Anda di halaman 1dari 42

KEBERLANJUTAN SUBAK

Oleh : Team Subak

PS. Agroekoteknologi Fakultas Pertanian


Universitas Udayana
SUBAK
• subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki
karakteristik sosio–agraris–religius, yang merupakan
perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah
(Perda Provinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972 )
• Satu keistimewaan dari sistem subak adalah bahwa
pengelolaan subak berazaskan pada konsep Tri Hita Karana
(THK).
• Dengan memakai azas Tri Hita Karana (THK) maka subak dapat
mengelola irigasi dan juga lahan pertanian se­cara harmonis
sehingga sistem subak dapat bertahan selama berabad-­abad.
• Subak tidak hanya sekedar sebuah lembaga di­ bidang pertanian,
tetapi juga merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Bali
mengenai manusia dan hubungannya dengan lingkungan.
Ciri-ciri Subak (Sutawan, 2008)
1.mempunyai batas–batas yang jelas dan pasti menurut wilayah hidrologis
bukan wilayah administrasi desa;
2.lembaga irigasi yang bersifat formal;
3.ritual keagamaan merupakan bagian yang tak terpisah­kan dari manajemen
irigasi subak;
4.subak mempunyai hak otonomi dalam mengurus rumah tangganya sendiri;
5.subak mempunyai satu atau lebih sumber air bersama dan satu atau lebih
pura bedugul bersama;
6.Tiap anggota subak memi­liki ”one inlet” dan ”one outlet”­nya masing2;
7.aktivitas2 subak dilandasi semangat gotong royong atau tolong-menolong,
saling mempercayai dan menghargai berazaskan kebersamaan dan
kekeluargaan; dan
8.pengambilan keputusan dalam pengelolaan sistem irigasi subak
berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan, transparasi, dan akuntabilitas.
Model sistem subak
Kondisi Subak Saat Ini (Existing Condition)
• Menyusutnya lahan dan jumlah, contoh di Kota Denpasar, 4
subak punah dalam kurun waktu 10 tahun, luas lahan produktif
berkurang sekitar 50,35 % dari semula 5.753,43 hektar tahun
1993 menjadi tersisa 2.856 hektar tahun 2003. Hal ini berarti,
hanya dalam 10 tahun, 2.898 hektar sawah di Kota Denpasar
telah beralih fungsi ke sektor non pertanian.
• tantangan/ancaman bagi eksistensi subak secara langsung atau
tidak langsung disebabkan karena perkembangan pariwisata di
Bali. (Sutawan, 2005).
• terdapat 1.546 organisasi subak yang tersebar di delapan
kabupaten dan satu kota di Bali (Anonim, 2008), cenderung
menunjukkan penyusutan
Jumlah subak di Provinsi Bali

Sumber : Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, 2008.


PERKEMBANGAN LUAS SUBAK, JUMLAH
PENDUDUK DAN WISATAWAN
90000
81482 81235 81165

80000

70000

60000

50000 luas subak


40500 Jml. Penduduk
40000 33700 34100 Jm. Wisatawan
32800
27200 26400
30000

20000

10000

0
Th. 2007 Th. 2008 Th. 2013

Catatan : Jml. Penduduk dan Wisatawan dalam (000)


Faktor Pendorong Penyusutan Subak
1. minat generasi muda menjadi petani semakin
menurun karena prospek kesempatan kerja
di bidang pariwisata/lain lebih menjanjikan
daripada menjadi petani;
2. berkurangnya lahan sawah akibat alih fungsi
lahan (rata2750 ha/tahun; dan
3. terdapat kepentingan lain terhadap air di luar
sektor pertanian (Sutawan, 2005).
SUBAK PERLU DILESTARIKAN
• Kearifan relegius
• Kearifan Kultural
• Kearifan ekologis
• Kearifan Konstitusional
• Kearifan Ekonomis
• Kearifan Hukum
• Kearifan Teknologis
• Kearifan Keamanan
• diperlukan beberapa alternatif solusi sebagai upaya
pelestarian keberlanjutan subak dengan
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki,
meminimalkan kelemahan dan melihat peluang­
peluang yang ada, untuk menjawab tantangan yang
dihadapi oleh subak (Sutawan, 2005).
• Dengan terjadinya fenomena tersebut, tidak
menutup kemungkinan bahwa di masa datang subak
juga perlu mengembangkan dirinya menjadi
organisasi yang berorientasi ekonomi selain
melakukan fungsi pokoknya sebagai pengelola air
irigasi, tanpa harus mengorbankan corak sosio­
religiusnya.
Kekuatan (strengths).
• Aktivitas2 subak dilandasi semangat gotong royong atau tolong–
menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan
kebersamaan dan kekeluargaan serta keramahtamahan
masyarakat,berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan, transparasi, dan
akuntabilitas yang berlandaskan filosofis Tri Hita Karana, misalnya ritual
subak sebagai unsur pemersatu para anggota subak;
• Lembaga subak bersifat otonom dalam mengelola keuangan subak dan
organisasi yang relatif mantap seperti adanya struktur yang jelas,
kepengurusan yang jelas wewenang dan tanggung jawabnya dan
mempunyai peraturan­(awig2) subak baik tertulis maupun tidak tertulis
disertai sanksi­2 terhadap pelanggarannya. Susunan atau struktur
organisasi subak sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya
di Bali. Hal ini karena sejarah perkembangan subak tidaklah sama dan
subak sebagai suatu sistem irigasi bersifat location specific atau
dipengaruhi oleh desa, kala, patra (tempat, waktu, dan keadaan);
• Subak memiliki batas wilayah yang jelas dan berdasarkan prinsip
hidrologis, dengan sistem suplesi dan drainase one inlet & one outlet
system dimana pembagian air berdasarkan prinsip keadilan, sistem saling
pinjam air, kegiatan operasional dan perawatan jaringan. Teknologi yang
ada dalam konsep one inlet & one outlet system diantaranya adalah
bahwa petani dapat mangadakan diversifikasi tanaman tanpa ada
konflik dalam pengelolaan air irigasi. Pada sistem subak, terdapat pula
kegiatan operasional dan perawatan jaringan irigasi.
• Relatif banyak angota subak yang melakukan diversifikasi tanaman dan
memanfaatkan sisa massa tanaman sebagai pupuk organik dan atau
mulsa;
• Masih ada subak yang belum mengalami alih fungsi lahan dimana
pemandangan alam di kawasan subak yang sangat lapang dan indah
serta kondisi udara yang segar (sejuk);
• Pada dasarnya anggota subak terbuka terhadap perubahan, terutama
jika inovasi yang ditawarkan tersebut secara ekonomi menguntungkan,
secara teknis dapat dilaksanakan, dan secara sosial budaya dapat
diterima, ada kecenderungan kegiatan subak ke bidang yang bersifat
ekonomis.
Kelemahan (Weaknesses).
• Kemampuan sumberdaya manusia (SDM) anggota subak belum memadai,
yang tercermin dari tingkat pendidikan anggota subak yang relatif rendah
dan juga masih terdapat subak yang belum memiliki awig-awig tertulis,
serta belum dimilikinya status badan hukum oleh sebagian besar subak di
Bali.
• Jalan subak masih berupa jalan setapak yang memanfaatkan tanggul saluran
maupun pematang sawah sehingga mudah longsor serta saluran air masih
berupa saluran tanah yang mudah longsor dan bocor; dan
• Sempitnya luas garapan petani anggota subak dan banyak yang berstatus
sebagai penyakap serta kurangnya pemilikan modal dan terbatasnya
akses perkreditan yang dimiliki petani/subak, dimana kemampuan
managerial dan wirausaha di kalangan petani masih terbatas;
• terbatasnya kemampuan petani di bidang teknologi budidaya non padi mulai
dari proses produksi sampai pengolahan pasca panen dan kurangnya
pengetahuan dan penguasaan teknologi dalam bidang pelestarian
sumberdaya alam khususnya sumberdaya air.
Peluang (Opportunities).
• Bali sebagai salah satu tujuan wisata dunia dan perkembangan
pariwisata dunia ke arah pariwisata berwawasan lingkungan yang
diikuti dengan adanya minat wisatawan untuk mengujungi obyek
wisata natural (ODTW alam);
• Kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam visi Dinas
Pariwisata Provinsi Bali yaitu terwujudnya pariwisata budaya
yang berkualitas, berkelanjutan dan mempunyai daya saing
berdasarkan Tri Hita Karana, berbasis kerakyatan; di samping itu,
ada bantuan dana dari pemerintah,
• Terdapat biro perjalanan wisata yang bisa diajak kerja sama, yang
didukung dengan lokasi subak yang dekat dari daerah pariwisata
yang berkembang dan atau dari pusat pemerintahan; dan
• Perkembangan wisata pada daerah yang dekat dengan subak dan
jarak dari pusat pemerintahan yang terjangkau.
Ancaman (Threats).
• Adanya intervensi dari pihak eksternal, seperti terjadi
perebutan penggunaan sumber air untuk PDAM, wisata,
dan lain­lain, serta subak tidak mampu untuk melawan
intervensi yang datang dari pihak eksternal tersebut.
• Terjadinya alih fungsi lahan pertanian subak menjadi lahan
non pertanian pada beberapa subak. Kondisi ini
menyebabkan lahan subak semakin lama semakin
berkurang, di samping juga dapat mengganggu operasional
subak karena alih fungsi lahan tersebut dapat
mengakibatkan terganggunya sistem distribusi air di subak;
• Kerusakan lingkungan khususnya pencemaran sum­ berdaya
air dan semakin terbatasnya ketersediaan air relatif
terhadap kebutuhan.
Strategi SO
• Pada subak yang belum mengalami alih fungsi lahan dengan
pemandangan alam di kawasan subak yang sangat lapang dan indah
serta kondisi udara yang segar (sejuk) dapat dikembangkan sebagai
kawasan wisata
• Pengelolaan kawasan wisata oleh subak sebagai sebuah lembaga
yang otonom dan transparan sebagai pengejawantahan pariwisata
berbasis kerakyatan dengan bekerjasama dengan biro perjalanan wisata
• Aktivitas–aktivitas subak, filosofi subak, dan ritual subak dapat sebagai
atraksi dan daya tarik wisata
• Bekerja sama dengan biro perjalanan wisata dalam pengembangan
wisata
• Menciptakan kegiatan yang berkaitan dengan agroekowisata yang
memberikan keuntungan ekonomis bagi anggota subak (multiflier
effect)
Strategi WO
• Perlu peningkatan kemampuan SDM dalam akses
perkreditan, kemampuan petani di bidang teknologi,
kemampuan managerial dan wirausaha, penguasaan
petani atas informasi pasar, dan pengetahuan dan
penguasaan teknologi dalam bidang pelestarian
sumberdaya alam khu­susnya sumberdaya air.
• Perbaikan sarana dan prasarana untuk kenyamanan
wisatawan dalam pengembangan agroekowisata (ODTW
alam)
• Pembinaan dari instansi terkait untuk peningkatan SDM
dan sarana prasarana
Strategi ST
• Dengan dilandasi semangat gotong royong atau tolong–
menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan
kebersamaan dan kekeluargaan sebagai dasar organisasi
yang kuat untuk mengahadapi liber­alisasi perdagangan
(termasuk hasil­hasil pertanian);
• Pengembangan pertanian organik sehingga dapat
mengurangi kerusakan lingkungan khususnya pence­ maran
air
• Diperlukan adanya suatu aturan dalam peraturan­
peraturan subak (awig-­awig) tentang pelarangan alih fungsi
lahan
Strategi WT
• Dibentuk suatu pengakuan badan hukum atas subak,
sehingga subak mempunyai kekuatan untuk
mengahadapi intervensi pihak eksternal dan terbatasnya
ketersediaan air terhadap kebutuhan serta pencemaran
sumberdaya air (tp subak sekarang tidak ada badan
hukum)
• Subak mengorganisir anggota dalam pengadaan sarana
produksi dan pemasaran hasil­hasil pertanian
• Dengan peningkatan kemampuan SDM dan status badan
hukum pada subak, diharapkan minat masyarakat
(terutama kaum muda) untuk bekerja di sektor pertanian
Agroekowisata Sebagai Strategi
Keberlanjutan Subak
• Saat ini sedang ada berbagai usaha untuk mendorong subak untuk bergerak dalam bidang
ekonomi, agar subak dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi anggota­nya.
• subak diharapkan menjadi sistem organisasi yang kuat untuk dapat mengangkat kehidupan
ekonomi anggotanya.
• Sebagai sebuah sistem yang berwatak sosio­kultural, subak telah berkembang dan mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan sosio­kultural masyarakat sekitarnya.
• subak tidak hanya berkutat pada masalah pengairan, fungsi sosial, dan religius namun mampu
memberikan manfaat ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
• Aktivitas–aktivitas subak, filosofi subak, dan ritual subak dapat sebagai atraksi dan daya tarik
wisata. Pada subak yang belum mengalami alih fungsi lahan dengan pemandangan alam di
kawasan subak yang sangat lapang dan indah serta kondisi udara yang segar (sejuk) dapat
dikembangkan sebagai kawasan agroekowisata
• Hal ini sejalan dengan perkembangan pariwisata dunia yang mengarah ke pariwisata alternatif
yang berwawasan lingkungan dan adanya kecenderungan minat wisatawan untuk
mengunjungi obyek wisata yang bersifat natural (alamiah).
• Dengan demikian aktivitas pariwisata dapat diambil manfaatnya, dan kondisi alam yang natural
dapat dilestarikan, serta produksi pertanian (yang merupakan mata pencaharian pokok
masyarakat) mampu diserap pasar. Berkait dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan
agroekowisata dapat dipilih sebagai suatu strategi untuk menjaga keberlanjutan sistem subak di
Bali.
• Subak memiliki kearifan lokal yang telah diwarisi masyarakat secara turun­temurun,
antara lain memiliki sifat dasar sosio­kultural maupun sosio­religius yang unik dan unggul.
• Agroekowisata yang dikembangkan disini merupakan perpaduan antara agrowisata dan
ekowisata. Pengembangan agroekowisata berbasis sistem subak di Bali diharapkan dapat
memperkuat sistem subak di tengah pesatnya perkembangan pariwisata Bali.
• Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena
usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat
menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini.
• Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam,
melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar
lokasi wisata.
• agrowisata merupakan salah satu produk wisata alternatif yang sudah saatnya
dikembangkan secara optimal, mengingat kecenderungan wisatawan yang mulai tertarik
menyaksikan dan menikmati alam pedesaan dan kawasan pertanian yang memiliki daya
tarik yang bersifat alami.
• Agrowisata juga merupakan suatu kegiatan yang secara sadar ingin menempatkan sektor
primer (pertanian) di kawasan sektor tersier (pariwisata), agar perkembangan sektor
primer itu dapat lebih dipercepat, dan petani mendapat­kan peningkatan pendapatan dari
kegiatan pariwisata yang memanfaatkan sektor pertanian tersebut.
• Agrowisata dapat lebih mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
bekerja di sektor primer, atau sektor primer (pertanian) tidak semakin terpinggirkan
dengan perkembangan kegiatan di sektor pariwisata.
• Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya
menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pengetahuan, fisik dan atau psikologis
wisatawan. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi
menjual filosofi.
• Dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata
mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan.
• Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan
pelestarian dibanding pemanfaatan.
• Pendekatan lainnya adalah pendekatan pada
keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu
mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraannya.
UPAYA PEMBERDAYAAN SUBAK DALAM MENDUKUNG
KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

• Pelestarian subak penting untuk keberlanjutan subak dan


pemanfaatan sumberdaya air di Bali yang berlandaskan THK sebagai
institusi adat pendayaguna air.
• Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan masyarakat,
dan berkembangnya sektor-sektor lain di luar sektor pertanian
menyebabkan kebutuhan air semakin meningkat, baik secara
kuantitas maupun kualitas.
• Hal ini berarti persaingan terhadap keperluan sumber daya air
semakin ketat dimana irigasi sangat penting peranannya bagi sektor
pertanian untuk menyediakan bahan pangan bagi penduduk maka (1)
sistem irigasi harus responsif terhadap kepentingan petani, (2) penawaran
dan permintaan terhadap air harus dapat dipertemukan sedekat mungkin,
(3) kehilangan air harus diminimalkan, (4) pola tanam harus mampu
merespon perubahan tingkah laku masyarakat.
• Keseimbangan air beberapa satuan wilayah
sungai di Bali untuk irigasi sudah ada yang minus
(Norken dkk, 1997),
• Neraca ketersediaan air tanah dan mata air
dengan kebutuhan air non irigasi (domestik dan
non domestik) di Bali pada tahun 1997
keseimbangannya telah minus yakni sebesar –
478.575 juta m3, dan tahun 2007 mencapai
-1.151.758 juta m3.
• Hal ini mengindikasikan bahwa kelestarian
sumberdaya air di Bali sudah mulai terancam.
• Untuk itu diperlukan penataan kembali sistem fisik
maupun sistem manajemen pada organisasi subak.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mewujudkan subak yang lestari dan tangguh
1. Membatasi alih fungsi lahan, dapat dicapai antara lain
dengan cara :
(1) perencanaan tata ruang dan penggunaan tanah yang
cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan
air;
(2) pembuatan peraturan yang melarang penggunaan
sawah untuk usaha non pertanian pada tempat-
tempat yang sudah jelas ditetapkan sebagai tempat
konservasi sawah dengan penegakan hukum yang ketat;
(3) bebas pajak bagi petani anggota subak dan insentif
lainnya untuk mendorong para petani tidak
mengalihfungsikan sawahnya.
2. Mengurangi kesenjangan ekonomi antara daerah pedesaan dan
perkotaan atau antara petani dan non petani. Hal ini dapat dicapai
melalui :
(1)kebijakan pemerintah di bidang pertanian seperti kebijakan
harga dan kebijakan perdagangan komoditi pertanian yang
berpihak kepada petani yang menjamin peningkatan kesejahteraan
keluarga petani;
(2)pembangunan industri pedesaan yang berbasis pertanian guna
meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan penduduk desa;

(3)perbaikan dan peningkatan prasarana di pedesaan seperti


transportasi dan komunikasi, pelayanan kesehatan, pendidikan,
perkreditan pedesaan, dan lain- lain. Hal ini akan mengurangi niat
generasi muda desa untuk bermigrasi ke kota dan mendorong
untuk betah tinggal di desanya sebagai petani ataupun pekerjaan
lain yang tersedia di desa.
3.Memperkuat/memberdayakan kelembagaan subak, melalui pendekatan-
pendekatan berikut:
(1)
peningkatan penyediaan pelayanan pendukung (support service) seperti
kredit usahatani yang mudah diakses petani tanpa prosedur yang berbelit-
belit, informasi pasar, penyuluhan pertanian;
(2)
pelatihan dan pendidikan khususnya bagipara pimpinan subak dalam
berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, pembuk
uan/manajemen keuangan, kepemimpinan, kewiraswastaan, perkoperasia;

(3)
memfasilitasi pengembangan subak menjadi lembaga irigasi berorientasi
agribisnis, agrowisata, dan ekowisata guna meningkatkan
kemampuan finansialnya tanpa melalaikan tugas-tugas pokoknya sebagai
pengelola air irigasi yang bercorak sosio-religius;
(4)
bantuan pemerintah bagi subak yang benar- benar butuh perbaikan jaringan
irigasi yang rusak berat karena tidak dapat ditangani sendiri berdasarkan
pendekatan partisipatoris;
(5)
pengakuan subak sebagai badan hukum agar bisa melakukan transaksi
ekonomi dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (PERDA).
SUBAK SEBAGAI DESTINASI WISATA
• perkembangan pariwisata di Bali telah
merubah fungsi sawah tradisional menjadi
akomodasi pariwisata.
• Pariwisata membawa dampak negatif bagi
lingkungan, sosial dan budaya masyarakat.
• Di sisi lain pariwisata membawa peningkatan
ekonomi yang pada akhirnya juga merubah
sikap tradisional masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut maka terdapat beberapa jenis
pengembangan pariwisata, antara lain:

1) Pengembangan pariwisata secara keseluruhan dengan tujuan baru,


yaitu membangun atraksi wisata pada situs yang sebelumnya tidak
digunakan sebagai atraksi. Tujuan baru tersebut seperti; membangun
atraksi wisata pertanian pada situs yang sebelumnya telah digunakan
sebagai atraksi wisata.
2) Pengembangan baru secara keseluruhan, pada atraksi yang baru
dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan membuat
atraksi tersebut mencapai pangsa pasar baru yang lebih luas.
3) Pengembangan baru pada keberadaan atraksi bertujuan meningkatkan
fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran
sekunder oleh pengunjung.
4) Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dimana kegiatan
tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.
Sunaryo (2013:159) pengembangan pariwisata harus
mencakup komponen-komponen utama sebagai berikut:

1. Objek dan daya tarik (attraction) yang mencakup daya tarik yang biasa berbasis
utama pada kekayaan alam, budaya, maupun buatan/artificial, seperti event atau
yang sering disebut sebagai minat khusus (special interest).
2. Aksesibilitas (accessibility), yang mencakup dukungan sistem transportasi yang
meliputi: rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan,
moda transportasi lain.
3. Amenitas (amenities), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung
wisata yang meliputi: akomodasi, rumah makan (food and beverage), retail, toko
cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata,
dan fasilitas kenyamanan lainnya.
4. Fasilitas pendukung (ancillary service), yaitu ketersediaan fasilitas pendukung
yang digunakan oleh wisatawan, seperti bank, rumah sakit, dan sebagainya.
5. Kelembagaan (institution), yaitu keterkaitan dengan keberadaan dan peran
masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata
termasuk masyarakat setempat sebagai tuan rumah (host).
• Pengembangan pariwisata dalam suatu
destinasi wisata dengan memperhatikan
komponen-komponen diatas, harus dipahami
secara holistik sebagai suatu keterkaitan antar
objek dan daya tarik beserta unsur-unsur
pendukungnya seperti: aksesibilitas, amenitas,
masyarakat setempat dan unsur-unsur
penunjang lainnya yang bekerja secara sinergis
dalam satu kesatuan sistem yang saling
menunjang dan melengkapi.
Konsep dalam proses Pengembangan
Agrowisata
• Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa hakekat dari agrowisata adalah kegiatan
yang mengkaitkan dan memanfaatkan kegiatan pertanian untuk kegiatan pariwisata
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pada saat ini
pandangan tentang pertanian tampaknya dilihat dari dua kutub yang berbeda.
• Saragih (2001) melihat sektor pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis (agribisnis), dan
Mubyarto (l975 dan 2002) memandang kegiatan sektor pertanian sebagai way of life
dari masyarakat. Hal ini bermakna bahwa meskipun kegiatan di sektor pertanian harus
dipandang sebagai kegiatan bisnis, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan di
sektor pertanian pada dasarnya masih merupakan bagian dari budaya dari kehidupan
masyarakat setempat.
• Karenanya, bahasan-bahasan tentang sektor pertanian dalam konteks apapun
(termasuk dalam konteks pariwisata, dalam rangka pengembangan agrowisata) haruslah
masih dipandang pertanian itu sebagai bagian dari budaya masyarakat. Selanjutnya,
kalau berbicara tentang budaya/kebudayaan sebagai suatu sistem, maka bahasan itu
haruslah meliputi aspek konsep/pola-pikir, aspek sosial, dan aspek artefak/kebendaan
(Koentjaraningrat, 1993).
Hubungan antara Pertanian dengan Pariwisata (Pitana, 2003)
Aspek Konsep/ Pola pikir
• Ada kesadaran dari masyarakat setempat tentang potensi
yang dimiliki dalam rangka pengembangan agrowisata.
Bahwa memang ada sesuatu yang khas, yang diperkirakan
dapat menarik bagi kalangan wisatawan.
• Ada kehendak dari masyarakat setempat bahwa potensi itu
harus dikembangkan.
• Ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk
menerima intervensi dari pihak luar (lembaga indipenden)
dalam rangka pengembangan potensi itu.
• Ada inisiatif dari pihak luar (lembaga indipenden) untuk
mendorong masyarakat setempat untuk mengembangan
potensinya, dalam rangka konsep keberlanjutan.
• Ada kesepakatan dengan masyarakat di sekitarnya yang
terkait/tersentuh dalam pengembangan potensi tersebut,
untuk mengembangkan potensi agrowisata itu, khususnya
yang berkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing.
• Ada kesepakatan antara masyarakat setempat dengan pihak
komponen kepariwisataan (biro perjalanan) bahwa potensi
agrowisata itu memang relevan untuk dikembangkan.
• Ada kesepakatan dengan pemerintah setempat untuk
membantu pengembangan potensi agrowisata tersebut.
• Ada kesepakatan dengan semua stakeholder tentang visi dari
pengembangan agrowisata di kawasan tersebut.
• Secara tradisional, kawasan itu memang sudah menarik bagi
masyarakat setempat, dan kalangan wisatawan-nusantara.
Aspek Sosial
• Ada kesepakatan dari masyarakat untuk memberikan
pengorbanan terhadap lahan yang dimiliki dalam rangka penataan
kawasan agrowisata tersebut.
• Ada kesepakatan tentang proporsi pembagian pendapatan yang
diterima dari kegiatan agrowisata. Baik pembagian pendapatan di
kalangan internal kawasan, maupun dengan kawasan di sekitarnya
yang terkait.
• Ada kesepakatan tentang siapa pengelola kegiatan agrowisata itu,
dan bagaimana strukturnya.
• Ada kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara pihak
biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata.
• Ada kesepakatan bahwa masyarakat tidak menggantungkan
hidupnya hanya dari kedatangan para wisatawan. Untuk itu
mereka harus berusaha meningkakan nilaitambah komoditas yang
dihasilkan di kawasan itu.
• Ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam proses peningkatan
nilai tambah komoditas yang dihasilkan, dan dalam pengelolaan
agrowisata.
• Mempersiapkan berbagai paket kegiatan di kawasan agrowisata
itu, dan menyepakati biaya yang harus dibayar oleh wisatawan.
• Mempersiapkan awig-awig (aturan tertulis) tentang apa-apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan/dibangun di kawasan agrowisata
tersebut.
• Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu menjadi
pemandu-wisata di kawasan agrowisata itu.
• Melakukan penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemda setempat
agar masyarakat biasa memperlakukan wisatawan dengan sikap
yang sopan.
• Melakukan studi-banding ke kawasan lain yang kegiatan
agrowisatanya sudah operasional.
Artefak/kebendaan
• Memperbaiki prasarana (jalan, tempat berteduh bagi
kalangan wisatawan, lokasi bagi wisatawan untuk menikmati
pemandangan alam, toilet, dll.).
• Menyiapkan lokasi kawasan parkir.
• Mempersiapkan peta/sketsa untuk setiap paket-perjalanan di
kawasan tersebut.
• Mempersiapkan rumah-rumah penduduk sebagai tempat
penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam.
• Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu
membuat cendramata yang khas dari kawasan itu.
• Mempersiapkan lokasi untuk menjual cendramata bagi
wisatawan.
Prinsip Agrowisata
1. memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian,
hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:
a) subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perikanan, dan peternakan ;
b) subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industry pengolahan,
kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor;
c) subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung
kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro,
misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan,
perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi, dan infrastruktur;
2. adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan
wisata dengan keterkaitan dan kebergantungan yang cukup tinggi, antara lain
kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan
sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor pertanian;
3. adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro
dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai
kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan .
Pengelolaan Agrowisata

• pengelolaan objek yang ditawarkan, pengelola harus mengerti apa


yang ditonjolkan serta kekhasan objek;
• pengelolaan pengunjung; meliputi konsep menarik pengunjung dan
tata tertib bagi pengunjung
• pengelolaan fasilitas pendukung. kelengkapan kebutuhan prasarana
dan sarana memberikan kemudahan bagi wisatawan;
• keamanan, bertujuan untuk melindungi objek dan fasilitas serta
keselamatan pengunjung;
• pengelolaan kelembagaan, dimana tiga komponen yang
menentukan dalam pengembangan usaha agrowista adalah
pemerintah (memberikan pembinaan dan penyuluhan yang dapat
mendorong pengembangan objek agrowisata), pengusaha (lembaga
pengelola objek wisata lebih lanjut), serta pihak pelaksana
profesional untuk menangani masalah teknis di lapang.
Pengelolaan agrowisata Subak harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang
menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber
daya alam ataupun kultur budaya masyarakat;
• nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan
dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya;
• partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya;
• dorongan meningkatkan upaya konservasi.
• Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang
digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta
penyedia akomodasi dan makanan.
• Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya
melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar,
memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/fasilitas
kepada pihak yang membantu melindungi lingkungan.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai