Anda di halaman 1dari 28

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PERNIKAHAN

DINI AKIBAT HAMIL DILUAR NIKAH DAN DAMPAK


PSIKOLOGI PADA ANAK
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Masail Al-Fiqhiyah
Dosen Pengampu: Dr. Oyoh Bariah,M.Ag

Disusun Oleh :
Semester VII
B/PAI

Muhammad Rizki 1810631110042


Balkis Hanifiyat Gunawan 1810631110055
Tiara Ekha Lusviyanti 1810631110074
Farid Gunawan 1810631110078

PROGRAM STUDI PENDIDKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2021
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PERNIKAHAN
DINI AKIBAT HAMIL DILUAR NIKAH DAN DAMPAK
PSIKOLOGI PADA ANAK

Disusun Oleh : Muhammad Rizki, Balkis Hanifiyat Gunawan, Tiara Ekha


Lusviyanti, Farid Gunawan
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam, Universitas Singaperbangsa Karawang

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang pernikahan dini
akibat kehamilan di luar pernikahan dan dampak psikologi terhadap anak dalam
persepsi mahasiswa sebagai generasi muda yang rentan mengalami kejadian serupa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris.
Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data utama dan data sekunder yang
didapat dari buku, jurnal, dan penelitian terkait pernikahan dibawah umur akibat
hamil diluar nikah. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah wawancara
dan studi literatur. Dari hasil penelitian ini menujukkan bahwa persepsi mahasiswa
tentang pernikahan dini dibawah umur akibat hamil diluar nikah dapat berdampak
pada psikologis anak. Salah satu faktor yang menjadi latar belakang kejadian ini
adalah kurangnya perhatian orang tua kepada anak kandungnya sehingga anak
mereka jatuh ke dalam pergaulan bebas yang tidak dapat diubah sehingga masa
depan anak rusak dan latar belakang pendidikan orang tua juga sangat berpengaruh
terhadap pendidikan anak-anak di rumah. Pernikahan di bawah umur memiliki
banyak dampak pada pelaku, termasuk depresi, kecemasan, ketakutan dan stres yang
merupakan dampak dari pernikahan di bawah umur di kalangan remaja muda.

Kata kunci: pernikahan di bawah umur, hamil di luar nikah, dampak psikologis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pernikahan merupakan suatu yang sangat manusiawi, karena pernikahan
sesungguhnya sesuai dengan fitrah manusia yang sejalan dengan Al-Qur’an dan
sunnah Nabi SAW. Pengertian fitrah disini adalah sesungguhnya Allah telah
membekali setiap diri manusia dengan hawa nafsu yang cenderung menyukai
serta mencintai lawan jenisnya. Islam menilai dan menetapkan bahwa pernikahan
adalah cara menyempurnakan pelaksanaan ajaran Agama. Dalam Al- Qur’an
memandang pernikahan sebagai salah satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan
Allah SWT. Sama seperti pencipta langit dan bumi, dan penciptaan manusia
sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ar-Rum, [30]: 21:

‫اج ا لِ تَ ْس ُك نُ وا إِ لَ ْي َه ا َو َج َع َل َب ْي نَ ُك ْم‬ ِ ِ ْ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ‬


ً ‫َن َخ لَ َق لَ ُك ْم م ْن أَ ْن ُف س ُك ْم أ َْز َو‬

َ ‫ات لِ َق ْو ٍم َي َت َف َّك ُر‬


‫ون‬ ٍ ‫ك آَل ي‬ ِٰ ِ
َ َ ‫َم َو َّد ًة َو َر مْح َ ةً ۚ= إ َّن يِف ذَ ل‬
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir.
Pernikahan yang sah dalam kehidupan rumah tangga dapat dibina dengan
suasana aman, damai dan sejahtera. Hal ini sesuai dengan tujuan pernikahan itu
sendiri, yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ajaran Islam
yaitu sakinah. Sehingga dapat mewujudkan tujuan pernikahan secara baik dalam
membina rumah tangga, oleh karena itu dalam peraturan perundangan dijelaskan
bahwa batas umur untuk melangsungkan pernikahan. Ketentuan batas umur tersebut

1
dalam pasal 7 ayat I UU Nomor. I Tahun 19974 yang berbunyi “bahwa
pernikahannya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun pihak wanita
mencapai umur 16 tahun”. Dari batas umur pernikahan tersebut dapat ditafsirkan
bahwa UU Nomor. I Tahun 1974 tidak menghendaki pernikahan yang dilakukan oleh
mereka yang berusia di bawah ketentuan tersebut atau melakukan pernikahan di
bawah umur begitu jaga di dalam Kompilasi Hukum Islam ada batasan umur dalam
pernikahan menurut Islam dalam pasal 15 yang isinya “bahwa untuk kemaslahatan
keluarga dan rumah tangga pernikahan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang
telah mencapai umur yang ditetapkan pasal 7 UU No. I Tahun 1974 yakni calon
suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya 16
tahun”. Penyebab pernikahan di bawah umur ini dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor, misalnya rendahnya pendidikan mereka sangat mempengaruhi pola pikir
mereka dalam memahami dan mengerti tentang hakikat dan tujuan dalam pernikahan,
pergaulan bebas, pengaruh teknologi dan faktor ekonomi, sosial maupun lingkungan
tempat mereka tinggal juga bisa menjadi penyebab pernikahan di bawah umur ini,
dalam kehidupan rumah tangga pasti tidak luput dari permasalahan-permasalahan.
Salah satu penyebab utama permasalahan dalam rumah tangga adalah pasangan yang
belum dewasa dan belum siap untuk menakhodai rumah tangga.
Faktor ketidak dewasa ini lebih nyata terdapat dalam pernikahan di bawah
umur. Dilihat dari segi psikologi perkembangan, dengan makin bertambahnya umur
seseorang, diharapkan akan lebih masak, akan lebih matang lagi psikologisnya.
Memang kalau kita lihat tingkat kedewasaan pribadi seseorang tidak tergantung pada
umur, tetapi masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Pada masa remaja ini umumnya remaja belum memiliki kepribadian yang
mantap dan kematangan berfikir. Perkawinan di bawah umur tidaklah
menguntungkan bahkan jelas merugikan kaum perempuan, dalam usia yang masih
muda, remaja putri dituntut untuk mengurus rumah tangga, melayani suami, harus
mengandung dan melahirkan, kemudian merawat dan membesarkannya. Sedangkan
mengandung dan melahirkan pada usia muda sangat beresiko tinggi bagi kesehatan,

2
bagi ibu muda bisa menimbulkan kangker leher rahim dan rawan keguguran.
Pernikahan yang masih muda juga banyak mengundang masalah yang tidak
diharapkan dikarenakan segi psikologisnya belum matang khususnya bagi
perempuan.
Sesuai dengan penjabaran persoalan yang ada, perlu ada penelitian untuk
mengungkap keberadaan masalah yang sebenarnya terjadi dan menjadi pokok pada
penelitian ini yaitu mendiskripsikan pemahaman dan respon mahasiswa sebagai
generasi muda mengenai pernikahan dini akibat hamil diluar nikah, apa faktor
penyebab pernikahan itu dapat terjadi dan implikasi dari pernikahan wanita hamil
diluar nikah serta langkah untuk dapat meminimalisir pernikahan wanita hamil
sebelum akad nikah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman mahasiwa terhadap pernikahan dini akibat hamil
diluar nikah ?
2. Faktor apa sajakah yang mendorong terjadinya hamil diluar nikah terhadap
anak diusia dini ?
3. Bagaimana kondisi psikologis anak dibawah umur yang telah melakukan
pernikahan dini akibat zina ?
C. Kerangka Teori
Masa remaja adalah periode yang memisahkan (masa peralihan) antara masa
kanak-kanak dari masa dewasa (Watson & Lindgren, 1979). Remaja memiliki tugas
perkembangan yang harus dilewatinya dengan baik. Apabila gagal, maka remaja akan
kehilangan arah, dampaknya, mereka akan mengembangkan perilaku yang
menyimpang (delinquent), melakukan kriminalitas, atau menutup diri (mengisolasi
diri) dari masyarakat (Erikson, 1980). Salah satu fenomena yang sering terjadi pada
masa remaja saat ini adalah fenomena kehamilan remaja di luar nikah. Hamil di luar
nikah adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus dalam
tubuhnya dalam keadaan belum/tidak disahkan secara formal dalam ikatan

3
pernikahan dengan pasangannya.
Kehamilan pada remaja di luar nikah sering digambarkan sebagai kehidupan
yang penuh depresi. Depresi pada remaja lebih cenderung terjadi pada mereka yang
sering berpikiran negatif, memiliki konflik interpersonal, dukungan sosial yang
rendah, dan kehidupan yang penuh stres. Remaja yang hamil menderita depresi,
kecemasan, frustasi dan agresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan
orang dewasa (Young et al., 2010; Holub et al., 2007 dalam Pousada et al., 2010).
Stres berhubungan dengan rasisme dan diskriminasi yang diterima (Pungello et al.,
1996 dalam Kalil & Kunz, 1999). Kehidupan seorang ibu remaja penuh dengan
bahaya dan kesulitan (Wright et al., 2012). Hasil penelitian lainnya tentang
Adolescent pregnancies and girls’s sexual and reproductive rights in the Amazon
Basin of Ecuator mengungkapkan bahwa hamil tanpa seorang suami merupakan
sebuah hal yang problematik. Remaja dapat saja masih bersifat kekanak-kanakan,
tetapi jika ia bersuami, akan baik-baik saja. Orang-orang mungkin berkata, “kasihan
sekali, masih muda, tetapi ia memiliki suami”. Atau, jika ia telah dewasa tetapi
memiliki bayi tanpa suami, ia akan mengalami terlalu banyak masalah (Goicolea et
al., 2010).
Tabel 1.1 Dampak Kehamilan di Luar Nikah pada Usia Remaja : Dampak
pada Bayi.
No FISIK PSIKOLOGIS
Tingkat mortalitas 2-4 kali Berpotensi tinggi terhadap terjadinya
1. lebih tinggi dibandingkan penyimpangan perilaku dan
dengan ibu yang bukan penyimpangan perkembangan:
berusia remaja.  Prestasi yang kurang baik di
2. Angka masuk ke rumah sakit
sekolah
pada usia
 Tiga kali lebih mungkin dipenjara
satu tahun pertama 2 kali lebih
selama masa remaja atau pada
tinggi
awal usia 20 tahun.
3. Pada akhir usia satu tahun

4
memiliki angka  Depresi
kematian yang tinggi  Cenderung akan melakukan
4. Resiko tinggi mengalami
aktivitas seks dini
penyakit yang
 Anak-anak perempuan yang lahir
serius pada usia satu tahun
dari ibu remaja juga lebih mungkin
pertama
Dua kali beresiko lahir dengan akan menjadi ibu pada usia remaja
5.
berat
badan rendah
Memiliki kesehatan fisik yang
6. lebih buruk

Tabel 1.2 Dampak Kehamilan di Luar Nikah pada Usia Remaja : Dampak
pada Ibu.

No FISIK PSIKOLOGIS
Tingginya tingkat kematian
1. ibu hamil (higher levels of Tingkat depresi yang sangat tinggi
maternal
mortality)
Kebingungan: ketakutan, putus asa,
2. Penyebab utama terjadinya malaria perasaan bersalah, malu dan menghindari
segala hal yang berhubungan dengan
Kehamilan
Pencetus munculnya masalah
3. hipertensi saat kehamilan Menjadi lebih dewasa
(pregnancy-induced hypertension)
4. Infeksi bakterial pada kelahiran Kesepian
(puerperal sepsis)
5. Aborsi septik (septic abortion). Sulit beradaptasi dengan lingkungan
Kerentanan emosional: menurunnya
6.

5
Resiko tinggi terjadinya komplikasi kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dan kepercayaan untuk membangun
hubungan sebagai orang dewasa
7. Resiko tinggi terjadinya anemia dan Memiliki aktivitas hidup yang negatif
pre-eklampsia.
8. Kesakitan pada saat melahirkan Kehilangan kepercayaan diri.
Resiko tinggi melahirkan
9.
prematur dan melahirkan bayi
dengan berat
badan rendah

6
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu,
penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.1Atau diistilahkan dengan penelitian
ilmiah yang menekankan pada karakter alamiah sumber data. Sedangkan penelitian
kualitatif menurut Sukmadinata yaitu suatu penelitian yang ditujukkan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.2
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi
kasus, dan pendekatan empiris. Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data
utama dan data sekunder yang didapat dari buku, jurnal, dan penelitian terkait
Pernikahan dini akibat hamil diluar nikah dan dampak psikologis pada anak yang
mengalaminya. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah wawancara dan
studi literatur maka hasil penelitian ini bersifat analisis-deskriptif yaitu berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati terutama terkait dengan Pernikahan
dini karena hamil diluar nikah serta dampak psikologis pada anak menurut sudut
pandang mahasiswa.
B. Sampel dan Sumber Data
Menurut Lofland, sebagaimana yang dikutip oleh Moeloeng menyatakan
bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Jadi, kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data
sekaligus sampel utama dan dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data

1
Lexi J, Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosya Karya, 2002)
2
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, , (Bandung: PT. Remaja Rosya Karya,
2007)

7
tambahan.3
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah Mahasiswa-
mahasiswa baik Universitas Singaperbangsa Karawang maupun universitas lainnya
sebagai perwakilan remaja trasisi menuju dewasa.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini peneliti menggunakn teknik atau metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-
fenomena yang diselidiki. Metode observasi menurut Mardalis , adalah hasil
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadaro adanya suatu
rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis
tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan
mengamati dan mencatat. Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis secara
deskriftif-kualitatif, yaitu menyajikan data secara rinci serta melakukan interpretasi
teoritis sehingga dapat diperoleh gambaran akan suatu penjelasan dan kesimpulan
yang memadai.
2. Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dapat
diberikan secara langsung atau melalui media online berupa link google formulir.
3. Dokumentasi
Domunetasi berarti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, dan lain sebagainya.4
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses
pengumpulan data. Di antaranya adalah melalui tiga tahap, yaitu; reduksi data,

3
Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosya Karya, 2002)
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1991)

8
penyajian data, dan verifikasi. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisir data, memilah-milahnya
menjadikan satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menentukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.5
Analisis guna mengkaji data yang diperoleh dari lapangan dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, memilih
mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
dipahami. Adapun prosedur pengembangan data kualitatif adalah :
1) Data collecting, yaitu proses pengumpula data.
2) Data editing, yaitu proses pembersihan data. Artinya memeriksa kembali
jawaban, apakah cara menjawabnya sudah benar.
3) Data reducting, yaitu data yang disederhanakan, diperkecil, dirapikan, diatur
dan dibuang yang salah.
4) Data display, yaitu penyajian data dalam bentuk deskriftif verbalitas
5) Data verifikasi, yaitu pemeriksaan kembali
6) Data konklusi, yaitu perumusan kesimpulan hasil penelitian yang disajikan,
baik perumusan umum maupun khusus.6

5
Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosya Karya, 2002)
6
Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis (Jakarta Pusat: PT. Bina Ilmu, 2004)

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan di bawah umur merupakan salah satu istilah yang dibentuk dari
kata yaitu kata “pernikahan”. Kata pernikahan dalam bahasa Indonesia adalah kata
benda (nomina) yang merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu nakaha,
yankihu, nikahan. Selain itu nikah menurut bahasa al-jam’u dan al-dhamu yang
artinya kumpul.7 Makna nikah (zawâj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwîj yang
artinya akad nikah. Definisi yang hampir sama dengan di atas Rahmad Hakim
mengemukakan bahwa, kata nikah berasal dari bahasa Arab nikâhun yang merupakan
masdar atau asal kata kerja (fi’il mâdhi) nikaha, sinonimnya tazawwaja kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan.8
Menurut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nikah (pernikahan
atau perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami
istri (dengan resmi).9 Mengenai definisi atau konsep pernikahan di bawah umur
setelah di kaji dari beberapa literatur yang ada dan beberapa pendapat ahli ternyata
konsepnya berbeda-beda. Beberapa konsep pernikahan di bawah umur yang penulis
kemukakan sebagai berikut: Menurut Sri Rahayu Hadiutomo, usia muda atau remaja
secara global dimulai sejak umur 12 tahun dan berakhir usia 21 tahun dan menurut
Muhammad Fauzhil Addhim memaknai pernikahan dini yakni pernikahan yang
dilakukan dimasa perkuliahan atau pernikahan remaja.10
Jika pernikahan di bawah umur dimaknai dengan pernikahan dalam usia
remaja maka yang termasuk pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang

7
Muhammad Jawad Mughniyyah, Al-Ahwâl Al-Syâkhsîyyah. Beirut: Dâr Al Kutub Al-Ilmiyâh,tt.
terjemah. Sulaiman Al-Mufarraj.
8
Tihami Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), hlm. 7.
9
Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, 1994), hlm. 456
10
Bety, Pernikahan Dini, (Palembang: IAIN RADEN FATAH, 2013), hlm. 16.

10
dilakukan pasangan yang berusia 11 sampai 24 tahun dengan pertimbangan sebagai
berikut:11
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai Nampak (kriteria fisik).
2. Umumnya masyarakat Indonesia yang berumur 11 tahun sudah dianggap
baligh baik menurut adat maupun menurut agama sehingga masyarakat tidak
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). Pada usia tersebut
mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa.
3. Usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi kesempatan
mereka mengembangkan jiwa setelah sebelumnya masih bersama dengan
orang tua.
Pernikahan di bawah umur juga dilihat dalam kitab-kitab fiqih baru dengan
istilah Az-Zawâj Al-Mubakkir.12 Istilah ini mengandung pengertian hamil, jika tidak
terjadi indikasi-indikasi tersebut, maka baligh atau balighah ditentukan berdasarkan
usia. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh bagi laki-laki adalah 18 tahun dan
untuk perempuan 17 tahun. Sementara Abu Yusuf Muhammad bin Hasan bin As-
Syafi‟i berpendapat bahwa usia 15 tahun baik untuk laki-laki dan perempuan. 13
Sedangkan batas batas usia pernikahan ini dapat dilihat dalam pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang No. 7 tahun 1974 yaitu pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria
telah mencapai 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun. Dari pasal di atas ini bahwa
pernikahan yang dilakukan di bawah umur melanggar undang-undang perkawinan.
Konsekuensinya pernikahan tersebut tidak tercatat, pernikahan yang tidak tercatat
adalah pernikahan di bawah umur dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum
menurut undang-undang. Artinya, menurut hukum Negara pernikahan tersebut
dianggap tidak ada. Terkecuali sebelum pernikahan terlebih dahulu mendapatkan

11
Abu Al-Ghifari, Pernikahan dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung:Rineka Cipta, 2002),
hlm. 23
12
Muhammad Husein, Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: LKIS, 2007), hlm. 67.
13
As-Syarbini Al-Khatîb, Muqhnî Al-Muhtâj, (Beirut: Dâr ihya At-Turusi Al-Arabî), Juz II, hlm. 166.

11
dispensasi dari Pengadilan Agama bagi agama Islam dan Pengadilan Negeri bagi Non
Islam.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa batasan usia pernikahan di
bawah umur sangat variatif. Ada yang berpendapat bahwa pernikahan di bawah umur
adalah pernikahan yang dilakukan di bawah 15 tahun, sebagian berpendapat di bawah
17 sampai 18 tahun dan yang lain berpendapat di bawah 20-an tahun dan sebagian
lagi di bawah 24 tahun. Namun jika dikaitkan dengan undang-undang perkawinan
maka yang termasuk pernikahan di bawah umur pernikahan di bawah umur yaitu
pernikahan yang dilakukan pasangan 19 tahun, 19 tahun bagi suami dan di bawah 16
tahun bagi istri. Pernikahan menurut ajaran Islam memiliki arti yang sangat penting,
karena:14
a. Pernikahan merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia yang sehat, baik
jasmani maupun rohani memerlukan perkawinan sebagai pemenuhan
kebutuhan hidupnya sebagai manusia.
b. Pernikahan mengundang makna ibadah, karena pernikahan dalam ajaran Islam
merupakan salah satu sunah Rasul yang dapat mengikat kualitas keimanan
dan ibadah kepada Allah.
c. Pernikahan merupakan awal kehidupan seseorang, baik laki-laki maupun
perempuan yang membentuk keluarga sebagai proses regenerasi yang akan
melanjutkan kehidupan yang akan merusak perjuangan di muka bumi.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.15 Adapun syarat sah pernikahan itu apabila telah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh Undang-Undang maupun hukum Islam. Dalam pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Perkawinan menyatakan bahwa pernikahan sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing. Sedangkan menurut hukum perkawinan Islam yang
14
A. Toto Suryanah, AF, Ibadah Praktis, (Bandung: Sinar Harapan, 1995), hlm. 77.
15
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, hlm. 35.

12
dijadikan sah dan tidaknya pernikahan itu adalah dipenuhinya syarat-syarat dan rukun
pernikahan berdasarkan hukum agama Islam. Dalam hal ini hukum Islam mengenal
perbedaan antara syarat dan rukun pernikahan. Rukun merupakan sebagian hakikat
pernikahan itu sendiri dan jika tidak dipenuhi maka pernikahan tidak akan terjadi.
Rukun pernikahan tersebut antara lain:16
a. Adanya kedua mempelai
b. Adanya wali dari pihak mempelai
c. Adanya dua orang saksi
d. Adanya ijab kabul
e. Adanya mahar
Adapun syarat pernikahan menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 antara
lain:17
a. Perkawinan di lakukan menurut hukum agama dan kepercayaan, pasal 2 ayat
(1).
b. Tiap pernikahan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, pasal 2 ayat (2)
c. Perkawinan laki-laki yang sudah yang sudah mempunyai istri harus mendapat
izin dari pengadilan, pasal 3 ayat (2) dan pasal 27 ayat (2).
d. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Pasal 6 ayat (2). Bila orang tua
berhalangan, izin diberikan oleh pihak lain yang ditentukan dalam undang-
undang pasal 6 ayat (2 dan 5).
e. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun,
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 7 ayat (1), ketentuan
ini tidak bertentangan dengan Islam, sebab setiap masyarakat dan setiap
zaman berhak menentukan batas-batas umur bagi perkawinan selaras dengan
16
Ibid., 36
17
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Cet. 1
(Surabaya: Sinarsindo Utama, 2015), hlm. 35

13
sistem terbuka yang dipakai. Harus ada persetujuan antara kedua calon
mempelai kecuali apa bila hukum menentukan lain. Pasal 6 ayat (1), hal ini
untuk menghindarkan paksaan bagi calon mempelai dalam memilih istri atau
suami.
B. Batasan Minimal dalam Pernikahan
Masalah penentuan usia dalam Undang-Undang Perkawinan maupun dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI), memang bersifat ijtihâdiyah, sebagai usaha
pembaharuan pemikiran fiqih yang telah dirumuskan. Namun demikian, apabila
dilacak referensi syar‟inya mempunyai landasan kuat. Misalnya isyarat Allah dalam
surat an-Nisâ[4]:9 yang berbunyi :
=‫ض ٰعفًا خَ افُ ۡوا َعلَ ۡي ِهمۡ ۖفَ ۡليَتَّقُوا هّٰللا َ َو ۡليَقُ ۡولُوا قَ ۡواًل َس ِد ۡي ًدا‬
ِ ً‫ش الَّ ِذ ۡينَ لَ ۡو تَ َر ُك ۡوا ِم ۡن خَ ۡلفِ ِهمۡ ُذ ِّريَّة‬
َ ‫ َو ۡليَ ۡخ‬ 
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
Ayat tersebut masih bersifat umum, tidak secara langsung menunjukkan
bahwa perkawinan yang dilakukan oleh pasangan dibawah umur di bawah ketentuan
yang diatur melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 akan menghasilkan keturunan
yang dikhawatirkan kesejahteraannya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan
menyatakan rendahnya usia kawin, lebih banyak menimbulkan hal-hal yang tidak
sejalan dengan misi dan tujuan perkawinan yaitu terwujudnya ketentraman dalam
rumah tangga berdasarkan kasih sayang. Tujuan tersebut tentu akan sulit terwujud,
apabila masing-masing mempelai belum masak jiwa dan ragam. Kematangan dan
integritas pribadi yang stabil akan sangat berpengaruh di dalam menyelesaikan setiap
problema yang muncul dalam menghadapi liku-liku dan badai rumah tangga yang
menyebabkan banyaknya perceraian cenderung didominasi karena akibat perkawinan
dalam usia muda.18

18
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm.60.

14
Dasar pemikiran tidak adanya batas umur pasangan yang akan kawin itu
kiranya sesuai dengan pandangan umat ketika itu tentang hakikat perkawinan.
Menurut penulis pendangan mereka terhadap pernikahan itu tidak dilihat dari segi
hubungan kelamin, tetapi dari segi pengaruh dalam menciptakan hubungan yang
bahagia. Secara metodologis, langkah penentuan usia kawin didasarkan kepada
metode marshalahat mursalah.
Batas usia dewasa sebagaimana dapat dipahami dari ayat al-Quran dan Hadits
Nabi tersebut di atas secara jelas diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 7
dengan rumusan sebagai berikut:19
a. Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun
b. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada pengadilan Agama atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak pria maupun wanita.
Bedanya jika kurang dari umur 19 tahun yang diperlukan izin orang tua dan
jika kurang dari umur 16 tahun perlu dispensasi pengadilan.Ini dikuatkan pasal 15
ayat 2, 21 dalam Kompilasi Hukum Islam.
Adapun prosedur untuk mendapatkan dispensasi dimaksud dapat dilihat dalam
peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 Pasal (13), yang diatur sebagai
berikut:20
a. Apabila seorang calon suami belum mencapai umur 19 tahun dan calon istri
belum mencapai umur 16 tahun hendak melangsungkan pernikahan harus
mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama.
b. Permohonan dispensasi nikah bagi mereka tersebut pada ayat (1), diajukan
kedua orang tua pria maupun wanita kepada pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggalnya.
19
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang
Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 67.
20
Bety, Pernikahan Dini, hlm.19.

15
c. Pengadilan Agama setelah memeriksa dalam persidangan dan berkeyakinan
bahwa terdapat hal yang memungkinkan untuk memberikan dispensasi
tersebut, maka Pengadilan Agama memberikan dispensasi nikah dengan suatu
penetapan.
d. Penetapan itu dibuat dan diberikan kepada pemohon untuk memenuhi
persyaratan melangsungkan pernikahan.
Kompilasi Hukum Islam mempertegas persyaratan yang terdapat dalam UU
Perkawinanan dengan rumusan sebagai berikut: Untuk kemaslahatan keluarga dan
rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang di tetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun
1974,yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.21
Penjelasan persyaratan di atas menyatakan dalam Al-Qur’an maupun hadits
serta Undang-Undang perkawinan ini untuk melangsungkan Pernikahan, yaitu
kemampuan persiapan pernikahan. Kemampuan dan persiapan untuk perkawinan ini
hanya dapat terjadi bagi orang yang sudah dewasa. Dalam salah satu persyaratan yang
akan melangsungkan perkawinan tersebut di atas terdapat keharusan persetujuan
kedua belah pihak untuk melangsungkan perkawinan. Persetujuan dan kerelaan itu
tidak akan timbul dari seseorang yang masih kecil hal itu mengandung berarti bahwa
pasangan yang diminta persetujuannya itu haruslah sudah dewasa.
Menurut Muhammad Yusuf Hanifah, dalam pidatonya dalam pengukuhan
pada 19 September 1978 seperti yang dikutip oleh T. Jafizham, dari sudut genelogi
wanita kawin pada usia muda atau usia belasan tahun sebenarnya dapat menimbulkan
beberapa kerugian, diantaranya:22
Pada usia 16 tahun seorang wanita sedang mengalami pubertas yaitu masa
peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, malahan ada diantara mereka yang baru
pertama kali mendapat haid atau manarehe. Walaupun usia dapat haid rata-rata 12,5
21
Mediaya Rafeldi, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan, Wakaf, dan penyelenggaraan
Haji, (Jakarta: ALIKA, 2016), hlm. 65
22
Bety, Pernikahan Dini, hlm.7.

16
tahun tapi variasinya berbeda, yaitu antara 10-16 tahun. Pada masa pubertas gadis
remaja sedang mengalami perubahan pada fisik, menuju pada seorang dewasa yang
bertanggung jawab, percaya pada diri sendiri, bebas dan ingin berdiri sendiri. Proses
ini memerlukan waktu beberapa tahun hingga cukup dewasa, sehingga pada usia 16
tahun seseorang wanita sebenarnya belum siap fisik dan mentalnya untuk menjadi ibu
rumah tangga.
Perkawinan di bawah umur 16 tahun wanita tersebut paling tinggi baru
memperoleh pendidikan selama 9 tahun (paling tinggi SLTP) dan sebagian besar
putus sekolah setelah berumah tangga. Pendidikan pada wanita mempengaruhi
berbagai hal diantaranya pendidikan anak-anak dan keberhasilan program KB serta
kependudukan.
Perkawinan di bawah umur berarti memberi peluang kepada wanita belasan
tahun untuk menjadi hamil dengan resiko tinggi (high risk pregnancy) pada
kehamilan belasan tahun (teen age pregnancy) komplikasi-komplikasi pada ibu dan
anak seperti anemia, preaelamasi, elam, abortus, partus pracmaturus, kematian pra
netral, golongan 20 tahun ke atas. Hal ini telah diselidiki oleh para ahli berbagai
Negara yang dilaporkan dalam population report No. 10, 1976.
Perkawinan di bawah umur berarti memperpanjang reproduksi, menarche
masa kini lebih cepat dari 50 tahun yang lampau. Sedangkan menopause lambat
karena faktor kesehatan umumnya. Dengan menunda perkawinan berarti
memperpanjang masa antara dua generasi dan memperpendek masa reproduksi.
Dengan menunda perkawinan, maka jelas pengaruhnya terhadap lajunya
pertumbuhan penduduk.
Dilihat dari batas umur menyatakan bahwa, bolehnya seseorang menikah
menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah umur 19
tahun bagi pria dan umur 16 tahun bagi wanita. Ada hal yang menarik dimana
sebagian literature mengklaim pernikahan di bawah umur atau young marriage
sebagai penyebab perceraian, studi gagal, sering terjadi pertengkaran dan ekonomi
sulit.

17
C. Persepsi Mahasiswa tentang Pernikahan Dini akibat Hamil diluar Nikah
Persepsi pada setiap personal seseorang terhadap orang lain dapat berbeda-
beda pandangan menurut pengatahuan dan pengalaman mereka. Adapun beberapa
faktor yang menentukan persepsi anatar pribadi, yaitu :
1. Faktor situasional,
2. Faktor personal,
3. Pembentukan dan pengelolaan pesan.
Berkenaan dengan respon mahasiswa mengenai wanita hamil diluar nikah
disebabkan bebrapa faktor yaitu,
1. Pergaulan Bebas,
2. Akibat pacaran,
3. Tontonan konten-konten vulgar,
4. Aib keluarga,
5. Kuranya kontrol orang tua,
6. Kuranya pemahaman keagamaan,
7. Perbuatan zina.
Masalah pernikahan wanita hamil sebelum akad nikah adalah akibat dari
perbuatan zina yang berawal dari pergaulan bebas, melihat konten vulgar, penguatan
pemahaman akan agama lemah, kurang terkontrol dari pengawasan orang tua. Untuk
beristiar dalam menjaga hubungan baik dengan temanya sesuai koridor beragama dan
hukum yang berlaku sehingga tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan
sebelum masuk pada Ikatan perkawinan yang suci. Hal ini merupakan anjuran agama
dan sah di mata hukum namun jika kita keluar dari tata aturan yang ada seperti
pernikahan wanita hamil sebelum akad nikah dapat merusak nama baik keluarga.
Anjuran agama mewajibkan untuk menikah bagi yang suda mampu dan bagi yang
belum mampu maka berpuasalah, hal ini diisaratkan agar dapat menghindari hal-hal
yang dapat menodai pernikahan yang suci ini. Pebuatan yang menodai pernikahan
yang suci berupa zina adalah hal yang sangat dilarang sehingga disarankan apabilah
belum mampu maka berpuasalah sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak

18
diinginkan.
Generasi yang terbaik adalah generasi yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, sehingga dapat menjalankan perintahnya dan meninggalkan
larangannya. Namun kadang ada yang melanggar tata nilai atau atauran yang telah
ditetapkan sehingga dapat mengusik pikiran kita kenapa sampai hal itu tejadi seperti
halnya pernikahan hamil diluar nikah. Setiap orang menginginkan anggota
keluarganya patuh terhadap norma-norma agama, hukum dan tatanan sosial sehingga
tidak keluar dari koridor ketentun yang suda dianut selama ini, sehingga secara
psikologis tidak terganggu dengan hubungan sosial dlingkungan mereka itu sendiri na
maun apabila ada yang keluar dari koridor hukum dan norma agama dan budaya
Adanya keinginan informan agar adanya hukuman bagi yang melanggar agar
memberi efek jera dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari sehingga dapat
meminimalisir kesalahan tersebut, hal ini dapat dilihat bahwa informan setuju dan
bahwa mengisolasi pada tatanan kehidupan pasangan pernikahan hamil diluar nikah
dengan nilai presentasi yang signifikan tinggri. Ini berarti sebagian informan
menginginkan adanya kesadaran dan efek jera pada pelaku pernikahan diluar nikah,
selain dari itu untuk pembelajran generasi penerus untuk tidak melakukan kesalahan
yang sama.
Manusia sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan atau saling
ketergantungan antara yang satu dengan yang lain, hal ini membutuhkan hubungan
yang baik agar tentram dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Kehidupan kita tidak
terlepas dari bantuan orang lain Interaksi sosial merupakan suatu keharusan
bersosialisasi dalam kehidupan untuk menjalin hubungan antara sesama baik antar
keluarga, kelompok atau antar masyarakat secara luas atau umum. Interaksi pergaulan
merupan hal yang penting untuk taraf besosialisasi dengan orang lain dalam
kehidupan ini, tetapi adanya batasan dan tatanan yang suda di atur dalam berinteraksi
pada keseharian kita. Tetapi ada yang tidak mematuhi norma dan aturan yang suda
disepakati sehingga terjadi hal-hal yang tidak di inginkan bersama. Perilaku anak
merupakan hasil bawaan dari orang tua berupa didikan yang baik dan penuh perhatian

19
membuat anak akan patuh dan taat akan arahan yang baik yang diajarkan oleh orang
tua tetapi kalau hal ini tidak didapat anak maka anak akan bergaul diluar yang tidak
anak dapatkan dirumah, sehingga kebebasan pergaulan didapat yang akan
menyebabkan tidak terkontrolnya hal-hal yang tidak dinginkan sebelum masanya.
D. Dampak Psikologis Pada Anak yang Melakukan Pernikahan Dini Akibat
Hamil Diluar Nikah.
1. Dampak Terhadap Suami Istri Berdasarkan Hasil Wawancara
Dengan informan diketahui bahwa hubungan interaksi dalam rumah tangga
setelah menikah muda kebanyakan dengan pasangan kurang baik karena kesibukan
dan sifat yang masih kekanak-kanakan. Sehingga tidak bisa menjalankan perannya
masing-masing, baik sebagai suami maupun sebagai istri. Tidak bisa dipungkiri
bahwa pada pasangan yang telah melangsungkan pernikahan usia muda tidak bisa
memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai istri maupun suami.
Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fsikis maupun mental mereka
yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Pernikahan dini akan
menimbulkan berbagai persoalan dalam rumah tangga seperti pertengkaran,
percekcokan, bentrokan antara suami istri yang dapat mengakibatkan perceraian.
Menurut Zulkifli (2011:15) masalah perceraian umumnya disebabkan
masing-masing sudah tidak lagi memegang amanah sebagai istri atau suami, istri
sudah tidak menghargai suami sebagai kepala rumah tangga atau suami yang tidak
lagi melaksanakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Apabila mereka
mempertahankan ego masing- masing akibatnya adalah perceraian.
2. Dampak Terhadap Anak-Anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa seorang ibu yang masih berusia muda
sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh
anaknya. Ibu muda saat ini lebih menojolkan sifat keremajaannya dari pada sifat
keibuannya. Sifat-sifat keremajaan itu seperti emosi yang tidak stabil, belum
mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang
dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang

20
baik, akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak. menurut Ancok
( Meryna, 2013: 2) anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempuyai tingkat
kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh
ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena
si ibu belum memberi stimulan mental pada anak-anak mereka. Hal ini disebabkan
karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu.
3. Dampak terhadap keluarga
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam hubungan keluarga atau
pun orang tua masing- masing pasangan sangat lah kurang harmonis. Sebab faktor
usia yang terlalu muda dan perilaku yang masih kekanak-kanakan. Seringkali ada
permasalahan dalam keluarga pasangan yang selalu ikut campur dalam kehidupan
rumah tangga baik itu masalah keadaan rumah maupun masalah perekonomian dalam
keluarga pasangan suami istri yang menikah muda. Sehingga hubungan orang tua
dan keluarga pasangan masing-masing sangat kurang baik dan tidak harmonis.
sulitnya menjaga keharmonisan kepada keluarga, baik itu keluarga suami maupun
keluarga istri tanpa didasari oleh kematangan atau kedewasaan berpikir. Lebih jauh
lagi, dapat dibayangkan betapa sulitnya kehidupan berumah tangga yang belum
dewasa itu bila rumah tangga mereka digoncang oleh perbedaan pendapat dan
kesalahpahaman dengan keluarga pasangan masing-masing ataupun orang tua.
(Hamid, Fatkhuri 2011:130)

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan
yang memiliki usia di bawah umur yang biasanya di bawah 17 tahun. Baik pria atau
wanita jika belum cukup umur (17 Tahun) jika melangsungkan pernikahan dapat
dikatakan sebagai pernikahan usia dini. Di Indonesia sendiri pernikahan belum cukup
umur ini marak terjadi, tidak hanya di desa melainkan juga di kota. Pernikahan dini
pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun biologis remaja,
remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan,
salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi. Kehilangan kesempatan
mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Disamping itu juga memiliki dampak
psikologis bagi pelakunya.
Tekanan-tekanan yang dialami remaja berasal dari dalam dirinya sendiri
(perasaan bersalah, malu, menyesal, marah) dan juga dari lingkungannya (dikucilkan,
dipergunjingkan). Keputusan-keputusan yang diambil remaja sebagai mechanism
coping terhadap tekanan yang dialamipun beragam, seperti: aborsi, percobaan bunuh
diri, memberikan bayinya pada kerabat, hingga menikah. Perjalanan yang sulit ini
dilalui remaja dengan meninggalkan bekas yang dalam di hati remaja yang
mengubahkan seluruh hidupnya.
B. Saran
1. Peningkatan pemahaman pendidikan keagamaan dilingkungan sekolah,
kampus, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat pada umumnya,
sehingga tertanam kuat akidah keagamaan terhadap anak.
2. Pengawasan yang ektra dari orang tua terhadap anak sehingga anak bisa
terkontrol dalam aktifitas keseharianya.
3. Serta adanya regulasi dari pemerintah untuk meminimalisir arus informasi
yang mudah di akses berupa konten-konten vulgar dimedia informasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghifari, Abu, Pernikahan dini Delima Generasi Ekstravagansa, Bandung:


Rineka Cipta, 2002
Al-Khatîb, As-Syarbini, Muqhnî Al-Muhtâj. Beirut: Dâr ihya At-Turusi Al-
Arabî. Jus II.
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia,
Pangeran Diponegoro, 2006
Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1994
Basri, Hasan, Merawat Cinta Kasih, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996 Bety,
Pernikahan Dini, Palembang: IAIN RADEN FATAH, 2013
Bimo, Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fak. Psikologi.UGM, 2000
Fadlyana, Eddy, Larasati, Shinta, Pernikahan Dini dan Permasalahannya,
Jurnal Sari Pediatri, Vol. 11, Bandung: FK UNPAD, 2009
Husein, Muhammad, Fiqih Perempuan, Yogyakarta: LKIS, 2007
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2012
Mughniyyah, Jawad Muhammad, Al-Ahwâl Al-Syâkhsîyya, Beirut: Dâr Al
Kutub Al „Ilmiyâh,tt. terjemah. Sulaiman Al-Mufarraj
MZ, Labib, Risalah, Nikah, Talak dan Rujuk, Surabaya: Bintang Usaha Jaya,
2006 Rafeldi Mediaya, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan,
Wakaf, dan penyelenggaraan Haji, Jakarta: ALIKA, 2016
Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press,
2015 Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, (Terj) Moh Thalib jilid 6, Cet I, Jakarta: Al-
Ma‟arif,
1990
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan Kompilasi

23
Hukum Islam. Cet. 1, Surabaya: Sinarsindo Utama, 2015
Lampiran-lampiran
HASIL WAWANCARA PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Tiara Ekha Lusviyanti


NPM : 1810631110074

No Nama Hasil Wawancara Waktu Keterangan


. Informan Pelaksanaan
1 Shinta Dari pertanyaan yang Senin,27
Nurfirdaus di tanyakan saya Desember
i sebagai mahasiswa 2021
sangat menyayangkan
bahwa masi banyak
generasi muda yang
terjebak dengan
ikatan pernikahan di
usia yang terbilang
masih sangat muda,
jika kita lihat di sosial
media banyak sekali
remaja yang
mengalami hal serupa
dan tentu saja akan
berdampak pada
beberapa hal salah
satunya yaitu mental
orang tersebut karna
harus menanggung
malu akibat perbuatan
yang ia lakukan.

24
HASIL WAWANCARA PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Muhammad Rizki


NPM : 1810631110042

No Nama Hasil Wawancara Waktu Keterangan


. Informan Pelaksanaan
1 Safna Pernikahan usia dini Selasa,28
Aghnia biasanya sering Desember
menyebabkan 2021
kesehatan mental
wanita terganggu.
Ancaman yang sering
terjadi adalah wanita
muda rentan menjadi
korban kekerasan
dalam rumah tangga
(KDRT) dan mereka
belum tahu
bagaimana cara
terbebas dari situasi
tersebut.

HASIL WAWANCARA PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Farid Gunawan


NPM : 1810631110078

No Nama Hasil Wawancara Waktu Keterangan


. Informan Pelaksanaan
1 Arminda Banyak pernikahan Selasa,28
Sani dini di Indonesia di Desember
picu karena masalah 2021
ekonomi. Orangtua
menganggap dengan
menikahkan anak
akan mengurangi
beban hidup. Juga,
pola pikir
berkelanjutan di

25
masyarakat yang
menganggap
menikahkan anak di
usia dini merupakan
hal wajar bahkan
suatu keharusan
karena tradisi.

HASIL WAWANCARA PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Balkis Hanifiyat Gunawan


NPM : 1810631110055

No Nama Hasil Wawancara Waktu Keterangan


. Informan Pelaksanaan
1 Arminda Selasa,28
Sani Desember
2021

26

Anda mungkin juga menyukai