Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL

JALAN JENDERAL SUDIRMAN – JALAN BRAWIJAYA


WONOMULYO
Muhammad Fahri Silah1, Syukuriah Katjo2, Akbar Indrawan Saudi3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sulawesi Barat, Jl. Prof. Dr. Baharuddin Lopa
Email : muhfahri21111998@gmail.com

ABSTRAK
Persimpangan jalan adalah salah satu tempat yang rawan terjadinya kecelakaan karena merupakan terjadinya
konflik lalu lintas. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kinerja simpang tiga tak bersinyal pada Jalan Jenderal
Sudirman – Jalan Brawijaya Wonomulyo. Kemudian mencari solusi untuk memecahkan masalah jika derajat
kejenuhan tinggi.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengambilan data
lalu lintas dan pengukuran kondisi geometrik. Data sekunder berupa data jumlah penduduk Kab, Polewali Mandar.
Analisis data dalam penelitian ini berdasarkan pada MKJI 1997.
Hasil analisis data dari penelitian ini yaitu jam puncak terjadi pada hari Sabtu jam 17.00 – 18.00 WITA total
kendaraan 2664, dengan kapasitas (C) 2428,01 smp/jam, derajat kejenuhan (DS) 0,63 yang nilainya lebih kecil dari
batas pada MKJI 1997 yaitu 0,80 berada pada kategori B arus stabil, tundaan simpang (D) sebesar 11,6 detik/smp, dan
peluang antrian (QP) 34,57% - 16,61%.

Kata Kunci: Kapasitas, Derajat Kejenuhan, Simpang Tidak Bersinyal.

ABSTRACT
Crossroads are one of the places that are prone to accidents because it is a traffic conflict. This research was
conducted to examine the performance of the unsignalized intersection on Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya
Wonomulyo. Then look for solutions to solve the problem if the degree of saturation is high.
This study uses primary data and secondary data. Primary data was obtained by collecting traffic data and
measuring geometric conditions. Secondary data in the form of population data Kab. Polewali Mandar. The data
analysis in this study is based on the 1997 MKJI.
The results of data analysis from this study are that peak hours occur on Saturday at 17.00 – 18.00 WITA,
total vehicles are 2664, with a capacity (C) 2428.01 pcu/hour, degree of saturation (DS) 0.63 which is smaller than
the limit on MKJI 1997, which is 0.80, is in category B with stable flow, the intersection delay (D) is 11.6 seconds/pcu,
and the queue probability (QP) is 34.57% - 16.61%.

Keywords: Capacity, Degree of Saturation, Unsignalized Intersection.


I. PENDAHULUAN oleh berbagai jenis kendaraan yang tidak sebanding

Penelitian ini dilakukan pada Simpanng tiga tak dengan fasilitas jalan raya itu sendiri. Sehingga

bersinyal di jalan Jendral Sudirman – Jalan Brawijaya menyebabkan perlambatan pergerakan kendaraan yang

Wonomulyo Polewali Mandar. Kabupaten Polewali mengakibatkan kemacetan di beberapa ruas jalan (Farid

Mandar terletak di Sulawesi Barat dengan luas wilayah Sulaeman, 2016).

sebesar 2.022,30 km2. Kabupaten Polewali Mandar Lokasi yang menjadi daerah paling rawan terjadi

terletak ± 195 km sebelah selatan Mamuju, Ibu kota kecelakaan yaitu persimpangan. Persimpangan jalan

Provinsi Sulawesi Barat atau ± 250 km sebelah utara adalah salah satu tempat yang rawan terjadinya

Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. kecelakaan karena merupakan terjadinya konflik lalu

Kabupaten Polewali Mandar terletak pada posisi lintas (Rahmawanti, 2013). Sebagian besar jalan raya di

3 4 7,83’’ LS - 3 32 3,79’’ LS dan Polewali Mandar telah terdapat persimpangan jalan

118 53 57,55’’ BT – 119 29 33,1’’BT Kabupaten yang berguna untuk melancarkan arus lalu lintas. Tetapi

ini dibatasi Sebelah Utara : Kabupaten Mamasa Sebelah pada kenyataannya di daerah persimpangan itu sendiri

Timur : Kabupaten Pinrang Sebelah Selatan : Selat sering terjadi kemacetan lalu lintas bahkan hingga

Makassar Sebelah Barat : Kabupaten Majene. terjadi kecelakaan lalu lintas.

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting Begitu juga yang terjadi pada simpang tiga tak bersinyal

dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama di Jalan Jendral Sudirman – Jalan Brawijaya

dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat Wonomulyo yang tidak terlepas dari masalah

dan perkembangan wilayah, baik itu di daerah pedesaan kemacetan lalu lintas. Ketika melewati daerah tersebut,

maupun daerah lainya. Sistem transportasi yang ada terutama pada jam-jam sibuk seperti pagi, siang dan

dimaksudkan untuk meningkatakan pelayanan sore hari yang sering terjadi antrian kendaraan atau

mobilitas penduduk dan sumber daya lainya yang dapat kemacetan di simpang tersebut. Daerah tersebut juga

mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi. Laju merupakan daerah pertokoan sehingga banyak

pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kian kendaraan yang terparkir di pinggir jalan atau ruas jalan

meningkat mendorong manusia agar dapat melakukan pada daerah persimpangan tersebut. Tujuan dari

sesuatu secara cepat dan akurat. Salah satu faktor yang penelitian ini yaitu, untuk memperoleh gambaran

sangat penting dalam menunjang keberhasilan kondisi simpang tiga tidak bersinyal serta untuk

pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan mencari solusi pemecahan masalah yang terdapat di

perekonomian masyarakat yaitu sistem transportasi. simpang tersebut. Metode yang digunakan dalam

Sistem transportasi yang ada dimaksudkan untuk penelitian ini yaitu MKJI (Manual Kapasitas Jalan

meningkatkan pelayanan mobilitas pemduduk dan Indonesia) 1997.

sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya II. TINJAUAN PUSTAKA
pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan bertambahnya Simpang
jumlah penduduk yang ada di berbagai wilayah, Simpang merupakan pertemuan dari ruas-ruas
memicu meningkatnya jumlah pengguna alat jalan yang berfungsi untuk melakukan perubahan
transportasi yang tidak terkendali yang sangat jelas arus lalu lintas. Pada dasarnya persimpangan adalah
berdampak pada jalan-jalan yang semakin dipenuhi bagian terpenting dari sistem jaringan jalan, yang
secara umum kapasitas dapat dikontrol dengan dihitung berdasarkan kecepatan dan
mengendalikan volume lalu lintas dalam sistem volume.
jaringan tersebut. Persimpangan ini terdiri dari 1. Kapasitas Simpang ( C )
beberapa cabang salah satunya yaitu, simpang tiga. Kapasitas Simpang dihitung
Simpang tiga dapat di definisikan sebagai daerah untuk total arus yang masuk dari seluruh
umum dimana dua jalan bergabung atau lengan Simpang dan didefinisikan sebagai
bersimpangan yang memiliki tiga lengan pendekat. perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu
Pada prinsipnya persimpangan adalah pertemuan kapasitas pada kondisi ideal, dengan
dua atau lebih jaringan jalan. faktor-faktor koreksi yang
Karakteristik Lalu Lintas memperhitungkan perbedaan kondisi
1. Volume lingkungan terhadap kondisi idealnya.

Menurut (Direktorat Jenderal 2. Kapasitas Dasar ( Co )


Bina Marga 1997) volume lalu lintas C0 dapat ditetapkan dengan melihat
didefinisikan sebagai jumlah kendaraan jumlah lengan persimpangan.
yang melalui suatu titik pada pada jalan per
satuan waktu, yang dinyatakan dalam 3. Penetapan Lebar Pendekat Rata-
kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp). Rata
Volume lalu lintas sangat bervariasi
tergantung arus lalu lintas,dalam
memperhatikan volume lalu lintas dapat
dilakukan dengan cara mengamati dan
menghitung lalu lintas pada jam-jam
sibuk/puncak (pagi,siang, dan sore) pada
Gambar Penetapan Lebar Rata-Rata
hari kerja dan untuk daerah destinasi wisata
Pendekat
jam sibuk diamati dia waktu weekend atau
hari libur. Sumber :MKJI. 1997
Nilai C0 tergantung dari Tipe
2. Kecepatan Simpang dan penetapannya harus
Kecepatan adalah jarak tempuh kendaraan berdasarkan data geometrik. Data
dibagi waktu tempuh geometrik yang diperlukan untuk

3. Kepadatan penetapan Tipe Simpang adalah jumlah


lengan Simpang dan jumlah lajur pada
Kerapatan adalah jumlah
setiap pendekat.
kendaraan yang menempati panjang jalan
yang diamati dibagi panjang jalan yang
4. Faktor Penyesuaian Lebar
diamati tersebut. Kerapatan sulit untuk
diukur secara pasti. Kerapatan dapat
Pendekat
Yang besarnya tergantung dari lebar 8. Faktor Penyesuaian Belok Kiri
rata-rata pendekat Simpang , yaitu rata-rata
(FLT)
lebar dari semua pendekat.
FLT dapat dihitung menggunakan
Untuk Tipe Simpang 422:
persamaan atau dari diagram faktor rasio
Fw = 0,70 + 0,0866 W1
arus belok kiri.
Untuk Tipe Simpang 424 atau 444:
FLT = 0,84 + 1.61 PLT
Fw = 0,62 + 0,0740 W1
Untuk Tipe Simpang 322: 9. Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Fw = 0,73 + 0,0760 W1
(FRT)
Untuk Tipe Simpang 324 atau 344:
FRT dapat diperoleh dengan
Fw = 0,62 + 0,0646 W1
menghitung menggunakan persamaan atau
diperoleh dari diagram factor koreksi rasio
5. Faktor Penyesuaian Median
arus belok kanan.
Jalan Utama (FM)
FRT= 1,09 – 0,922 PRT
Median disebut lebar jika kendaraan
ringan dapat berlindung dalam daerah 10. Faktor Penyesuaian Rasio Jalan
median tanpa mengganggu arus lalu lintas,
Minor (FMI)
sehingga lebar median ≥3m.
FMI dapat ditentukan
menggunakan persamaan-persamaan yang
6. Faktor Ukuran Kota (FCS)
ditabelkan dalam Tabel atau diperoleh
FCS dibedakan berdasarkan ukuran
secara grafis menggunakan diagram.
populasi penduduk.
7. Faktor Penyesuain Tipe Kinerja Lalu Lintas
Lingkungan Jalan, Hambatan 1. Derajat Kejenuhan ( DS )
Samping, Dan Kendaraan Tak Perbandingan antara volume kendaraan
Bermotor (FRSU) dengan kapasitas simpang.
Pengaruh kondisi lingkungan jalan, 2. Tundaan ( D )Waktu tambahan
dan besarnya arus kendaraan fisik, pengendara untuk melewati suatu
kendaraan tak bermotor, akibat kegiatan perimpangan.
disekitar Simpang terhadap kapasitas dasar 3. Peluang Antrian ( QP% )
digabungkan menjadi satu nilai faktor
Peluang terjadinya kemacetan disepanjang
koreksi hambatan samping.
lebar pendekat.
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
simpang tiga Jalan Jenderal Sudirman – Jalan
Brawijaya Wonomulyo. Pengumpulan data
dilaksanakan selama 2 hari, yaitu pada hari 2. Data sekunder adalah data yang digunakan
Senin dan Sabtu. Waktu penelitian dilakukan sebagai pendukung data primer. Data sekunder
mulai dari jam 06.00 – 18.00 WITA. Dipilih meliputi peta lokasi penelitian, dan data
hari Sabtu untuk mewakili hari libur dan hari jumlah penduduk.
Senin sebagai hari kerja.
Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis
DataTeknik analisa data merupakan
Teknik pengumpulan data terbagi
suatu langkah yang paling menentukan dari
menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
suatu penelitian, karena analisa data berfungsi
1. Data primer adalah data yang diperoleh dari
untuk menyimpulkan hasil penelitian. Berikut
pengamatan langsung dilapangan. Adapun
ini adalah hasil data dilapangan yang akan
langkah dalam pengambilan data primer yaitu:
diolah dan dianalisis menggunakan metode
a. Survey Volume Lalu Lintas
MKJI 1997.
Penelitian dilakukan dengan
perhitungan volume lalu lintas dilakukan
IV. Hasil Dan Pembahasan
dengan cara menghitung jumlah kendaraan
yang melintas dititik pengamatan baik itu
Evaluasi Kapasitas Simpang Tiga
kendaraan ringan, kendaraan berat, Tak Bersinyal Untuk Data volume
ataupun angkutan umum. Penelitian ini Hari Minggu Menurut MKJI 1997.
dimulai pada pukul 06.00 pagi sampai Variable masukan perhitungan arus lalu lintas
18.00 sore (12 jam) hari sabtu mewakili pada jam tersibuk yaitu Jam 17.00 – 18.00 hari
hari libur dan senin mewakili hari kerja. Sabtu.
Dimana pada saat melakukan penelitian ini
Tipe Kendaraan
enam orang personil masing-masing dua Pendekat
LV HV MC UM
orang ditempatkan disetiap lengan
persimpangan untuk menghitung volume A 351 21 1004 10
kendaraan. B 31 3 120 3
b. Survey Hambatan Samping
C 296 51 782 3
Adapun data hambatan samping yang
Total 678 77 1893 16
akan di survey di persimpangan tiga yaitu
Q
meliputi pejalan kaki atau penyeberang 1535,3
(smp/jam)
jalan, kendaraan berhenti atau parkir,
kendaraan keluar masuk samping jalan,
dan pedagang kaki lima. A. Analisis Kapasitas Simpang

c. Kondisi Geometrik 1. Menentukan lebar pendekat dan tipe

Data ini meliputi yaitu dengan simpang

mengukur lebar jalan tiap lengan simpang, a. Lebar pendekat jalan minor

jumlah lajur dan tipe simpang.


Lebar pendekat jalan minor adalah 5 = 0,73 + 0,0760 x 3,17
m. lebar pendekat rata rata minor = 0,970
adalah WBD= 2,5 m dengan jumlah 2. Faktor penyesuaiaan median jalan utama (FM)
lajur 2. Didapat median jalan mayor adalah 1 karena
b. Lebar pendekat jalan mayor tidak ada median di jalan mayor dapat dilihat
Lebar pendekat jalan utama adalah 7 dari tabel berikut :
m. lebar rata rata jalan mayor adalah Tabel Faktor Koreksi Median, FM
WAC = 3.5 m. dengan jumlah lajur 2. faktor
tipe
c. Lebar pendekat rata rata untuk jalan kondisi simpang koreksi,
median
Fm
minor dan mayor adalah W1 = (Wmayor tidak ada median di jalan tiadak
1,00
+ Wminor)/2 = (3,5 +2,5 )/2 = 3,17 m. mayor ada
ada median dijalan mayor median
d. Tipe simpang untuk lengan simpang 1,05
dengan lebar <3m sempit
= 3, jumlah lajur pada pendekat jalan ada median dijalan mayor median
1,20
dengan lebar 3>m lebar
mayor dan minor masing masing 2, (sumber : MKJI,1997)
maka dari tabel diperoleh IT = 322
2. Menentukan kapasitas 3. Faktor penyesuaiaan ukuran kota (FCS)
a. Kapasitas dasar (CO) Dari jumlah penduduk di Kab. Polewali
Variabel masukan adalah tipe IT = Mandar pada tahun 2020 sebanyak 478.534 jiwa
322 (sumber BPS Kab. Polewali Mandar) didapatkan
Tabel Kapasitas Dasar ( CO ) faktor ukuran kota FCS = 0.88
4. Hambatan samping ( FRSU )
Tipe Simpang Co, smp/jam
Di dapat nilai FRSU dari hasil interpolasi
322 2700
dengan dengan rasio kendaraan tak bermotor =
424 dan 344 3200 0,008 kemudian diinterpolasikan pada tabel 2.7
dengan kelas hambatan samping tipe komersial
422 2900
tinggi. Maka hasilnya sebesar 0,921.
424 dan 444 3400 5. Faktor penyesuaiaan belok kiri ( FLT)

(sumber : MKJI,1997) Variabel masukan adalah rasio belik kiri PLT=

Diperoleh kapasitas dasar CO = 2700 smp/jam 0.07. digunakan rumus sebagai berikut :

b. Faktor penyesuaiaan kapasitas FLT = 0,84 + 1.61 PLT

1. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW) FLT = 0,84 + 1.61 x 0.07

Variabel masukn adalah lebar rata-rata semua FLT = 0,959

pendekat W1 = 3,17 m dan tipe simpang IT = 6. Faktor penyesuaiaan belok kanan ( FRT)

322. Batas nilai yang diberikan atau dapat Variabel masukan adalah rasio belik kiri PRT=

digunakan rumus untuk klarifikasi IT yaitu : FLP 0.06 digunakan rumus sebagai berikut :

= 0,73 + 0,0760 W1 untuk tipe simpang IT = 322 FRT = 1,09 – 0,922 PRT

FW = 0,73 + 0,0760 x W1 FRT = 1,09 – 0,922 x 0,06


FRT = 1,03 b) Tundaan lalu lintas mayor (DTMA)
7. Faktor penyesuaiaan rasio arus jalan minor ( FMI ) Variable masukan adalah derajat kejenuhan
Variabel masukan adalah rasio arus jalan minor DS = 0,63. DTMA Ditentukan dengan rumus untuk
PMI =0,03 digunakan rumus untuk simpang tipe IT DS > 0.60 maka rumus yang digunakan yaitu :
322 : DTMA= 1,05034 / (0,346 – 0,246 x DS) - (1-DS) x
FMI = 1,19 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 1,8
FMI = 1,19 x 0,032 – 1,19 x 0,03 + 1,19 DTMA= 1,05034 / (0,346 – 0,246 x 0,6) - (1-0,6) x
FMI = 1,154 1,8
8. Kapasitas ( C ) DTMA = 4,85 detik/smp
Digunkan rumus sebagai berikut : c) Tundaan lalu lintas minor (DTMI)
C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT Variable masukan adalah arus lalu lintas total
x FMI QTOT= 1535,3 smp/jam digunakan rumus :
C = 2700 x 0,970 x 1 x 0,88 x 0,921 x 0,959 x 1,03 DTMI = QTOT x DT1 - QMA x DTMA / QMI
x 1,154 DTMI = 1535,3 x 6,50 – 1452,4 x 4,85 / 190,9
C = 2428,01 smp/jam DTMI = 15,39 detik/smp
3. Perilaku lalu lintas d) Tundaan geometrik simpang (DG)
a. Arus lalu lintas ( Q ) Tundaan geometrik simpang adalah tundaan
Arus lalu lintas total Q Total = 1535,3 smp/jam geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor
b. Derajat kejenuhan ( DS ) yang masuk simpang. Untuk DS < 1 digunakan
Setelah diperoleh kapasitasnya C = 2428,01 rumus :
smp/jam, maka dihitung derajat kejenuhan dengan DG = (1-DS) x (PTx 6 + (1- PT) x 3) + DS x 4
rumus sebagai berikut : DG = (1-0,63) x (1,99 x 6 + (1- 1,99) x 3) + 0,63
𝑄 1535,3 x4
DS = = = 0,63
𝐶 2428,01
DG = 5,09 detik/smp
Didapatkan nilai derajat kejenuhan = 0.63
e) Tundaan simpang ( T )
berdasarkan tabel pada MKJI 1997 klasifikasi tingkat
Tundaan simpang dihitung dengan rumus
pelayanan berada pada kategori B arus stabil kecepatan
sebagai berikut:
sedikit terbatas oleh lalulintas, pengemudi bebas
D = DG + DT1
memilih kecepatannya.
D = 5,09 + 6,50
c. Tundaan lalu lintas
D = 11,6 detik/smp
a) Tundaan lalu lintas simpang ( DT1)
d. Peluang antrian ( PA% )
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan
Variabel maskan adalah derajat kejenuhan DS =
DS = 0,63. karena DS > 0.60 maka rumus yang
0,63. Rentang peluang antrian digunaka dengan
digunakan adalah sebagai berikut:
rumus :
DT1= 1,0504 / (0,2742 - 0,2042 x DS) - (1-DS) x 2
QP % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 +
DT1= 1,0504 / (0,2742 - 0,2042 x 0,63) - (1-0,63)
10,49 x DS3
x2
DT1 = 6,50 detik/smp
QP % batas bawah = 9,02 x 0,63 + 20,66 x 0,632 + datang pada simpang tiga tak bersinyal Jalan
10,49 x 0,633 Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya sebesar yaitu
QP % batas bawah = 16,616% sebesar 2411,97 smp/jam lebih tinggi daripada
QP % batas atas = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 + 56,47 arus lalu lintas simpang saat ini yaitu 1535,3
x DS3 smp/jam.
QP % batas atas = 47,71 x 0,63 – 24,68 x 0,632 + b. Kapasitas 5 tahun mendatang
56,47 x 0,633 Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas
QP % batas atas = 34,577% menurut analisis data diperoleh sebesar 2428,01
Jadi peluang antrian yang terjadi sepanjang pendekat smp/jam. Jika kondisi geometrik jalan tidak
yaitu sebesar 16,616% - 34,577%. berubah maka kapasitas simpang tiga tak bersinyal
e. Penilaian Perilaku Lalu Lintas pada Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya
Berdasarkan hasil analisis perhitungan kinerja nilainya tetap 2428,01 smp/jam.
simpang tiga tak bersinyal maka diperoleh Derajat c. Derajat Kejenuhan 5 tahun mendatang
Kejenuhan (DS) = 0,63 yang menyatakan bahwa DS = QTOT/C
Derajat Kejenuhan pada simpang tiga tak bersinyal DS = 2411,97/2428,01
Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya tidak DS = 0,99
melebihi nilai batas Derajat Kejenuhan pada MKJI Perkiraan Derajat Kejenuhan 5
1997 yaitu sebesar 0,80. Maka persimpangan ini tahun mendatang
tidak perlu adanya evaluasi lebih lanjut untuk 1 tahun 0,69
dilakukan perbaikan. 2 tahun 0,78
4. Dampak Kinerja Simpang dalam 5 tahun mendatang 3 tahun 0,85
a. Arus Lalu Lintas 5 tahun mendatang 4 tahun 0,91
Arus Lalu Lintas simpang tiga tak bersinyal 5 tahun 0,99
Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya untuk
5 (lima) tahun yang akan dating jika geometrik Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa prediksi
jalan tetap sama dapat dihitung dengan derajat perhitungan untuk setiap tahun sampai 5
menggunakan Persamaan 2.22 sebagai berikut : (lima) tahun yang akan datang selalu meningkat
Tn = To x (1+r)n setiap tahunnya, pada periode 3 (tiga) tahun
Tn = 1535,3 x (1 + 0,09455)5 yang akan datang derajat kejenuhan yang
Tn = 2411,97 smp/jam dihasilkan sudah melewat batas yang ditentukan
Dimana : pada MKJI 1997, maka dari itu perlu adanya
Tn = Pergerakan pada masa yang akan datang evaluasi atau perbaikan agar mengurangi tingkat
To = Pergerakan pada masa sekarang derajat kejenuhannya dapat dilakukan dengan
r = Faktor pertumbuhan, 9,455% = 0,09455 pengaturan rambu lalu lintas atau marka dengan
n = Tahun Rencana tujuan agar pergerakan kendaraan dari lengan
Dari hasil perhitungan di atas diketahui bahwa minor memberikan prioritas atau kesempatan
prediksi arus lalu lintas untuk 5 tahun yang akan bergerak bagi arus pada lengan mayor.
d. Tundaan 5 tahun mendatang QP % batas atas = 47,71 x 0,99 – 24,68 x 0,992 +
1. Tundaan Lalu Lintas Simpang (DT1) 56,47 x 0,993
DT1= 1,0504 / (0,2742 - 0,2042 x DS) - (1- QP % batas atas = 78,39%
DS) x 2 e. Penilaian Perilaku Lalu Lintas 5 tahun mendatang
DT1= 1,0504 / (0,2742 - 0,2042 x 0,99) - (1- Dari hasil perhitungan kinerja lalu lintas 5
0,99) x 2 tahun mendatang diatas menunjukkan bahwa
DT1= 14,70 detik/smp adanya peningkatan yang terjadi pada semua
2. Tundaan Lalu Lintas Jalan Mayor (DTMA) perilaku lalu lintas kecuali untuk kapasitas.
DTMA= 1,05034 / (0,346 – 0,246 x DS) - (1- Karena jika 5 tahun kedepan jika geometrik
DS) x 1,8 jalannya masih sama maka kapasitasnya juga akan
DTMA= 1,05034 / (0,346 – 0,246 x 0,99) - tetap sama. Derajat Kejenuhan yang diperkirakan
(1-0,99) x 1,8 untuk 5 tahun kedepan yaitu 0,99 sudah melewati
DTMA= 10,32 detik/smp batas yang ditentukan pada MKJI 1997, maka dari
3. Tundaan Lalu Lintas Jalan Minor (DTMI) itu perlu adanya evaluasi atau perbaikan agar
DTMI = QTOT x DT1 - QMA x DTMA / mengurangi tingkat derajat kejenuhannya dapat
QMI dilakukan dengan pengaturan rambu lalu lintas
DTMI = 2411,97 x 14,70 – 2281,73 x 10,32 atau marka dengan tujuan agar pergerakan
/ 299,90 kendaraan dari lengan minor memberikan
DTMI = 39,75 detik/smp prioritas atau kesempatan bergerak bagi arus pada
4. Tundaan Geometrik Simpang lengan mayor.
DG = (1-DS) x (PTx 6 + (1- PT) x 3) + DS x
4 V. PENUTUP
DG = (1-0,99) x (1,99 x 6 + (1- 1,99) x 3) +
A. Kesimpulan
0,99 x 4
Setelah dilakukan analisis kinerja pada
DG = 4,05 detik/smp
simpang tiga tak bersinyal Jalan Jenderal
5. Tundaan Simpang
Sudirman – Jalan Brawijaya berdasarkan
D = DG + DT1
data yang diperoleh dari hasil survey di
D = 4,05 + 14,70
lapangan dapat diambil kesimpulan
D = 18,75 detik/smp
sebagai berikut :
e. Peluang Antrian 5 tahun mendatang
1. Menurut perhitungan dan analisis
QP % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS2
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
+ 10,49 x DS3
(MKJI 1997) simpang tiga tak bersinyal
QP % batas bawah = 9,02 x 0,99 + 20,66 x 0,992
Jalan Jenderal Sudirman – Jalan
+ 10,49 x 0,993
Brawijaya hasil analisisnya sebagai
QP % batas bawah = 39,63%
berikut :
QP % batas atas = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 +
a. Kapasitas (C) sebesar 2428,01
56,47 x DS3
smp/jam
b. Derajat Kejenuhan (DS) sebesar 0,63 mempunyai tujuan untuk agar pergerakan
c. Tundaan Simpang sebesar 11,60 kendaraan dari lengan persimpangan
detik/smp minor memberikan prioritas atau
d. Peluang Antrian (QP) sebesar 34,57% kesempatan bergerak bagi arus pada
- 16,61% lengan mayor.
2. Berdasarkan hasil perhitungan B. Saran
kinerja simpang tiga tak bersinyal Jalan 1. Diharapkan lebih memberikan
Jenderal Sudirman – Jalan Brawijaya perhatian dan perbaikan manajemen lalu
untuk 5 (lima) tahun kedepan maka lintas sehingga untuk tahun-tahun ke
diperoleh hasil sebagai berikut : depan masalah yang berkaitan dengan
a. Kapasitas (C) sebesar 2428,01 manajemen lalu lintas dapat teratasi dan
smp/jam dampak negatifnya terminimalisir,
b. Derajat Kejenuhan (DS) sebesar 0,99 sehingga tidak berpengaruh besar di
c. Tundaan Simpang sebesar 18,75 bidang ekonomi, social maupun budaya.
detik/smp 2. Dengan meningkatnya angka
d. Peluang Antrian (QP) sebesar 78,39% pertumbuhan penduduk yang ada di
- 39,63% Kabupaten Polewali Mandar maka untuk
Untuk mengurangi nilai derajat penanganan jangka panjang apabila
kejenuhan dapat dilakukan berbagai cara memungkinkan harus direncanakan alat
misalnya dengan menambahkan pemberi syarat lampu lalu lintas.
pengaturan rambu dan marka dengan Sehinnga mengurangi konflik lalu lintas
tujuan agar pergerakan pada lengan maupun kecelakaan di persimpangan ini.
simpang lebih teratur, kemudian bisa 3. Hasil perhitungan kinerja simpang tiga
juga dengan pengaturan kanalisasi tak bersinyal dalam 5 tahun kedepan bisa
bertujuan untuk memisah lajur lalu lintas saja berubah sesuai aturan Pemerintah
yang bergerak lurus dengan lajur lalu karena perhitungan ini merupakan
lintas membelok sehingga pergerakan prediksi untuk 5 tahun yang akan datang
lalu lintas dapat lebih mudah dan aman terhadap kinerja simpang tiga tak
bergerak di ruang persimpangan. bersinyal pada Jalan Jenderal Sudirman –
3. Hasil analisis berdasarkan data yang Jalan Brawijaya Wonomulyo tersebut.
diperoleh derajat kejenuhan mencapai
Daftar Pustaka
0,63 yang nilainya lebih kecil dari batas
derajat kejenuhan yang ditetapkan pada Ahmad Munawar. (2006). Evaluasi Kinerja Simpang

MKJI 1997 yaitu 0,80. Maka solusi untuk Bersinyal, Studi Krasus Simpang Bangak di

mempertahankan derajat kejenuhan atau Kabupaten Boyolali. Surakarta.

mengurangi dapat dilakukan dengan Anggraini, C. (2013). Analisa Simpang Tiga Tak
pengaturan rambu atau marka Bersinyal Mwnggunakan Manajemen Lalu-
Lintas (Studi Kasus Simpang Tiga Bajak). 5(2),
21–32.

Anonim. (1992). Perencanaan Persimpangan Sebidang


Jalan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Marga.

Farid Sulaeman. (2016). Analisis Kinerja Simpang Tak


Bersinyal (Studi Kasus : Simpang 3 lengan tak
bersinyal Jalan Wates Km.17 - Jl. Pengasih).

Harianto. (2004). Sistem Pengendalian Lalu Lintas


Pada Pertemuan Jalan Sebidang. Teknik Sipil,
Universitas Sumatra Utara. 1–16.

MKJI. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia


(MKJI 1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI), 1(I), 564.

Rahmawanti. (2013). Evaluasi Kebutuhan Ruang


Parkir Pasar Baru Sentol Dan Analisis Simpang
Tak Bersinyal Akibat Perpindahan Pasar Sentolo
studi kasus pada pertigaan jalan Jogja - Wates
KM. 18, Ngelo, Sentolo. 15–19.

Tamin. (2008). Perencanaan dan Pemodelan


Transportasi. In Perencanaan dan pemodelan
transportasi.

Wulandari. (2015). Analisis Kinerja Simpang tak


Bersinyal 3 Lengan studi kasus jalan Godean KM
4,5 - Jalan Tata Bumi. 117-99 ‫ ;ص‬8 ‫شماره‬.

Yoga Pribadi. (2014). Analisis Kinerja Simpang Tak


Bersinyal (Studi Kasus:Simpang 3 Tak Bersinyal
Jalan Hos.Cokroaminoto- Jalan Prof.Ki.Amri
Yahya, Yogyakarta). Yogyakarta: Tugas akhir
program studi teknik sipil UMY.

Anda mungkin juga menyukai