PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban
seperti pada balok biasa, tetapi angka perbandingan bentang terhadap tingginya
< 5 untuk balok yang dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada bagian
bawah balok. Beberapa contoh balok tinggi yang sering dijumpai yaitu pada
dinding pondasi (foundation wall), dinding geser (shear wall), topi pancang
(pile cap) yang mengalami tegangan yang cukup besar pada elemennya.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berperilaku dua
dimensi bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi.
Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan
pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan
deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier
meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas,
distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola
seperti yang digunakan pada balok biasa.
Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan momen dalam
yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser
pada beton yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik
vertikal sedangkan beton yang mengalami beban tekan akan digambarkan
sebagai batang tekan diagonal.(Harianto Hardjasaputra dkk, 2002)
sederhana. Sebagai contoh dapat dilihat pada kolom pendek dengan lebar b
yang dibebani beban terpusat N. Tegangan tekan pada kolom pendek pada
Dari Gambar 2.2, dilihat bahwa rasio tinggi/bentang balok yang rendah
distribusi tegangan adalah linear dan berkembang menjadi nonlinear dengan
meningkatnya rasio tinggi/bentang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
perancangan penampang balok pada umumnya didasarkan pada distribusi
tegangan linear menurut hipotesa Bernoulli, yaitu dimana penampang dianggap
rata dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah lentur. Dari uraian
tersebut maka Schalich et al menyimpulkan bahwa struktur dapat dibagi dalam
dua daerah yaitu daerah dimana hipotesa Bernoulli berlaku yang dinamakan
daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah dimana terjadi distribusi regangan
non linear yang diakibatkan oleh diskontinuitas geometri, statika atau oleh
keduannya, dan daerah ini dinamakan daerah D (Discontinuity atau
Disturbance) dimana hipotesa Bernoulli tidak berlaku.
a. Di tiap-tiap titik ada trajektori tekan dan trajektori tarik yang saling tegak
lurus.
b. Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu keluarga trajektori
tekan dan keluarga trajektori tarik, dan kedua keluarga trajektori adalah
orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan
utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga
keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik menyatakan suatu
sistem yang orthogonal.
c. Trajektori tekan dan trajektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut
90°.
d. Di dalam titik-titik di garis netral arah trajektori-trajektori adalah 45°.
e. Lebih dekat jarak antara trajektori-trajektori, lebih besar nilai tegangan
utamanya.
f. Trajektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth),
dibandingkan pada daerah D (turbulent).
berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat adanya hal yang
bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan
homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan.
Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik
pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum
pada lokasi antar retakan sehingga pada sturktur beton akan mengalami
1. Ganti struktur rill pada Gambar (a) dengan struktur fiktif pada Gambar
(b) dibebani sedemikan rupa hingga hukum bernoulli berlaku dan
keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi.
2. Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu sistem struktur Gambar
(c) yang bila disuperposisikan dengan keseimbangan pada Gambar (b)
akan memenuhi syarat-syarat batas struktur riil Gambar (a) tersebut.
3. Terapkan asas Saint-Venant pada sistem struktur Gambar (c) sejarak d=h
dari titik keseimbangan gaya-gaya.
4. Dari gabungan Gambar (b) dan (c) akan dihasilkan Gambar (d) yang
menggambarkan daerah D dan B. pada daerah B tegangan yang sudah
tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas.
Gambar 2.6 Prosedur Penentuan Daerah D dan B pada Balok
yang mengalami Diskontinuitas Geometri.
Sumber : Hardjasaputra,2002
Sebuah model strut-and-tie adalah model dari suatu bagian struktur yang
memenuhi syarat berikut :
1. Terdiri dari suatu sistem gaya yang berada dalam keseimbangan dengan
memberikan suatu set beban-beban, dan
2. Gaya terfaktor dari komponen strutkur pada tiap bagian di dalam strut,
tie, dan zona nodal tidak melampaui kekuatan struktur terfaktor untuk
bagian yang sama. Batas bawah dari teori plastis menyatakan bahwa
kapasitas dari sistem komponen struktur, tumpuan, dan gaya yang
bekerja yang memenuhi baik poin (1) dan (2) adalah batas bawah dari
kekuatan struktur.
3. Sebagai batas bawah teori yang akan digunakan, struktur harus memiliki
daktilitas yang cukup untuk menghasilkan transisi dari prilaku elastis
hingga prilaku plastis yang cukup untuk meredistribusikan gaya dalam
terfaktor ke dalam beberapa gaya yang dapat memenuhi poin (1) dan (2).
Dapat disimpulkan bahwa Strut and Tie merupakan resultan dari medan
tegangan (stress field), dimana pada Strut yang bekerja adalah betonnya,
sedangkan Tie yang bekerja adalah tulangan baja terpasang. Dengan
demikian suatu sistem struktur beton dapat dinyatakan sebagai suatu
sistem rangka batang yang terdiri dari batang-batang tekan dan batang-
batang tarik, yang dikenal dengan Strut and Tie Model (Hadjasaputra dan
Tumilar, 2002).
N
C= ..................................................................................................
sin ( 90−α )
(2.2)
Dan
T =C × cos ( 90−α )…………….………………………..........…………(2.3)
Selanjutnya bila diasumsikan Tan α = 0,60, maka gaya tekan C dan gaya
tarik T dapat ditemukan. Perlu diketahui bahwa nilai tan α = 0,60 merupakan
suatu pendekatan dan tidak mutlak. Gaya tarik T yang relatif kecil dapat
dipikul oleh beton akan retak akibat gaya T tersebut, maka gaya T tersebut
dipikul olehtulangan yang dipasang tegak lurus sumbu A-A tersebut (tulangan
horisontal). Untuk mencegah terjadinya kerusakan beton pada landasan, maka
Nu perlu dibatasi, yaitu:
Nu < Φ×fc’×Ab………………………………...………................………….(2.4)
Dimana:
Nu = Gaya normal batas terfaktor
fc’ = kuat tekan beton
Ab = Luas landasan dari beban normal
Φ = faktor reduksi kekuatan
Elemen Strut dalam Strut and Tie Model merupakan idealisasi dari
medan tegangan tekan beton dimana arah dari Strut searah dengan tegangan
tekan beton. Strut dapat dimodelkan dalam bentuk prismatik, botol, dan kipas
(ACI 318-2002,Schaich et al., 1987) seperti pada gambar 2.12 berikut ini :
Strut yang benbentuk kipas (fan shape) mengabaikan kurvatur, dalam hal
ini tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami
penggelembungan di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang
besar terjadi maka medan tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai Strut
berbentuk botol (bottle shape).Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya
retak pada Strut,untuk itu diperlukan tulangan tarik untuk memikul tegangan
yang terjadi tersebut.
Dimana:
1. βs = 1,0 untuk Strut prismatis di daerah tekanan yang mengalami retak atau
untuk Strut yang mempunyai wilayah menyilang yang sama panjang tanpa
kontrol retak pada daerah penulangan.
2. βs = 0,75 untuk Strut berbentuk botol dan terdapat kontrol retak pada daerah
penulangan
3. βs = 0,6 l untuk Strut berbentuk botol dan tidak terdapat tulangan, dimana l
adalah suatu faktor koreksi.
4. βs = 0,4 untuk Strut didalam komponen tarik
5. βs = 0,6 untuk kasus-kasus lain selain empat (4) kasus di atas.
Dalam menentukan lebar Strut, pada dasarnya didapatkan dari analisa
trajektori tegangan Strut dengan menggunakan SAP 2000. Namun dalam
kemudahan analisa maka dapat di tentukan dengan menggunakan rumus umum
berikut :
Dimana:
w s (1 ) = lebar Strut
w 16 = lebar daerah batang tarik (< 0,2 H)
(lb1) = pelat landasan pada tumpuan (≈ w16)
ɵ = sudut antara batang Strut and Tie
Gambar 2.9 Gambar Penentuan Lebar Strut pada Nodal Dekat Tumpuan
Sumber : Hadjasaputra dan Tumilar,2002
Adanya batang Strut dipengaruhi oleh adanya gaya geser. ACI 2002
Bagian 11.8.3. menentukan batas gaya geser yang diijinkan pada balok tinggi
sebagai berikut :
2 ln
Vu<∅ |(
3
10+
d ) √ fc' b d|untuk 2< L/H ≤ 5.....................................(2.9)
w
Dimana:
Vu = Gaya geser (N)
ln = panjang bersih balok (mm)
bw = lebar balok (mm)
fc’ = Mutu beton (N/mm2)
φ = faktor reduksi (0,85)
d = tinggi bersih beton
Untuk menentukan penulangan minimum Strut , maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
Untuk balok tinggi yang dibebani beban merata, pada umumnya nodal
tengah yang menjadi penghubung antara batang Strut yang terkoneksi dengan
nodal dekat perletakan dengan batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat
beban, maka penentuan tinggi batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat
tumpuan adalah sebagai berikut :
Dimana :
(dv(s)) = tinggi batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat tumpuan (m)
dv = tinggi rangka yang terbentuk dalam balok tinggi (m)
Pada beton struktur batang Tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja
tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan tendon prategang yang
dijangkar dengan baik. Selanjutnya bila diasumsikan tulangan akan mengalami
pelelehan pada keadaan batas (ultimate limit state), maka gaya tarik maksimum
pada batang tarik tersebut dinyatakan sebagai berikut :
T u=Ф × A s × fy ..........................................................................................(2.16)
Atau
T u=Ф × A s × fy+ Ф × A ps × f pu............................................................(2.17)
Dan Batang tarik yang ada harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tu > Ft…….......………………………………...…………………….......(2.18)
Dimana :
Tu = Gaya tarik batas terfaktor (N)
As = Luas tulangan baja biasa (mm2)
Aps = Luas baja tendon pratengang (mm2)
fy = Kuat tarik baja tulangan biasa (MPa)
fpu = Kuat tarik tendon prategang (MPa)
Ф = faktor reduksi (0,8)
F = Gaya pada batang tarik (N)
Karena Strut and Tie Model diberlakukan pada beton struktur dalam
keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak
pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak atau
melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.
F
W ab = ..........................................................................................(2.19)
∅ x b w x Fcu
Dimana :
Wab = Batas tinggi tulangan tarik yang menghubungkan nodal a dan b (mm)
F = Gaya pada batang tarik (N)
Φ = Faktor reduksi (0,75)
bw = Lebar balok (mm)
Fcu = kuat efektif daerah nodal yang ditinjau (MPa)
Untuk penulangan Tie, ACI 2002 pada bagian 11.9.5 memberikan batas
penulangan minimum pada daerah tarik dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
f’c = Mutu beton (MPa)
fy = Mutu tulangan(MPa)
bw = Lebar balok (mm)
d = tinggi bersih balok (mm)
Jarak critical section (la) pada daerah tarik ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut:
wab
la= .......................................................................................................(2.21)
tanθ
Dimana:
Wab = Batas tinggi tulangan tarik yang menghubungkan nodal a dan b (mm)
θ = sudut antara batang Strut dan Tie
Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari Strut and Tie dengan
berbagai kombinasi. titik-titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang
berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya
yang bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:
(2.25)
√ L
Dimana :
2.6 Kriteri Desain Terhadap Geser dan Lentur Untuk Balok Tinggi
2.6.1 Kriteria Desain Terhadap Geser
Karena balok tinggi memiliki tinggi efektif yang cukup besar tentunya
akan menambah tahanan geser nominal Vc yang akan lebih besar dari pada
balok biasa. Pada balok biasa, penampang kritis untuk menghitung gaya geser
rencana Vu diambil pada jarak d dari muka perletakan, sedangkan pada balok
tinggi, bidang gesernya sangat miring dan dekat perletakan. Jika x adalah jarak
antara bidang keruntuhan dari muka perletakan, ln adalah bentang bersih untuk
beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser atau bentang untuk beban
terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah:
Jarak x pada kedua persamaan di atas tidak boleh melebihi tinggi efektif
d. Seperti yang telah di jelaskan bahwa gaya geser Vu harus memenuhi
persamaan 2.9 dan 2.10. Jika tidak memenuhi kedua persamaan tersebut maka
penampang harus diperbesar. Gaya geser tahanan nominal Vc untuk beton
sederhana dapat digunakan sesuai persamaan berikut:
Mu Vu
(
Vc= 3,5−2,5
Vu d )(
1,9 √ fc ' + 2500 pw )
b d ≤6 √ fc ' b w d ........(2.28)
Mud w
Dimana 1,0 < 3,5-2,5 (Mu/Vud) ≤ 2,5. Faktor ini merupakan pengali dari
persamaan dasar Vc dari balok biasa untuk memperhitungkan besarnya kapasitas
tahanan balok tinggi. Apabila gaya geser rencana Vu melebihi ФVc, penulangan
geser perlu ditambah sehingga menjadi Vu = ФVc + Vs dimana Vs gaya yang
dipikul oleh penulangan geser. Vs dapat diperhitungkan sesuai persamaan
berikut:
(2.29)
Dimana:
Av = luas total penulangan vertikal yang berjarak s v dalam arah horisontal di
kedua sisi balok
Avh = luas total penulangan vertikal yang berjarak s h dalam arah vertikal di
kedua sisi balok
sv maksimum ≤ d/5 atau 18 in (diambil yang terkecil )
sh maksimum ≤ d/3 atau 18 in (diambil yang terkecil )
Av dan Avh harus memenuhi persamaan 2.11 dan 2.12 sebagai luas tulangan
minumum.
analisi nonlinier secara kasar untuk desain dan analisis lentur balok tinggi.
dan
Dimana l adalah bentang efektif yang diukur dari as e as perletakan atau 1,15
bentang bersih ln,mana saja yang terkecil.
qu = 1,2QDL + 1,6QLL…………….......…………………............……
(2.34)
Dimana :
QDL : Total beban mati (kN/m’)
QLL : Total beban hidup (kN/m’)
Pada balok tinggi, khusus pada pembebanan, beban yang diterima oleh
balok tinggi adalah beban dari pelat yang menumpu padanya. Jenis beban yang
diterima adalah beban merata areal berbentuk segitiga. Pada prinsip analisa
struktur , untuk mengkonversi beban tersebut kedalam beban merata linear,
digunakan rumus sebagai berikut:
1
Q x Qa x L1..................................................................................................(2.35)
3
Dimana :
Qek = Intensitas beban hasil konversi dari beban merata areal segitiga ke
beban merata linear persegi (kg/m’)
Qa = Intensitas beban merata area segitiga (kg/m’)
L1 = panjang 1 sisi pelat untuk pelat bujur sangkar (m)
Sedangkan pada aturan panjang penyaluran tulangan tarik, dirumuskan sesuai
dengan SNI beton 2013 sebagai betikut:
Dimana :
Ldh = Panjang penyaluran (mm)
fy = Mutu tulangan (MPa)
f’c = Mutu beton (MPa)
db = Diameter tulangan (mm)
nilai modulus elastisitas (E) yang ditentukan dalam SNI 2013 adalah sebagai
berikut :
E=4700 √ fc ' ...............................................................................................(2.37)
Dimana :
f’c = Mutu beton (MPa)
E = Modulus Elastisitas (MPa)
Mutu beton minimal yang disyaratkan SNI 2013 untuk pendesainan adalah 20
MPa
2.9.1 Analisa Balok Tinggi Berlubang Dengan Metode Strut And Tie
2. Yang dimaksud dengan balok tinggi adalah komponen balok yang seluruh
bentangnya merupakan daerah D-Region dimana teori balok biasa tidak
berlaku;
3. Metode analisis dengan menggunakan model strut-and-tie adalah suatu
metode yang sangat ideal untuk menganalisis balok tinggi berlubang;
4. Tulangan lentur akan maksimum jika posisi titik tengah lubang berada di
bawah beban dan tulangan lentur akan lebih maksimum pada posisi lubang
lebih dekat ke tumpuan (pengaruh geser) daripada tulangan lentur pada
posisi lubang di tengah bentang (pengaruh momen);
5. Tulangan geser semakin bertambah jika posisi lubang semakin mendekati
tumpuan;
6. Berbeda dengan balok tinggi pada umumnya, pada balok tinggi yang
berlubang, tulangan tarik yang diperlukan lebih banyak karena terdapat
daerah kritis retak tidak hanya pada dasar balok, namun pada bagian atas
dan bawah lubang juga.
2. Rata-rata nilai penulangan yang didapatkan dengan metode Strut and Tie
lebih sedikit 15.93 % dibandingkan dengan metode konvensional;
3. Dari pembahasan perhitungan, metode Strut and Tie lebih praktis digunakan
dibandingkan metode konvensional;
4. Kelemahan metode Strut and Tie diakibatkan oleh kebebasan perencana
dalam memilih model rangka, solusi yang baik dapat ditandai dengan
keefektifan model dan terpenuhinya syarat-syarat batas.
2.10 Study Parametrik Strut and Tie yang telah dilakukan di Jurusan
Teknik Sipil Undana
2.10.1. Pemodelan Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) dengan
(Core,2006)
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model Strut and Tie dengan
melihat trajektori tegangan pada kondisi elastis dengan variasi beban berupa
beban merata (W) dan beban terpusat (P) serta variasi panjang bentang (L) dan
tinggi efektif balok (d). Salah satu pemodelan yang digunakan adalah balok
dengan pembebanan merata w = 100 kN/m dengan rasio panjang bentang
terhadap tinggi efektif balok (L/d) = 10 untuk d = 0,30.
Balok langsing selanjutnya diolah dengan software SAP2000 untuk
memperoleh trajektori tegangan elastis. Trajektori tegangan untuk rasio panjang
bentang terhadap tinggi efektif balok (L/d) = 10 dengan d= 0,30 dapat dilihat
pada Gambar 2.22. berikut :
2. Untuk tinggi efektif balok (d) yang meningkat dengan rasio panjang bentang
terhadap tinggi efektif balok (L/d) yang tetap maka sudut trajektori tegangan
tekan elastis semakin kecil.
3. Pada Strut and Tie model tidak membutuhkan tulangan tekan bila
dibandingkan dengan desain konvensional sedangkan kebutuhan tulangan
tarik untuk Strut and Tie model berkurang dan terbagi merata pada jarak-
jarak tertentu bila dibandingkan dengan desain konvensional. Sehingga
jumlah tulangan total untuk Strut and Tie model adalah 5 (lima) tulangan
dan desain konvensional adalah 9 (sembilan) tulangan.
4. Kebutuhan tulangan geser untuk Strut and Tie model lebih sedikit dengan
spasi antar tulangan yang jauh bila dibandingkan dengan desain
konvensional. Sehingga jumlah tulangan geser total untuk Strut and Tie
model adalah 12 (dua belas) tulangan dan desain konvensional adalah 16
(enam belas) tulangan.
Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan bantuan software SAP 2000
untuk memperoleh bentuk trajektori tegangan pada balok tinggi. Berdasarkan
hasil tersebut selanjutnya dilakukan analisis dengan Metode Strut And Tie untuk
memperoleh luasan tulangan. Selain itu , juga untuk mengetahui persentase
perbedaan hasil analisa jika dibandingkan dengan data sekunder milik Kani.
Perhitungan balok tinggi yang dianalisa mengikuti peraturan yang menjadi acuan
dalam hal ini ACI Building Code 2002.
Elemen balok tinggi yang ditinjau terdapat pada portal yang diasumsi
oleh peneliti yang padanya menumpu pelat berukuran 4 m x 4m seperti pada
Gambar 2.8 .Balok tinggi dimodelkan dengan panjang bentang 4 m dan
dibuat variasi pada tingginya dimana beban yang bekerja berupa beban
terpusat dan beban merata.Terdapat 4 rasio bentang terhadap tinggi yaitu:
5,0 ; 2,0 ; 1,0 ; dan 0,8.
(a) (b)
Gambar 2.20. (a) Sketsa Portal Asumsi yang Memperlihatkan Letak
Elemen Balok Tinggi (Garis Biru) dan (b) Detail
Penempatan yang Memperlihatkan Tumpuan Balok
Tinggi
Sumber : (Gustav, 2017)
Adapun bentuk trajektori tegangan baik tekan (strut) maupun tarik (tie)
serta kecenderuangan model rangka batang yang dibentuk (SVM) pada salah
satu model balok tinggi yang didesain yaitu sebagai berikut:
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.21. (a) Tegangan Tekan/Strut (b) Tegangan Tarik/Tie
(c) kecenderuangan model rangka batang yang
dibentuk SVM
Sumber : (Gustav, 2017)
METODE PENELITIAN
Portal Atas
Kolom Dasar
Balok tranfer
A B
(Perletakan Sendi) (Perletakan Rol)
L=5m
4. Jenis Pembebanan
1) Pemebebanan 1
Jenis Beban : Merata Linear
2) Pemebebanan 2
Jenis Beban : Terpusat
Data variasi sampel seperti yang telah dijelaskan diatas dapat dirangkum dalam
tabel berikut ini.