Anda di halaman 1dari 6

TUGAS (UAS) RINGKASAN MATERI

LITERASI MEDIA

OLEH:

NUZUL (C1D320059)
LA ODE ANDRIAME (C1D320155)
EKI SAPUTRA (C1D320099)
ANDIKA (C1D320089)
SAWAL IMAN (C1D3200133)

JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
PENDIDIKAN MEDIA INDONESIA

Dengan kondisi media massa di indonesia yang hampir sepenehnya yang hampir
sepenuhnya yang dimiliki oleh swasta yang tentunya mendirikan perusahaan media untuk
mendapatkan keuntungan komersial penyampaian pesan kepada khalayak media massa per;lu
dipertimbangkan dampak komersialnya pada media massa.

Di indonesia sendiri, mendorong kemampuan khalayak media untuk menjadi konsumen


media yang cerdas sebenarnnya di atur dalam UU yang mengatur kehidupan media massa yakni
UU No. 40/1999 tentang pers dan UU No.32/2002 tentang penyiaran. Namun di tinjau dari
perspektif literasi media, dalam praktik konsumsi media massa yang berlangsung saat ini,
khalayak media massa belum terdorong untuk menjadi media massa yang cerdas. Khalayak baru
menjadi konsumen media yang berada dalam bayang-bayang kepentingan komersial media
massa.

Media massa hanyam enyajikan isi yang sesuiai dengan keinginan dan selera
khalayaknya. Ukuran keberhasilan satu tayang televisi di tentukan oleh banyaknya jumlah
pemirsa yang di ukur yang berdasarkan peringkat acara yang biasa dinamakn rating. Mekanisme
pembatasan isi tayang televisi pada akhirnya akan terpulang pada mekanisme pasar sejalan
dengan liberalisasi media di indonesia . kekuatan pasarlah yang akan menentukan apakah satu
tayang akan tetap bertahan atau akan berakhir masa penayangannya. Hal ini sejalan dengan
pandangan media komersial yang menempatkan khalayak sebagai konsumen.

Dalam kondisisi yang demikian, diperlukan penguatan atau pemberdayaan khalayak


sebagai konsumen media massa. Dengan pemberdayaan khalayak tersebut ada dua hal yang
dapat dilakukan. Pertama, khalayak memiliki kemammpuan untuk memilih tayangan televisi
bukan berdasarkan selera atau keinginannya melainkan berdasarkan manfaat yang dapat di
peroleh dari tayang tersebut. Kedua, khalayak memiliki selera yang lebih baik yang
memungkinkannya bukan sekadar sebagai konsumen media massa melainkan menjadi warga
negara yang memiliki hak dan tanggung jawab dalam sebuah masyarakat yang demokrasi.
Pada dasarnya, literasi media merupakan upaya untuk meningkatkan keberdayaan
khalayak sebagai konsumen media. Dengan lahirnya khalayak yang memiliki kemampuan melek
media, mekanisme isi atas kontrol tayang media massa akan menjadi lebih besar, karena
khalayak mengetahui apa yang sepatutnya dilakukan media massa.

Dalam pemberdayaan khalayak media massa tersebut, di pergunakan pendekatan


pemberdayaan yang di kembangkan kinddervatter (1979). Dalam proses pemberdayaan melalui
kegiatan pendidikan nonformal, Kindervatter menggunakan struktur kelompok kecil dengan
kelompok yang sengaja di bentuk atau kelompok yang sudah terbangun di tengah masyarakat.

Perkembangan tahapan pembelajaran yang secara berangsur-angsur mengalihkan


tanggung jawab dan kepemimpin pada peserta pelatihan ini sejalan dengan apa yang di
kemukakan Kindervatter (1979:242) mengenai kepemimpinan pembelajaran yang secara
bertahap di alihkan pada pesrta pelatihan. Dengan demikian, peserta pelatihan memiliki
kesempatan untuk mengungkapkan kasus yang di alaminya untuk di kaji dalam kelompok.

Keadaan seperti ini, belum tentu akan terjadi bila kelompok yang dipergunakan adalah
kelompok yang baru di bentuk. Mengingat masing-masing anggota kelompok yang belum
mengenal satu dengan yang lainnya, diperlukan adaptasi dengan kelompoknya. Karena itu,
dalam penyelenggaraan untuk pemberdayaan khalayak media sangat dianjurkan menggunakan
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang suadah ada. Pemanfaatan kelompok atau
organisasi yang sudah sangat terbentuk akan sangat membantu menggunakan pendekata
partisipatif yang menuntut keaktifan peserta pelatihan dalam setiap sesi pelatihan.

Dengan mengutip Knowless, Lieb (1991:1-2) menyebutkan karakteristik pembelajar


dewasa adalah:

1) Otonom dan swa-arah (self-directed)


2) Memiliki akumulasi pengalaman hidup dan pengetahuan
3) Berorientasi pada tujuan
4) Berorientasi pada relevansi
5) Praktis, dan
6) Membutuhkan untuk dihormati/dihargai.
Pertimbangan atas karakteristik pembelajar dewasa juga sangat di perlukan saat
menetapkan evaluasi terhadap proses pembelajaran terhadap proses pembelajaran dan hasil
pelatihan. Dikaitkan dengan proses pemberdayaan, evaluasi yang dilakukan peserta pelatihan
merupakan bagian penting dari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Prinsip
keterlibatan peserta pelatihan di dalam keseluruhan proses penyelenggaran pelatihan, menuntut
peserta pelatihan menjadi pelaku utama dalam melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil
belajarnya sendiri.
Ada beberapa hal yang di sempurnakan dari model konseptual saat dilaksanakan
dilapangan, yakni kurikulum pelatihan lebih menekankan pada prinsip on going, open-ended dan
emergent seperti yang di kemukakan Kindervatter (1979:245). Dengan demikian, kurikulum
pembelajaran dapat di sesuaikan dengan kebutuhan nyatadi lapangan dan sejalan denga
kebutuhan belajar peserta pelatihan. Tetpi, pembelajran melek media yang membutuhkan
penyampaian pengetahuan mengenai dunia media massa, teknik menganalisi dan mengefaluasi
media massa merupakan kurikulum baku yang menjadi inti dalam upaya mengembangakan
kemampuan melek media. Sedangkan kemampuan memproduksi isi pesan media massa
disesuaikan deangan situasi dan kondisi dilapangan dan di selaraskan dengan tujuan pelatihan.

Langkah-Langkah Implementasi Model

Model pelatihan melek media untuk pemberdayaan khalayak media ini dapat di implementasikan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi pola konsumsi media massa calon peserta pelatihan yang berasal dari
satu organisasi yang ada di tengah masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi pola
konsumsi media tersebut, diterapkan literasi media yang akan di kembangkan.
2. Menetapkan kriteria pesrta pelatihan. Kriteria peserta pelatihan tersebut di perlukan agar
kelompok belajar yang membentuk merupakan kelompok yang relatif homogen dan tidak
terjadi kesenjangan besar dalam latar belakang peserta pelatihan.
3. Menetapkan kriteria pelatih yang akan mendampingi pembelajaran. Kriteria pelatih yang
mendasar adalah memiliki pengetahuan tentang meidia massa dan memiliki kemampuan
menjadi pelatih dalam pelatihan partisipatoris.
4. Menganalisis kebutuhan belajar peserta. Analisis kebutuhan belajar peserta di lakukan
dengan mengkaji pola konsumsi media calon peserta pelatihan, kemampuan melekmedia
yang dimiliki peserta pelatihan dan permasalahan yang di hadapi peserta pelatihan dalam
mengonsumsi media massa.
5. Berdasasrkan analisis kebutuhan belajar tersebut lalu bersama-sama dengan peserta
pelatihan menentukan tujuan peletihan. Tujuan pelatihan ditetapkan bersama-sama antara
pelatih dan peserta pelatihan karena pendekatan pelatihan adalah pelatihan partisipatoris.
6. Menetapkan kurikulum pelatiahan yang di sesuaikan dengan kebutuhan danm
karakteristik pelatihan. Kurikulum dasar pelatihan melek media menyangkut
:Pengetahuan dunia media massa,Analisis isi pesan media massa,Evaluasi isi pesan media
massa, danKemampuan memproduksi pesan untuk media massa.
7. Menyepakati format evaluasi dengan peserta pelatihan, yang meliputi evaluasi proses
pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan. Evaluasi proses dilakukan untuk bersama-sama
memperbaiki proses pelatihan, sedangkan evaluasi hasil belajar dilakukan untuk melihat
pengaruhhasil belajar pada pesrta pelatihan yang berkenaan dengan perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku mengonsumsi media massa.
8. Mempersiapkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta. Bahan ajar yang
dikembangkan di sesuaikan dengan kurikulum yang dikembangkan.
9. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang di perlukan, terutama contoh-contoh yang di
ambil dari media massa.
10. menyelenggarakan pelatihan yang memberikan ruang besar bagi peserta pelatihan untuk
mengimbangkan topik bahasan yang di angkat dari pengalaman mengonsumsi media
massa.
11. Melakukan evaluasi hasil pelatihan. Evaluasi pelatihan di lakukan peserta pelatihan
dengan menggunakan format evaluasi yang berisi butir-butir evaluasi yang di
kembangkan pelatih dan peserta pelatihan.
Keterbatasan Model

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab tantangan yang
muncul sejalan dengan berkembangnya dunia media massa di Indonesia. Kebijakan dalam
bidang media massa di Indonesia yang memberikan kebebasan pada media massa untuk
mengembangkan isi pesan yang akan disampaikan kepada khalayak, mengakibatkan perlunya
mengembangkan kemampuan khalayak media atau yang biasa dikenal dengan pemberdayaan
khalayak media massa.

Namun demikian, model yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki keterbatasan-
keterbatasan sebagai berikut:

1. Model yang dikembangkan terbatas untuk pengembangan literasi media bagi khalayak
pemirsa televisi.
2. Model ini dikembangkan untuk satu kelompok khalayak pemirsa siaran televisi dari sekian
banyak kelompok khalyak sasaran siaran televisi, yakni ibu rumah tangga.
3. Kelompok khalayak televisi yang menjadi sasaran dalam uji-coba model adalah kelompok
khalayak yang berpendidikan minimal SMP/sederajat.
4. Kelompok ibu rumah tangga ini pun, baru di uji cobakan secara terbatas pada kelompok
ibu rumah tangga yang tinggal di perkotaan.
5. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini uji coba tersebut dilakukan pada kelompok
ibu rumah tangga yang relatif homogen yakni ibu rumah tangga perkotaan yang beragama
Islam dan tergabung dalam organisasi masyrakat yang sama yakni Majelis Taklim.
6. Model ini diujicobakan pada kelompok ibu rumah tangga dengan jumlah yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai