Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu bagian komponen struktural sebuah konstruksi yang memiliki
peran untuk memikul beban adalah balok. Dalam memikul beban struktur,
balok akan mengalami gaya-gaya dalam berupa momen, geser, dan normal
serta akan mengalami deformasi. Balok dengan material beton memiliki sifat
kuat terhadap tekan dan lemah terhadap tarik. Oleh karena itu pada balok beton
perlu dipasang tulangan baja pada daerah tarik. Balok dengan ukuran kecil
cenderung mengalami lendutan yang cukup besar dibandingkan dengan balok
berukuran besar ketika menerima beban lentur. Selain itu akan timbul retak
yang dapat menimbulkan keruntuhan pada balok.
Berdasarkan distribusi tegangannya, penampang dari komponen struktur
beton terbagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen Bernoulli dan segmen
Diskontinu. Segmen Bernoulli memiliki regangan yang terdistribusi secara
teratur, sedangkan segmen Diskontinu regangannya terdistribusi secara tidak
teratur. Segmen Diskontinu biasanya terletak dimana beban diterapkan dan
disekitar perletakan yang disebabkan oleh adanya beban diskontinuitas dan
perubahan pada model geometrik.
Balok tinggi merupakan balok dengan ratio bentang dibandingkan
dengan tingginya < 5 untuk balok yang dibebani dari permukaan atas serta
ditumpu pada bagian bawah balok. Penampang pada balok tinggi termasuk
dalam segmen Diskontinu. Pada umumnya perencanaan metode konvensional
mengganggap seluru balok termasuk dalam segmen Bernoulli. Beberapa
penelitian sebelumnya menganggap bahwa metode konvensional dianggap
kurang tepat sebagai metode untuk merencanakan beton yang strukturnya
tergolong dalam segmen Diskontinu (Atisa dan Hamidah, 2003). Oleh karena
itu metode konvensional kurang tepat digunakan dalam perencanaan balok
tinggi yang menganggap seluruh penampang balok termasuk segmen bernoulli.
Beberapa contoh balok tinggi yang sering dijumpai yaitu pada dinding pondasi
(foundation wall), dinding geser (shear wall), topi pancang (pile cap) yang
mengalami tegangan yang cukup besar pada elemennya.
Balok tinggi berlubang (web opening) merupakan balok tinggi yang
dibuat lubang pada badan balok dengan maksud tertentu. Balok tinggi
berlubang dapat dijumpai pada konstruksi gedung bertingkat. Misalnya pada
dinding geser yang membutuhkan bukaan jendela pada bagian dinding luar
ataupun untuk jaringan utilitas. Daerah sekitar lubang beresiko tinggi terjadi
retak akibat konsntrasi tegangan yang tinggi.
Beberapa metode dikembangkan untuk mendesain beton yang termasuk
segmen Diskontinu. Salah satunya Metode Strut And Tie. Menurut
Hardjasaputra dan Tumilar (2002) Strut And Tie Model berawal dari Truss
Analogy Model yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899
dan Morsch pada tahun 1902. Dengan memperhatikan pola retak, digunakan
model rangka batang (truss) untuk menjelaskan aliran gaya (load path) tranfer
beban ke tumpuan yang terjadi pada struktur beton bertulang dalam keadaan
retak. Pada Strut And Tie Model perlu dipahami terlebih dahulu bentuk
Trajektori Tegangan Utama. Dari distribusi tegangan, maka dapat diketahui
penyusun elemen tegangan beton dan pengikat serta dapat mengetahui tulangan
utama dan tulangan geser menggunakan kesetimbangan titik seperti pada
rangka batang.
Strut and Tie Model dapat diterapkan pada segmen dengan tegangan
yang tidak linear yaitu segmen Diskontinu. Karna penampang balok tinggi
berlubang (web openings) termasuk mengalami tegangan yang tidak linear
maka perencanaan dengan Metode Strut And Tie sangat efektif untuk
diterapkan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
dengan judul “STUDY PARAMETRIK BALOK TINGGI DENGAN
VARIASI LUBANG (WEB OPENINGS) MENGGUNAKAN METODE
STRUT AND TIE”

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk trajektori tegangan tekan untuk balok tinggi dengan
menggunakan CAST ?
2. Bagaimana bentuk trajektori tegangan tekan untuk balok tinggi dengan
variasi lubang dengan menggunakan CAST ?
3. Bagaimana perbandingan konfigurasi penulangan pada balok tinggi utuh
dengan balok tinggi berlubang menggunakan Metode Strut And Tie ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisa bentuk trajektori tegangan pada balok tinggi dengan
menggunakan CAST.
2. Untuk menganalisa bentuk trajektori tegangan pada balok tinggi dengan
variasi lubang dengan menggunakan CAST.
3. Untuk menganalisis perbandingan konfigurasi penulangan pada balok
tinggi utuh dengan balok tinggi berlubang menggunakan Metode Strut
And Tie.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi mahasiswa yang ingin
melakukan penelitian yang berhubungan dengan Metode Strut And Tie
khususnya pada balok tinggi berluang (web openings).
2. Sebagai sumbangan bagi para perancang struktur dalam merancang balok
tinggi berlubang dengan menggunakan bantuan software CAST.

1.5 Batasan Masalah


Masalah yang diteliti dibatasi pada:
1. Permodelan trajektori tegangan balok tinggi utuh dan balok tinggi
berlubang dengan bantuan software CAST.
2. Bentuk rangka batang untuk analisa Strut And Tie dibuat dengan bantuan
software CAST. Beban yang membebani struktur adalah beban merata
dan beban terpusat.
3. Strudy parametrik dilakukan dengan variasi bentuk lubang yang memiliki
luas sama besar. Mutu beton yang digunakan 30 Mpa, mutu tulangan 300
Mpa untuk tulangan ulir dan 240 Mpa untuk tulangan sengkang.

1.6 Operasional Konsep


Agar maksud dan tujuan lebih mudah dipahami, maka perlu dijelaskan
operasional konsep yang meliputi:

Studi Parametrik : Studi yang didasarkan pada suatu parameter


tertentu.
Balok Tinggi : Balok dengan rasio bentang terhadap tingginya < 5
untuk balok yang dibebani.
Balok Tinggi : Balok tinggi yang diberi lubang atau bukaan pada
Berlubang daerah badan (web openings) untuk keperluan
tertentu.
Beton bertulang : Beton yang dipasang tulangan dengan luasan dan
konfigurasi tertentu untuk memperkuat daerah tarik.
Trajektori tegangan : Garis-garis yang menunjukan arah tegangan utama
baik tegangan tarik maupun tekan tekan dala
kondisi elastis.
Metode Strut And Tie : Suatu metode perancangan yang menyederhanakan
tegangan pada daerah D ke dalam konfigurasi
rangka batang sebagai jalur tegangan unaksial.
Dari konsep operasional di atas, maka definisi dari Study Parametrik
Balok Tinggi Dengan Variasi Lubang (Web Openings) Menggunakan
Metode Strut And Tie) adalah studi berdasarkan suatu parameter tertentu
terhadap balok dengan rasio bentang terhadap tingginya < 5 dari suatu struktur
tunggal beton bertulang yang diberi variasi lubang atau bukaan (web opening),
menggunakan garis-garis yang menunjukan arah tegangan utama (tarik dan
tekan) dalam kondisi elastis dari suatu metode perancangan yang didasarkan
pada penyaluran tegangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum

Beton bertulang merupakan salah satu bahan konstruksi yang paling

penting. Beton bertulangan itu sendiri adalah material komposit dimana

kakuatan dan daktilitas beton yang relatif rendah diimbangi dengan

dimasukannya tulangan yang memiliki kekuatan atau daktilitas yang lebih

tinggi. Berbagai jenis struktur dan komponen struktur dapat dibangun

menggunakan beton bertulang termasuk pelat, dinding, balok, kolom, fondasi,

pemyangga dan lainnya.

Kelebihan beton sebagai bahan struktur antara lain yaitu:


1. Beton bertulang dapat mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan
konstruksi.
2. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan konstruksi lain.
3. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air.
Tidak berkarat karena air dan pada kasus kebakaran dengan intensitas
rata-rata struktur dengan ketebalan penutup beton tertentu hanya
mrngalami kerusakan pada permukaannya saja.
4. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
5. Biaya pemeliharaan beton bertulang tidak terlalu besar dengan usi layan
yang panjang.
6. Beton bertulang lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan bahan
lain.
7. Material beton bertulang dapat dibuat dari bahan-bahan lokal yang murah
seperti pasir, kerikil dan air serta relatif memiliki sedikit semen dan
tulangan baja.
8. Instalasi konstruksi lebih mudah dan cukup dengan tenaga berkeahlian
rendah jika dibandingkan dengan konstruksi baja.

Adapun kelemahan beton bertulang yaitu sebagai bahan struktur:


1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik.
2. Waktu pengerjaan beton bertulang lebih lama
3. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di
tempatnya sampai beton tersebut mengeras tetapi harga bekisting cukup
mahal bila dibandingkan dari total biaya proyek.
4. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan beton-
bertulang menjadi berat yang nantinya akan berpengaruh ke ukuran yang
relatif besar apabila digunakan pada struktur yang memiliki bentang yang
panjang.
5. Sifat-sifat beton yang bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran
dan pengadukanya.
6. Proses penuangan dan perawatan beton tidak bisa dikontrol dengan
ketepatan maksimal, berbeda dengan proses produksi material struktur
lain.
Balok tinggi merupakan salah satu struktur beton bertulang. Pada balok

tinggi, tulangan baja merupakan unsur yang penting bagi kekokohan

strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban

seperti pada balok biasa, tetapi angka perbandingan bentang terhadap tingginya

< 5 untuk balok yang dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada bagian

bawah balok. Beberapa contoh balok tinggi yang sering dijumpai yaitu pada

dinding pondasi (foundation wall), dinding geser (shear wall), topi pancang

(pile cap) yang mengalami tegangan yang cukup besar pada elemennya.

Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berperilaku dua
dimensi bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi.
Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan
pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan
deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier
meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas,
distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola
seperti yang digunakan pada balok biasa.

2.2 Metode Strut And Tie


“Strut-and-Tie-Model” berawal dari “Truss-analogy-model” yang
pertama
kali diperkenalkan oleh Ritter (1899) kemudian Mörsch (1902). “Truss-
analogy-model” ini menggambarkan aliran gaya (load path) yang terjadi pada
beton bertulang yang mengalami pembebanan dimana ditandai dengan
terbentuknya pola retak pada beton bertulang tersebut. Penggambaran rangka
batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari rangka batang tekan dan tarik,
sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut
45° dan batang tarik vertikal.

Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan momen dalam
yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser
pada beton yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik
vertikal sedangkan beton yang mengalami beban tekan akan digambarkan
sebagai batang tekan diagonal.(Harianto Hardjasaputra dkk, 2002)

2.3 Distribusi Tegangan

2.3.1 Distribusi Tegangan Elastis

Distribusi tegangan pada suatu komponen dapat dijelaskan secara

sederhana. Sebagai contoh dapat dilihat pada kolom pendek dengan lebar b

yang dibebani beban terpusat N. Tegangan tekan pada kolom pendek pada

Gambar 2.10 dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana yakni :


N
f= .............................................................................................................(2.1)
A
Gambar 2.1: Distribusi tegangan sekitar beban kerja terpusat.
Sumber:”Model Penunjang dan Pengikat (Strut
and Tie Model) pada Perancangan Struktur
Beton” oleh Dr.Ing. Harianto Hardjasaputra dan
Ir. Steffie
Tumilar, M. Eng., MBA.
Menurut teori elastisitas dari Timoshenko dan Goodier (1951)
disimpulkan bahwa regangan dan tegangan maximum mengecil pada daerah
penampang yang menjauhi beban kerja dan hampir merata pada penampang
sejarak b dari beban kerja dimana b adalah lebar kolom. Keadaan ini sesuai
dengan azas Saint-Venant yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja
pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya
sejauh h dengan tegangan f. Pengaruh tegangan f akan mengecil menjadi nol
menjauhi pusat gaya tersebut.

Selanjutnya akan dilihat bagaimana distribusi tegangan pada tengah


bentang dari suatu balok dengan rasio tinggi/bentang yang berbeda-beda yang
mengalami lentur murni akibat beban merata pada seluruh bentang, seperti
yang ditunjukkan Leonhardt dan Monnig (1975) pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Tegangan Longitudinal pada Tengah Bentang
dari Balok dengan Tinggi yang Berbeda dengan
Menggunakan Beban Merata
Sumber : ACI-318R-02,2002

Dari Gambar 2.2, dilihat bahwa rasio tinggi/bentang balok yang rendah
distribusi tegangan adalah linear dan berkembang menjadi nonlinear dengan
meningkatnya rasio tinggi/bentang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
perancangan penampang balok pada umumnya didasarkan pada distribusi
tegangan linear menurut hipotesa Bernoulli, yaitu dimana penampang dianggap
rata dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah lentur. Dari uraian
tersebut maka Schalich et al menyimpulkan bahwa struktur dapat dibagi dalam
dua daerah yaitu daerah dimana hipotesa Bernoulli berlaku yang dinamakan
daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah dimana terjadi distribusi regangan
non linear yang diakibatkan oleh diskontinuitas geometri, statika atau oleh
keduannya, dan daerah ini dinamakan daerah D (Discontinuity atau
Disturbance) dimana hipotesa Bernoulli tidak berlaku.

2.3.2 Trajektori Tegangan Utama

Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan


medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis. Garis
trajektori utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan
utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri
dari garis trajektori tekan dan garis trajektori tarik. Garis-garis trajektori
menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi
trajektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari
titik-titik yang mempunyai tegangan utama dengan nilai tertentu.

Beberapa karakteristik penting dari trajektori tegangan adalah:

a. Di tiap-tiap titik ada trajektori tekan dan trajektori tarik yang saling tegak
lurus.
b. Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu keluarga trajektori
tekan dan keluarga trajektori tarik, dan kedua keluarga trajektori adalah
orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan
utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga
keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik menyatakan suatu
sistem yang orthogonal.
c. Trajektori tekan dan trajektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut
90°.
d. Di dalam titik-titik di garis netral arah trajektori-trajektori adalah 45°.
e. Lebih dekat jarak antara trajektori-trajektori, lebih besar nilai tegangan
utamanya.
f. Trajektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth),
dibandingkan pada daerah D (turbulent).

Gambar 2.3 Trajektori Tegangan Utama pada B-region dan D-


region (sekitar daerah beban terpusat-
diskontinuitas).
Sumber : Hardjasaputra,2002
Gambar 2.4 Trajektori Tegangan Utama, Distribusi Tegangan Utama
dan Strut And Tie
Sumber : Hardjasaputra,2002

2.3.3 Distribusi Tegangan dan Trajektori Tegangan Utama pada Beton


Penggunaan Strut-and-Tie Model perlu didukung oleh pengertian medan

tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur

berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat adanya hal yang

kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan

trajektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada

perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Selanjutnya diketahui

bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan

homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan.

Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik

pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum

pada lokasi antar retakan sehingga pada sturktur beton akan mengalami

perubahan kekakuan struktur.


Walaupun demikian hasil penelitian dan percobaan menunjukkan bahwa
perancangan model struktur beton berdasarkan teori plastisitas yang
berorientasikan trajektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga
dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat
tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trajektori tegangan yang akurat,
Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan finite-element (elemen
hingga) non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup membahas analisis
finite-element (elemen hingga) untuk perancangan struktur beton dalam
keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih
banyak berorientasi pada distribusi dan trajektori tegangan utama karena
dianggap lebih praktis dan cukup konservatif di samping perangkat lunak
komputer untuk struktur beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk
penggunaan praktis.

2.4 Perancangan dan Pemodelan


2.4.1 Daerah D dan Daerah B
Suatu struktur dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu B-region dan D-
region. Pada B-region, asumsi penampang bidang dari teori lentur dapat
digunakan. Sedangkan untuk D-region, asumsi penampang bidang dari teori
lentur tidak dapat digunakan. D-region adalah bagian komponen struktur yang
mengalami perubahan mendadak dalam geometri atau pembebanan. D-region
mencakup daerah diskontinuitas geometrik, yaitu daerah yang berdekatan
dengan lubang, yang mengalami perubahan mendadak dalam bentuk
penampang, serta daerah diskontinuitas gaya, yaitu daerah dimana terdapat
gaya terpusat atau pada reaksi perletakan. Selain itu, corbel, dapped end, dan
joint termasuk kedalam D-region yang mengalami diskontinuitas geometri dan
diskontinuitas gaya sekaligus.
Schlaich et al (1982-1993) telah membangun suatu dasar filosofi
perancangan yang konsisten pada struktur yang terdiri dari daerah D dan
daerah B, yaitu perancangan dengan Strut dan Tie Model. Dengan demikian
keseluruhan struktur dapat dirancang dengan Strut and Tie Model. Tetapi
dalam praktek, Strut and Tie Model lebih banyak dipakai pada daerah D,
sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada perancangan terhadap
pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut dan Tie dalam perancangan struktur
diawali dengan penentuan daerah D dan B.

Gambar 2.5 Daerah D (yang diarsir) yang disebabkan oleh


Diskontinuitas Geometri
Sumber : ACI-318R-02,2002

2.4.2 Penentuan Daerah D dan Daerah B

Hardjasaputra dalam buku Strut dan Tie model menjelaskan prosedur


penentuan daerah D dan B sebagai berikut :

1. Ganti struktur rill pada Gambar (a) dengan struktur fiktif pada Gambar
(b) dibebani sedemikan rupa hingga hukum bernoulli berlaku dan
keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi.
2. Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu sistem struktur Gambar
(c) yang bila disuperposisikan dengan keseimbangan pada Gambar (b)
akan memenuhi syarat-syarat batas struktur riil Gambar (a) tersebut.
3. Terapkan asas Saint-Venant pada sistem struktur Gambar (c) sejarak d=h
dari titik keseimbangan gaya-gaya.
4. Dari gabungan Gambar (b) dan (c) akan dihasilkan Gambar (d) yang
menggambarkan daerah D dan B. pada daerah B tegangan yang sudah
tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas.
Gambar 2.6 Prosedur Penentuan Daerah D dan B pada Balok
yang mengalami Diskontinuitas Geometri.
Sumber : Hardjasaputra,2002

2.5 Model Strut And Tie

Strut-and-Tie Model merupakan suatu “Engineering Model” yang


mendasarkan pada asumsi bahwa aliran gaya-gaya dalam struktur beton dan
terutama pada daerah yang mengalami distorsi dapat didekati dengan suatu
rangka batang yang terdiri dari Strut (batang tekan atau penunjang) dan Tie
(batang tarik atau pengikat). (Rogowsky, D. M., and MacGregor, J. G)

Sebuah model strut-and-tie adalah model dari suatu bagian struktur yang
memenuhi syarat berikut :

1. Terdiri dari suatu sistem gaya yang berada dalam keseimbangan dengan
memberikan suatu set beban-beban, dan
2. Gaya terfaktor dari komponen strutkur pada tiap bagian di dalam strut,
tie, dan zona nodal tidak melampaui kekuatan struktur terfaktor untuk
bagian yang sama. Batas bawah dari teori plastis menyatakan bahwa
kapasitas dari sistem komponen struktur, tumpuan, dan gaya yang
bekerja yang memenuhi baik poin (1) dan (2) adalah batas bawah dari
kekuatan struktur.
3. Sebagai batas bawah teori yang akan digunakan, struktur harus memiliki
daktilitas yang cukup untuk menghasilkan transisi dari prilaku elastis
hingga prilaku plastis yang cukup untuk meredistribusikan gaya dalam
terfaktor ke dalam beberapa gaya yang dapat memenuhi poin (1) dan (2).
Dapat disimpulkan bahwa Strut and Tie merupakan resultan dari medan
tegangan (stress field), dimana pada Strut yang bekerja adalah betonnya,
sedangkan Tie yang bekerja adalah tulangan baja terpasang. Dengan
demikian suatu sistem struktur beton dapat dinyatakan sebagai suatu
sistem rangka batang yang terdiri dari batang-batang tekan dan batang-
batang tarik, yang dikenal dengan Strut and Tie Model (Hadjasaputra dan
Tumilar, 2002).

2.5.1 Batang Tekan (Strut)


Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh
karena itu dimensi Strut dan kuat tekan beton merupakan unsur yang sangat
penting dalam menganalisa Strut yang bersangkutan. Kolom yang dibebani
beban normal adalah sebagai suatu contoh batang tekan yang sederhana dimana
tegangan tekan dapat terdistribusi merata hampir ke seluruh penampang kolom
(Hadjasaputra dan Tumilar, 2002).
Jika beban yang sama tersebut akan terdistribusi pada suatu lebar tertentu
pada dinding tersebut dan lebar distribusinya akan berlainan pada setiap
penampang dinding seperti pada Gambar 2.15 berikut :
Gambar 2.7 Distribusi Beban Normal pada Struktur Kolom
Sumber : Hadjasaputra dan Tumilar,2002

Jika diumpamakan beban normal N yang menyebar dengan sudut α


setinggi 0,4 h dan selanjutnya merata setinggi 0,20 h, maka gaya tekan AB
adalah C = NAB dan gaya tarik pada Tie BB1 adalah T = NBB1, sehingga
selanjutnya dapat ditulis :

N
C= ..................................................................................................
sin ( 90−α )
(2.2)
Dan
T =C × cos ⁡( 90−α )…………….………………………..........…………(2.3)
Selanjutnya bila diasumsikan Tan α = 0,60, maka gaya tekan C dan gaya
tarik T dapat ditemukan. Perlu diketahui bahwa nilai tan α = 0,60 merupakan
suatu pendekatan dan tidak mutlak. Gaya tarik T yang relatif kecil dapat
dipikul oleh beton akan retak akibat gaya T tersebut, maka gaya T tersebut
dipikul olehtulangan yang dipasang tegak lurus sumbu A-A tersebut (tulangan
horisontal). Untuk mencegah terjadinya kerusakan beton pada landasan, maka
Nu perlu dibatasi, yaitu:

Nu < Φ×fc’×Ab………………………………...………................………….(2.4)
Dimana:
Nu = Gaya normal batas terfaktor
fc’ = kuat tekan beton
Ab = Luas landasan dari beban normal
Φ = faktor reduksi kekuatan
Elemen Strut dalam Strut and Tie Model merupakan idealisasi dari
medan tegangan tekan beton dimana arah dari Strut searah dengan tegangan
tekan beton. Strut dapat dimodelkan dalam bentuk prismatik, botol, dan kipas
(ACI 318-2002,Schaich et al., 1987) seperti pada gambar 2.12 berikut ini :

Gambar 2.8 Gambar dari berbagai Bentuk Dasar Medan


Tekan berupa (a) Kipas, (b) Botol, dan (c)
Prisma.
Sumber : Hadjasaputra dan Tumilar,2002

Strut yang benbentuk kipas (fan shape) mengabaikan kurvatur, dalam hal
ini tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami
penggelembungan di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang
besar terjadi maka medan tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai Strut
berbentuk botol (bottle shape).Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya
retak pada Strut,untuk itu diperlukan tulangan tarik untuk memikul tegangan
yang terjadi tersebut.

ACI 318-2002 memperhitungkan kekuatan hancur Strut beton sebagai


kekuatan efektif (effective strenght), yang dihitung berdasarkan persamaan:

Fcu(strut)=0,85× βs × fc ' ..........................................................................(2.5)

Dimana:
1. βs = 1,0 untuk Strut prismatis di daerah tekanan yang mengalami retak atau
untuk Strut yang mempunyai wilayah menyilang yang sama panjang tanpa
kontrol retak pada daerah penulangan.
2. βs = 0,75 untuk Strut berbentuk botol dan terdapat kontrol retak pada daerah
penulangan
3. βs = 0,6 l untuk Strut berbentuk botol dan tidak terdapat tulangan, dimana l
adalah suatu faktor koreksi.
4. βs = 0,4 untuk Strut didalam komponen tarik
5. βs = 0,6 untuk kasus-kasus lain selain empat (4) kasus di atas.
Dalam menentukan lebar Strut, pada dasarnya didapatkan dari analisa
trajektori tegangan Strut dengan menggunakan SAP 2000. Namun dalam
kemudahan analisa maka dapat di tentukan dengan menggunakan rumus umum
berikut :

w s (1 )=( w 16 ) ( cos θ ) +(lb 1)(sinθ).............................................................(2.6)

Dimana:
w s (1 ) = lebar Strut
w 16 = lebar daerah batang tarik (< 0,2 H)
(lb1) = pelat landasan pada tumpuan (≈ w16)
ɵ = sudut antara batang Strut and Tie

Gambar 2.9 Gambar Penentuan Lebar Strut pada Nodal Dekat Tumpuan
Sumber : Hadjasaputra dan Tumilar,2002

Besar tegangan yang terjadi pada nodal harus memenuhi persyaratan


ACI-3 18R-02,2002 dimana,
φ.fns > Fu(Strut)………………………….……...…………………………….(2.7)
Fns = fcu x ws x bw…………..…………………………………..……….....(2.8)
Dimana :
fns = tegangan efektif beton pada Strut (N)
ws = lebar Strut (mm)
bw = lebar balok (mm)
fcu = tegangan efektif beton pada nodal (N/mm2)
φ = faktor reduksi (0,75)
Fu(Strut) = Besar gaya pada batang Strut (N)

Adanya batang Strut dipengaruhi oleh adanya gaya geser. ACI 2002
Bagian 11.8.3. menentukan batas gaya geser yang diijinkan pada balok tinggi
sebagai berikut :

2 ln
Vu<∅ |(
3
10+
d ) √ fc' b d|untuk 2< L/H ≤ 5.....................................(2.9)
w

Vu<∅ x ( 8 x √ f c ' b d) untuk L/H ≤ 2...........................................(2.10)


w

Dimana:
Vu = Gaya geser (N)
ln = panjang bersih balok (mm)
bw = lebar balok (mm)
fc’ = Mutu beton (N/mm2)
φ = faktor reduksi (0,85)
d = tinggi bersih beton
Untuk menentukan penulangan minimum Strut , maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

1. untuk tulangan vertikal (pv) :


As
≥ 0,0025.........................................................................................(2.11)
s . bw
2. horisontal (ph):
As
≥ 0,0015........................................................................................ (2.12)
s . bw
Dimana :
As = Luas tulangan (mm2)
s = spasi tulangan (mm)
bw = lebar balok (mm)
Untuk mengecek batas kuat beton dimana akan hancur, maka ACI 2002
memberikan persyaratan sebagai berikut :

∑(pi)(sinϒ) > 0,003..............………………............……............................(2.13)

∑(pi)(sinϒ) = (pv)(sinϒ) + (ph)(sin(90-ϒ))………………......................…..


(2.14)
Dimana :
ϒ = sudut antara batang Strut and Tie

Untuk balok tinggi yang dibebani beban merata, pada umumnya nodal
tengah yang menjadi penghubung antara batang Strut yang terkoneksi dengan
nodal dekat perletakan dengan batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat
beban, maka penentuan tinggi batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat
tumpuan adalah sebagai berikut :

(dv(s)) = 2/3 x dv………….........………….......................................………..


(2.15)

Dimana :
(dv(s)) = tinggi batang Strut yang terkoneksi dengan nodal dekat tumpuan (m)
dv = tinggi rangka yang terbentuk dalam balok tinggi (m)

2.5.2 Batang Tarik

Pada beton struktur batang Tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja
tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan tendon prategang yang
dijangkar dengan baik. Selanjutnya bila diasumsikan tulangan akan mengalami
pelelehan pada keadaan batas (ultimate limit state), maka gaya tarik maksimum
pada batang tarik tersebut dinyatakan sebagai berikut :

T u=Ф × A s × fy ..........................................................................................(2.16)
Atau
T u=Ф × A s × fy+ Ф × A ps × f pu............................................................(2.17)

Dan Batang tarik yang ada harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tu > Ft…….......………………………………...…………………….......(2.18)
Dimana :
Tu = Gaya tarik batas terfaktor (N)
As = Luas tulangan baja biasa (mm2)
Aps = Luas baja tendon pratengang (mm2)
fy = Kuat tarik baja tulangan biasa (MPa)
fpu = Kuat tarik tendon prategang (MPa)
Ф = faktor reduksi (0,8)
F = Gaya pada batang tarik (N)

Karena Strut and Tie Model diberlakukan pada beton struktur dalam
keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak
pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak atau
melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.

Untuk penentuan batas tinggi tulangan tarik, ACI 2002 memberikan


rumus sebagai berikut :

F
W ab = ..........................................................................................(2.19)
∅ x b w x Fcu

Dimana :
Wab = Batas tinggi tulangan tarik yang menghubungkan nodal a dan b (mm)
F = Gaya pada batang tarik (N)
Φ = Faktor reduksi (0,75)
bw = Lebar balok (mm)
Fcu = kuat efektif daerah nodal yang ditinjau (MPa)
Untuk penulangan Tie, ACI 2002 pada bagian 11.9.5 memberikan batas
penulangan minimum pada daerah tarik dengan rumus sebagai berikut:

0.04 ( fcfy' )b d...............................................................................................(2.20)


w

Dimana:
f’c = Mutu beton (MPa)
fy = Mutu tulangan(MPa)
bw = Lebar balok (mm)
d = tinggi bersih balok (mm)
Jarak critical section (la) pada daerah tarik ditentukan dengan menggunakan
rumus berikut:
wab
la= .......................................................................................................(2.21)
tanθ
Dimana:

Wab = Batas tinggi tulangan tarik yang menghubungkan nodal a dan b (mm)
θ = sudut antara batang Strut dan Tie

2.5.3 Titik Simpul/Node

Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari Strut and Tie dengan
berbagai kombinasi. titik-titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang
berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya
yang bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:

∑Fx = 0, ∑Fy = 0, dan ∑FM = 0………………………….….............………


(2.22)

Titik simpul/node secara umum dapat dibagi dalam empat jenis


sambungan pertemuan, yaitu CCC-node, CCT-node, CTT-node dan TTT-node

1. CCC-node “hydrostatic element” dimana node element menyalurkan gaya


C1 dari pelat jangkar dan gaya C2 dari pelat landasan (bearing plate) ke
medan tekan C3 yang berbentuk botol.
2. CCT-node, dimana Strut diagonal dan reaksi vertikal perletakan diimbangi
oleh batang tarik berupa tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui
pelat jangkar.
3. CTT-node dimana Strut ditumpu oleh lekatan kedua tulangan dan oleh
tegangan radial dari tulangan yang dibengkokkan.
4. TTT-node, dimana gaya yang terjadi pada nodal adalah gaya tarik.
(Abousaeidi, Ryerson University, 2009)
Nilai tegangan efektif beton pada nodal ditentukan seperti halnya pada
element Strut yaitu:
Fcu = 0,85 xβn x f'c………......................…………………………………(2.23)
Dimana:
1. βn = 1,0 pada daerah nodal yang terjadi oleh tekanan Struts dan daerah
landasan (CCC nodes).
2. βn = 0,8 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan Tie
hanya pada satu arah (CCT nodes).
3. βn = 0,6 untuk Strut berbentuk botol dan tidak terdapat tulangan, dimana l
adalah suatu faktor koreksi. pada daerah nodal dimana terdapat
penjangkaran oleh tarikan Tie dalam banyak arah (CTT atau TTT nodes).

Gambar 2.10 Bentuk-Bentuk Node


Sumber : ACI-318R-02,2002

Besar tegangan yang terjadi pada nodal harus memenuhi persyaratan


ACI-
318R-02,2002 dimana,
φ.fcu1 > F……..............……..…………...…………..……………………(2.24)
Dimana :
fcu1 = tegangan efektif beton pada nodal
φ = faktor reduksi (0,75)

F = Besar tegangan yang terjadi pada nodal


2.5.4 Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi
American Concrete Institute (ACI 318-02) menjelaskan bahwa suatu
balok dinyatakan sebagai balok tinggi (deep beam) dalam perancangan lentur
bila rasio bentang bersih balok dibandingkan dengan tinggi balok ln/d < 1,25
untuk balok atas 2 tumpuan dan ln/d < 2,5 untuk balok di atas beberapa
tumpuan. Selanjutnya balok juga dinyatakan sebagai balok tinggi dalam
perancangan geser bila ln/d < 5 dan balok tersebut dibebani dari permukaan atas
serta ditumpu pada sisi bawah balok.
Pada Struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-Region, balok
tinggi diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik (Tie), dan
batang-batang tekan (Strut), beban-beban yang bekerja pada tumpuan yang
saling berhubungan melalui titik-titik simpul (nodes) sehingga membentuk suatu
rangka batang.

Gambar 2.11 Elemen-Elemen dalam Strut and Tie Model


Sumber : ACI-318R-02,2002

Untuk balok tinggi, lebar balok minimum ditentukan dari persamaan


Uhlman (1952) sebagai berikut :
0,06 × L
b=
H .......................................................................................................

(2.25)
√ L

Dimana :

L = Bentang balok (m)


H = Tinggi balok (m)
b = Lebar balok (m)

Berdasarkan aturan ACI 2002, balok tinggi harus memenuhi kriteria


sebagai berikut :
1. Untuk desain lentur, nilai L/H > 0,8
2. Untuk desain geser, nilai L/H < 5

2.6 Kriteri Desain Terhadap Geser dan Lentur Untuk Balok Tinggi
2.6.1 Kriteria Desain Terhadap Geser

Karena balok tinggi memiliki tinggi efektif yang cukup besar tentunya
akan menambah tahanan geser nominal Vc yang akan lebih besar dari pada
balok biasa. Pada balok biasa, penampang kritis untuk menghitung gaya geser
rencana Vu diambil pada jarak d dari muka perletakan, sedangkan pada balok
tinggi, bidang gesernya sangat miring dan dekat perletakan. Jika x adalah jarak
antara bidang keruntuhan dari muka perletakan, ln adalah bentang bersih untuk
beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser atau bentang untuk beban
terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah:

Bebam terdistribusi merata : x = 0,15 ln.......................................................(2.26)

Beban terpusat : x = 0,50 a........................................................(2.27)

Jarak x pada kedua persamaan di atas tidak boleh melebihi tinggi efektif
d. Seperti yang telah di jelaskan bahwa gaya geser Vu harus memenuhi
persamaan 2.9 dan 2.10. Jika tidak memenuhi kedua persamaan tersebut maka
penampang harus diperbesar. Gaya geser tahanan nominal Vc untuk beton
sederhana dapat digunakan sesuai persamaan berikut:

Mu Vu
(
Vc= 3,5−2,5
Vu d )(
1,9 √ fc ' + 2500 pw )
b d ≤6 √ fc ' b w d ........(2.28)
Mud w

Dimana 1,0 < 3,5-2,5 (Mu/Vud) ≤ 2,5. Faktor ini merupakan pengali dari
persamaan dasar Vc dari balok biasa untuk memperhitungkan besarnya kapasitas
tahanan balok tinggi. Apabila gaya geser rencana Vu melebihi ФVc, penulangan
geser perlu ditambah sehingga menjadi Vu = ФVc + Vs dimana Vs gaya yang
dipikul oleh penulangan geser. Vs dapat diperhitungkan sesuai persamaan
berikut:

Av 1+ ln/ d Avh 11−ln /d


Vs= ( sv 12
+
sh 12 )
f y d ...........................................................

(2.29)

Dimana:
Av = luas total penulangan vertikal yang berjarak s v dalam arah horisontal di
kedua sisi balok
Avh = luas total penulangan vertikal yang berjarak s h dalam arah vertikal di
kedua sisi balok
sv maksimum ≤ d/5 atau 18 in (diambil yang terkecil )
sh maksimum ≤ d/3 atau 18 in (diambil yang terkecil )
Av dan Avh harus memenuhi persamaan 2.11 dan 2.12 sebagai luas tulangan
minumum.

2.6.2 Kriteria Desain Terhadap Lentur

Pada balok tinggi dengan perletakan sederhana, peraturan ACI tidak

menspesifikasikan prosedur desain, tetapi mesyaratkan tetapi mensyaratkan

analisi nonlinier secara kasar untuk desain dan analisis lentur balok tinggi.

Penyajian sederhana bab ini berdasarkan rekomendasi Euro-International

Concrete Committee (CEB). Dari penyelidikan secara eksperimen dapat

diketahui bahwa lengan momennya tidak begitu banyak berubah meskipun

sesudah terjadi retak awal. Karena momen tahanan nominalnya adalah:

Mn = Asfy x lengan momen jd.........................................................................


(2.30)

Maka luas penampang As untuk lentur adalah:


Mu 200 bd
As= ≥ .......................................................................................
Φ f y jd fy
(2.31)

Lengan momen yang diusulkan oleh CEB adalah:

jd =0,2 ( l+2 h ) untuk 1 ≤ l/h<2..........................................................(2.32)

dan

Jd = 0,61 untuk l/h < 1.....................................................................................


(2.33)

Dimana l adalah bentang efektif yang diukur dari as e as perletakan atau 1,15
bentang bersih ln,mana saja yang terkecil.

2.7 Aturan Pembebanan dengan PPIUG dan Persyaratan-


Persyaratan Umum SNI mengenai Balok pada Beton Bertulang
Pembebanan yang dipakai untuk mendesain balok tinggi didasarkan pada
aturan PPIUG (Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung -1983) dan
beberapa persyaratan umum mengenai balok tinggi menggunakan SNI 2013.
Beban yang digunakan berhubungan dengan dengan balok tinggi baik itu beban
langsung yang diterima oeh balok seperti berat dinding dan berat sendiri
komponen, maupun beban hasil tranfer dari pelat yang menumpu pada
komponen.

qu = 1,2QDL + 1,6QLL…………….......…………………............……
(2.34)
Dimana :
QDL : Total beban mati (kN/m’)
QLL : Total beban hidup (kN/m’)
Pada balok tinggi, khusus pada pembebanan, beban yang diterima oleh
balok tinggi adalah beban dari pelat yang menumpu padanya. Jenis beban yang
diterima adalah beban merata areal berbentuk segitiga. Pada prinsip analisa
struktur , untuk mengkonversi beban tersebut kedalam beban merata linear,
digunakan rumus sebagai berikut:

1
Q x Qa x L1..................................................................................................(2.35)
3

Dimana :
Qek = Intensitas beban hasil konversi dari beban merata areal segitiga ke
beban merata linear persegi (kg/m’)
Qa = Intensitas beban merata area segitiga (kg/m’)
L1 = panjang 1 sisi pelat untuk pelat bujur sangkar (m)
Sedangkan pada aturan panjang penyaluran tulangan tarik, dirumuskan sesuai
dengan SNI beton 2013 sebagai betikut:

Ldh=(fy x db)/(5,4 x √ ( f c ' ) )> 8 db....................................................(2.36)

Dimana :
Ldh = Panjang penyaluran (mm)
fy = Mutu tulangan (MPa)
f’c = Mutu beton (MPa)
db = Diameter tulangan (mm)

nilai modulus elastisitas (E) yang ditentukan dalam SNI 2013 adalah sebagai
berikut :
E=4700 √ fc ' ...............................................................................................(2.37)

Dimana :
f’c = Mutu beton (MPa)
E = Modulus Elastisitas (MPa)
Mutu beton minimal yang disyaratkan SNI 2013 untuk pendesainan adalah 20

MPa

2.8 Computer Aided Strut-and-Tie (CAST)

CAST adalah singkatan dari Computer aided for Strut-and-Tie design


tools. Cast merupakan alat desain grafis interaktif yang telah dikembangkan
sejak tahun 1998 dan telah digunakan oleh mahasiswa atau praktisi yang
mengambil kursus Desain Beton Bertulang di Universitas Illinois tahun 1999.
Seiring berjalannya waktu memunkinkan aplikasi ini dapat berkembang dengan
cepat seperti dapat mengoptimalkan desain, menangani kasus pembebanan, dan
menghasilkan gambar. Program ini berfungsi sebagai perangkat instruksional,
membiasakan mahasiswa dan praktisi dengan program dan filosofi strut and tie.
Komponen CAST terdiri dari node dan elemen. Elemen mewakili struts
atau ikatan rapat di node. Untuk kasus tertentu, stabilizer diperlukan untuk
membuat model stabil secara numerik. Stabilizer adalah penyangga dengan gaya
nol. Tiga jenis syarat batas bisa diterapkan pada node eksterior yaitu: pelat,
beban titik, dan penyangga. Kekuatan dan dukungan tubuh juga bisa diterapkan
pada node interior dalam wilayah-D. Model harus dikekang untuk mencegah
benda tegar gerakan. Dalam CAST, nilai positif gaya ditunjukkan keluar dari
simpul dan sebaliknya. Sejak arah beban titik pada batas akan mengikuti sumbu
penyangga, tanpa elemen konektivitas diizinkan pada batas. CAST
menggunakan mode tunggal untuk pembuatan atau modifikasi model strut-and-
tie, analisis rangka, pemilihan baja tulangan, dan pengecekan kapasitas struts
dan node. CAST dikembangkan dalam lingkungan Windows 32-bit. Ini berarti
bahwa itu hanya akan berfungsi pada Windows Mesin 95/98/2000 / ME / XP
atau NT 4.0.
Berbeda dengan software SAP 2000, CAST tidak hanya menampilkan
garis trajektori tegangan namum langsung dapat memodelkan rangka batang
sebagai filosofi dari Metode Strut And Tie dan juga menampilkan besar gaya
tarik maupun tekan pada masing-masing batang. Adapun jenis analisis yang
dapat dilakukan dengan software CAST versi 0.9.11/01.26.2004 yaitu:
perhitungan desain (evaluasi kekuatan anggota rangka dan dimensi anggota
rangka), analisa terperinci untuk zona nodal, prediksi kapasitas rangka
sederhana, dan analisis deformasi beban. Tentunya hal ini dapat mempermudah
praktisi dalam mendesain elemen struktur yang memerlukan metde khusus
dalam hal ini Metode Strut And Tie.
Gambar 2. 12 Lingkup Kerja CAST
Sumber: Owatsiriwong , 2013

Gambar 2.13 Balok Tinggi Dengan 2 Beban Terpusat


Sumber: Owatsiriwong , 2013
Gambar 2.14 Dinding Tidak Ramping Dengan Bukaan
Sumber: Owatsiriwong , 2013

2.9 Penelitian Terdahulu

2.9.1 Analisa Balok Tinggi Berlubang Dengan Metode Strut And Tie

Model ( Marpaung dan Tarigan)

Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan Metode Strut


And Tie untuk memperoleh konfigurasi dan luas tulangan baik lentur maupun
geser pada balok tinggi berlubang. Dalam penelitian ini dianalisa juga terhadap
balok tinggi utuh untuk selanjutnya dilakukan perbandingan dengan balok tinggi
dengan 3 variasi lubang. Perhitungan balok tinggi yang dianalisa mengikuti
ketentuan yang ditentukan di dalam appendiks ACI 318-02.
Hasil dari penelitian ini yaitu:
1. Hasil perhitungan tulangan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Rekapitulasi hasil desain Balok Tinggi Berlubang dari


Marpaung dan Tarigan
Sumber : Marpaung dan Tarigan

2. Yang dimaksud dengan balok tinggi adalah komponen balok yang seluruh
bentangnya merupakan daerah D-Region dimana teori balok biasa tidak
berlaku;
3. Metode analisis dengan menggunakan model strut-and-tie adalah suatu
metode yang sangat ideal untuk menganalisis balok tinggi berlubang;
4. Tulangan lentur akan maksimum jika posisi titik tengah lubang berada di
bawah beban dan tulangan lentur akan lebih maksimum pada posisi lubang
lebih dekat ke tumpuan (pengaruh geser) daripada tulangan lentur pada
posisi lubang di tengah bentang (pengaruh momen);
5. Tulangan geser semakin bertambah jika posisi lubang semakin mendekati
tumpuan;
6. Berbeda dengan balok tinggi pada umumnya, pada balok tinggi yang
berlubang, tulangan tarik yang diperlukan lebih banyak karena terdapat
daerah kritis retak tidak hanya pada dasar balok, namun pada bagian atas
dan bawah lubang juga.

2.9.2 Analisa Dan Perencanaan Balok Tinggi Dengan Variasi


Perletakan Menggunakan Metode Strut And Tie (Nasution, 2014)

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara metode konvensional


yang biasanya digunakan dengan metode Strut and Tie dimana dalam hal ini
struktur yang ditinjau terdiri atas dua jenis struktur, struktur balok tinggi dengan
2(dua) perletakan untuk struktur statis tentu, dan balok tinggi dengan 4(empat)
perletakan untuk struktur statis tak tentu yang dinyatakan dengan continuous
beam. Perhitungan balok tinggi yang dianalisa mengikuti peraturan yang
menjadi acuan dalam hal ini ACI Building Code 2002.

Adapun hasil penelitian ini sebagai berikut :


1. Hasil analisa yang disimpulkan dari penelitian memberikan nilai penulangan
sebagai berikut:

Tabel 2.2. Rekapitulasi hasil desain Balok tinggi dari Nasution

Sumber : Nasution, 2014

2. Rata-rata nilai penulangan yang didapatkan dengan metode Strut and Tie
lebih sedikit 15.93 % dibandingkan dengan metode konvensional;
3. Dari pembahasan perhitungan, metode Strut and Tie lebih praktis digunakan
dibandingkan metode konvensional;
4. Kelemahan metode Strut and Tie diakibatkan oleh kebebasan perencana
dalam memilih model rangka, solusi yang baik dapat ditandai dengan
keefektifan model dan terpenuhinya syarat-syarat batas.

2.10 Study Parametrik Strut and Tie yang telah dilakukan di Jurusan
Teknik Sipil Undana
2.10.1. Pemodelan Penunjang dan Pengikat (Strut and Tie Model) dengan

Menggunakan Trajektori Tegangan pada Balok Langsing

(Core,2006)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model Strut and Tie dengan
melihat trajektori tegangan pada kondisi elastis dengan variasi beban berupa
beban merata (W) dan beban terpusat (P) serta variasi panjang bentang (L) dan
tinggi efektif balok (d). Salah satu pemodelan yang digunakan adalah balok
dengan pembebanan merata w = 100 kN/m dengan rasio panjang bentang
terhadap tinggi efektif balok (L/d) = 10 untuk d = 0,30.
Balok langsing selanjutnya diolah dengan software SAP2000 untuk
memperoleh trajektori tegangan elastis. Trajektori tegangan untuk rasio panjang
bentang terhadap tinggi efektif balok (L/d) = 10 dengan d= 0,30 dapat dilihat
pada Gambar 2.22. berikut :

Gambar 2.15 Hasil trajektori tegangan untuk L/d =10


dan d = 0,3 m
Sumber : Core ,2006

Pada penelitian ini balok langsing didesain dengan menggunakan dua


metode yaitu metode konvensional dan metode Strut and Tie. Berdasarkan
contoh kasus pada gambar 2.23 didapatkan hasil penelitian yang ditabulasikan
sebagai berikut :

Gambar 2.16 Contoh Kasus


Sumber : Core ,2006

Tabel 2.3 Rekapitulasi Hasil Desain berdasarkan Contoh


Kasus pada Gambar 2.16
Sumber : Core ,2006
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk tinggi efektif balok (d) yang tetap dengan rasio panjang bentang
terhadap tinggi efektif balok (L/d) yang meningkat maka sudut trajektori
tegangan tekan elastis semakin kecil.

2. Untuk tinggi efektif balok (d) yang meningkat dengan rasio panjang bentang
terhadap tinggi efektif balok (L/d) yang tetap maka sudut trajektori tegangan
tekan elastis semakin kecil.

3. Pada Strut and Tie model tidak membutuhkan tulangan tekan bila
dibandingkan dengan desain konvensional sedangkan kebutuhan tulangan
tarik untuk Strut and Tie model berkurang dan terbagi merata pada jarak-
jarak tertentu bila dibandingkan dengan desain konvensional. Sehingga
jumlah tulangan total untuk Strut and Tie model adalah 5 (lima) tulangan
dan desain konvensional adalah 9 (sembilan) tulangan.

4. Kebutuhan tulangan geser untuk Strut and Tie model lebih sedikit dengan
spasi antar tulangan yang jauh bila dibandingkan dengan desain
konvensional. Sehingga jumlah tulangan geser total untuk Strut and Tie
model adalah 12 (dua belas) tulangan dan desain konvensional adalah 16
(enam belas) tulangan.

2.10.2. Studi Parametrik Pertemuan Balok Kolom Interior pada Portal


Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut and Tie (Ina, 2016)
Penelitian ini dilakukan untuk mngetahui bentuk trajektori tegangan,
jumlah tulangan serta konfigurasi penulangan pada daerah pertemuan balok
kolom interior. Yang menjadi pusat tinjauan yaitu pertemuan balok kolom
interior yang mana letaknya pada tengah portal. Pada titik pertemuan tersebut,
terdapat balok di sisi kiri dan kanan serta kolom di bagian atas dan bawah
dimana trajektori tegangan yang timbul tidak beraturan sehingga perlu dilakukan
penelitian khusus.

Pada penelitian ini dilakukan pemodelan terhadap portal 2 lantai dengan


fungsi gedung sebagai perkantoran. Pertemuan balok kolom interior pada portal,
pemodelan joint balok kolom dan bentuk trajektori tegangan dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 2.17 Pertemuan Balok Kolom Interior Pada Portal


Sumber : (Ina, 2016)

Gambar 2.18 Salah Satu Pemodelan Joint Balok Kolom


Sumber : (Ina, 2016)
Gambar 2.19 Gambar Trajektori Tarik dan Tekan
Sumber : (Ina, 2016)

Dalam penelitian ini digunakan 3 metode perencanaan joint balok-kolom


yakni metode konvensional berdasarkan SNI 03-2847-2002, Metode Park & T.
Paulay dan Metode Strut and Tie . Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Trajektori tegangan pada pertemuan balok kolom interior memiliki bentuk


yang menyilang antara trajektori tekan dan trajektori tarik. Berdasarkan
analisa statistik dengan menggunakan persamaan regresi linier, disimpulka
bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada hubungan antara tegangan Tie
dan lebar Tie serta tegangan Strut dan tegangan Tie. Nilai tegangan Tie
berbanding terbalik terhadap lebar Tie, dan nilai tegangan Strut berbanding
lurus terhadap tegangan Tie.

2. Perhitungan metode Strut and Tie pada pertemuan balok kolom

mendapatkan jumlah tulangan yang lebih sedikit dibanding metode

konvensional dengan persentase perbedaan secara keseluruhan terhadap

metode SNI 03-2847-2002 sebesar 14,18%, sedangkan terhadap metode R.

Park dan T. Paulay sebesar 3,58%.

2.10.3. Studi Parametrik Balok Tinggi Pada Elemen Beton Bertulang


Menggunakan Trajektori Tegangan Dari Metode Penunjang Dan
Pengikat ( Strut And Tie ). (Gustav, 2017)

Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan bantuan software SAP 2000
untuk memperoleh bentuk trajektori tegangan pada balok tinggi. Berdasarkan
hasil tersebut selanjutnya dilakukan analisis dengan Metode Strut And Tie untuk
memperoleh luasan tulangan. Selain itu , juga untuk mengetahui persentase
perbedaan hasil analisa jika dibandingkan dengan data sekunder milik Kani.
Perhitungan balok tinggi yang dianalisa mengikuti peraturan yang menjadi acuan
dalam hal ini ACI Building Code 2002.
Elemen balok tinggi yang ditinjau terdapat pada portal yang diasumsi
oleh peneliti yang padanya menumpu pelat berukuran 4 m x 4m seperti pada
Gambar 2.8 .Balok tinggi dimodelkan dengan panjang bentang 4 m dan
dibuat variasi pada tingginya dimana beban yang bekerja berupa beban
terpusat dan beban merata.Terdapat 4 rasio bentang terhadap tinggi yaitu:
5,0 ; 2,0 ; 1,0 ; dan 0,8.

(a) (b)
Gambar 2.20. (a) Sketsa Portal Asumsi yang Memperlihatkan Letak
Elemen Balok Tinggi (Garis Biru) dan (b) Detail
Penempatan yang Memperlihatkan Tumpuan Balok
Tinggi
Sumber : (Gustav, 2017)
Adapun bentuk trajektori tegangan baik tekan (strut) maupun tarik (tie)
serta kecenderuangan model rangka batang yang dibentuk (SVM) pada salah
satu model balok tinggi yang didesain yaitu sebagai berikut:

(a)

(b)
(c)
Gambar 2.21. (a) Tegangan Tekan/Strut (b) Tegangan Tarik/Tie
(c) kecenderuangan model rangka batang yang
dibentuk SVM
Sumber : (Gustav, 2017)

Tabel 2.4. Rekapitulasi Persentase Perbedaan Luas Tulangan Longitudinal


Perlu

Nomor As(perlu) As(perlu) Strut and Tie Persen Perbedaan


Balok Kani As(perlu)
in2 in2 %

67 3,540 3,054 -13,726


69 3,480 3,036 -12,743
Persen Perbedaan Rata-Rata -13,235
Sumber : (Gustav, 2017)

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

1. Berdasarkan dua variasi yang menjadi model dalam penelitian ini,


maka secara garis besar terdapat 2 bentuk trajektori tegangan yang
dihasilkan. Untuk variasi 1 dimana balok tinggi dibebani oleh
beban merata, bentuk Trajektori tegangan tekan adalah Fan Shape
(bentuk kipas), sementara untuk variasi 2 dimana balok tinggi
dibebani oleh beban terpusat di tengah bentang, bentuk Trajektori
tegangannya adalah Bottle Shape (bentuk Botol). rasio L/H balok
tinggi mempengaruhi besar tegangan trajektori maximum, dimana
semakin kecil rasio bentang per tinggi balok (L/H), maka semakin
besar nilai tegangan trajektori yang dihasilkan.

2. Berdasarkan rangka batang yang terbentuk baik untuk variasi 1


maupun variasi 2, menghasilkan sudut trajektori antara batang strut
dan tie yang besarnya dipengaruhi oleh nilai rasio L/H, dimana
semakin kecil rasio bentang per tinggi balok (L/H), maka semakin
besar sudut trajektori antara batang strut dan tie yang dihasilkan.

3. Rasio L/H mempengaruhi besar luas tulangan, baik itu tulangan


longitudinal, tulangan vertikal, dan tulangan horisontal. Untuk
variasi 1 maupun variasi 2 , semakin kecil rasio bentang per tinggi
balok (L/H), maka semakin besar luas tulangan longitudinal,
tulangan vertikal, maupun tulangan horisontal. Luas tulangan yang
dibutuhkan oleh tulangan vertikal yang lebih besar daripada
tulangan longitudinal menandakan bahwa pada balok tinggi,
keruntuhan yang terjadi dominan diakibatkan oleh gaya geser.

4. Analisa luas tulangan longitudinal dengan menggunakan metode


Strut and Tie dicoba dengan menggunakan dua (2) data Prof. Kani
yang memenuhi peryaratan umum balok tinggi (L/H < 5), lalu hasil
analisa dibandingkan dengan ekperimen Kani, menghasilkan luas
tulangan longitudinal dengan metode strut and tie 13,235% lebih
hemat dibandingkan dengan luas tulangan yang didapat dari
eksperimen Kani. Hal ini menandakan metode Strut and Tie praktis
digunakan untuk mendesain balok tinggi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020 sampai Juni 2020
3.2. Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu balok tinggi pada elemen
beton bertulang.
3.2.2. Objek Penelitian
Objek penelitian yang ditinjau yaitu variasi lubang pada badan (web
openings) dari balok tinggi dan jenis pembebanan.

Data balok tinggi berlubang yang ditinjau adalah sebagai berikut :


1. Balok tinggi berlubang yang ditinjau diasumsikan oleh peneliti sebagai
balok tranfer pada portal asumsi seperti pada Gambar 3.1. Perlu dilakukan
asumsi pada portal dan balok tinggi yang ditinjau agar mendapatkan beban
yang bekerja secara rasional.

Portal Atas

Kolom Dasar
Balok tranfer

(a) Portal Asumsi

Corbel Balok Tinggi Corbel


Berlubang

A B
(Perletakan Sendi) (Perletakan Rol)

L=5m

(b)Detail Penempatan Balok Tinggi


Gambar 3.1. Sketsa Portal Asumsi yang Memperlihatkan Letak
Elemen Balok Tinggi Berlubang (Garis Merah) serta
Detail Penempatan yang Memperlihatkan Tumpuan
Balok Tinggi Berlubang.
2. Data Elemen Balok Tinggi Berlubang
Data-data balok tinggi yang ditinjau adalah sebagai berikut:
1) Untuk semua sampe diasumsikan panjang balok 5 m dengan tinggi 1 m.
2) Variasi bukaan pada badan (web openings) berbentuk persegi panjang
dan lingkaran dengan luasan yang sama yaitu 1 m2.
3. Data material
Mutu beton (fc’) dan mutu baja tulangan (fy’) yang dugunakan yaitu
sebagai berikut :

1) Mutu Beton (fc’)


Mutu beton yang digunaka yaitu fc' = 30 MPa.

Nilai modulus elastisitas ditentukan berdasarkan perhitungan:

E=4700 √ fc ' ........……………..................…….....…(SNI Beton, 2013)


Sehingga E=4700 √ fc ' = E=4700 √ 3 0 = 25742,96 MPa

2) Mutu Baja Tulangan (fy’)


Mutu baja yang digunakan yaitu fy’ = 300 MPa untuk tulangan
longitudinal dan 240 MPa untuk tulangan sengkang.

4. Jenis Pembebanan
1) Pemebebanan 1
Jenis Beban : Merata Linear
2) Pemebebanan 2
Jenis Beban : Terpusat
Data variasi sampel seperti yang telah dijelaskan diatas dapat dirangkum dalam
tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Variasi Pemodelan Sampel Penelitian


Tingg
Panjang
Tipe Nama i
Jenis Balok Jenis
Pemodela Pemodela Balok
Bukaan (L) Pembebanan
n n (H)
(m) (m)
Variasi 1 Tanpa 5 1 Pembebanan
V1-01 Bukaan 1
V1-02 Pembebanan
2
Pembebanan
V2-01 Persegi 1
Variasi 2
Panjang Pembebanan
V2-02 2
Pembebanan
V3-01 1
Variasi 3 Lingkaran
Pembebanan
V3-02 2

3.3. Teknik Pengumpulan Data


3.3.1 Teknik Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulan semua teori yang
mendukungpenelitian ini, baik melalui buku-buku, artikel, jurnal, maupun
literatur-literatur lainnya.

3.3.2 Penentuan Data


Data yang digunakan adalah berdasarkan asumsi penulis dengan
persetujuan dosen pembimbing.

3.4. Teknik Analisa Data


Data yang ada dianalisa dengan teknik deskriptif kuantitatif dimana data
primer dan sekunder yang telah ditentukan, dianalisa menggunakan software
CAST. Langkah analisisnya sebagai berikut :

1. Melakukan pemodelan struktur elemen balok tinggi dengan variasi lubang


pada software CAST ;
2. Melakukan asusmsi pemodelan struktur rangka batang pada balok tinggi
berlubang.
3. Menginput beban pada struktur balok tinggi berlubang hasil pemodelan
pada software CAST;
4. Melakukan analisis pada model yang telah dibuat untuk memperoleh
tegangan pada rangka batang asusmsi.
5. Mendesain balok tinggi berlubang dengan Metode Strut and Tie untuk
menentukan luasan tulangan yang diperlukan.
6. Membandingkan konfigurasi penulangan untuk balok tinggi utuh
dengan balok tinggi dengan variasi lubang pada badan (web openings).

Anda mungkin juga menyukai