OLEH :
NI PUTU WULAN NATALIANI
NIM C2221044
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE
A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh gigitan
nyamuk Aedes aegepti. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia yang cenderung semakin meningkat jumlah penderita dan semakin luas
penyebarannya.
Dengue Hemmorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
melalui gigitan nyamuk,penyakit ini telah dengan cepat menyebar di seluruh wilayah.
WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina
terutama dari spesies Aedes aegyptidan, pada tingkat lebih rendah, A. albopictus.
Penyakit ini tersebar luas diseluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko
dipengaruhi olehcurah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat tidak direncanakan
(WHO,2015).
C. ETIOLOGI/ PREDISPOSISIF
1. Faktor Agent
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah
4
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk AedeP berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yangterdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat
di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan
genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 2010 )
2. Faktor Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
3. Faktor Port Of Entery and Exit
Permukaan kulit tubuh.
4. Faktor Envoronment
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini
adalah daerah tropis,dengan lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar
matahari, banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas
tempat penampungan air, botol dan ban bekas.
5. Transmisi
Cara Penularan adalah melalui prantara nyamuk Aedes Aegpty dan Aedes
Albopictus yang betina setiap 2 hari sekali menggigit/mengisap darah manusia untuk
memperoleh protein guna mematangkan telurnya agar dapat membiakkan
keturunannya. Waktu menggigit orang yang darahnya mengandung virus dengue,
virus masuk dan berkembang biak dengan cara membelah diri dalam tubuh nyamuk.
Dalam waktu kurang dari 1 minggu virus sudah berada di kelenjar liur dan siap untuk
dipindahkan bersama air liur nyamuk kepada orang sehat. Dalam waktu kurang dari 7
hari orang itu dapat menderita penyakit demam berdarah.
5
D. PATOFISIOLOGI
Virus Dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi
viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai
gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeriotot, pegal di seluruh tubuh, nafsu
makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat
terjadi pada system retikul oendotelatau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah
bening, hati dan limpa.
Pelepasan zat anafilak toksin, histamine dan serotonin serta aktivitas dari sistem
kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/ vaskuler sehingga
cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma
akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang terjadi hipovolemia, penurunan
tekanandarah, hemokonsentrasi, hipo proteinemia, efusi danr enjatan. Selain itu system
retikulo endotel bias terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen antibodi yang
akhirnya bias menyebabkan aphylaxia. Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran
darahakan menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombosit openia
yang berlanjutakan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan
koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin. Plasma bocor sejak
permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasimaka akan terjadi
anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7. Reaksi lainnya yaitu
terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang mencakup
perubahan vaskuler, trombosit openia (trombosit <100.000/mm3), menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen).
Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bias terjadi saat renjatan.
Perdarahan yang terjadi seperti petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi,
sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal ( Price, 2008 ).
6
E. PATHWAY
7
F. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
a. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
b. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
c. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue adalah:
a. Uji rumple leed / tourniquet positif.
b. Darah, akan ditemukan adanya trombosit openia, hemokonsentrasi, masa \perdarahan
memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan.
d. Serologi dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue antara lain: uji IgG Elisa danuji IgM Elisa.
e. Isolasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence antibodi tourniquet
test secara tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan).
8
f. Identifikasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti bodi
tourniquet test secara langsung dengan menggunakan conjugate.
g. Radiology Padafhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi
thorax kanan (DepartemenKesehatan RI, 2017).
I. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif. Pengobatanterhadap
virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahanhidup. Pasien
yang diduga kuat mengalami DBD harus dirawat di rumah sakitkarena memerlukan
pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya syok atauperdarahan yang dapat
mengancam keselamatan pasien (Hadinegoro, 2006: 25).
a. DBD Tanpa Renjatan (Syok)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasiendehidrasi
dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1 ½samapi 2 liter dalam
waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirum,ataupun oralit.Keadaan
hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberianantipiretik dan kompres
hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau pemberiananti konvulsan lainnya. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan bilapasien terus menerus muntah dan tidak
dapat diberi minum sehingga terjadiresiko tinggi dehidrasi dan peningkatan
hematokrit. Jika hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajatadanya
kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya perubahantanda-tanda vital
secara klinis (hipotensi dan penurunan nadi). Sedangkanturunnya nilai trombosit
biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karenaitu, pada pasien DBD harus
diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untukmenentukkan apakah pasien perlu
dipasang infus atau tidak.(Hassan, 2003: 616)
b. DBD Disertai Renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infusekarena
sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang harusdiberikan adalah
Ringer laktat, namun jika pemberian cairan tidak dapatmengatasi syok maka harus
diberikan plasma sebanyak 20-30 ml/kg berat badanSedangkan untuk pasien yang
mengalami renjatan berat harus diberikan cairandengan cara diguyur (Hassan, 2003:
617).Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang CVP(Central
Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan vena sentral untukmngukur
tekanan vena sentral melalui vena jugularis. Biasanya pemasangan alatini dilakukan
pada pasien yang dirawat di ICU.Transfusi darah dapat diberikan pada pasien dengan
perdarahangastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal
dapatdigunakan sebagai indikasi jika pasien terjadi penurunan HB dan Ht
sedangkantidak terlihat tanda perdarahan di kulit (Ngastiyah, 2004: 373).
9
J. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006: 23) adalah:
1. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
dankoagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriositmuda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensiperdarahan dapat
dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, danperdarahan saluran cerna,
hematemesis, dan melena (Hadinegoro, 2006: 24).
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkanoleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma,efusi cairan
serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,hemokonsentrasi, dan
hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alranbalik vena, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadidisfungsi atau penurunan perfusi organ.
DSS juga disertai kegagalanhemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas
sistem kardiovaskular,perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu danterjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif
danirreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan
meninggaldalam wakti 12-24 jam (Hadinegoro, 2006: 25).
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
denganekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel
kapilerTerkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih
banyadikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody (Hadinegoro, 2006:
4. Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi
cairanintravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam
ronggapleura dan adanya dipsnea (Hadinegoro, 2006: 23).
K. PROGNOSIS
Menurut (Meilany, 2010) kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada
DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian di Surabaya, semarang, dan jakarta
menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit pada orang dewasa umumnya
lebih ringan dibandingkan anak-anak.
10
ASKEP TEORI PADA DEMAM BERDARAH DENGUE
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
1. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil
dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-
3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis
3. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
4. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
5. Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
6. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
7. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme
11
Nutrisi dan metabolisme meliputi frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi BAB
Eliminasi BAB meliputi kadang-kadang anak mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF grade III sampai IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi BAK
Eliminasi BAK yaitu perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat
Tidur dan istirahat yaitu anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e. Kebersihan
Kebersihan yaitu upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit
serta upaya untuk menjaga kesehatan.
8. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis mis(infeksi ,iskemia, neoplasma )
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
3. Kekurangan volume cairan berhubunga dengan kehilangan cairan aktif
12
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Sangat
terganggu
2. Banyak
terganggu
3. Cukup
terganggu
4. Sedikit
terganggu
5. Tidak
terganggu
2 Nyeri akut bd Setelah dilakukan NIC 1 : Pain
cedera asuhan Manajemen
biologis keperawatan
mis(infeksi selama 3x24 jam, a. Lakukan a. Untuk
,iskemia, diharapkan nyeri pengkajian nyeri mengatasi tingkat
neoplasma ) berkurang secara nyeri pasien guna
komprehensif menegakkan
NOC 1: Pain komestik lokasi, terapi medik.
Level karakteritik,durasi,f
rekuensi,kualitas
a. Mampu faktor prepisitasi
mengontro
b. Anjurkan b. Untuk
l nyeri(tau menghilangkan
tentang teknik
penyebab non farmakologi rasa nyeri atau
mengurangi.
nyeri,mam
c. Berikan c. Untuk
pu analgesik untuk mengurangi nyeri
mengguna mengurangi
nyeri
kan teknik
non d. Kontrol d. Untuk
lingkunga yang
farmakolo mengurangi nyeri
dapat
gi untuk mempengarui dengan suasana
menguran nyeri seperti yang mendukung
suhu ,ruangan , e. Untuk
gi nyeri
pencahayaan dan
mencari menegakkan
kebisingan
bantuan) terapi medik yang
NIC 2:
skala 3 sesuai dengan
menjadi 5 a. Pilih diagnosa pasien
14
b. Mampu analgetik f. Untuk
mengenali yang menentukan rute
nyeri diperlukan obat
(skala, atau g. Untuk
intensitas, kombinasi mengurangi nyeri
frekuensi, dari dengan tepat
dan tanda analgesik h. Untuk
nyeri). ketika mengetahui
skala 3 pemberian rentang tubuh
menjadi lebih dari dalam keadaan
skala 5 satu normal atau tidak
b. Pilih
NOC 2; pemberian
Pain
secara iv,im
Control
a. Melaporka untuk
n bahwa mengatasi
nyeri nyeri
berkurang c. Berikan
dengan analgesik
mengguna tepatwaktu
kan terutama
manajeme saat nyeri
n nyeri hebat
dari skala d. Monitor
2 menjadi vital sign
4 setelah dan
b. Mengatak sesudah
atan rasa pemberian
nyaman analgetik
setelah pertama
nyeri kali
berkurang
skala 2
menjadi 4
Keterangan
Skala :
1. Sangat
terganggu
15
2. Banyak
terganggu
3. Cukup
terganggu
4. Sedikit
terganggu
5. Tidak
terganggu
D. EVALUASI
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya yang
sudah berhasil dicapai.
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
a. Evaluasi Formatif.
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan ditulis pada catatan perawatan atau
tindakan setelah shif.
b. Evaluasi Sumatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4 . Jakarta : Media Aesculapis
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :
EGC
Nursalam, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue (DHF). Jakarta : Sagung Seto Syaifuddin. 2011.
Sudoyo, Aru, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Departemen Penyakit
Dalam FK UI
18
19