KEPERAWATAN GERONTIK
LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN Tn. B
“LANSIA DENGAN HIPERTENSI”
Oleh:
Putri Nunung Mayah
KP.12.19.005
2. Perubahan Mental
Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat berupa
sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah pelit atau tampak
akan sesuatu. Faktor yang memengaruhi perubahan mental antara lain
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan
lingkungan (Nugroho, 2008).
3. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial meliputi pensiun yang merupakan
produktivitas dan indentitas yang dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara
hidup, ekonomi akibat dari pemberhentian dari jabatan dan penyakit kronis.
(Surti et al., 2017)
5. Tipe-tipe Lansia
Tipe-Tipe Lansia Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Maryam, 2008) tipe tersebut di jabarkan sebagai berikut :
a. Tipe lansia bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
d. Tipe masrah
Menerima dan menunggu nasib baik,, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
B. TINJAUAN KASUS
1. Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah
tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih
Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan
peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung
bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan
kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan
penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica N Ejournal keperawatan volume 4
nomor 1, Mei 2016)
2. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi
sering dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan
diabetes militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
a. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui
dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara
riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita
penyakit ini. Selain itu juga para pakar menunjukan stres sebagai
tertuduh utama, dan faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
lain yang dapat dimasukkan dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah
lingkungan, kelainan metabolisme, intra seluler, dan faktor-faktor ynag
meningkatkan resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol,
dan kelainan darah.
b. Hipertensi Renal atau Hipertensi Sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah
diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal,
penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus
yang sering terjadi adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur
akan memperburuk resiko hipertensi tetapi bukan faktor penyebab
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare,
2008).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1977).
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti:
a. Pendarahan, eksudat (kumpulan cairan)
b. Penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat
c. Edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai betahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patofisiologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan unrinasi pada
malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara
pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagaikan besar gejala
klinis timbul:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
(Wijaya and Putri 2013)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
- Hb/ Ht : untuk mengkaji hubungan dari selsel terhadap volume cairan
dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti : hipokoagulabilitas,
anemia
- BUN / Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
- Glucosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran ketokolamin
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal da
nada DM
b. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
d. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,
perbaikan ginjal
e. Photo dada : Menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung (Nurarif and Kusuma 2015).
8. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.
1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
- Penurunan asupan etanol
- Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan
dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam
zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perminggu.
c. Edukasi
Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi (larandang et al., 2019):
- Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan
psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
- Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-
otot dalam tubuh menjadi rileks
- Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
C. TINJAUAN ASKEP
Menurut (Putra, 2019) asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi
meliputi:
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain: kegemukan,
riwayat keluarga positif, peningkatan kadar lipid serum, merokok sigaret
berat, penyakit ginjal, terapi hormon kronis, gagal jantung, kehamilan.
b. Aktivitas/ Istirahat, gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
c. Sirkulasi, gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. Tanda:
kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/ bertunda.
d. Integritas Ego, gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
e. Eliminasi, gejala: gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
f. Makanan/cairan, gejala: makanan yang disukai yang mencakup makanan
tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir-akhir ini (meningkat/turun) dan riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
g. Neurosensori, gejala: keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit
kepala, sub oksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontan setelah beberapa jam), gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis). Tanda: status mental, perubahan
keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir, penurunan
kekuatan genggaman tangan.
h. Nyeri/ketidak nyamanan, gejala: angina (penyakit arteri koroner/keter
lambatan jantung), sakit kepala.
i. Pernafasan, gejala: dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok. Tanda: distres
j. pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan.
(krakties/mengi), sianosis.
k. Keamanan, gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2. Diagnosa
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/ringiditas ventrikulr, iskemia
miokard.
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidak seimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Nyeri
d. Ketidak seimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan
berlebihan.
3. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1 Resiko tinggi Tujuan dan kriteri
terhadap penurunan hasil
curah jantung b.d Noc: Nic
peningkatan - Cardiac pump Cardiac Care
afterload, rffectiveness - Evaluasi adanya
vasokonstriksi, - Circulation status nyeri dada
hipertrofi/rigiditas - Vital sign status (intensitas, lokasi,
ventrikuler, iskemia durasi)
miokard Kriteria hasil - Catat adanya
- Tanda vital dalam disritmia jantung
rentang normal - Catat adanya tanda
(tekanan darah, dan gejala
Nadi, Reprasi) penurunan cardiac
- Dapat putput
mentoleransi - Monitor status
aktivitas, tidak ada kardiovaskuler
kelelahan - Monitor status
- Tidak ada edama pernafasan yang
paru, perifer dan menandakan gagal
tidak ada asites jantung - Monitor
- Tidak ada abdomen sebagai
penurunan indicator
kesadaran penurunan perfusi
- Monitor balance
cairan
- Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
- Monitor respon
pasien terhadap
efek pengobatan
antiaritmia
- Atur periode
latihan dan
istirahat untuk
menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi
activitas pasien
- Monitor adanya
dyspneu,
- fatigue,
- tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress
4. Implementasi
Implementasi/pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama klien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
Selain itu, dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, serta teknikal
yang dilakukan dengan cermat dan efisiensi pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternative dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai, yaitu sebagai berikut:
a. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan pada tujuan.
b. Tercapai sebagian : klien menunjukkan perilaku tetapi yidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai : klien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Keperawatan
Lansia. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
larandang, rulban, Sudirman, S., & Yani, A. (2019). Gizi Lanjut Usia (Lansia). 9–21.
https://doi.org/10.31227/osf.io/fc7vj
Putra, V. J. (2019). ILMIAH AKHIR NERS ( KIA-N ) Asuhan Keperawatan
Hipertensi Pada Ib . A dengan Pemberian Slow Deep Breathing Di Wisma Delima
Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2019. Program
Studi Pendidikan Profesi Ners. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang,
1–107.
Surti, Candrawari, E., & Warsono. (2017). Hubungan antara Karakteristik Lanjut Usia
dengan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Fisik Lansia di Kelurahan Tlogomas
Kota Malang. Journal Nursing News, 2(1), 103–111.
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTENSI PADA Tn. B
A. Pengkajian
1. Data Biografi
a. Nama : Tn. B
b. Tempat & tanggal lahir : Surabaya, 01 April 1955
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Agama : Islam
e. Status perkawinan : Menikah
f. Penampilan umum : Bersih dan rapi
g. Ciri-ciri tubuh : Postur tegak
h. Alamat : Jalan Gunung Guntur Gang 22, Denpasar Barat
i. Orang terdekat
Yang dapat dihubungi : Ny. D
j. Hubungan dengan klien : Istri Tn. B
2. Genogram
Ⅹ
Keterangan:
Tn. B merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara. Tn. B menikah dengan
Ny. D yang merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Dari pernikahan Tn. B
dan Ny. D dikaruniai 5 orang anak. Tn. B tinggal 1 rumah dengan Ny. D dan 3
anaknya
Keterangan Bentuk:
: Laki-laki
: Perempuan
Ⅹ : Meninggal
: Pasien
: Menikah
: Garis Keturunan
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengatakan, sejak tamat SMA pasien bekerja sebagai tukang
bangunan dan hingga saat ini pasien masih bekerja di proyek pembangunan
sebagai mandor tukang.
4. Riwayat Lingkungan Hidup
Pasien tinggal dilingkungan yang bersih dan tertata. Rumah pasien
memiliki penerangan yang cukup dan sirkulasi udara yang sangat kuat. Sumber
air minum atau bersih bersedia dari PDAM. Tidak menumpuk sampah, karna
sampah diangkut setiap hari di pagi hari. Rumah dan lingkungan pasien bersih
tanpa pencemaran dan resiko infeksi yang rendah
5. Riwayat Rekreasi
Pasien mengatakan sebelumnya rutin bersepeda ke pantai dengan
anaknya setiap hari Jumat sore. Namun, karena kondisinya saat ini, pasien
hanya bersepeda saat merasa sehat sepenuhnya saja, kurang lebih hanya 1-2x
dalam sebulan
6. Sistem Pendukung
Pasien mengatakan, sistem pendukung atau support sistem baginya
adalah Ny. D (istri pasien). Ny. D yang memiliki riwayat DM sejak 2 tahun
yang lalu (2019) tetap semangat mengonsumsi obat. Sehingga pasien dan
istrinya saling mengingatkan dalam mengonsumsi obat masing-masing.
7. Deskripsi Kekhususan
Pasien mengatakan, karena memiliki riwayat hipertensi maka pasien
harus rutin mengkonsumsi obat tensi sejak 6 tahun terakhir. Jika pasien tidak
mengkonsumsi obatnya maka tensi atau tekanan darahnya akan naik dan pasien
akan merasakan pusing dan sangat lemas. Pasien juga diet rendah garam
(natrium) untuk tetap mengontrol tekanan darahnya.
8. Status Kesehatan
Pasien menagtakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dari ayah
pasien. Pasien sering merasa pusing dan lemas. Jika hal itu dirasakan, pasien
biasanya beobat ke puskesmas hingga saat ini pasien diwajibkan untuk
mengkonsumsi obat secara rutin. Pasien juga selalu mengikuti posyandu lansia
untuk mengecek tekanan darahnya secara teratur. Pasien merasa nyeri pada
tengkuk dengan skala 4
9. ADL (Activity Daily Living)
Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat √
tidur
Mobilisasi berpindah √
Berhias √
ROM √
Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membuat alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : Membutuhkan bantuan orang
4 : Ketergantungan total
Pasien mampu melakukan semua aktifitas secara mandiri dengan sangat baik,
tanpa alat bantu, tanpa pertolongan atau bantuan maupun mengawasan. Pasien
mampu melakukan sendiri.
10. Indeks KATZ
Indek Keterangan
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK ), menggunakan
A
Pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C Mandiri, kecuali mandi dan salah satu fungsi yang lain
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi fungsi
E
yang lain
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah, dan satu
F
fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain diklasifikasi sebagai C, D, F dan G
Penilaian SPMSQ :
• Kesalahan 8-10 fungsi intelektual berat
• Kesalahan 5-7 fungsi intelektual sedang
• Kesalahan 3-4 fungsi intelektual ringan
• Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
Penilaian :
• 0-4 Depresi tidak ada atau minimal
• 5-7 Depresi ringan
• 8-15 Depresi sedang
• >15 Depresi berat
c. Apgar Keluarga Dengan Lansia
APGAR Kelurga
No Fungsi Uraian Skore
1 Adaptasi Sya puas bahwa saya dapat kembali 2
pada keluarga saya untuk
membantu pada waktu, sesuatu
menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga 2
saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah
dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga 2
sayamenerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktifitas dan arahan baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga 1
saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih dan
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman 1
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama
Keterangan :
Skor 2 jika selalu
Skor 1 jika kadang-kadang
Skor 0 jika tidak pernah
Berdasarkan penilaian APGAR keluarga diperoleh skor 2 sebanyak 3 fungsi
dan skor 1 pada 2 fungsi. Sehingga, total skor yaitu 8. Kesimpulannya,
lansia dapat beraktivitas dan tinggal dengan baik pada lingkungan
keluarganya.
Diagnosa
No. Evaluasi Paraf
Keperawatan
1 Nyeri akut S : Pasien mengatakan sudah merasa Putri
berhubungan dengan nyaman, sudah tidak merasakan sakit
agen pencedera kepala, skala nyeri yang dirasakan yaitu
fisiologis skala 2 (0-10)
(hipertensi) ditandai O : Pasien tampak tenang sudah tidak
dengan pasien gelisah lagi
mengeluh nyeri pada TTV : TD : 130/100 mmHg
bagian tengkuk S : 36,5oC
dengan skala nyeri 4 N : 85x/menit
(0-10), pasien RR : 20x/menit
tampak gelisah dan A : Masalah Teratasi
tekanan darah P : Pertahankan intervensi
pasieng tinggi − Monitor TTV
180/100 mmHg − Identifikasi skala nyeri
− Berikan tehnik nonfarmakologis