Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner,
suddarth. (2001).

2.2 Klasifikasi
a. Berdasarkan cara penyebarannya, yaitu:
1) Osteomielitis primer, yaitu penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme
berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2) Osteomielitis sekunder, yaitu terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari
bisul, luka fraktur dan sebagainya.

b. Berdasarkan lama infeksi, yaitu:


1) Osteomielitis akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama
atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak
dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah.
(osteomielitis hematogen).
2) Osteomielitis sub-akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi
pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
3) Osteomielitis kronis, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi
pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya
terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis
kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.

2.3 Etiologi
1. Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) dan jarang oleh streptococcus
hemolitikus.
2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang
lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya.

Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3
cara:
a) Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi
biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang
(pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap
infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam
telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang
lainnya.
b) Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama
pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang
di dekatnya.
c) Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa
menyebar ke tulang tengkorak.

2.4 Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan
Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram
negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan
tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan
tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

2.5 Manifestasi Klinis


Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (misalnya, menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan
malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap.
Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum
dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan
gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan
nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah.
2) Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
3) Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
salmonella.
4) Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian
tes.
5) Pemeriksaan ultra sound
Merupakan pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah
2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan
pembentukan tulang yang baru.
7) Pemeriksaan tambahan, yaitu:
a. Bone scan, dapat dilakukan pada minggu pertama.
b. MRI, dilakukan jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka
kemungkinan besar adalah osteomielitis.

2.7 Penatalaksanaan
1) Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
2) Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3) Istirahat local dengan bidai atau traksi
4) Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
5) Drainase bedah

2.8 Komplikasi
1) Komplikasi dini
a. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
b. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya
sembuh
c. Atritis septik

2) Komplikasi lanjut
a. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh
yang terkena
b. Fraktur patologis
c. Kontraktur sendi
d. Gangguan pertumbuhan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
OSTEOMIELITIS

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi:
a) Identifikasi klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b) Riwayat keperawatan
– Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri
pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu.
Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
– Riwayat kesehatan sekarang: apakah klien terdapat pembengkakan, adanya nyeri dan
demam.
– Riwayat kesehatan keluarga: adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
– Riwayat psikososial: adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
c) Data dasar pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat.
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2. Sirkulasi
Tanda : – Hipertensi, (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi.
– Takhikardia, (respon stres, hipovolemia).
– Penurunan / tak ada pada nadi bagian distal yang cedera ; pengisian kapiler lambat, pucat
pad abagian yang terkena.
– Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3. Neorosensori.
Gejala : – Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.
– Kebas / kesemutan (parastesis).
Tanda : – Deformitas lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
– Agitasi, (mungkin berhubungan dengan nyeri / ancietas atau trauma lain).
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : – Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokasi pada area jaringan /
kerusakan tulang, dapat berkurang dengan imobilisasi.
– Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
5. Keamanan.
Tanda : – Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
– Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).

d) Pemeriksaan fisik
1. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya pus
dari sinus disertai nyeri.
2. Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang)
dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3. Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis
akut)
4. Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
5. Identisikasi peningkatan suhu tubuh
6. Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di palpasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan
pengobatan.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang

3.3 Intervensi
No DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan pembengksksn

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang, pasien dapat tenang dan
keadaan umum cukup baik

Kriteria Hasil:
• Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
• Klien tidak menyeringai kesakitan
• TTV dalam batasan normal
• Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
• Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat

1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala


2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai

3. Pantau tanda-tanda vital

4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya

5. Anjurkan istirahat selama fase akut


6. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi

7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif

8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan 1. Nyeri insisi bermakna pada
pasca operasi awal diperberat oleh gerakan
2. Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot dengan menurunkan
tegangan otot
3. Respon autonomik meliputi, perubahan pada TD, nadi, RR, yang berhubungan dengan
penghilangan nyeri
4. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
5. Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan
6. Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa kontrol dan
kemampuan koping
7. Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa kontrol, dan kemampuan
koping)
8. Menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri klien
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang.

Kriteria Hasil:
• Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
• Mempertahankan posisi fungsional
• Meningkatkan / fungsi yang sakit
• Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas

1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan


2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak
pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak

4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas


5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodik
7. Fisioterapi / aoakulasi terapi
1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien

3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien


4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi

6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik


7. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien daoat mendemonstrasikan bebas dari
hipertermia.

Kriteria Hasil:
• Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut
• Suhu tubuh normal
• Tidak mual 1. Pantau TTV:
– Suhu tubuh setiap 2 jam
– Warna kulit
– TD, nadi dan pernapasan
– Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
2. Lepaskan pakaian yang berlebihan

3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.

4. Motivasi asupan cairan

5. Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran 1. Memberikan dasar untuk mengetahui
kondisi pasien.
2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat
memberikan rasa nyaman pada pasien
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyaman
pasien.
4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat
kenyamanan pasien.
5. Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan
pengobatan.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat mendemonstrasikan hilangnya ansietas
dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan.

Kriteria Hasil:
• Ekspresi wajah relaks
• Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien

2. Kaji patologi masalah individu.

3. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-
tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.

5. Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran 1. Mengorientasi program pengobatan.


Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol
2. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik
3. Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah /
menurunkan potensial komplikasi.
4. Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.rapeutik.
5. Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur pasien kembali normal

Kriteria Hasil:
• Jumlah jam tidur tidak terganggu
• Insomnia berkurang
• Adanya kepuasan tidur
• Pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan
guling
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
4. Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan
malam hari

5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa
jam sebelum tidur
6. Instruksikan tindakan relaksasi
7. Kurangi kebisingan dan lampu
8. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin

9. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi


1. Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat
2. Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis

3. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat
berkurang
4. Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung hantu” dapat menunda
pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun
5. Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur
malam hari

6. Membantu menginduksi tidur


7. Memberikan situasi kondusif untuk tidur
8. Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah
posisi
9. Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari
rumah ke lingkungan baru

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktifitas.

Kriteria Hasil:
• Menurunnya keluhan terhadap kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktifitas.
• Berkurangnya nyeri 1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen

2. Anjurkan program hemat energi


3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap

4. Kaji respon abdomen setelah beraktivitas

5. Berikan kompres air hangat

6. Beri waktu istirahat yang cukup 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan
vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung
2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn
3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang
memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat
5. Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
6. Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan
7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami.

Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan

1. Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat,
gelisah, peka, disorientasi.

4. Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.

5. Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan
pengeringan kulit sepanjang waktu

6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi

7. Berikan antibiotic sesuai indikasi


1. Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.

2. Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.

3. Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/ septic
sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi.
4. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase purulen.
5. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
6. Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan
resiko infeksi.
7. Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada
prostatektomi.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati).
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat
trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum).
Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan
infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan
perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden
osteomielitis pascaoperasi.

4.2 Saran
4.2.1 Tenaga Keperawatan
Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada pasien dengan osteomielitis.
4.2.2 Mahasiswa
Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien pada pasien dengan osteomielitis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3. Jakarta
: EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi. 4.
Jakarta : EGC
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai