Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi

Striktur Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra
mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam
proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat
penyiram bunga. Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari
aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin
yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi terberat
adalah gagal ginjal. Dapat disimpulkan bahwa Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena
fibrosis pada dindingnya.

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dankontraksi. Penyakit
ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria
dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretrawanita sekitar 3-5 cm. Karena itulah uretra pria lebih
rentan terserang infeksi atauterkena trauma dibanding wanita. Selain itu, striktur uretra dapat
disebabkan oleh trauma (kecelakaan, intrumentasi), infeksi, dan tekanan tumor (widya, oka, kawiyana,
dan maliawan, 2013) (Baradero dan dayrit,2009).

B. Etiologi

Striktur uretra dapat terjadi pada :

1. Kelainan Kongenital, misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior

2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia

3. Trauma, misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea; trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak yang
naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda
pria; trauma langsung pada penis; instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti
pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.

4. Post operasi, beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti
operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5. Infeksi, merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman
gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra
beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan
striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia
sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu
yang terinfeksi atau menggunakan kondom.

C. Tanda Dan Gejala

1. Pancaran air kencing lemah.

2. Pancaran air kencing bercabang. Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urin. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar,tetapi kalau terjadi penyempitan
karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen.

3. Frekuensi. Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tujuh kali.
Apabila sering kencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturi apabila di malam hari, kencing
lebih dari satu kali, dan keinginan kecingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga
mengganggu tidurnya.

4. Overflow incontience (inkontinensia paradoxa). Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat
penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesika lebih tinggi daripada tekanan di uretra.
Akibatnya urin tidak terkontrol dan dapat keluar sendiri. Jadi di sini terlihat adanya perbedaan antara
overflow inkontinensia dengan flow inkontinensia. Pada flow incontinensia, misalnya akibat paralisis
musculus spshincter uretra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow
inkontinensia, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa
dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal.

5. Dysuria dan hematuria.

6. Keadaan umum pasien buruk jika lama akibat adanya perubahan pada faal ginjal : infeksi, striktur,
refluks, hidroureter, hidronefrosis, faal ginjal turun.

(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 144)

D. Patofisiologi

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra
merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar,
kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri
dari lapisan erektil vaskular. Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan
semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga
terjadi striktur uretra. Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu derajat:

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra Pada penyempitan derajat berat
kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

E. Phatway
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pada striktur uretra utamanya adalah pemeriksaan urine untuk melihat adanya hematuria,
infeksi dan bagaimana pola dari berkemih. Secara klinis pemeriksaan yang membantu untuk
menegakkan diagnosa adalah dengan radiology kontras dengan teknik Retrograde Urethrogam(RUG)
with Voiding Cystourethrogram (VCUG). Saat ini pemeriksaan untuk urologi telah berkembang dan
pemeriksaan terkini tidak memerlukan invasi bedah, yaitu dengan sistoskopi. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 149-150)

Dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :

Urinalis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, peznampilan keruh, pH 7 atau lebih besar,
bakteria

Kultur urin : adanya staphylococcus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e.coli

BUN atau kreatin :meningkat

Uretrografi : adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya


penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto)uretrografi

Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya saat miksi

Uretroskopi :untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra

(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 160)

G. Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak hanyasembuh sementara.
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan
kedaruratannya.beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut :

1.dilatasi uretra
cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan striktur uretra. Direkomendasikan
pada pasien yang tingkat keparahan striktur masihrendah atau pasien yang kontra indikasi dengan
pembedahan. Dilatasi dilakukandengan menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan hatihati
ke dalamuretra untuk membuka daerah yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasiharus
dihindari karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur akhirnya menimbulkan striktur baru
yang lebih berat. Hal inilah yang membuatangka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi
kekambuhan

2. Uretrotomi interna.

Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakaninsisi pada jaringan radang
untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisauotis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktur total, sedangkan padastriktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara fisual menggunakan
kamera fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel
uretra yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut. Aika tejadi proses
epitelisasi sebelum kontraksi luka menyempitkanlumen, uretrotomi interna dikatakan berhasil. Damun
jika kontraksi luka lebih dulu terjadi dari epitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali. Angka
kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka kekambuhannya
mencapai 80%. Selain timbulnya striktur baru, komplikasiuretrotomi interna adalah pendarahan yang
berkaitan dengan ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan disfungsi
ereksi.

3. Pemasangan stent

Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur.Stent biasanya dipasang setelah
dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenisstent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent
permanen cocok untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis. Biasanya digunakan
oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur operasi. Damun stent permanen juga memiliki kontra
indikasi terhadap pasien yang sebelumnya menjalaniuretroplasti substitusi dan pasien straddle injury
dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun.
Komplikasi sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saatereksi dan
kekambuhan striktur.

4.Uretroplasti

Uretroplasti Merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namunmasih jarang dikerjakan
karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik bedahini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa
uretroplasti dipertimbangkan sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal dan lebih efisien
daripada uretrotomi.Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan
fibrosis.
Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplastianastomosis
dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra diperbaikidengan mencangkok jaringan atau
flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepatuntuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang
striktur 1-2 cm. Uretroplastisubstitusi adalah mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan
jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu
pemindahanorgan atau jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah
pasien untuk dapat bertahan.

Proses graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi daninoskulasi. Imbibisi adalah tahap absorsi nutrisi dari
pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti tahap inoskulasi dimana terjadi
vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan limfe. Aenis jaringan yang bisa digunakan adalah
buccalmucosal graft, full thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan rectal mucosalgraft. Dari
semua graft diatas yang paling disukai adalah buccal mucosal graft atau jaringan mukosa bibir, karena
jaringan tersebut memiliki epitel tebal elastis, resistenterhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh
darah lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami komplikasi.
Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran kemih, fistula uretrokutan,
danchordee bisa terjadi sebagai komplikasi pasca operasi.

5.Prosedur rekonstruksi multiple

Suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum. Indikasi prosedur ini adalah
ketidakmampuan mencapai panjang uretra, bisakarena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik
substitusi tidak bisadikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga teknik graft tidak
bisa dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi. Rekonstruksimultiple memang memerlukan
anestesi yang lebih banyak dan menambah lamarawat inap pasien, namun berguna bila pasien kontra
indikasi terhadap teknik

H. Fokus pengkajian

1. Pengumpulan data meliputi : Biodata pasien dan penanggung jawab pasien. Biodata pasien terdiri dari
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, dan diagnosa medik.

2. Biodata penanggung jawab meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.

3. Keluhan utama merupakan keluhan pasien pada saat dikaji, pasien yang mengatakan tidak dapat BAK
seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan
masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu
yang pernah diderita pada masa lalu.
4. Pemeriksaan fisik : Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian
sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada pasien post op
striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara.
Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan
kateter tetap.

5. Sistem pernafasan : Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung,
pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas,
auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta
frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi
secret pada jalan nafas.

6. Sistem kardiovaskuler : Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena
jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan
palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.

7. Sistem pencernaan : Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan
BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem
genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi
dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang
keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan
serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.

8. Sistem muskuloskeletal : Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari
pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dilaporkan pasien waktu bergerak, toleransi pasien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot
harus dikaji juga, karena pasien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.

9. Sistem integumen : Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit
meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.

10. Sistem neurosensori : Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial,
fungsi sensori serta fungsi refleks.

11. Pola aktivitas sehari-hari : Pola aktivitas sehari-hari pada pasien yang mengalami post op striktur
uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi
yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar
setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti
pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi
(frekuensi dan tempat rekreasi).

12. Data psikososial :Pengkajian yang dilakukan pada pasien imobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri,
harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi pasien baik dengan anggota keluarganya
maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada pasien dengan post op striktur uretra dan
imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui
observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku,
menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Pasien
dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan

serta semangat yang terkandung dalam diri pasien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakitnya.

I. Diagnosa yang mungkin muncul

- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

J. Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil

- Keluhan nyeri menurun

- Meringis cukup menurun

Intervensi :

1. Identifikasi lokasi, katekteristik, durasi, frekuensi intensitas nyeri

Rasional : untuk mengetahui keadaan nyeri secara khompernsif

2. Identifikasi skala nyeri

Rasional : untuk mengetahui berapa skala yang tepat saat merasakan nyeri

3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Rasional : relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika nyeri muncu

4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.

Rasional : untuk mengurangi tekanan, meningkatkan relaksasi dalam istirahat


Daftar pustaka

(widya, oka, kawiyana, dan maliawan, 2013) (Baradero dan dayrit,2009).

(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 144)


(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 160)
Short case askep striktur uretra

Deskripsi : Seorang pasien laki laki dirawat diruang


kasus/rangkuman Dahlia dengan diagnosa medis post striktur
uretra. Mengeluh susah BAK dan nyeri pada
Pengkajian penis dengan skala 4. Pemeriksaan fisik Td
145/70, Nadi 115x/m, suhu 37.5°, respirasi
20x/m, pemeriksaan penunjang uretrografi.

Diagnosa utama : Ds : Mengeluh nyeri dengan skala nyeri 4

Do : Tampak meringis

Ttv : Td 145/70 Nadi 115x/m

suhu 37.5° respirasi 20x/m,

P : Post op striktur uretra

Q : nyeri seperti tertekan

R : penis menjalar ketulang ekor

S:4

T : Hilang timbul

Dx : nyeri akut

Alasan : saluran berkemih seperti tersumbat


dan timbul nyeri ketika sedang BAK.

Intervensi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 3 x 24 jam pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil

- Keluhan nyeri menurun

- Meringis cukup menurun

Intervensi :

1. Identifikasi lokasi, katekteristik, durasi,


frekuensi intensitas nyeri
Rasional : untuk mengetahui keadaan nyeri
secara khompernsif

2. Identifikasi skala nyeri

Rasional : untuk mengetahui berapa skala


yang tepat saat merasakan nyeri

3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk


mengurangi rasa nyeri

Rasional : relaksasi memberikan individu


kontrol diri ketika nyeri muncu

4. Kontrol lingkungan yang memperberat


rasa nyeri.

Rasional : untuk mengurangi tekanan,


meningkatkan relaksasi dalam istirahat.

Tindakan prioritas : Teknik nonfarmakologis (relaksasi napas


dalam)

Alasan : untuk mengurangi rasa nyeri

Evaluasi : Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan


skala 3,sudah tidak meringis, TD
120/70,nadi 99x/m, suhu 36.6°, respirasi
20x/m.nyeri teratasi.

Anda mungkin juga menyukai