Anda di halaman 1dari 17

Jurnal AGRISTAN

Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH


DI KOTA TASIKMALAYA

DRIVING FACTORS OF TRANSFER FUNCTION WETLAND


IN TASIKMALAYA CITY

Suprianto*1, Eri Cahrial2, Hendar Nuryaman3


1,2,3
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi:
*Email korespondensi : supriantoprie56@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan menyusun


rekomendasi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Tasikmalaya. Metode yang
digunakan adalah deskriptif survey. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Luas lahan
pertanian Kota Tasikmalaya 12.519 hektar, terdiri dari lahan sawah 5.993 hektar dan lahan
pertanian bukan sawah 6.526 hektar. Berdasarkan sistem pengairannnya terdiri dari sawah
irigasi 5.055 hektar dan sawah tadah hujan 938 hektar. Selama tahun 2008-2015 tercatat
alih fungsi lahan sawah seluas 222 hektar. Fakta dilapangan luas sawah yang beralih fungsi
lebih luas dari yang tercatat, karena cukup banyak lahan sawah yang tidak tercatat resmi
beralih fungsi. Faktor pendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah terdiri dari faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi Faktor Teknis, Ekonomis dan Sosial. Sementara
faktor eksternal meliputi laju pertumbuhan penduduk, kebijakan pembangunan pemerintah
daerah yang secara spasial termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Rekomendasi pengendalian alih fungsi lahan sawah disusun berbasiskan pada faktor-faktor
yang menyebabkan alih fungsi lahan sawah tersebut.

Kata kunci : Faktor-faktor, Alih Fungsi, Sawah

ABSTRACT

This study aims to identify the driving factors and formulate recommendations for controlling
the conversion of wetland functions in the City Tasikmalaya. The method used is descriptive
survey. The research concludes that Tasikmalaya City's agricultural land area is 12,519
hectares, consisting of 5,993 hectares of paddy fields and non rice field of 6,526 hectares.
Based on the irrigation system consists of Irrigated rice fields of 5,055 hectares and 938
hectares of rainfed rice fields. During 2008-2015 there was a 222 hectare land conversion.
The fact that field paddy fields are switched to functions is wider than recorded, since quite
a lot of unregistered rice fields have officially switched functions. The factors driving the
occurrence of land conversion function consist of internal and external factors. Internal
factors include Technical Factors, Economical and Social. While external factors include
population growth rate, local government development policies spatially contained in the
Spatial Plan (RTRW). Recommendations for controlling the conversion of paddy field
functions are based on the factors that caused the land conversion.

Keywords: Factors, Function Transfer, Rice Field

12
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

PENDAHULUAN makro maupun luas pengelolaan lahan per


Luas lahan sawah perkapita rumah tangga petani.
penduduk cenderung semakin sempit, Pemerintah daerah hendaknya
sehingga melahirkan petani-petani gurem tidak terlalu mudah memberikan peluang
dengan luas lahan garapan kurang dari terjadinya alih fungsi lahan khususnya
0,5 hektar. Penguasaan lahan sawah rata- lahan sawah. Pemerintah daerah wajib
rata di Pulau Jawa dan Bali lebih sempit mempertahankan lahan sawah agar
lagi, yaitu 0,34 hektar per rumah tangga fungsinya tetap sebagai lahan pertanian
petani. Kondisi ini tentu akan berimplikasi pangan berkelanjutan. Namun demikian
pada tingkat kesejahteraan petani. upaya Perlindungan Lahan Pertanian
Permasalahan lain yang tak kalah melalui Undang-Undang No. 41 tahun
pentingnya dan menjadi topik kajian ini 2009 sampai saat ini belum sepenuhnya
adalah tingginya alih fungsi lahan sawah efektif dan sinergi dengan rencana tata
menjadi lahan non-pertanian. Laju alih ruang.
fungsi lahan pertanian pada umumnya Inti permasalahan kajian ini adalah
sudah sangat mengkhawatirkan, adanya kesenjangan antara kebutuhan
mencapai 100 ribu hektare per tahun, lahan yang semakin luas untuk memenuhi
sementara kemampuan pemerintah dan kebutuhan bahan pangan yang semakin
masyarakat dalam pencetakan lahan besar jumlahnya, namun disisi lain
sawah kurang dari 30.000 hektar per kebutuhan lahan untuk aktivitas diluar
tahun. pertanian tidak kalah besarnya. Dalam
Berkaitan dengan kondisi tersebut kaitannya dengan kesenjangan tersebut,
diatas, untuk mewujudkan ketahanan dan kajian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi
kedaulatan pangan perlu dilakukan upaya luas dan klasifikasi lahan sawah eksisting
pengendalian alih fungsi lahan sawah. di Kota Tasikmalaya, Menghitung luas
Upaya tersebut dapat ditempuh melalui lahan sawah yang beralih fungsi ke
perlindungan, dengan mempertahankan penggunaan lain, Mengidentifikasi faktor
dan menambah luas lahan sawah serta pendorong terjadinya alih fungsi lahan
menetapkan lahan sawah sebagai lahan sawah, Menyusun rekomendasi strategi
pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). pengendalian alih fungsi lahan sawah.
Penetapan LP2B ini dimaksudkan agar METODE PENELITIAN
lahan pertanian yang sudah ada dapat Metode yang digunakan dalam
dipertahankan keberadaannya bahkan penelitian ini adalah deskriptif survey,
dapat ditingkatkan baik luasan secara yaitu penelitian yang memberikan
gambaran dari suatu gejala dan pokok

13
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

perhatiannya tertuju pada pengukuran dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
yang tepat dari satu atau lebih variabel ekternal.
dalam satu kelompok atau dalam sampel Faktor Internal
dari kelompok tertentu itu. Jenis data yang Faktor internal yang mendorong
digunakan yaitu data primer dan data terjadinya alih fungsi lahan sawah meliputi
sekunder. Data primer adalah data yang faktor teknis, faktor ekonomis dan faktor
diperoleh dari responden secara sosial.
langsung, sedangkan data sekunder 1. Faktor Teknis
adalah data yang diperoleh melalui studi Faktor teknis yang mempengaruhi
literatur dan dokumen yang diterbitkan karakteristik fisik lahan sawah
oleh pemerintah maupun swasta yang ada diantaranya: (a) Sistem pengairan (b)
kaitannya dengan obyek kajian. Jenis tanah, (c) Kesuburan, (d) Indeks
HASIL DAN PEMBAHASAN pertanaman/IP, (e) Agroklimat, (f)
Alih fungsi lahan pertanian Produktivitas, dan lain-lain.
khususnya sawah di Kota Tasikmlaya

Tabel 1. Karakteristik Lahan Sawah di Kota Tasikmalaya


No Uraian Kondisi Ekisting Keterangan*)
1 Sistem Pengairan Irigasi t hujan Terpenuhi
2 Jenis Tanah Aluvial, latosol, podhsolik Sesuai
kuning
3 Kesuburan lahan unsur hara makro Terpenuhi
4 Indeks Pertanaman IP 2-3 IP minimal = 1
5 Kondisi Agroklimat Tipe D3 Sesuai
7 Produktivitas 62 kw Syarat min 30 kw
Sumber : Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya, 2015.
*) Kesesuaian dengan Syarat dan Kriteria LP2B
Faktor penyebab utamanya karena
Diantara berbagai faktor tersebut debit air pada saluran irigasi yang
yang seringkali menjadi pembatas dalam bersangkutan tidak mencukupi untuk
penyelenggaraan usahatani padi adalah mengairi seluruh lahan sawah di bagian
kecukupan air, terutama pada lahan hilir. Lahan irigasi yang sering mengalami
sawah yang berada di bagian hilir irigasi di kekurangan air mudah untuk beralih
musim tanam gadu. Walaupun klasifikasi fungsi.
lahan sawah tersebut termasuk kategori Faktor teknis lain seperti yang
lahan irigasi, namun seringkali mengalami telah disebutkan di atas, tidak menjadi
kekurangan air. pembatas, bahkan memenuhi kriteria dan
syarat Peraturan Pemerintah Nomor 1

14
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

Tahun 2011, untuk ditetapkan sebagai hasil pertanian yang dihasilkan manjadi
lahan pertanian pangan berkelanjutan. kurang bersaing.
2. Faktor Ekonomis Petani kecil yang penguasaan
Faktor ekonomis yang manjadi pendorong lahan usahataninya sempit atau biasa
terjadinya alih fungsi lahan sawah adalah disebut petani gurem, akan mengalami
skala usahatani dan rentabilitas usahatani. hambatan dalam upaya mengalihkan
Skala Usahatani. sistem pengelolaan yang bersifat
Pengelolaan usahatani yang subsisten ke pengelolaan usahatani yang
luasnya kurang dari 1 hektar mencapai berorientasi komersial. Kecilnya volume
proporsi ±93 persen, ±64 persen produksi dari setiap satuan usahatani
diantaranya lahan usahatani kurang dari mendorong terbentuknya struktur pasar
0.50 ha; Usahatani yang luasnya (0.51- hasil pertanian yang oligopsoni. Padahal
1,00) hektar ±29 persen; Sementara struktur pasar yang oligopsoni
satuan lahan usahatani yang luasnya lebih melemahkan posisi tawar (bargaining
dari 1 hektar proporsinya hanya ±7 persen. position) petani di pasar hasil usahatani.
Usahatani yang tidak mencapai skala Dalam posisi tawar petani yang lemah
ekonomis, saat pengadaan sarana petani hanya sebagai price taker bukan
produksi dan menjual hasil produksi akan price maker sebagaimana yang
menanggung biaya yang tinggi per satuan diharapkan.
produknya. Pada gilirannya harga produk
7%
29%

64%
Luas Pengelolaan (<0,50) Ha Luas Pengelolaan (<0,51-1,0)Ha Luas Pengelolaan > 1 Ha

Sumber : Data Primer Diolah, 2015

Gambar 1. Proporsi Satuan Usahatani Berdasarkan Luas Garapan


di Kota Tasikmalaya

Selanjutnya, satuan lahan garapan Lahan usahatani yang tidak layak secara
usahatani yang terlalu kecil tidak akan ekonomis tidak memiliki insentif untuk
mampu menjamin kehidupan dan dikelola dengan sungguh-sungguh oleh
kesejahteraan petani dan keluarganya. petani. Pada gilirannya satuan lahan

15
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

usahatani yang terlalu sempit akan lebih Rotio (R/C) lebih besar dari satu (R/C>1);
mudah beralih fungsi, sementara yaitu sebesar 1,23 untuk petani penyakap
pengelolanya beralih profesi ke usaha dan 1,51 untuk petani pemilik penggarap.
pertanian lain atau alih profesi keluar Artinya pengelolaan usahatani dilihat dari
sektor pertanian. Hal ini selaras dengan rasio penerimaan dengan biaya adalah
Fadholi Hernanto (1984) yang menyoroti layak. Namun apabila dilihat secara
pengelola usahatani yang satuan luasnya nominal rata-rata pendapatan (laba) dari
dibawah sekala ekonomis banyak beralih hasil pengelolaan usahatani padi tersebut
profesi sementara lahan usahataninya kurang layak. Laba usahatani tanaman
beralih fungsi. pangan yang dibawa kerumah (take home
Rentabilitas Usahatani. Petani payment) pada luas lahan 0,5 hektar Rp.
selalu berusaha mencari perpaduan 2.221.250,- untuk petani penggarap/
dalam pemanfaatan sumberdaya yang musim, dan Rp. 3.976.250,- untuk petani
mereka miliki agar mendatangkan pemilik/ musim, hal tersebut setara
keuntungan finansial dari usahataninya, dengan Rp. 740.417,-/bulan untuk petani
(Soekartawi, 1995). Petani dalam penggarap; dan Rp. 1.325.470,-/bulan
usahataninya berharap mendapat untuk petani pemilik.
penerimaan yang lebih besar dari biaya Dalam kondisi seperti tersebut di
produksi. Tetapi kenyataannya tidak atas, walaupun usahatani yang dijalankan
selamanya sesuai dengan harapan, tidak layak dilihat dari rasio peneriman dengan
sedikit petani yang mengalami kerugian. biaya (R/C), namun dilihat dari nominal
Kerugian yang dialami petani pada laba yang diperoleh usahatani tidak dapat
umumnya “kerugian yang tidak kentara”. memenuhi seluruh kebutuhan keluarga
Biasanya petani kurang jeli menghitung petani. Dengan hanya mengelola
biaya-biaya yang mereka keluarkan. usahatani padi sawah yang luasnya
Petani hampir tidak pernah menghitung kurang dari 0,5 hektar, penghasilan yang
curahan tenaga kerja diri dan keluarganya diperoleh petani dibawah upah minimum
sebagai komponen biaya uasahatani. regional (UMR). Sebagai catatan UMR
Petani juga kadang-kadang tidak Kota Tasikmalaya adalah sebesar
memperhitungkan harga jual hasil Rp. 1.800.000,-
produksinya yang berlaku di pasaran, Dalam kondisi penerimaan
karena hasil produksinya dikonsumsi usahatani tidak dapat memenuhi
untuk keluarga. kebutuhan dasar keluarga, petani
Hasil analisis finansial usahatani memerlukan sumber pendapatan lain
padi sawah menunjukkan Revenue Cost selain dari usahatani. Petani terdorong

18
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

mencari pekerjaan lain sebagai sumber sektor pertanian mendapatkan


pendapatan tambahannya, dan tidak kompensasi yang relative lebih rendah
tertutup kemungkinan petani beralih dibandingkan dengan kompensasi yang
profesi. Sementara lahan usahatani yang diterima untuk curahan sumberdaya dan
dikelolanya kurang mendapatkan tenaga kerja pada sektor lain. Kondisi ini
perhatian, bahkan tidak sedikit yang merupakan dorongan yang sangat kuat
akhirnya di jual, beralih kepemilikan, yang bermigrasinya tenaga kerja dan
pada akhirnya terjadinya alih fungsi lahan sumberdaya pertanian ke sektor lain.
usahatani ke penggunaan lain. 3. Faktor Sosial
Penerimaan usahatani Persepsi masyarakat terhadap
dibandingkan dengan biaya produksinya lahan pertanian, proses fragmentasi lahan
(R/C) relatif rendah jika dibandingkan pertanian dan persepsi generasi muda
dengan R/C penerimaan usaha non terhadap profesi petani, memiliki
pertanian (industri dan jasa). Sewa lahan, kontribusi terhadap terjadinya alih fungsi
dan tingginya harga tanah di Kota lahan pertanian ke penggunaan lain.
Tasikmalaya membuat banyak pemilik Persepsi Terhadap Kepemilikan
lahan sawah yang mengalihfungsikan Lahan. Undang-undang nomor 5 tahun
lahan usahataninya ke bidang usaha non 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pertanian. Banyak petani yang menjual pokok Agraria, pasal 4 ayat (1) dan (2)
lahan usahataninya kepada pemilik modal menentukan adanya macam-macam hak
untuk kegiatan usaha non pertanian. atas tanah yang dimiliki oleh individu
Selain itu karena terdesak kebutuhan maupun badan hukum. Dinyatakan lebih
keluarga seperti untuk biaya pendidikan, lanjut dalam pasal 6 bahwa semua hak
kesehatan seringkali membuat petani atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak
tidak mempunyai pilihan lain selain atas tanah pada seseorang tidak dapat
menjual sebagian atau seluruh lahan dibenarkan apabila tanah itu dipergunakan
usahataninya. atau tidak dipergunakan hanya untuk
Penduduk bermatapencaharian kepentingan pribadinya, apalagi kalau
pada bidang usaha pertanian di Kota menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Tasikmalaya mencapai proporsi lebih dari Penggunaan tanah selayaknya
40 persen. Sementara kontribusi sektor bermanfaat bagi kesejahteraan yang
pertanian terhadap PDRB hanya memilikinya, juga dapat bermanfaat bagi
mencapai ±15 persen. Hal ini masyarakat dan negara. Sekalipun
menunjukkan bahwa secara agregat penguasaan tanah bestatus hak milik,
curahan sumberdaya dan tenaga kerja di namun pada saatnya pemerintah

19
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

berkepentingan untuk keperluan umum berkelanjutan merupakan salah satu


yang lebih tinggi urgensinya, maka pemilik pendekatan yang bijak dan harus
tanah harus menyerahkannya kepada dipikirkan lebih lanjut implementasinya.
pemerintah untuk keperluan yang lebih Status Pelaku Usahatani.
besar dari kepentingan individu. Tentu Berdasarkan status penguasaan lahan
saja penyerahan tersebut melalui yang digarapnya, pelaku usahatani dapat
prosedur dan administrasi serta digolongkan kedalam empat kategori,
kompensasi yang sepadan. Dalam yaitu: Petani pemilik, petani pemilik
kenyataannya di lapangan masih banyak penggarap, petani penggarap dan buruh
pihak termasuk para petani yang tani. Petani pemilik dengan proporsi ±6%
menganggap hak milik atas tanah adalah adalah pemilik lahan usahatani namun
“mutlak”, sehingga dapat diartikan tidak menggarap lahan usahataninya.
penggunaannya tergantung pada Lahan usahatani yang dimiliki digarap oleh
kehendak pemiliknya sendiri. penyakap, dengan mendapatkan
Dalam kondisi seperti ini untuk kompensasi dari orang yang menggarap
mempertahankan suatu hamparan lahan atau penyakap tersebut. Petani pemilik
agar tetap fungsinya sebagai lahan penggarap ±70% adalah petani yang
pertanian akan mengalami kesulitan. menggarap lahan usahatani miliknya
Tanah pada umumnya dipandang sebagai sendiri; Penggarap/penyakap ±16%
“asset” bagi pemiliknya. “nilai ekonomi” adalah orang yang mengerjakan lahan
atas tanah lebih dipahami masyarakat usahatani milik orang lain, termasuk
dibandingkan dengan “fungsi sosialnya”. penyewa atau penggadai; Buruh tani ±8%
Maka oleh sebab itu dalam kondisi seperti adalah orang yang mendapat upah atas
ini lahan pertanian lebih mudah beralih curahan tenaga kerja pada lahan
fungsi, sesuai dengan keinginan usahatani. Diantara pelaku usahatani
pemiliknya menjadi peruntukan lain ketika tersebut yang paling rentan lahan
dihadapkan dengan nilai ekonomi. usahataninya beralih fungsi adalah lahan
Berdasarkan fenomena tersebut di usahatani dari pelaku usahatani yang
atas, dalam upaya mewujudkan berstatus ‘pemilik’ dan penggarap.
ketersediaan lahan pertanian, disamping Pemilik biasanya lebih
dilakukan melalui pendekatan sosial, juga memandang sebagai aset terhadap lahan
harus dilakukan dengan pendekatan (nilai) usahatani. Nilai ekonomis lebih
ekonomis. Pemberian insentif atas mendominasi pertimbangan keputusan
kepemilikan lahan-lahan yang difungsikan atas lahan usahataninya. Penyakap
sebagai lahan pertanian pangan mungkin hanya memiliki ikatan emosional

20
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

Buruh Pemilik Bercermin dari sejumlah kasus


Tani 6%
Penggar 8% menunjukkan bahwa fragmentasi lahan
ap
16% pertanian berkontribusi pada:
Pemilik  Terhambatnya peningkatan
Penggar
ap produktivitas usahatani;
70%
 Rendahnya efisiensi pengadaan
sarana produksi maupun pemasaran
Sumber : Data Primer diolah, 2015
produksi hasil pertanian;
Gambar 2. Proporsi Status Pelaku
 Inefisiensi yang terjadi pada ongkos
Usahatani di Kota Tasikmalaya
pengelolaan program berbantuan,
dengan lahan garapan usahatani namun
subsidi, dan lain-lain di bidang
keputusan atas lahan usahatani yang
pertanian;
digarapnya sangat tergantung pada
Pada gilirannya, fragmentasi
pemilik. Pemilik penggarap selain
lahan pertanian menjadi salahsatu faktor
memiliki ikatan emosional juga memiliki
pendorong laju meningkatnya konversi
“power” untuk memutuskan perlakuan
lahan pertanian. Proses alih kepemilikan
terhadap lahan usahataninya.
lahan usahatani dari satu generasi ke
Fragmentasi Lahan Pertanian.
generasi merupakan suatu proses
Fragmentasi lahan pertanian
alamiah dan menjadi suatu keniscayaan.
merupakan suatu tahapan proses dalam
Secara akumulatif dalam jangka
evolusi pengelolaan pertanian di mana
panjang proses tersebut menyebabkan
suatu unit usahatani terdiri dari sejumlah
rata-rata satuan luas usahatani yang
persil lahan yang terpisah, terpencar-
sudah sempit menjadi semakin sempit.
pencar. Fragmentasi lahan lebih mudah
Sementara usahatani yang sempit,
dipahami jika dikaitkan dengan
berada dibawah skala ekonomis, tidak
prosesnya. Dalam hal ini, fragmentasi
dapat menjadi tumpuan kehidupan
lahan pertanian sebagai proses segregasi
keluarga petani. Rendahnya intensitas
spasial menjadi lebih banyak entitas
pengelolaan usahatani akan
sehingga memengaruhi fungsi
menyebabkan produktivitasnya juga
optimalnya. Fragmentasi lahan berawal
rendah. Pada gilirannya usahatani yang
dari pilihan positif pemiliknya, yakni terkait
tidak dapat menjamin kebutuhan keluarga
dengan pertimbangan yang didasarkan
akan mudah ditinggalkan petani dan
atas ekspektasi manfaat ekonomis yang
lahan usahatani cenderung beralih fungsi.
dapat dipetiknya ataupun terkait dengan
upaya memperkecil risiko yang mungkin
akan dihadapinya.

21
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

Minat Generasi Muda. Semenjak wilayah kajian menjadi


Profesi petani adalah profesi yang daerah otonomi Kota Tasikmalaya,
sangat mulia, dapat menyediakan bahan orientasi pembangunan ekonomi daerah
pangan dan sandang serta perumahan tidak lagi berbasiskan pada sektor
(papan) untuk banyak orang. Namun pertanian. Generasi muda juga lebih
seiring dengan berjalannya waktu, memilih profesi di sektor industri dan jasa
ditunjang dengan terjadinya transformasi yang dianggapnya lebih menjamin
struktur perekonomian lahan pertanian kehidupan mereka dan memiliki nilai tukar
tidak lagi menjadi simbol status sosial ekonomis yang lebih tinggi. Dalam kondisi
dalam masyarakat. Dalam sudut pandang seperti ini usahatani termarginalkan.
banyak orang, terutama sudut pandang Lahan usahatani cenderung dijual,
generasi muda, profesi sebagai petani kepada pemilik modal untuk membangun
dianggap kurang bergengsi. Profesi kegiatan usaha non pertanian sementara
petani dianggap “tidak keren”. Kenyataan hasil penjualan usahatani tersebut oleh
ini berakibat pada profesi sebagai petani penjual lahan digunakan untuk modal
tidak populer dan kurang diminati usaha di sektor lain.
generasi muda. Tidak sedikit penduduk Usahatani (on farm) khususnya
yang berprofesi sebagai petani, namun usahatani padi, kurang diminati oleh
tidak mencantumkan “petani” dalam kartu penduduk yang berusia muda. Kalupun
tanda penduduknya (KTP) pada identitas pada umumnya petani masih dalam usia
pekerjaannya. produktif, namun rata-rata >40 sampai 60
Persepsi masyarakat terhadap tahun. Generasi muda lebih tertarik pada
profesi petani seperti ini, menjadikan usaha dibidang industri dan jasa,
berusahatani menjadi pilihan terahir sekalipun hanya sebagai buruh. Kondisi
sebagai sandaran penghidupan. Selain ini merupakan suatu gambaran bahwa
itu semakin banyaknya patani yang sektor pertanian belum mampu
berkeinginan beralih profesi dari petani memberikan imbalan kompensasi yang
untuk menekuni usaha dibidang lain, setara dengan sektor usaha lain atas
berdampak semakin banyak lahan sumberdaya dan tenaga kerja yang
pertanian pangan, lahan sawah dicurahkan.
khususnya yang tidak digarap dengan Faktor Ekternal
sungguh-sungguh. Lahan yang tidak Faktor ekternal yang mendorong
digarap dengan sungguh-sungguh sangat terjadinya alih fungsi lahan sawah ke
mudah untuk beralih kepemilikan dan alih penggunaan lain diantaranya laju
fungsi.

22
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

pertumbuhan penduduk; dan kebijakan menjadi jalan dan jembatan 50 hektar;


pemerintah (daerah). Fasilitas umum lainnya mencapai 26
1. Laju Pertumbuhan Penduduk hektar dan lain-lain, sehingga jumlah
Laju pertumbuhan penduduk lahan yang beralih fungsi sampai tahun
(LPP) Kota Tasikmalaya sepuluh tahun 2014 mencapai seluas 191 hektar.
terakhir mengalami kecenderungan yang Alih fungsi lahan tersebut akan
menurun. Dari LPP sebesar 1,98 persen terus berlangsung seiring dengan
pada tahun 2003, dalam lima tahun berjalannya waktu ditunjang dengan
terakhir berturut-turut menjadi 1,66 transpormasi dan laju pertumbuhan
persen tahun 2009, menjadi 0,84 persen ekonomi (LPE) daerah yang semakin
tahun 2010, menjadi 0,67 persen tahun baik. Sebagai ilustrasi, dengan asumsi:
2011 dan pada tahun 2014 menjadi 0,48  Setiap suatu keluarga rata-rata
persen. Walapun LPP mengalami membutuhkan lahan untuk
penurunan, jumlah penduduk secara membangun rumah pada lahan seluas
akumulatif, seiring dengan berjalannya 8 tumbak;
waktu akan terus bertambah.  Berdasarkan Norma Keluarga Kecil
Jumlah penduduk Kota Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
Tasikmalaya tahun 2014 adalah 654.794 setiap keluarga terdiri dari 4 orang;
jiwa, dengan asumsi LPP sepuluh tahun Berdasarkan konsiderasi tersebut
kedepan adalah konstan, sama dengan di atas dapat diproyeksikan kebutuhan
LPP tahun 2014. Maka jumlah penduduk lahan untuk perumahan setiap tahun,
Kota Tasikmalaya pada tahun 2025 akan yang berpotensi menggeser lahan
menjadi 690.209 jiwa. pertanian beralih fungsi.
Akumulasi pertambahan jumlah 2. Kebijakan Pemerintah (Daerah)
penduduk tersebut mengakibatkan Visi dan misi pembangunan Kota
semakin banyak pula sumberdaya lahan Tasikmalaya, tidak mengisyaratkan
yang dibutuhkan untuk memenuhi sektor pertanian menjadi basis atau
kebutuhan hidup, termasuk didalamnya setidaknya memiliki peran yang cukup
kebutuhan lahan untuk perumahan dan penting dalam pembangunan ekonomi.
fasilitas umum. Sektor pertanian khususnya tanaman
Berdasarkan hasil identifikasi pangan tidak menjadi prioritas. Kebijakan
lahan yang beralih fungsi menjadi lahan ini berpengaruh terhadap keberadaan
perumahan di lokasi kajian selama 8 sumberdaya lahan pertanian. Pengaruh
tahun terakhir mencapai 20 hektar; kebijakan umum pembangunan Kota
Sedangkan luas lahan yang beralih fungsi Tasikmalaya terhadap lahan pertanian

23
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

pangan dapat dilihat lebih kongkrit dalam Sedangkan pengendalian lahan


arahan rencana tata ruang. sawah yang disebabkan oleh faktor
Berdasarkan Peraturan Daerah internal dilakukan dilakukan melalui
Kota Tasikmalaya Nomor 4 Tahun 2012 pendekatan aspek sosial-ekonomi
paragraf 7 Pasal 49 ayat 2, Rencana Tata usahatani.
Ruang Wilayah (RTRW) Kota 1. Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Tasikmalaya Tahun 2011-2031, Pertanian sesuai RTRW
peruntukkan lahan pertanian pangan ini Pengendalian alih fungsi lahan berbasis
hanya meliputi area seluas 492 hektar, Rencana Tata Ruang Wilayah adalah
tersebar di 4 wilayah kecamatan, yaitu pengendalian alih fungsi lahan agar alih
Kecamatan Purbaratu, Cibeureum, fungsi yang terjadi sesuai dengan arahan
Mangkubumi dan Kawalu. Namun rencana pola ruang yang telah ditetapkan
berdasarkan hasil pengukuran ulang yang berdasarkan RTRW Kota Tasikmalaya
dinyatakan dalam Rencana Detil Tata Tahun 2011-2031.
Ruang Kota Tasikmalaya, dari luas lahan Peruntukkan lahan untuk zona
sawah 5.993 hektar, yang ditetapkan lindung 20%; perairan 1%; jalan 2% dan
sebagai Lahan Pertanian Pangan zona budidaya 77%. Lahan sawah
Berkelanjutan LP2B hanya 1.070 hektar. berdasarkan Pola Ruang berada pada
Dengan demikian alih fungsi lahan sawah zona budidaya yang meliputi proporsi
yang terjadi pada lahan-lahan usahatani area sebesar 77%. Sedangkan zona
yang ditetapkan tersebut merupakan lindung meliputi areal sampadan sungai,
suatu keniscayaan dan legal secara sempadan danau, aliran lahar,
yuridis. hutan/taman kota. Jalur hijau jalan,
Rekomendasi Pengendalian pemakaman, sempadan sutet, sempadan
Rekomendasi pengendalian alih rel kereta api dan kawasan resapan.
fungsi lahan sawah di Kota Tasikmalaya
Perairan
dapat dirinci meliputi: Pengendalian alih 1%
Jalan Zona
fungsi yang disebabkan oleh faktor 2% Lindung
20%
eksternal:
 Pengendalian penggunaan lahan agar Zona
Budiday
sesuai dengan Rencana Tata Ruang
a
Wilayah (RTRW). 77%

 Pengendalian tahapan penggunaan Sumber : Data Primer diolah, 2015


lahan.
Gambar 3. Arahan/Rencana Pola Tata
Ruang Kota Tasikmalaya

24
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

mendapat tahapan eksekusi yang


2. Pengendalian Tahapan Alih Fungsi
paling akhir dalam proses alih fungsi.
Seperti telah dibahas dalam
Sementara lahan pertanian yang
uraian sebelumnya, bahwa luas lahan
kurang produktif dapat didahulukan.
sawah eksisting di Kota Tasikmalaya
Variabel yang menjadi acuan
5.993 hektar, sedangkan yang luas lahan
pertimbangan dalam pengendalian alih
pertanian pangan yang dicanangkan
fungsi lahan ini diantaranya adalah:
menurut Rencana Tata Ruang Wilayah
a. Sistem Pengairan
hanya 1.070 hektar. Artinya sebagian
Berdasarkan sistem pengairannya
besar hamparan lahan pertanian pangan
lahan pertanian pangan dapat
yang sekarang ini berupa lahan sawah
dikelompokkan kedalam dua kategori,
status hukum peruntukkannya tidak lagi
yaitu lahan irigasi dan lahan tadah hujan.
untuk lahan sawah. Maka sudah dapat
Lahan irigasi hendaknya ditempatkan
dipastikan kurang lebih 5.501 hektar
pada urutan paling akhir dalam proses
lahan sawah, secara gradual akan beralih
alih fungsi lahan pertanian pangan
fungsi ke penggunaan lain. Prinsip
dibandingkan dengan lahan pertanian
pengendalian tahapan alih fungsi lahan
pangan yang berpengairan tadah hujan.
pertanian pangan ini pada dasarnya
b. Letak lahan pada jaringan irigasi
mengatur sedemikian rupa agar:
Berdasarkan letak lahan dalam
 Lahan pertanian pangan seluas 1.070 jaringan irigasi, lahan pertanian pangan
hektar yang berada Pada Kawasan
dapat diklasifikasi kedalam dua kategori,
Pertanian Pangan di wilayah
yaitu lahan pertanian pangan yang
Kecamatan Purbaratu, Cibeureum,
berada di bagian hulu dan lahan pertanian
mengkubumi dan Kawalu harus
pangan yang berada di bagian hilir. Lahan
dipertahankan agar tidak beralih
pertanian pangan yang terletak di bagian
fungsi. Lahan pertanian pangan pada hulu pada jaringan irigasi, ditempatkan
kawasan tersebut harus dilindungi dan
pada urutan paling akhir dalam proses
ditetapkan menjadi Lahan Pertanian
alih fungsi lahan dibandingkan dengan
Pangan Berkelanjutan (LP2B).
lahan pertanian pangan yang terletak di
 Lahan pertanian pangan diluar itu, bagian hilir. Proses alih fungsi dimulai
yang menyebar di seluruh wilayah dengan urutan lahan yang terletak di
kecamatan di Kota Tasikmalaya, bagian hilir menuju ke lahan yang berada
tahapan eksekusi alih fungsinya harus di bagian hulu.
dikendalikan.Prinsip pengendaliannya,
diatur sedemikian rupa agar lahan-
lahan pertanian pangan produktif

25
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

c. Indeks Pertanaman (IP) semakin tinggi produktivitas lahan maka


Indeks Pertanaman menunjukkan harus diupayakan agar beralih fungsi
intensitas penanaman tanaman pangan pada bagian akhir, sementara lahan
pada suatu hamparan lahan. Semakin pertanian pangan yang berproduktivitas
tinggi indeks pertanaman lahan maka rendah ditempatkan pada bagian awal.
lahan tersebut menunjukkan klasifikasi 3. Pengendalian Berbasis Kondisi
yang semakin baik. Prinsif pengendalian “Sosial Ekonomi” Usahatani
alih fungsi lahan pertanian pangan Berdasarkan pada faktor
berbasis Indeks Pertanaman adalah penyebab terjadinya alih fungsi lahan
mendahulukan lahan pertanian pangan pertanian, yang disebabkan oleh faktor-
yang memiliki IP kecil dibandingkan faktor internal. Pengendalian alih fungsi
dengan yang memiliki IP besar. lahan pertanian berbasis kondisi sosial
Berdasarkan hasil identifikasi ekonomi ini dapat dilakukan melalui
lahan pertanian pangan berkelanajutan, upaya-upaya:
Indeks pertanaman lahan pertanian  Pemeliharaan Prasarana/Sarana
pangan di Kota Tasikmalaya berkisar Lahan Usahatani
antara 1-3, yaitu lahan pertanian tadah  Mendorong terwujudnya kerjasama
hujan sampai lahan pertanian pangan kelompok
yang dapat ditanami tiga musim dalam  Pemberian insentif ekonomis
satu tahun.  Sosialisasi UUPA Nomor 5 Tahun
d. Produktivitas Lahan 1960
Produktivitas lahan adalah  Mencegah terjadinya fragmentasi
kemampuan lahan untuk menghasilkan lahan
komoditas bahan pangan per satuan luas.  Pencitraan terhadap profesi petani
Berdasarkan PP nomor 11 Tahun 2011, Disamping upaya yang bersifat
komoditas bahan pangan yang menjadi prefentif persuasif tersebut,
acuan untuk mengukur produktivitas pengendalian alih fungsi lahan pertanian
lahan ini adalah padi, jagung, ubikayu dan tersebut harus dibarengi dengan upaya
ubijalar. Karena makanan pokok seluruh penegakan hukum yang tegas. Upaya
penduduk Kota Tasikmalaya adalah pengendalian alih fungsi lahan pertanian
beras, maka dalam kajian ini yang berbasis sosial-ekonomi dimaksud dapat
dimaksud dengan produktivitas lahan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
adalah produktivitas padi. Prinsip
pengendalian alih fungsi lahan pertanian
pangan berbasis produktivitas ini,

26
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

a. Bantuan Pemeliharaan Prasarana Disamping dapat menekan biaya


dan Sarana Lahan Usahatani pengadaan sarana produksi dan
Berdasarkan hasil analisis ditinjau pemasaran, pendakatan pembinaan
dari aspek-aspek teknis, lahan pertanian usahatani melalui pendekatan kelompok
pangan di Kota Tasikmalaya pada dapat meningkatkan posisi tawar petani.
umumnya memenuhi syarat dan kriteria Petani diharapkan dapat berperan dalam
yang termuat dalam Peraturan price maker bukan sebagai price taker.
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011, untuk c. Pemberian Insentif Ekonomis
ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Untuk mereduksi kesenjangan
Pangan Berkelanjutan (LP2B). Maka oleh antara pendapatan petani dengan
sebab itu sekurang-kurangnya kebutuhannya, dapat diberikan subsidi.
pemerintah daerah dapat Pemberian subsidi dimaksudkan untuk
mempertahankan dan memelihara mengurangi pembiayaan usahatani atau
kondisi sistem pengairan dan menambah pendapatan. Maka oleh
prasarana/sarana agar tetap kondusif sebab itu pemberian insentif bagi petani
untuk melakukan kegiatan usahatani. dapat diberikan berupa:
Tidak sedikit lahan pertanian yang beralih a. Pemberian bantuan sarana produksi
fungsi karena debit air pada jaringan usahatani, berupa pupuk, pestisida
irigasi yang menjadi sumber ataupun pemberian bantuan benih .
pengairannya tidak lagi mencukupi. b. Pemberian bantuan alsintan, dengan
b. Mendorong Terwujudnya pendekatan kelompok..
Kerjasama dalam Kelompok c. Pembebasan pajak, Pajak Bumi dan
Usahatani padi pada umumnya Bangunan dengan maksud untuk
sempit, padahal usahatani yang terlalu mengurangi beban biaya yang
sempit, biaya pengadaan sarana produksi menjadi beban tahunan petani.
menjadi tinggi, disi lain akan menanggung Pemberian insentif ini diharapkan
beban marketing cost yang tinggi per akan mengurangi pengeluaran petani,
satuan produk hasil usahataninya. sehingga dapat mengalokasikan untuk
Pembinaan usahatani melalui keperluan keluarga.
pendekatan kelompok merupakan salah d. Sosialisasi UUPA Nomor 5 /60
satu solusinya. Dengan berkelompok, Kepemilikan tanah tidak lagi
biaya pengadaan sarana produksi bisa dipandang sebagai “asset” bagi
lebih ditekan, begitu pula biaya pada saat pemiliknya. “nilai ekonomi” atas tanah
akan memasarkan produk hasil usahatani harus diimbangi dengan dengan “fungsi
dapat direduksi. sosialnya”. Peraturan Dasar Pokok-pokok

27
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

Agraria, pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang- f. Pencitraan Profesi Petani
undang nomor 5 tahun 1960 merupakan Profesi petani sebagai produsen
hal yang harus disosialisasikan. Pasal 6 penghasil produk-produk hasil pertanian
bahwa semua hak atas tanah mempunyai untuk memenuhi kebutuhan primer harus
fungsi sosial. Hak atas tanah apapun mendapat apresiasi yang tinggi. Kalaupun
pada seseorang tidak dapat dibenarkan secara finansial rentabilitas usahatani
apabila tanah itu dipergunakan atau tidak pada umumnya relatif rendah
dipergunakan semata-mata untuk dibandingkan dengan rentabilitas
kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal kegiatan usaha lainnya, Profesi sebagai
itu menimbulkan kerugian bagi petani memiliki keuntungan normatif.
masyarakat. Dalam hal inipun pemberian Profesi petani sesungguhnya profesi yang
insentif atas kepemilikan lahan-lahan sangat mulia, dapat menyediakan bahan
yang difungsikan sebagai lahan pertanian pangan dan bahan sandang serta bahan
pangan berkelanjutan merupakan salah perumahan (papan) untuk kebutuhan
satu pendekatan yang bijak dan harus banyak orang.
dipikirkan lebih lanjut implementasinya. Maka oleh sebab itu disamping
e. Mereduksi Terjadinya Fragmenasi petani diberi insentif secara ekonomis,
Lahan Pertanian seperti telah diuraikan, berupa pemberian
Proses alih penguasaan atau bantuan kemudahan mendapatkan
kepemilikan lahan usahatani dari satu sarana produksi, bantuan alsintan,
generasi ke generasi berikutnya pembinaan kelompok, pemeliharaan
merupakan suatu proses alamiah dan jaringan irigasi dan lain-lain, petani juga
menjadi suatu keniscayaan. Secara harus mendapat “pengakuan”
akumulatif dalam jangka panjang proses eksistensinya dari pemerintah daerah.
tersebut menyebabkan rata-rata satuan Untuk masa yang akan datang
luas usahatani yang sudah sempit pemberian bantuan yang sasaran
menjadi semakin sempit. Sementara pengambil manfaatnya adalah petani,
usahatani yang sempit, berada dibawah maka hanya penduduk yang
skala ekonomis, tidak dapat menjadi mencantumkan profesi “petani” sebagai
tumpuan kehidupan keluarga petani. pekerjaan dalam KTP-nya.
Lahan usahatani yang tidak dapat Penyelenggaraan pameran dan even
mencukupi kehidupan keluarga, pemberian penghargaan kepada petani
cenderung menjadi usaha sampingan dikemas sedemikian rupa, tidak hanya
yang intensitas pengelolaannya rendah. bernuansa tradisional namun juga
dipapadankan dengan unsur-unsur

28
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KOTA TASIKMALAYA
Suprianto, Eri Cahrial, Hendar Nuryaman

modern. Dengan memadukan unsur- Pengendalian alih fungsi yang


unsur modern diharapkan profesi petani disebabkan oleh faktor internal dilakukan
tidak lagi dipandang “kolot” namun dapat melalui pendekatan aspek teknis, aspek
bernuasa modern yang dianggapnya sosial, dan aspek ekonomi usahatani.
“keren” sehingga dapat menarik minat Variabel yang menjadi acuan dalam
generasi muda untuk berperanserta pengendalian teknis alih fungsi lahan ini
dalam dibidang pertanian. diantaranya: a. Sistem Pengairan ; b.
KESIMPULAN Letak lahan pada jaringan irigasi; c.
Luas wilayah Kota Tasikmalaya Indeks Pertanaman (IP); d. Produktivitas
berdasarkan UU/10/2010 adalah Lahan.
17.256,20 hektar. Seluas 12.519 Ha, Pengendalian alih fungsi lahan
diantaranya adalah lahan pertanian, yang pertanian berbasis kondisi sosial dapat
terbagi kedalam dua kategori, yaitu: lahan dilakukan melalui upaya: Pemeliharaan
sawah 5.993 Ha dan lahan bukan sawah Prasarana/Sarana Lahan Usahatani;
6.526 hektar. Berdasarkan sistem Mendorong terwujudnya kerjasama
pengairannnya lahan sawah terdiri dari kelompok; Pemberian insentif ekonomis;
lahan sawah irigasi 5.055 Ha dan sawah Sosialisasi UUPA Nomor 5 Tahun 1960;
tadah hujan 938 Ha. Mencegah terjadinya fragmentasi lahan ;
Berdasarkan sistem Pencitraan terhadap profesi petani;
pengairannnya lahan sawah terdiri dari Pengendalian alih fungsi lahan pertanian
lahan sawah irigasi 5.055 hektar dan yang disebabkan oleh faktor eksternal
sawah tadah hujan 938 hektar. Selama yang dalam hal ini terdiri dari:
periode delapan tahun terakhir terjadi alih Pengendalian penggunaan lahan agar
fungsi lahan sawah seluas 222 Ha. sesuai dengan RTRW; Pengendalian
Faktor-faktor yang mempengaruhi tahapan penggunaan lahan.
alih fungsi lahan pertanian dapat dibagi
kedalam dua kategori, yaitu: yaitu faktor DAFTAR PUSTAKA
internal dan faktor ekternal. Faktor Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya,
2015. Kota Tasikmalaya Dalam
internal meliputi Faktor Teknis; Faktor
Angka. Tasikmalaya.
Ekonomis dan Faktor sosial. Sementara
Entang Sastraatmaja. 2014. Ketahanan
faktor ekternal yang mempenagruhi alih
dan Kedaulatan Pangan Daerah.
fungsi lahan pertanian diantaranya adalah (Makalah Rakor Pangan
Kabupaten Tasikmalaya).
laju pertumbuhan penduduk, kebijakan
pembangunan pemerintah (daerah) dan Eddy Ruchiyat (1983). Pelaksana Land
reform dan jual gadai tanah.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Armico, Bandung.

29
Jurnal AGRISTAN
Volume 1, Nomor 1, Mei 2019

Koentjaraningrat, 1989. Metode-Metode Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009


Penelitian Masyarakat. Gramedia. tentang Perlindungan Lahan
Jakarta. Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik
Tarlan. 2005. Hubungan Luas Dan Status Indonesia Tahun 2009 Nomor 149,
Penguasaan Lahan Dengan Tambahan Lembaran Negara
Pelaksanaan Penghijauan. Di Republik Indonesia Nomor 5068);
Kabupaten Tasikmalaya.

30

Anda mungkin juga menyukai