ABSTRAK
ABSTRACT
This study aims to identify the driving factors and formulate recommendations for controlling
the conversion of wetland functions in the City Tasikmalaya. The method used is descriptive
survey. The research concludes that Tasikmalaya City's agricultural land area is 12,519
hectares, consisting of 5,993 hectares of paddy fields and non rice field of 6,526 hectares.
Based on the irrigation system consists of Irrigated rice fields of 5,055 hectares and 938
hectares of rainfed rice fields. During 2008-2015 there was a 222 hectare land conversion.
The fact that field paddy fields are switched to functions is wider than recorded, since quite
a lot of unregistered rice fields have officially switched functions. The factors driving the
occurrence of land conversion function consist of internal and external factors. Internal
factors include Technical Factors, Economical and Social. While external factors include
population growth rate, local government development policies spatially contained in the
Spatial Plan (RTRW). Recommendations for controlling the conversion of paddy field
functions are based on the factors that caused the land conversion.
12
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
13
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
perhatiannya tertuju pada pengukuran dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
yang tepat dari satu atau lebih variabel ekternal.
dalam satu kelompok atau dalam sampel Faktor Internal
dari kelompok tertentu itu. Jenis data yang Faktor internal yang mendorong
digunakan yaitu data primer dan data terjadinya alih fungsi lahan sawah meliputi
sekunder. Data primer adalah data yang faktor teknis, faktor ekonomis dan faktor
diperoleh dari responden secara sosial.
langsung, sedangkan data sekunder 1. Faktor Teknis
adalah data yang diperoleh melalui studi Faktor teknis yang mempengaruhi
literatur dan dokumen yang diterbitkan karakteristik fisik lahan sawah
oleh pemerintah maupun swasta yang ada diantaranya: (a) Sistem pengairan (b)
kaitannya dengan obyek kajian. Jenis tanah, (c) Kesuburan, (d) Indeks
HASIL DAN PEMBAHASAN pertanaman/IP, (e) Agroklimat, (f)
Alih fungsi lahan pertanian Produktivitas, dan lain-lain.
khususnya sawah di Kota Tasikmlaya
14
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
Tahun 2011, untuk ditetapkan sebagai hasil pertanian yang dihasilkan manjadi
lahan pertanian pangan berkelanjutan. kurang bersaing.
2. Faktor Ekonomis Petani kecil yang penguasaan
Faktor ekonomis yang manjadi pendorong lahan usahataninya sempit atau biasa
terjadinya alih fungsi lahan sawah adalah disebut petani gurem, akan mengalami
skala usahatani dan rentabilitas usahatani. hambatan dalam upaya mengalihkan
Skala Usahatani. sistem pengelolaan yang bersifat
Pengelolaan usahatani yang subsisten ke pengelolaan usahatani yang
luasnya kurang dari 1 hektar mencapai berorientasi komersial. Kecilnya volume
proporsi ±93 persen, ±64 persen produksi dari setiap satuan usahatani
diantaranya lahan usahatani kurang dari mendorong terbentuknya struktur pasar
0.50 ha; Usahatani yang luasnya (0.51- hasil pertanian yang oligopsoni. Padahal
1,00) hektar ±29 persen; Sementara struktur pasar yang oligopsoni
satuan lahan usahatani yang luasnya lebih melemahkan posisi tawar (bargaining
dari 1 hektar proporsinya hanya ±7 persen. position) petani di pasar hasil usahatani.
Usahatani yang tidak mencapai skala Dalam posisi tawar petani yang lemah
ekonomis, saat pengadaan sarana petani hanya sebagai price taker bukan
produksi dan menjual hasil produksi akan price maker sebagaimana yang
menanggung biaya yang tinggi per satuan diharapkan.
produknya. Pada gilirannya harga produk
7%
29%
64%
Luas Pengelolaan (<0,50) Ha Luas Pengelolaan (<0,51-1,0)Ha Luas Pengelolaan > 1 Ha
Selanjutnya, satuan lahan garapan Lahan usahatani yang tidak layak secara
usahatani yang terlalu kecil tidak akan ekonomis tidak memiliki insentif untuk
mampu menjamin kehidupan dan dikelola dengan sungguh-sungguh oleh
kesejahteraan petani dan keluarganya. petani. Pada gilirannya satuan lahan
15
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
usahatani yang terlalu sempit akan lebih Rotio (R/C) lebih besar dari satu (R/C>1);
mudah beralih fungsi, sementara yaitu sebesar 1,23 untuk petani penyakap
pengelolanya beralih profesi ke usaha dan 1,51 untuk petani pemilik penggarap.
pertanian lain atau alih profesi keluar Artinya pengelolaan usahatani dilihat dari
sektor pertanian. Hal ini selaras dengan rasio penerimaan dengan biaya adalah
Fadholi Hernanto (1984) yang menyoroti layak. Namun apabila dilihat secara
pengelola usahatani yang satuan luasnya nominal rata-rata pendapatan (laba) dari
dibawah sekala ekonomis banyak beralih hasil pengelolaan usahatani padi tersebut
profesi sementara lahan usahataninya kurang layak. Laba usahatani tanaman
beralih fungsi. pangan yang dibawa kerumah (take home
Rentabilitas Usahatani. Petani payment) pada luas lahan 0,5 hektar Rp.
selalu berusaha mencari perpaduan 2.221.250,- untuk petani penggarap/
dalam pemanfaatan sumberdaya yang musim, dan Rp. 3.976.250,- untuk petani
mereka miliki agar mendatangkan pemilik/ musim, hal tersebut setara
keuntungan finansial dari usahataninya, dengan Rp. 740.417,-/bulan untuk petani
(Soekartawi, 1995). Petani dalam penggarap; dan Rp. 1.325.470,-/bulan
usahataninya berharap mendapat untuk petani pemilik.
penerimaan yang lebih besar dari biaya Dalam kondisi seperti tersebut di
produksi. Tetapi kenyataannya tidak atas, walaupun usahatani yang dijalankan
selamanya sesuai dengan harapan, tidak layak dilihat dari rasio peneriman dengan
sedikit petani yang mengalami kerugian. biaya (R/C), namun dilihat dari nominal
Kerugian yang dialami petani pada laba yang diperoleh usahatani tidak dapat
umumnya “kerugian yang tidak kentara”. memenuhi seluruh kebutuhan keluarga
Biasanya petani kurang jeli menghitung petani. Dengan hanya mengelola
biaya-biaya yang mereka keluarkan. usahatani padi sawah yang luasnya
Petani hampir tidak pernah menghitung kurang dari 0,5 hektar, penghasilan yang
curahan tenaga kerja diri dan keluarganya diperoleh petani dibawah upah minimum
sebagai komponen biaya uasahatani. regional (UMR). Sebagai catatan UMR
Petani juga kadang-kadang tidak Kota Tasikmalaya adalah sebesar
memperhitungkan harga jual hasil Rp. 1.800.000,-
produksinya yang berlaku di pasaran, Dalam kondisi penerimaan
karena hasil produksinya dikonsumsi usahatani tidak dapat memenuhi
untuk keluarga. kebutuhan dasar keluarga, petani
Hasil analisis finansial usahatani memerlukan sumber pendapatan lain
padi sawah menunjukkan Revenue Cost selain dari usahatani. Petani terdorong
18
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
19
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
20
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
21
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
22
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
23
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
24
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
25
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
26
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
27
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
Agraria, pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang- f. Pencitraan Profesi Petani
undang nomor 5 tahun 1960 merupakan Profesi petani sebagai produsen
hal yang harus disosialisasikan. Pasal 6 penghasil produk-produk hasil pertanian
bahwa semua hak atas tanah mempunyai untuk memenuhi kebutuhan primer harus
fungsi sosial. Hak atas tanah apapun mendapat apresiasi yang tinggi. Kalaupun
pada seseorang tidak dapat dibenarkan secara finansial rentabilitas usahatani
apabila tanah itu dipergunakan atau tidak pada umumnya relatif rendah
dipergunakan semata-mata untuk dibandingkan dengan rentabilitas
kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal kegiatan usaha lainnya, Profesi sebagai
itu menimbulkan kerugian bagi petani memiliki keuntungan normatif.
masyarakat. Dalam hal inipun pemberian Profesi petani sesungguhnya profesi yang
insentif atas kepemilikan lahan-lahan sangat mulia, dapat menyediakan bahan
yang difungsikan sebagai lahan pertanian pangan dan bahan sandang serta bahan
pangan berkelanjutan merupakan salah perumahan (papan) untuk kebutuhan
satu pendekatan yang bijak dan harus banyak orang.
dipikirkan lebih lanjut implementasinya. Maka oleh sebab itu disamping
e. Mereduksi Terjadinya Fragmenasi petani diberi insentif secara ekonomis,
Lahan Pertanian seperti telah diuraikan, berupa pemberian
Proses alih penguasaan atau bantuan kemudahan mendapatkan
kepemilikan lahan usahatani dari satu sarana produksi, bantuan alsintan,
generasi ke generasi berikutnya pembinaan kelompok, pemeliharaan
merupakan suatu proses alamiah dan jaringan irigasi dan lain-lain, petani juga
menjadi suatu keniscayaan. Secara harus mendapat “pengakuan”
akumulatif dalam jangka panjang proses eksistensinya dari pemerintah daerah.
tersebut menyebabkan rata-rata satuan Untuk masa yang akan datang
luas usahatani yang sudah sempit pemberian bantuan yang sasaran
menjadi semakin sempit. Sementara pengambil manfaatnya adalah petani,
usahatani yang sempit, berada dibawah maka hanya penduduk yang
skala ekonomis, tidak dapat menjadi mencantumkan profesi “petani” sebagai
tumpuan kehidupan keluarga petani. pekerjaan dalam KTP-nya.
Lahan usahatani yang tidak dapat Penyelenggaraan pameran dan even
mencukupi kehidupan keluarga, pemberian penghargaan kepada petani
cenderung menjadi usaha sampingan dikemas sedemikian rupa, tidak hanya
yang intensitas pengelolaannya rendah. bernuansa tradisional namun juga
dipapadankan dengan unsur-unsur
28
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman
29
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019
30