Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN HALUSINASI

DIRUANG INTENSIF PRIA


RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM BANJARMASIN

NAMA : BUDIYARAHMAN

NPM : 13144011009

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN & ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN REGULER

2016/2017

i
DAFTAR ISI

COVER JUDUL i

DAFTAR ISI ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

1.1 DEFINISI 4
1.2 RENTANG RESPON 4
1.3 PENYEBAB (PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI) 6
1.4 PROSES TERJADINYA 6
1.5 POHON MASALAH 9
1.6 JENIS/TANDA GEJALA 10
1.7 PROSES KEPERAWATAN 11
1.7.1 PENGKAJIAN 11
1.7.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN 12
1.7.3 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 13

1.8 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN 22

DAFTAR PUSTAKA 22

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

NAMA MAHASISWA : BUDIYARAHMAN


NPM : 13144011009
RUANGAN : INTENSIF PRIA
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
TEMPAT : RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM

Yang bertanda tangan dibawah ini menyetujui laporan pendahuluan halusinasi


yang dibuat oleh budiyarahman

( ) ( )

iii
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN HALUSINASI

1.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi pancaindra tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem pengindraan di mana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh atau baik. (Jaya, 2015 hal 167)

Damaiyanti & Iskandar, (2014 hal. 53) Mengatakan. ”Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau pengiduan. Klien merasakan stimulus yang sebutulnya tidak
ada”.

Halusinasi adalag persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.
Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi”. (Yosep,
2010 dalam Damaiyanti & iskandar, 2014 hal. 53)

Kesimpulan : Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah atau pola


stimulus yang dating disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau
salah dalam stimulus tersebut.
1.2 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/Delusi


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihi Prilaku disorganisasi
Dengan pengalaman atau kurang Isolasi sosial
Perilaku sesuai Prilaku aneh dan tidak biasa
Hubungan social Menarik diri

(Stuart dan sundeen, 1998 dalam Damaiyanti & Iskandar, (2014 hal. 53)

4
1.2.1 Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajarab.
e. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
1.2.2 Respon psikososial
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (obyek nyata) karena
rangsangan panca indra.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
1.2.3 Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptive yang terjadi:

5
a. kelainan pikir adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak
teratur.
d. Isolasi social adalah kondisi kesendriain yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.
(Damaiyanti & Iskandar, 2014 hal. 54)
1.3 Penyebab (Predisposisi dan Presipitasi)
1.3.1 Penyebab
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga
diri dan keutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya
halusinasi. Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan keluarga
meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan,
kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi, mengenal
perbedaan antara yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun,
sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak
efektif lagi.
1.3.2 Predisposisi
Biologis, Abnormalitas otak yang menyebabkan respons mikrobiologis
yang maladaptive. Lesi pada area frontal, temporal dan limbic paling
sering berhubungan dengan perilaku psikotik. Skizofrenia, dikaitkan
dengan keseimbangan kimia otak, kadar dopamine neurotransmitter
yang lebih, ketodak seimbangan antara dopamine dan neurotransmitter
lain, dan masalah pada sistem reseptor dopamine. Hereditas, Dimana
berdasarkan hasil penelitian dengan mapping, dalam keluarga terdapat
angka kejadian skizofrenia yang tinggi. Psikologis, pada teori terdahulu
masalah dalam keluarga dianggap sebagai salah satu contoh kondisi

6
terberat yang mungkin myncyl pada saat seseorang tidak mampu
mengatasi stressor. Akan tetapi, teori psikodinamika belum didukung
oleh penelitian. Sosiobudaya, beberapa teori menganggap kemiskinan
lingkungan masyarakat dan ketidak harmonisam dalam budaya sebagai
stresoir yang menumpuk dan dapat menjadi penyebab utama.
1.3.3 Faktor Presiptasi
Biologis, yaitu terkait respon neurobiologist maladaptive seperti
gangguan dalam proses siklus umpan balik otak dalam mengatur proses
informasi dalam abdnormalitas otak menyarung masuknya rangsangan
dan respons stimulus. Stress lingkungan, yaitu dalam tubuh manusia
terdapat a,bang toleransi terhadap stress yang terkait dengan stressor
lingkungan dan hal ini menentukan terjadinya gangguan prilaku.
Kesehatan, yaitu gizi buruk, kurang tidur, irama sirkadian tidak
seimbang, keletihan, infeksi, obat ssp, penyebab dan akibat gangguan,
gangguan proses informasi, kurang olahrga, kelainan perilaku.
Lingkungan, yaitu rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik,
masalah perumahan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam
kejadian kehidupan. Sikap atau prilaku, yaitu konsep diri rendah,
kurang rasa percaya diri, kehilangan motivasi untuk menggunakan
keterampilan, demoralisasi, perasaan dikuasi oleh gejala, tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual, tampak atau bertindak berbeda dengan
orang lain yang berusia tau berbudaya sama, ke terampilan social
kurang, perilaku agresif, perilaku amuk. ( Jaya, 2015 hal 167:169)

7
1.4 Proses Terjadinya

Tahap halusinasi Karateristik


Stage I : Sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum
menghindar dari lingkungan, takut
muncul halusinasi.
diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak. Masalah, masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah dikampus, DO,
masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support
sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan
masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang
Halusinasi secara umum ia terima berlanjut seperti adanya perasaan
sebagai sesuatu yang dialami. cemas, kesepian, berdosam
ketakutab dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya
kecemasan.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi
Secara umum halusinasi sering sering dating dan mengalami bias.
mendatangi klien. Klien mulai merasa tidak mampu
lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang

8
dipresepsikan klien mulai menarik
diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controling severe level of Klien mencoba melawan suara-suara
anxiety atau sensori abnormal yang dating.
Fungsi sensori menjadi tidak Klien dapat merasakan kesepian bila
relevan dengan kenyataan halusinasnya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psikotik.
Stage V: Conquering panic level of Pengalaman sensorinya terganggu,
anxiety klien mulai terasa terancam dengan
Klien mengalami gangguan dalam datangnya suara-suara terutama bila
menilai lingkungannya klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal empat
jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.
( Damaiyanti & Iskandar. 2014 hal. 59:60)

1.5 Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan ( diri sendiri,


orang lain, lingkungan, dan verbal).

EFFECT

Gangguan persepsi sensori: halusinasi


CORE PROBLEM

Isolasi social
CAUSA

(Damaiyanti & Iskandar, 2014 hal. 62)


1.6 Jenis /Tanda Gejala

9
1.6.1 Jenis-jenis Halusinasi
Halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail
mengenai karateristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Halusinasi pendengaran (Auditif,akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering
terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.
Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga
tidak jarang pendertia bertengkar dan berdebat dengan suara-
suara tersebut.
b. Halusinasi penglihatan (visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan
kesadaran, menimubulkan rasa takut akibat gambaran-
gambaran yang mengering
c. Halusinasi penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan tidak enak, melambangkan rasa
bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi
moral.
d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
Halusinasi gastrotik lebih sering dari halusinasi gustatorik.

e. Halusinasi perabaan (Taktil)

10
Merasa diraba, dosentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium
toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi Seksual
Ini termasuk halusinasi raba penderita merasa badannya
bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya
bergerak-gerak misalnya “phantom pgenomenom” atau
tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom
limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu
akibat pemakaian obat terntentu.
g. Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-heral dalam suatu
ruangan atau anggota badannya bergerak-gerak.
h. Halusinasi visceral (Depersonalisasi dan Derealisasi)
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya:
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada.
b. Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang
lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seoerti
dalam impian.
(Yosep, 2007 dalam Damaiyanti & Iskandar, 2014 hal. 55)
1.6.2 Tanda Gejala
1.6.2.1 Tanda gejala perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah :
a. Bicara sendiri.
b. Senyum sendiri.
c. Ketawa sendiri.
d. Mengegrakan bibir tanpa suara.
e. Pergerakan mata yang cepat.

11
f. Respon verbal yang lambat.
g. Menarik diri dari orang lain.
h. Berusaha untuk menghindaru orang lain.
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah.
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya
beberapa detik.
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m. Sulit berhubungan dengan orang lain.
n. Ekspresi muka tegang.
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q. Tampak tremor dan berkeringat.
r. Perilaku panic.
s. Agitasi dan kataton.
t. Curiga dan bermusuhan.
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
v. Ketakutan.
w. Tidak dapat mengurus diri.
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat orang.
1.7 Proses keperawatan
1.7.1 Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan
dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1.7.1.1 Identitas klien, keluhan utama atau alas an masuk.
1.7.1.2 Keluhan utama atau alas an masuk,
1.7.1.3 Faktor predisposisi,
1.7.1.4 Aspek fisik atau biologis.
1.7.1.5 Aspek psikososial.

12
1.7.1.6 Status mental,
1.7.1.7 Kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,
1.7.1.8 Masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
1.7.1.9 Aspek medik.

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua


macam sebagai berikut:

a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
b. Data subjektif ialah ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan
lain sebagai data sekunder. (Damaiyanti & Iskandar. 2014 hal. 61)
1.7.2 Diagnosis tindakan keperawatan
Ada beberapa diagnosis keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan Halusinasi, diantaranya yaitu:
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri
e. Resiko tinggi kekerasan
1.7.3 Rencana tindakan keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan
keperawatan pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan umum (TUM)
Klien dapat mengontrol halusinasinya

b. Tujuan khusus (TUK)

13
1) Klien dapat menunjukan hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat
b) Menunjukan rasa saying
c) Ada kontak mata
d) Mau berjabat tangan
e) Mau menjawab salam
f) Mau menyebut nama
g) Mau berdampingan dengan perawat
h) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan prinsip
teraupeutik
Rasional:
Dengan terjalinnya hubungan saling percaya antara klien
dengan perawat, klien tidak akan menutup diri, perawat akan
dengan mudah mengkaji data yang diperlukan intrevensi
selanjutnya serta memberikan motivasi kepada pasien.
b) Sapa klien dengan ramah
Rasional:
Dengan sikap yang ramah akan memunculkan kepercayaan diri
c) Tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang
disukai
Rasional:
Dengan mengetahui nama klien membuat klien bisa lebih
dekat dengan perawat
d) Jelaskan tujuan pertamuan
Rasional:
Menghindari rasa khawatir klien terhadap perawat
e) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Rasional:

14
Memicu klien agar lebih terbuka dengan perawat atas apa yang
di rasakan nya sekarang.
f) Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien
Rasional:
Dengan memberikan perhatian dapat meningkatkan rasa nyaman
klien terhadap perawat
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya
Intervensi:
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi dan tanda
tandanya
Rasional:
memudahkan perawat untuk mengetahui tentang
seberapa jauh pengetahuannya tentang penyakitnya
b) Adakan kontak singkat dan sering secara bertahap
Rasional:
Membuat klien merasa lebih dekat dengan perawat
c) Observasi perilaku verbal dan nonverbal yang
berhubungan dengan halusinasinya
Rasional:
Mengetahui tentang perkembangan penyakit klien
d) Terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan tidak
nyata bagi perawat
Rasional:
Menunjuian rasa keperdulian terhadap klien

15
e) Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya
halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya
halusinasi
Rasional:
Membantu klien mengenali jenis halusinasi yang
dideritanya
f) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul
Rasional:
Membantu memilih cacra mengontrol halusinasi
g) Diskusikan dengan klien mengenal klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi
Rasional:
Mengajarkan klien agar bisa bersosialisasi
h) Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap
kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya
Rasional:
Meningkatkan rasa percaya diri klien
i) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
b) Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol
halusinasinya
Intervensi:
a) Identifikasi bersama klein tindakan yang biasa
dilakukan jika halusinasi muncul
Rasional:
Mengenalkan klien tentang cara mengontrol
halusinasi

16
b) Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang
positif
Rasional:
Meningkatkan rasa percaya diri klien
c) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk
mencegah terjadinya halusinasi
Rasional:
Membantu klien untuk memilih aktifitasnya
d) Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi
dan mengontrol halusinasi
Rasional:
Membantu klien mengontrol halusinasi secara
mandiri
e) Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan
dalam menghadapi halusinasi
Rasional:
Membantu klien memilih cara mengontrol
halusinasi yang tepat
f) Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang
benar
Rasional:
Meningkatkan rasa percaya diri klien
g) Diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah
dilakukan
Rasional:
Mengevaluasi kemampuan klien
4) Klien dapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sistem
pendukung untuk mengendalikan halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat
b) Keluarga dapat mnejelaskan perasaannya

17
c) Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien
halusinasi
d) Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien
halusinasi dirumah
e) Klien dapat berpartisipasi dalam perawatan klien
halusinasi
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
(ucapkan salam, perkenalkan diri, sampaikan
tujuan,buat kontrak dan eksplorasi perasaan.
Rasional:
Keluarga sebagai peran utama untuk mendukung
kesembuhan klien
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku
halusinasi, akibat yang akan terjadi jika perilaku
halusinasi tidak ditanggapi,cara keluarga menghadapi
klien halusinasi dan cara keluarga merawat klien
halusinasi
Rasional:
Agar keluarga dapat mendeteksi secara dini masalah
halusinasi dan bisa menentukan solusi atau paling
tidak meminta pertolongan pada petugas kesehatan
c) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk klien minimal satu minggu
sekali
Rasional:
Perhatian keluarga sangat berpengaruh terhadap
penyembuhan klien
d) Beriakan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal
yang telah dicapai keluarga
Rasional:

18
Memberi kepercayaan diri terhadap keluarga
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek
samping obat
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat
dengan benar
c) Klien mendapat informasi tentang efek samping obat
dan akibat berhenti minum obat
d) Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar
penggunaan obat
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi
serta manfaat minum obat
Rasional:
Mencegah kesalahan dalam pemberian obat pada
saat perawatan dirumah.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat
dan merasakan manfaatnya
Rasional:
Mengenali sendiri jenis dan manfaat obat yang
diminum
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang
manfaat dan efek samping obat
Rasional:
Pengetahuan yang akurat dapat mencegah
penyalahgunaan obat
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter
Rasional:

19
Sebuah bahaya/ancaman terkadang menjadi
motivasi yang sangat baik
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip
lima besar
Rasional:
Meyakinkan penggunaan obat secara tepat
f) Berikan reinforcement positif atau pujian
Rasional:
Meningkatkan rasa percaya diri klien.
1.8 Strategi Pelaksanaan Tindakan
1.8.1 SP1Klien:
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
b. Mengidentifikasi isi halusinasi klien
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
d. Mengidentifikasi frekuensi halsuinasi klien
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien cara menghardik
h. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
1.8.2 SP2 Klien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
1.8.3 SP3 Klien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien)
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

20
1.8.4 SP4 Klien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
1.8.5 SP1 keluarga:
a. Menidentifikasi masalah yang dirasakan kelaurga dalam merawat
klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta
proses terjadinya halusinasi
c. Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi
1.8.6 SP2 Keluarga:
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan
halusinasi.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
halusinasi
1.8.7 SP3 Keluarga:
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang

21
DAFTAR PUSTAKA

“ Damaiyanti & Iskandar, 2014. Asuhan keperawatan jiwa. Refika aditama:


Bandung”

“ Jaya Kusnadi, 2015. Keperawatan jiwa. Binapura Aksara publisher:


Tangerang.”

Anda mungkin juga menyukai