatif dari pertimbangan teknik lalulintas seperti dibawah ini:
a. Komersial (Com) yaitu tata guna lahan komersial (misalnya pertokoan,
rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki
dankendaraan.
b. Permukiman (Res) yaitu tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk
langsung bagi pejalan kaki dankendaraan.
c. Akses terbatas (RA) yaitu tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung
terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping,dsb).

20
Tabel 2.1 Penentuan Kelas Hambatan Samping

Jumlah
Kelas berbobot
Hambatan Kode kejadian Kondisi Khusus
Samping (Sfc) per 200m
perjam
(Dua Sisi)
Daerah pemukiman: jalan
Sangat rendah VL <100
samping tersedia
Daerah pemukiman: beberapa
Rendah L 100-299
angkutan umum dsb
Daerah Industri : beberapa toko
Sedang M 300-499
sisi jalan
Daerah komersial : sktivitas sisi
Tinggi H 500-899 jalan tinggi

Daerah komersial : aktivitas


Sangat tinggi VH >900
pasar sisi jalan

Sumber : MKJI (1997)

3.7 Kapasitas

Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian


antara kapasitas dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan
faktor – factor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi
lapangan terhadap kapasitas (MKJI, 1997). Kapasitas simpang tak bersinyal
dihitung dengan Persamaan3.1.
C = Co x Fw x FM x FCS x FRSU x FLT x FRTx FMI (smp/jam) (2.1)
dengan :
C = Kapasitas(smp/jam)

Co = Kapasitas dasar(smp/jam)

Fw = Faktor penyesuaian lebar masuk

FM = Faktor penyesuaian tipe median jalan utama

21
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

FRSU = Faktor penyesuaian hambatan samping

FLT = Faktor penyesuaian belok kiri

FRT = Faktor penyesuaian belok kanan

FMI = Faktor penyesuaian arus jalanminor


Faktor – faktor penyesuaian untuk menghitung kapasitas simpang tak
bersinyal dapat diketahui dengan memperhitungkan beberapa faktor, antara
lain:
1. Lebar Pendekat dan tipe simpang

a. Lebar Pendekat(W)
Lebar pendekat adalah tempat masuknya kendaraan dalam suatu
lengan persimpangan jalan (MKJI, 1997). Lebar pendekat pada
simpang tak bersinyal untuk jalan minor dapat diketahui dengan
Persamaan 2.2. Lebar pendekat untuk jalan mayor (utama) dihitung
dengan Persamaan 2.3, sedangkan lebar rata – rata pendekat (W1)
dihitung dengan Persamaan 2.4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Lebar rata – rata pendekat (sumber : MKJI,1997)


WAC= (WA+WC)/2 (2.2)

22
WBD= (WB+WD)/2 (2.3)
W1= (WA+ WC+ WB+ WD)/Jumlah lengan. (2.4)

b. Jumlah Lajur
Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan
ditentukan dari lebar rata-rata pendekat jalan minor dan jalan utama
sebagai berikut.
Tabel 2.2 Penentuan Jumlah Lajur

Lebar Rata-Rata Rata-Rata


Jumlah Lajur
Pendekat Minor dan Lebar
Utama Pendekat (total untuk keduaarah)
(m)
WAC , WBD
< 5,5 2
WBBDB= (b+d/2)/2
≥ 5,5 4
< 5,5 2
WBACB= (a/2+c/2)/2
≥ 5,5 4

Sumber: MKJI (1997)


c. Tipe Simpang
Tipe simpang menentukan jumlah lengan simpang dan jumlah
lajur pada jalan utama dan jalan minor pada simpang tersebut dengan
kode tiga angka, seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kode Tipe Simpang
Jumlah
No Kode
IT Lengan Lajur Jalan Lajur Jalan
Simpang Minor Utama
1 322 3 2 2
2 324 3 2 4
3 342 3 4 2
4 422 4 2 2
5 424 4 2 4

Sumber: MKJI (1997)

23
1. Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar adalah kapasitas persimpangan jalan total untuk
suatu kondisi tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya. Kapasitas dasar
(Co) untuk setiap tipe simpang dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang

No Kode IT Kapasitas Dasar (smp/jam)

1 322 2700
2 342 2900
3 324 atau 344 3200
4 422 2900
5 424 atau 444 3400
Sumber: MKJI (1997)

2. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (Fw)


Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) diperoleh berdasarkan
Persamaan 3.5 sampai dengan Persamaan 3.9. Variabel masukan adalah
lebar rata – rata semua pendekat W1dan tipe simpang (IT)

IT422, Fw = 0,70 + 0,0866 x W1 (2.5)


IT 424 atau 444, Fw = 0,61 + 0,0740 x W1 (2.6)
IT322, Fw = 0,73 + 0,0760 x W1 (2.7)
IT 324, atau 344 Fw = 0,62 + 0,0646 x W1 (2.8)
IT342, Fw = 0,67 + 0,0698 x W1 (2.9)

3. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)


Pertimbangan teknik lalu-lintas diperlukan untuk menentukan
factor median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat
berlindung pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada
jalan utama. Hal ini mungkin terjadi jika lebar median selebar 3 m atau
lebih. Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) dapat dilihat pada

24
Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)
Tipe Faktor Penyesuaian
Uraian
Median Median
Tidak ada median jalan utama tidak ada 1,00
ada median jalan utama, lebar <
3 sempit 1,05
m
ada median jalan utama, lebar ≥
lebar 1,20
3m
Sumber: MKJI (1997)
4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)
Ukuran Kota Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
(CS) (Juta) (FCS)
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 - 0,5 0,88
Sedang 0,5 - 1,0 0,94
Besar 1,0 - 3,0 1,00
Sangat besar > 3,0 1,05
Sumber: MKJI (1997).

5. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan jalan, Hambatan Samping Dan


Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan
Samping Dan Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Kelas Tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor (pum)
Kelas Hambatan
Lingkungan
Samping (SF) 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
Jalan
(RE)
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Komersial
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71

25
Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72

Pemukiman
Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Sumber: MKJI (1997)

6. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan jalan, Hambatan Samping Dan


Kendaraan Tak Bermotor(FRSU)
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping
Dan Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)
Kelas Tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor (pum)
Kelas Hambatan
Lingkungan Jalan
Samping (SF) 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
(RE)
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Komersial Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72
Pemukiman Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

Sumber: MKJI (1997).


7. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)
FLT = 0,84 + 1,61 x PLT (2.10)
dengan:
PLT = Rasio kendaraan belok kiri (QLT/QTOT)

QLT = Arus total belok kiri (smp/jam)

QTOT = Arus kendaraan bermotor total pada persimpangan


(smp/jam)

8. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)


Faktor penyesuaian belok kanan pada simpang dengan 4 lengan FRT
= 1,0

26
Faktor penyesuaian belok kanan pada simpang dengan 3 lengan
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.11.
FRT = 1,09 – 0,922 x PRT (2.11)
dengan:
PRT = Rasio kendaraan belok kanan (QRT/QTOT)

QRT = Arus total belok kanan(smp/jam)

QTOT = Arus kendaraan bermotor total persimpangan(smp/jam)

9. Faktor Penyesuaian Rasio Jalan minor (FMI)


FMI adalah faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio arus
jalan minor. Faktor penyesuaian rasio jalan minor ditunjukan pada Tabel
2.9.
Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI)

IT FMI PMI
1,19 x PMI2- 1,19 x PMI + 1,19 0,1 - 0,5
342
2,38 x PMI2- P2,38 x PMI + 1,49 0,5 - 0,9
324 16,6 x PMI4- 33,3 x PMI3+ 25,3 x PMI2- 8,6 x PMI + 1,95 0,1 - 0,3
1,11 x PMI2- 1,11 x PMI + 1,11 0,3 - 0,5
344
-0,555 x PMI2+ 0,555 x PMI + 0,69 0,5 - 0,9
Sumber :MKJI (1997)
dengan:
PMI = Rasio arus jalan minor terhadap arus persimpagan total

3.8 Perilaku Lalu Lintas


1. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan adalah rasio arus terhadap kapasitas, dihitung
dalam smp/jam.
DS = QTOT/C (2.12)
dengan:
DS : Derajat kejenuhan

27
QTOT : Arus kendaraan bermotor total pada persimpangan dinyatakan
dalam kend/j, smp/j atau LHRT (Lalu lintas harian rata-
rata,smp/jam)
C : kapasitas (smp/jam)
2. Tundaan

Tundaan adalah waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila


dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan
lalulintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalulintas (DT) adalah waktu
menunggu akibat interaksi lalulintas dengan lalulintas yang berkonflik
dan tundaan geometrik (DG) adalah waktu yang tertunda akibat
perlambatan dan percepatan lalulintas yang terganggu dan yang tidak
terganggu (MKJI,1997). Tundaan lalulintas yang dihitung dalam simpang
tak bersinyal adalah seagai berikut:
a. Tundaan Lalulintas Simpang (DT1)
Tundaan lalu lintas rata-rata DTI(detik/smp) adalah tundaan
rata- rata untuk seluruh kendaraan yang masuk simpang. Tundaan
DTIditentukan dari hubungan empiris antara tundaan DTIdan derajat
kejenuhan DS.
Untuk DS < = 0,6
DT1= 2+ 8,2078 x DS - (1-DS)x 2 (2.13)
Untuk DS > 0,6
DT1= 1,0504 / (0,2742 - 0,2042 x DS) - (1-DS)x2… (2.14)
b. Tundaan Lalulintas Jalan Utama (DTMA)
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan mayor merupakan lalu
lintas rata–rata untuk seluruh kendaraan yang masuk di simpang
melalui jalan mayor.
Untuk DS <atau = 0,6
DTMA= 1,8 + 5,8234 x DS - (1-DS) x 1,8 (2.15)
Untuk DS > 0,6
DTMA= 1,05034 / (0,346 – 0,246 x DS) - (1-DS) x1,8 (2.16)

28
c. Tundaan Lalu lintas Jalan Minor (DTMI)
Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan
tundaan lalulintas rata-rata (DTI) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan
major (DTMA).
DTMI= QTOT x DT1- QMA x DTMA/QMI (2.17)
dengan:
QMA = Arus total jalan utama/mayor (smp/jam)

QMI = Arus total jalan minor (smp/jam)

d. Tundaan Geometrik Simpang (DG)


Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata
seluruh kendaraan bermotor yang masuk di simpang. DG dihitung
menggunakan Persamaan (2.18).
Untuk DS < 1,0
DG = (1-DS) x (PTx 6 + (1- PT) x 3) + DSx4 (2.18)
Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4

dengan:
DG = tundaan geometric simpang (det/smp)

DS = derajat kejenuhan
PT = rasio beloktotal
e. Tundaan simpang
Tundaan simpang dihitung menggunakan Persamaan 2.19.
D = DG+DT1 (det/smp) (2.19)
dengan:
DG = tundaan geometrik simpang (det/smp)

DT1 = tundaan lalulintas simpang(det/smp)


2. PeluangAntrian
Batas nilai peluang antrian QP (%) ditentukan dari hubungan
empiris antara peluang antrian QP (%) dan derajat kejenuhan
(DS).Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh

29
dengan menggunakan Persamaan 2.20 dan Persamaan 2.21 (MKJI 1997)
:
Qp % batasatas = 47,71 x DS – 24,68 x DS2+ 56,47xD S3
(2.20)
Qp % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS2+ 10,49 x DS3
(2.21)
3. Penilaian Perilaku Lalulintas
Memperkirakan kapasitas dan perilaku lalulintas pada kondisi
tertentu berkaitan dengan rencana geometrik jalan, lalulintas dan
lingkungan. Untuk menilai hasilnya dengan melihat derajat kejenuhan
untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan
pertumbuhan lalulintas tahunan dan umur fungsional yang diinginkan
dari simpang tersebut

3.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang simpang tak bersinyal 3 lengan pernah ditulis oleh


Pribadi (2014) dengan judul analisis kinerja simpang tak bersinyal (Studi
Kasus: Simpang 3 tak bersinyal Jalan HOS.Cokroaminoto-Jalan Prof. Ki
Amri Yahya. Yogyakarta) Setelah dilakukan analisis kondisi operasional
simpang Jalan HOS Cokroaminoto-Prof .Ki Amri Yahya dengan hasil
penilitan sebagai berikut :
Menurut perhitungan dan analisis Manual Kapasitas Jalan Indonesia
1997 (MKJI 1997) simpang tiga tak bersinyal Jalan HOS Cokroaminoto- Prof
Ki Amri Yahya dapat dikatakan mengalami permasalahan atau dalam kondisi
operasional yang tinggi. Hasil analisisnya adalah sebagai berikut:
a. Kapasitas (C) sebesar 3514smp/jam
b. Derajat kejenuhan (DS) sebesar1,268
c. Tundaan simpang sebesar 73,97detik/smp
d. Peluang antrian (QP) sebesar 66,05 % - 135,97 %

Pada analisis 1 alternatif menghasilkan penurunan angka derajat kejenuhan


(DS) sebesar 1,19. Hal ini melebihi dari batas ijin yakni 0,80. Maka perlu

30
adanya alternatif 2, hasil analisis didapat angka derajat kejenuhan
menghasilkan penurunan yakni 0,885. Hasil ini masih lebih tinggi dari batas
ijin yang ada dalam MKJI 1997,maka menggunakan alternatif 3 setelah
menggunakan alternatif pertama dan kedua masih melebihi dari batas MKJI
1997 sebesar 0,885, maka menggunakan alternatif 3 dengan pengaturan satu
arah dijalan Prof. Ki. Amri yahya. Hasil analisis alternatif 3 didapat DS
sebesar 0,803 <0,8 batas standar MKJI 1997.

Penelitian tentang simpang tak bersinyal 3 lengan yang lain juga


pernah ditulis oleh Wulandari (2015). Dari data-data penelitian setelah
dilakukan analisis kinerja simpang tak bersinyal 3 lengan di simpang Jalan
Godean km 4.5 – Jalan Tata Bumi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Kapasitas simpang.
Kapasitas terbesar terjadi pada hari Senin sebesar 2606 smp/jam.
2. Derajat kejenuhan.
Derajat kejenuhan tertinggi terjadi pada hari Senin jam 07.15-08.15
yaitu sebesar 1,280.

3. Tundaan
a) Tundaan lalulintas simpang (DT1) tertinggi terjadi pada hari Senin
jam 07.15-08.15 yakni selama 82.28detik/smp,
b) Tundaan lalulintas jalan utama (DTMA) tertinggi terjadi pada hari
Senin jam 07.15-08.15 yakni selama 34.22 detik/smp,
c) Tundaan lalulintas jalan minor (DTMI) tertinggi terjadi pada hari
Senin jam 07.15-08.15 yakni selama 647.59 detik/smp,
d) Tundaan geometrik simpang (DG) tertinggi terjadi pada hari Senin
jam 07.15-08.15 yakni selama 4,00detik/smp,
e) Tundaan simpang (D) tertinggi terjadi pada hari Senin jam 07.15-
08.15 yakni selama 86.28detik/smp.
4. Peluang antrian terjadi pada hari Senin jam 07.15-08.15 dengan batas
bawah 67% - batas atas139%.

31
5. Penilaian perilaku lalulintas.
Hasil analisis menunjukan bahwa kapasitas simpang terbesar 3046
smp/jam yang melebihi kapasitas dasar dari 2700 smp/jam, sehingga
nilai derajat kejenuhan tertinggi 1,280 melebihi dari batas yang diijinkan
secara empiris di dalam MKJI 1997 yakni sebesar 0,85 dan peluang
antrian yang melebihi batas pulang antrian normal dengan nilai peluang
antrian batas bawah-atas sebesar 25,80% - 57,28%.
6. Alternatif solusi
Hasil perhitungan perbaikan simpang dengan alternatif 1 sampai
dengan alternatif 2 menunjukan bahwa nilai derajat kejenuhan secara
umum masih diatas 0,85, sehingga perlu direkayasa dengan alternatif 3
yaitu dengan mengunakan median jalan dan hasilnya menunjukan bahwa
nilai derajat. Kejenuhan 0,73 sudah memenuhi batas yang di ijinkan oleh
MKJI 1997.

32
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Jalan Jendral Sudirman – Jalan Brawijaya
Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Pengumpulan data
dilaksanakan selama 2 hari, yaitu pada hari Senin dan Minggu. Waktu
penelitian dilakukan mulai dari jam 6.00-11.00 WITA dan jam 12.00-15.00
WITA dan16.00-18.00 WITA. Dipilih hari senin untuk hari pertama masuk
kerja dan hari minggu sebagai hari libur.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Sumber: Google Maps)


3.2 Data Penelitian
Data penelitian merupakan data masukan sebagai bahan analisis dalam
penelitian ini. Data terdiridari 2 macam, yaitu :
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung
di lapangan, meliputi:
a. Kondisi geometrik, yaitu dengan mengukur lebar jalan tiap lengan
simpang, jumlah lajur dan tipe simpang.

33
b. Volume lalulintas, yaitu pencatatan jumlah semua kendaraan yang
melewati simpang, baik belok kiri, belok kanan, maupun lurus dengan
pembagian menurut jenis kendaraan dan pergerakannya.
c. Kondisi lingkungan, yaitu meliputi kelas hambatan samping yang
diperlukan untuk perhitungan.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian

3.3 Metodologi Pengumpulan Data

Perumusan metodologi pengumpulan data merupakan penentuan metode


apa yang paling tepat untuk mengumpulkan data, agar didapatkan data-data
yang dibutuhkan dengan mudah tetapi kualitas data yang dihasilkan tetap
memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah digariskan sebelumnya, atau
dengan kata lain, pada tahapan ini dirumuskan tata cara pengambilan data baik
ditinjau dari aspek teknis pengumpulan data maupun ditinjau dari aspek
kuantitatifnya. Pada tahapan ini perlu dijelaskan pula mengenai asumsi-asumsi
maupun Batasan batasanyang digunakan dalam hubungannya dengan kualitas
maupun kuantitas data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data yang
dipergunakan adalah :
a) Metode literatur, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah
data tertulis dan metode kerja yang dapat dipergunakan sebagai input
pembahasan materi.
b) Metode observasi, yaitu dengan melakukan peninjauan lapangan secara
langsung.
Adapun tahapan yang digunakan dalam mengumpulan data hingga
penyusunan laporan adalah sebagai berikut :
3.3.1 Perencanaan

Pada pelaksanaan survey ini diperlukan 12 orang surveyor (6 orang


sebagai surveor utama dan 6 lainya sebagai surveyor cadangan) yang
bergantian pada setiap 1 jam yang mempunyai tugas sebagai berikut
:

34
1) Untuk lengan Utara dibutuhkan 2 orang surveyor yang
mempunyai tugas sebagaiberikut:
a. Satu orang menghitung jumlah sepeda motor, kendaraan ringan,
kendaraan berat, dan kendaraan tak bergerak ke arah Selatan.
b. Satu orang menghitung jumlah sepeda motor, kendaraan ringan,
kendaraan berat, dan kendaraan tak bermotor yang bergerak ke
arah Barat.
2) Untuk lengan Selatan dibutuhkan 2 orang pengamat yang
mempunyai tugas sebagaiberikut:
a. Satu orang menghitung jumlah sepeda motor, kendaraan ringan,
kendaraan berat, dan kendaraan tak bermotor yang bergerak ke
arah Barat
b. Satu orang menghitung jumlah sepeda motor dan kendaraan tak
bermotor yang bergerak ke arah Utara.
3) Untuk lengan simpan barat dibutuhkan 2 orang pengamat yang
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Satu orang menghitung sepeda motor dan kendaraan tak
bermotor yang bergerak kearah Utara.
b. Satu orang menghitung Kendaraan ringan dan kendaraan berat
yang bergerak kearah Selatan.
3.3.2 Pelaksanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Peneliti melakukan perhitungan volume lalu lintas yang terjadi
pada simpang tiga tak bersinyal Jalan Jendral Sudirman-Jalan
Brawijaya Wonomulyo dimulai dari pukul 6 pagi smpai pukul 6
sore ( 12 Jam ).
2) Peneliti melakukan pengambilan data kondisi geometrik jalan.
3) Peneliti melakukan pengambilan data kondisi lingkungan.
3.3.3 Evaluasi
Pada tahap ini, peneliti menganalisis dan mengolah data yang telah
dikumpulkan dengan metode yang telah ditentukan.

35
3.4.3 Penyusunan Laporan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah menyusun dan
melaporkan hasil-hasil penelitian.

3.4 Analisis Data

Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari
suatu penelitian, karena analisa data berfungsi untuk menyimpulkan hasil
penelitian. Berikut ini adalah hasil data dilapangan yang akan diolah dan
dianalisis menggunakan Metode MKJI 1997 yang telah dituliskan pada BAB
II.

36
3.5 Bagan Alur Penelitian

Mulai

Survey Pendahuluan

Rumusan Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

DATA PREMIER : DATA SEKUNDER :


• Kondisi Geometrik • Denah Lokasi
• Volume Lalulintas
• Kondisi Lingkungan

Kompliasi Data

Analisis Data

Hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai

37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai