Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat hukum dan pembangunan hukum pada dasarnya merupakan dua konsep yang
berbeda, namun memiliki titik temu pada objek pembahasannya yaitu tentang hukum.
Filsafat hukum sebagai suatu disiplin keilmuan, sementara pembangunan hukum
merupakan suatu kebijaksanaan yang bersifat nasional dalam bentuk pembangunan di
bidang hukum. Pembangunan di bidang hukum menjadi penting karena bertujuan untuk
menghasilkan produk-produk hukum yang dapat mendukung dan mengamankan
pembangunan hukum Nasional dan sebagai aktualisasi dari konsep Negara hukum
sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-undang dasar 1945.

Sebagai suatu disiplin keilmuan, filsafat hukum melakukan usaha pengkajian tentang
hukum secara mendasar dengan sistematis dan dengan metode yang rasional. Oleh
karena itu filsafat hukum akan memberikan jawaban terhadap apakah hukum itu, yang
pada hakikatnya pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh hukum dan ilmu-ilmu lainnya.
Atas dasar pendekatan dan pengkajian filsafat hukum inilah maka hukum yang akan
dibangun akan tetap berlandaskan nilai ideologi, nilai budaya, nilai historis, nilai
sosiologis dan nilai juridis. Di samping itu filsafat hukum bertujuan untuk menjelaskan
nilai- nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar-dasar filsafatnya.

Perkembangan filsafat hukum di Romawi tidak sepesat di Yunani, karena filosof


tidak hanya memikirkan bagaimana ketertiban harus berlaku tetapi juga karena wilayah
Romawi sangat luas serta persoalan yang dihadapi cukup. Untuk membangun kondisi ini
diperlukan pemikiran yang mendalam “apakah keadilan, dimana letak keadilan serta
bagaimana membangun keadilan itu? Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar,
dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk
menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang
menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun
sesuai dengan cita hukum (rechtidee) dalam negara hukum (rechtsstaat), bukan negara
kekuasaan (machtsstaat).

1
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum
harus memperhatikan 4 unsur, yaitu :

a. Kepastian hukum (rechtssicherkeit)


b. Kemanfaatan hukum (zeweckmassigkeit)
c. Keadilan hukum (gerechtigkeit)
d. Jaminan hukum (doelmatigkeit)

Pembangunan hukum yang dilandaskan pada nilai-nilai tersebut tidak saja


menciptakan dan melahirkan hukum-hukum yang bias menjawab berbagai kebutuhan
masyarakat secara internal, akan tetapi juga akan dapat menjawab dan sekaligus
merespon perkembangan kehidupan sejalan dengan dinamika pembangunan bangsa.
Pembangunan hukum yang dilandasi oleh nilai dasar atau nilai ideologis, nilai historis,
nilai sosiologis dan nilai juridis serta nilai filosofisnya akan memberikan dampak positif
bagi masyarakat untuk dapat menikmati rasa keadilan, kepastian dan manfaat hukum
yang pada akhirnya akan bermuara kepada pembentukan sikap dan kesadaran masyarakat
terhadap hukum. Kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia, setidaknya kita
sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping
sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dari makalah dengan judul “Urgensi dan Relevansi Filsafat
Hukum Dalam Pembangunan Hukum Di Indonesia“ yang akan diuraikan oleh Penulis
dalam tulisan ini adalah :

1. Apa sajakah yang menjadi kajian filsafat hukum ?


2. Bagaimanakah pembangunan hukum di Indonesia ?
3. Bagaimanakah peranan filsafat hukum dalam pembangunan hukum yang berkeadilan
di Indonesia ?

C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada makalah ini adalah metode
pendekatan yuridis normatif yaitu berpedoman pada tinjauan kepustakaan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut : Melalui penelitian normatif melalui study
kepustakaan (library research) yaitu bahan-bahan yang diperoleh melalui buku-
buku dan tulisan lainnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Filsafat Hukum


Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian
khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari
hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam
pengkajian filsafat hukum. Penarikan kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat.
Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu
pembatasan akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan
hakekat dari filsafat hukum itu sendiri. Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-
sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum
sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian
secara timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat
tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat
hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum
adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau
dasarnya, yang disebut hakikat.

Pertanyaan tentang apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat
hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi
jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Hal tersebut tidak lain karena
ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-
gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-
perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai
di balik gejala-gejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah
hukum, tidak termasuk dunia kenyataan (das sein), tetapi berada pada dunia nilai (das
sollen), sehingga norma hukum bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.

Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang
dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti
hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa
sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah

3
kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum. Ada
permasalahan penting yang dibahas oleh filsafat hukum yaitu : adakah pengertian hukum
yang berlaku umum, apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum dan adakah sesuatau
hukum kodrat. Selanjutnya yang perlu dikaji dalam filsafat hukum antara lain : hubungan
hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, apa
sebabnya negara berhak menghukum seseorang, apa sebab orang menaati hukum, masalah
pertanggungjawaban, masalah hak milik, masalah kontrak dan masalah peranan hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

Apabila dilihat kecenderungan dalam ilmu hukum, ternyata ada dua kecenderungan
yang sedang terjadi, yakni : (1) ilmu hukum terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang yang
seolah-olah masing-masing berdiri sendiri, (2) ilmu hukum menumpang pada bidang ilmu
lain sehingga seolah-olah bukan merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu hukum
mempunyai objek kajian hukum. Sebab itu kebenaran hukum yang hendak diungkapkan
oleh ilmuwan hukum berdasarkan pada sifat-sifat yang melekat pada hakekat hukum.
Untuk membicarakan hakekat hukum secara tuntas, maka perlu diketahui tiga tinjauan
yang mendasarinya.Tinjauan tersebut yaitu tinjauan ontologis, tinjauan epistemologis dan
tinjauan aksiologis.

a. Tinjauan Ontologis

Tinjauan ontologis membicarakan tentang keberadaan sesuatu (being) atau


eksistensi (existence) sebagai objek yang hendak dikaji. Dalam hal ini bahwa segala
sesuatu bersifat materi (alls being is material), sementara lainnya menyebutkan semua
yang ada bersifat sebagai roh atau spirit (alls being is spirit). Hal tersebut akan
menentukan bagaimana atau dengan kacamata apa seseorang melihat suatu objek
tertentu. Secara umum filsafat hukum mengkaji nilai-nilai hukum, sosiologi hukum,
antropologi hukum, psikologi hukum, dan lain-lain serta mengkaji perilaku hukum.
Sedang kaidah hukum dikaji oleh bidang yang disebut ilmu tentang kaidah. Dalam
filsafat hukum, nilai-nilai yang dikajipun harus bersifat normatif. Ciri yang umum dari
kaidah hukum ialah adanya legitimasi dan sanksi. Tanpa terbagi-bagi ke dalam
bidang-bidang kajian, ilmu hukum dengan sendirinya sudah mengkaji nilai, kaidah
dan perilaku. Yang berbeda antara satu kajian dengan kajian lain ialah kadar,
intensitas atau derajat di anatara ketiga hal tersebut.

4
b. Tinjauan Epistemologis

Tinjauan epistemologis menyoroti tentang syarat-syarat dan kaidah-kaidah apa


yang harus dipenuhi oleh suatu objek tertentu. Hal ini berkaitan dengan cara, metode
atau pendekatan apa yang akan digunakan untuk melihat objek itu. Ilmu hukum
sebagai ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran atau tepatnya keadilan yang benar.
Untuk mencari keadilan yang benar itu maka ditentukanlah cara untuk mencarinya
yang disebut metode. Metode ilmu hukum ditentukan oleh aspek ontologis dan
aksiologis dari hukum. Konsep mengenai metode dan ilmu bersifat universal. Artinya,
untuk bidang apa saja atau untuk jenis ilmu manapun adalah sama, tetapi pengaruh
dari obyek suatu ilmu tentu tak dapat dihindarkan. Sebab itu hakekat hukum dan
fungsinya dalam praktek tak dapat dihindari berpengaruh dalam menentukan metode
yang digunakan dalam ilmu hukum.

c. Tinjauan Aksiologis

Adalah melihat bagaimana aksi atau pelaksanaan dari sesuatu. Dengan kata lain
bagaimana pengaruh dan kemanfaatan (utility) suatu objek bagi kepentingan hidup
manusia. Tinjauan aksiologis tak dapat dilepaskan dari persoalan nilai (value) yang
dianut dan mendasari suatu objek tertentu.

Ilmu hukum akan mempunyai kewibawaan dan kekuatannya apabila bersifat


integral dalam aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. Sebab itu yang
diperlukan dalam ilmu hukum ialah sintesis dari metode-metode, sehingga ilmu
hukum memiliki suatu metode yang mempunyai ciri khas. Ilmu hukum adalah suatu
sistem. Sebagai suatu sistem, ilmu hukum harus merupakan suatu kebulatan dari
seluruh komponen atau subsistem yang satu sama lainnya saling berhubungan.

Kita tidak dapat memungkiri, bahwa perkembangan ilmu dan teknologi begitu
pesatnya. Dengan ilmu yang dimiliki manusia, sudah banyak masalah yang berhasil
dipecahkan. Rahasia alam semesta, misalnya, telah banyak diungkapkan melalui kemajuan
ilmu tersebut, yang pada gilirannya menghasilkan teknologi-teknologi spektakuler, seperti
bioteknologi, teknologi di bidang komputer, komunikasi maupun ruang angkasa. Akan
tetapi sebanyak dan semaju apapun ilmu yang dimiliki manusia, tetap saja ada pertanyaan-

5
pertanyaan yang belum berhasil dijawab. Maka ketika ilmu tidak lagi mampu menjawab,
pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat.

Berfilsafat adalah berfikir. Hal ini tidak berarti setiap berfikir adalah berfilsafat, karena
berfilsafat itu berfikir dengan ciri-ciri tertentu.1 Ada beberapa ciri berpikir secara
kefilsafatan, yaitu :

a. Radikal, berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya.


b. Universal, adalah berfikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum.
c. Konseptual, yang dimaksud dengan konsep di sini adalah hasil generalisasi dan
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual.
d. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir
(logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
e. Konseptual, yang dimaksud dengan konsep di sini adalah hasil generalisasi dan
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual.
f. Sistematik, berasal dari kata sistem yang artinya kebulatan dari sejumlah unsur
yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu
maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu.
g. Komprehensif, adalah mencakup secara menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan
berusaha untuk menjelaskan fenomena yang ada di alam semesta secara
keseluruhan sebagai suatu sistem.
h. Secara bebas sampai batas-batas yang luas.
i. Bertanggungjawab, pertangungjawaban yang pertama adalah terhadap hati
nuraninya. Di sini tampak hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat
dengan etika yang melandasinya.

Kemudian filsafat hukum dengan sifat universalitasnya, memandang kehidupan secara


menyeluruh, tidak memandang hanya bagian-bagian dari gejala kehidupan saja atau secara
partikular. Dengan demikian filsafat hukum dapat menukik pada persoalan lain yang
relevan atau menerawang pada keseluruhan dalam perjalanan reflektifnya, tidak sekedar
hanya memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam filsafat hukum,
pertimbangan-pertimbangan di luar obyek adalah salah satu ciri khasnya. Filsafat hukum

1
Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil, Suatu Tinjauan Problematik Filsafat Hukum
Indonesia, Jakarta:PT, Gramedia Pustaka Utama, , 1999, Hal 110

6
tidak bersifat bebas nilai. Justru filsafat hukum menimba nilai yang berasal dari hidup dan
pemikiran. Filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar atau memusatkan diri pada
pertanyaan-pertanyaan mendasar (basic or fundamental questions). Artinya dalam
menganalisis suatu masalah, seseorang diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Dengan
mempelajari dan memahami filsafat hukum berarti diajak untuk memahami hukum tidak
dalam arti hukum positif belaka. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka,
tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila orang
itu menjadi hakim misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim yang bertindak selaku
“corong undang-undang” semata. Berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat
filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat
gambling. Seperti yang di nyatakan oleh Darji Darmodiharjo berikut ini :

Filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah


hukum secara rasional dan mempertanyakan jawaban itu secara terus menerus.
Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang
tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala
itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara
bijaksana dalam menghadapi suatu masalah kongkret.2

Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan hukum yang sudah
ada, melihat koherensi, korespodensi dan fungsinya. Filsafat hukum berusaha untuk
memeriksa nilai dari pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum.3

Filsafat itu juga bersifat introspektif atau mempergunakan daya upaya introspektif.
Artinya, filsafat tidak hanya menjangkau kedalaman dan keluasan dari permasalahan yang
dihadapi tetapi juga mempertanyakan peranan dari dirinya dan dari permasalahan tersebut.
Seperti yang di nyatakan oleh Sugiyanto Darmadi berikut ini :

Filsafat mempertanyakan tentang struktur yang ada dalam dirinya dan


permasalahan yang dihadapinya. Sifat introspektif dari filsafat sesuai dengan
sifat manusia yang memiliki hakekat dapat mengambil jarak (distansi) tidak
hanya pada hal-hal yang berada di luarnya tetapi juga pada dirinya
sendiri.

2
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 17.

7
3 Sugiyanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat, Bandung, Mandar Maju, 1998,
hal. 18.

8
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan
arah, dan menuntun pada jalan baru.4

Sementara itu Poerwantana berpendapat bahwa :

Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia


baru, mencetak manusia-manusia yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras
dan agama itu mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada
artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya
maupun dalam semangatnya. 5

Adanya karakteristik khusus dari pemikiran filsafat hukum di atas sekaligus juga
menunjukkan arti pentingnya. Dengan mengetahui dan memahami filsafat hukum dengan
berbagai sifat dan karakternya tersebut, maka sebenarnya filsafat hukum dapat dijadikan
salah satu alternatif untuk ikut membantu memberikan jalan keluar atau pemecahan
terhadap berbagai krisis permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia dalam proses
reformasi ini. Tentu saja kontribusi yang dapat diberikan oleh filsafat hukum dalam bentuk
konsepsi dan persepsi terhadap pendekatan yang hendak dipakai dalam penyelesaian
masalah-masalah yang terjadi.

Pendekatan didasarkan pada sifat-sifat dan karakter yang melekat pada filsafat hukum
itu sendiri. Dengan pendekatan dan analisis filsafat hukum, maka para para pejabat, tokoh
masyarakat, pemuka agama dan kalangan cendekiawan atau siapapun juga dapat bersikap
lebih arif dan bijaksana serta mempunyai ruang lingkup pandangan yang lebih luas dan
tidak terkotak-kotak yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya.

Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Karena


penyelesaian krisis yang terjadi di negara kita itu tidak mungkin dapat dilakukan sepotong-
potong atau hanya melalui satu bidang tertentu saja, tapi harus meninjau melalui beberapa
pendekatan lain sekaligus (interdisipliner atau multidisipliner). Tidak ada lagi pihak-pihak
yang merasa dirinya paling benar atau paling jago dengan pendapatnya sendiri dan
menafikan pendapat yang lain. Atau dengan kata lain hanya ingin menangnya sendiri tanpa
mau menghargai pendapat orang lain. Karena masing-masing bidang atau cara

4
Ibid.
5
Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung, Rosda Karya, 1988 hal. 8.

9
pandang tertentu, mempunyai kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Justru
pandangan-pandangan yang berbeda kalau dapat dikelola dengan baik, dapat dijadikan
alternatif penyelesaian masalah yang saling menopang satu sama lain.

Apalagi krisis permasalahan yang melanda bangsa Indonesia sesungguhnya amat


kompleks dan multidimensional sifatnya, mulai krisis ekonomi, politik, hukum,
pemerintahan serta krisis moral dan budaya, yang satu sama lain berkaitan sehingga
diperlukan cara penyelesaian yang terpadu dan menyeluruh yang melibatkan berbagai
komponen bangsa yang ada. Dalam konteks ini diperlukan adanya kerjasama dan sinergi
yang erat dari berbagai komponen tersebut. Maka pejabat pemerintah harus mendengar
aspirasi dari rakyat, para pakar mau mendengar pendapat pakar lainnya, tokoh masyarakat
harus saling menghormati terhadap dengan tokoh masyarakat yang lain. Semua bekerja
bahu membahu dan menghindarkan diri dari rasa curiga, kebencian dan permusuhan.
Dengan pendekatan dan kerangka berfikir filsafati seperti di atas, diharapkan dapat
membantu ke arah penyelesaian krisis yang sedang menerpa bangsa Indonesia saat ini.

B. Pembangunan Hukum Di Indonesia.


Salah satu tuntutan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam era reformasi
sekarang ini adalah reformasi hukum menuju terwujudnya supremasi sistem hukum di
bawah sistem konstitusi yang berfungsi sebagai acuan dasar yang efektif dalam proses
penyelenggaraan negara dan kehidupan nasional sehari-hari. Dalam upaya mewujudkan
sistem hukum yang efektif itu, penataan kembali kelembagaan hukum, didukung oleh
kualitas sumberdaya manusia dan kultur dan kesadaran hukum masyarakat yang terus
meningkat, seiring dengan pembaruan materi hukum yang terstruktur secara harmonis, dan
terus menerus diperbarui sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan. Dalam upaya
pembaharuan hukum tersebut, penataan kembali susunan hirarki peraturan perundang-
undangan kiranya memang sudah sangat tepat, Di samping itu, era Orde Baru yang semula
berusaha memurnikan kembali falsafah Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 dengan
menata kembali sumber tertib hukum dan tata-urut peraturan perundang-undangan, dalam
prakteknya selama ini belum berhasil membangun susunan perundang-undangan yang
dapat dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem perundang-undangan di masa
depan. Lebih-lebih dalam prakteknya, masih banyak produk peraturan yang tumpang
tindih dan tidak mengikuti sistem yang baku.

10
Sementara itu, setelah lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, sangat dirasakan adanya
kebutuhan untuk mengadakan perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945 yang
banyak pihak menilai ada pasal yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
Ditambah lagi dengan munculnya kebutuhan untuk mewadahi perkembangan otonomi
daerah di masa depan yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya dinamika
hukum adat di desa-desa yang cenderung diabaikan atau malah sebaliknya
dikesampingkan dalam setiap upaya pembangunan hukum selama lebihdari 60 tahun
terakhir. Didalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 telah disebutkan bahwa
Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia, hal ini
dirasa sesuai mengingat falsafah Pancasila adalah merupakan roh perjuangan dari para
pejuang bangsa, yang merupakan alat pemersatu, dari yang sebelumnya terkotak-kotak
oleh daerah, ras, suku, agama, golongan, dan lain sebagainya, mengingat masyarakat
Indonesia sangat heterogen, maka dengan kembali pada Pancasila, cita-cita luhur para
pejuang untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sejahtera dimungkinkan
dapat tercapai.

Dilihat dari materinya Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang
merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Dasar negara Pancasila terbuat
dari materi atau bahan dalam negeri yang merupakan asli murni dan menjadi kebanggaan
bangsa, tidak merupakan produk impor dari luar negeri, meskipun mungkin saja mendapat
pengaruh dari luar negeri .

Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka
dapat dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum Indonesia, maka
Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 adalah teori hukumnya, dikatakan
demikian karena dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu akan ditemukan landasan hukum
positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafati hukum positif
kita . 21 Dengan demikian penulis sepakat jika filsafat hukum Indonesia, adalah di mulai
dari pemaham kembali (re interpretasi) terhadap pembukaan UUD 1945.

Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi
dari suatu tingkat yang dianggap kurang baik ke kondisi baru pada tingkat kualitas yang
dianggap baik atau paling baik. Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan
yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta
11
proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non-fisik. Apabila diteliti semua
masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan dengan perubahan, bagaimanapun
kita mendefenisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi
masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk
menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur.

Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup


sistem hukum. Sistem hukum terdiri atas struktur hukum (structure), substansi/materi
hukum (substance), dan budaya hukum (legal culture). Sehingga, bicara pembaharuan
hukum maka pembaharuan yang dimaksudkan adalah pembaharuan sistem hukum secara
keseluruhan. Namun demikian, dalam uraian berikutnya istilah “pembaharuan hukum”
tetap dipertahankan yang sebenarnya mengandung makna yang lebih khusus atau sepadan
dengan istilah “pembentukan hukum”.

Pada satu pihak, pembangunan hukum merupakan upaya untuk merombak struktur
hukum lama (struktur hukum pemerintahan penjajah) yang umumnya dianggap bersifat
eksploitatif dan diskriminatif. Sedangkan pada pihak lain, pembangunan hukum
dilaksanakan dalam kerangka atau upaya memenuhi tuntutan pembangunan masyarakat.
Bidang hukum diakui memiliki peran yang sangat strategis dalam memacu percepatan
pambangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan
pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan menengah dan jangka
panjang. Meskipun disadari, setiap saat hukum bisa berubah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang menghendakinya.

Di negara- negara berkembang, pembangunan hukum merupakan prioritas utama. Oleh


karena itu, di negara-negara berkembang ini pembaharuan hukum senantiasa mengesankan
adanya peranan ganda. Pertama, merupakan upaya untuk melepaskan diri dari lingkaran
struktur hukum kolonial. Upaya tersebut terdiri atas pengahapusan, penggantian, dan
penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat
nasional. Kedua, pembangunan hukum berperan dalam mendorong proses pembangunan,
terutama pembangunan ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar
ketertinggalan dan negara-negara maju, dan yang lebih penting adalah demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat warga negara.

12
Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan hukum yang sudah tidak up to
date namun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyonsong era mendatang jelas
peraturan-peraturan hukum tersebut memerlukan revisi dan jika perlu dirubah total dengan
materi yang mencerminkan gejala dan fenomena masyarakat saat ini. Masalahnya adalah
apakah proses perubahan atau pembaharuan hukum yang berlangsung di Indonesia telah
dilakukan sesuai dengan kaedah-kaedah normative dan atau sesuai dengan nilai-nilai
hukum dalam masyarakat. Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat fungsi hukum tidak
semata-mata sebagai alat kontrol sosial (social control), tetapi juga memiliki fungsi
sebagai sarana rekayasa atau pembaharuan sosial.

C. Peranan Filsafat Hukum Dalam Pembangunan Hukum Yang Berkeadilan Di


Indonesia.
Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari
segala sumber hukum adalah ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun
dalam kitab-kitab suci atau yang serupa denga itu, kemudian untuk negara yang menganut
paham negara kekuasaan (rechstaat) yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber
hukum adalah kekuasaan, lain halnya dengan negara yang menganut paham kedaulatan
rakyat, yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalak kedaulatan
rakyat, dan Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila. Rumusan
Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk filsafat hukum negara
Indonesia, Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar
belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang majemuk, untuk itu muncullah
filsafat hukum untuk menyatukan masyarakat Indonesia dalam satu bangsa, satu kesatuan,
satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan, walau tindak lanjut hukum-hukum yang tercipta
sering terjadi hibrida (percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum
barat (civil law / khususnya negara Belanda), sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai
rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit
dari hukum Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk filsafat hukum
adalah Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, apalagi didalamnya
terdapat pasal tentang bolehnya poligami bagi laki-laki yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4
ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau banyak pihak yang protes pada pasal kebolehan

13
poligami tersebut, namun di sisi lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal serta
isi dari Undang-undang Perkawinan tersebut. DPR adalah lembaga yang berjuang
mengesahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan
pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan sampai sekarang masih berlaku tanpa adanya
perubahan, ini bukti nyata dari perkembangan filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan
masyarakat perihal penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan.

Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara Indonesia, contoh
adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-undang Otonomi daerah,
yang pada intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen.

Maka dengan filsafat hukum yang dikembangkan melalui ide dasar Pancasila akan
dapat mengakomodir berbagai kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan perbedaan
ideologi dalam masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan demikian masyarakat
Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa,
yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila. Satjipto Rahardjo mengemukakan
pendapatnya bahwa filsafat hukum itu mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum, tentang
dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hokum itu sendiri.6

Kajian filsafat hukum melihat jauh lebih dalam lagi, tidak hanya sekedar bagaimana
ketentuan hukum positif menentukan masalah dan latar belakang sejarahnya, tetapi
bagaimana nilai-nilai hakiki yang mendasari ketentuan tersebut sehingga filsafat akan
lebih banyak berhubungan dengan masalah nilai-nilai dasar dari hukum, Ilmu hukum
sebagai suatu ilmu empiris (das sein) sedang filsafat hukum melihat hukum sebagai suatu
yang tersembunyi di balik aturan hukum berupa suatu hukum yang ideal (recht idea) yang
tidak termasuk dalam dunia kenyataan (das sein) melainkan termasuk dunia nilai.
Sementara itu, pembangunan hukum nasional, baik dalam dimensi konstitusional, dimensi
juridis sosiologis dan dimensi perspektif dan kemudian dikemukakan bagaimana
strategisnya pembangunan hokum nasional sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita
nasional sebagaimana yang ditegaskan dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar 1945.
Begitu urgen dan strategisnya pembangunan hokum nasional, maka pembangunan hukum
nasional harus didasari oleh landasan idiil, strukturil dan operasionalnya.

6
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1982, hal 321.
14
Dari landasan dasar pembangunan hukum nasional tersebut disusun pola arah
pembangunan hukum nasional yang pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan produk
hukum yang dapat mengatur tugas urnum pemerintahan dan penyelenggaraan
pembangunan nasional, sehingga tercipta rasa keadilan sesuai dengan kemanusiaan dan
semakin berkembangnya kehidupan masyarakat yang sadar dan taat kepada hukum.
Bertitik tolak dari urgen dan strategisnya pembangunan hukum dalam totalitas
pembangunan nasional, pola dasar, arah dan strategi dasarnya, maka dapat ditegaskan
bahwa pelaksanaan pembangunan hukum nasional bertujuan untuk membentuk,
meningkatkan dan mengembangkan sikap kesadaran masyarakat bangsa Indonesia
terhadap hukum. Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap hukum akan dapat tercipta
apabila masyarakat telah mendapatkan rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan dari
hukum yang dibangun. Atas dasar konsepsi tujuan pembangunan hukum yang
dilaksanakan bangsa Indonesia sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka
persoalan yang pertama dan utama yang akan timbul adalah "hukum yang bagaimana yang
akan dibangun itu" untuk menjawab pertanyaan yang sederhana ini tidaklah semudah
mempertanyakannya, disebabkan pertanyaan tersebut akan berlanjut kepada pertanyaan
yang bersifat filosofis yaitu "apa itu hukum" atau "apa hakikat hukum itu". Jika hukum
dinyatakan hanya dalam bentuk gejala sosial, dan hukum dalam pengertian ini yang akan
dibangun, maka dapat ditegaskan bahwa pola pikir dan konsepsi hukum yang demikian
tidak akan dapat menjawab tujuan pembangunan hukum.

Hukum dalam pengertian gejala sosial hanya bersifat formalitas dan bersifat lahiriah
semata, oleh karena itu hukum dalam pengertian ini tidak akan dapat mengaktualisasikan
rasa keadilan dan moralitas. Tujuan pembangunan hukum nasional hanya akan dapat
dicapai, apabila tercipta suatu pola pandang tentang hukum yang akan dibangun itu tidak
saja hukum dalam pengertian gejala sosial, akan tetapi hukum yang terkait dengan nilai-
nilai dasar dan ideologi, nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral dan susila serta nilai-nilai
keadilan.

Dengan demikian maka hukum yang akan dibangun itu adalah hukum yang dilandasi
oleh nilai-nilai yang bersifat universal dan terdapat pada setiap manusia yang disebabkan
dengan keberadaannya yang manyatu dengan nilai-nilai kemanusiaan. Hanya dengan
memandang hukum dalam konsepsi inilah akan dapat diwujudnyatakan tujuan
pembangunan hukum nasional. Dalam usaha untuk melakukan ini, hukum ditempatkan

15
pada kedudukan di tengah-tengah sistem nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat
Indonesia.7

Jika hukum telah dapat dipandang dalam konsepsi yang menyatu dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal, maka suka atau tidak suka, disenangi atau tidak
disenangi keberadaan filsafat hukum memiliki peran penting dalam pembangunan
nasional. Persoalan hukum yang berhubungan dengan nilai-nilai, hanya dapat dijawab
melalui filsafat hukum. Pemikiran sistematik teori hukum pada satu sisi berkaitan dengan
filsafat dan sisi lain dengan teori politik. Seringkali titik tolaknya adalah filsafat dan
ideologi politik berperan sebagai pelengkap. Misalnya dalam system skolastik

Pada akhirnya seorang ahli hukum akan mengartikan hukum, sebagai jalinan nilai-
nilai, dan nilai-nilai tersebut akan dirumuskannya sebagai konsep-konsep abstrak dalam
diri manusia mengenai apa yang dianggap baik akan dianutnya dan apa yang dianggap
buruk harus dihindari sehingga filsafat hukum akan memberikan jawaban yang tidak
terjawab oleh ilmu hukum.8

Dalam kontek inilah filsafat hukum memainkan perannya dalam mengisi


pembangunan hukum nasional, sebab filsafat hukum itu memperdalam dan memperluas
pengetahuan tentang hukum, filsafat hukum memiliki nilai yang sangat tinggi terutama
bagi ahli hukum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum turut
menentukan pilihan terhadap hukum yang akan dibangun.

7
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, Alumni, 1983, hal 233.
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hufeum, Jakarta, UI Press, 1984, hal.44.
16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan penulis secara singkat diatas, kiranya penulis dapat menyimpulkan
pembahasan sebagai berikut :
a. Filsafat Hukum adalah merupakan pembahasan secara filosofis tentang hukum,
yang sering juga diistilahkan lain dengan Jurisprudence, adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis, yang objeknya dikaji secara mendalam sampai
pada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat. Filsafat hukum sebagai suatu disiplin
keilmuan juga berusaha mengkaji hukum sebagai objeknya secara mendasar
dengan sistematis dan metode yang rasional memiliki peranan penting dalam
pembangunan hukum nasional.
b. Pentingnya filsafat hukum dalam pembangunan hukum nasional dikarenakan
hanya dengan filsafat hukum sebagai salah satu variabelnya pelaksanaan
pembangunan hukum nasional akan dapat menjawab berbagai kebutuhan
masyarakat dan sekaligus dapat merespon perkembangan kehidupan seiring dengan
dinamika pembangunan nasional.
c. Dengan filsafat hukum akan tercipta pilihan-pilihan yang tepat terhadap hukum
yang akan dibangun oleh karena filsafat hukum akan menentukan hukum yang
berdimensi nilai dasar, nilai budaya, nilai historis, nilai sosiologis dan nilai juridis,
sehingga hukum yang lahir sebagai produk pembangunan hukum nasional tidak
saja hukum dalam arti gejala sosial kemasyarakatan semata, akan tetapi hukum
yang diproduk adalah hukum yang memiliki dimensi moral, dimensi keadilan,
dimensi kepastian dan dimensi kemanfaatan yang pada akhirnya akan bermuara
kepada semakin tumbuh dan berkembangnya sikap dan kesadaran masyarakat
terhadap hukum yang mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan dan
dipertahankan oleh aparat negara yang berwenang.

B. Saran-saran
a. Hendaknya bagi pemegang kekuasaan di Indonesia terutama (legislatif, Eksekutif,
dan yudikatif), agar selalu belajar dan mengkaji lebih jauh tentang filsafat hukum,
serta pemahaman terhadap Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di

17
Indonesia (Pancasila), agar pembaharuan atau hukum yang diciptakan adalah
benar-benar merupakan rules for the game of life bagi masyarakat luas.
b. Hendaknya sering dilakukan diskusi (pembahasan ulang) oleh pakar filsafat hukum
terhadap perundang-undangan yang masih belum memenuhi rasa keadilan bagi
masyarakat luas, dan tentunya peran diskusi ilmiah antar pakar filsafat hukum di
indonesia sangatlah urgen untuk dilakukan dalam mengubah hukum yang hanya
mengedepankan legalitas belaka, tanpa melihat living law yang terjadi dalam
masyarakat, serta mengingat sekian lama Indonesia di doktrin oleh Belanda untuk
”dipaksa”, memakai sistem Civil law yang bermuara pada legalitas belaka, yang
terkadang sering tidak bermuara pada keadilan yang seutuhnya.
c. Terkhusus bagi para mahasiswa pemerhati hukum pada Perguruan Tinggi, haruslah
terus belajar terhadap hakikat filsafat hukum, yang nantinya pasti akan berguna
bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia yang masih dirasa carut marut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Darmodihardjo, Dardji, 2002, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana


Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Shidarta dan Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugiyanto, Darmadi, 1998, Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat, Mandar Maju,
Bandung

Poerwantana, dkk, 1982, Seluk Beluk Filsafat Islam, Rosda Karya, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1983, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai