Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM (HEG)

RSU AVISENA CIMAHI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Pratik lapangan Profesi Ners

Stase Keperawatan Maternitas

Oleh :

Mayangsari Pebriyanti

4121011

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PENDIIKAN PROFESI NERS

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada wanita usia
produktif, tetapi kurangnya pengetahuan berkaitan dengan reproduksi dapat
menimbulkan kecemasan tersendiri (Handayani, 2017). Dalam kehamilan
mual muntah adalah gejala yang normal dan sering terjadi pada trimester
pertama (Setyawati et al, 2014). Namun, apabila berlebihan dapat
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk
sehingga ibu kekurangan energi dan juga zat gizi yang disebut hiperemesis
gravidarum (Rofi’ah et al, 2019).
Hiperemesis gtavidarum adalah mual munth yang berlebihan pada
wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari – hari karena keaadaan
umum pasien yang buruk akibat dehidrasi (Widyana ary, 2013)
Hiperemesis Gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka
kejadian beragam mulai dari 0,3% di Swedia, 0,5% di California, 0,8% di
Canada, 10,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan dan 1,9% di
Turki dan 0,5%-2% di Amerika Serikat (Oktavia, 2016). Sedangkan di
Indonseia menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) komplikasi
kehamilan dengan hiperemesis gravidarum terjadi sekitar 3% (SDKI, 2017).
Peran perawat dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien
hiperemesis gravidarum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien
dalam merawat dirinya sendiri dan tidak menempatkan klien pada posisi
ketergantungan., memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan
klien tentang penatalaksanaan yang diberikan sehingga klien diharapkan
dapat mematuhi terapi yang diberikan (Rahmawati, 2011).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan
Keperawatan Pada Ny H Dengan Hiperemesis Gravidarum Di Ruang

2
Tourmalin Rumah Sakit Umum Avisena”.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ibu
Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum
d. Melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada
ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum
e. Mengevaluasi Tindakan keperawatan pada ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum
3. Manfaat Penulisan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar
dilapangan dan dapat meningkatkan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

3
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. Landasan Teori
1. Hiperemesis Gravidarium
a. Pengertian Hiperemesis Gravidarium
Hiperemesis gravidarum adalah keluhan mual dan muntah
hebat lebih dari 10 kali sehari dalam masa kehamilan yang dapat
menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau
gangguan elektrolit, sehingga menganggu aktivitas sehari-hari dan
membahayakan janin dalam kandungan (Kadir et al, 2019).
Hiperemesis gravidarum dapat mempengaruhi status kesehatan ibu
serta tumbuh kembang janin, pada kehamilan 16 minggu pertama 70-
80% wanita mengalami mual dan muntah, 60% wanita mengalami
muntah, sementara 33% wanita hanya mengalami mual. Apabila
semua makanan yang dimakan dimuntahkan pada ibu hamil, maka
berat badan akan menurun, turgor kulit berkurang dan timbul asetonuria
(Morgan et al, 2010).
Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum Menurut (Khayati, 2013) :
1. Tingkat I
a. Ibu merasa lemah
b. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
c. Nafsu makan tidak ada
d. Berat badan menurun, temperatur tubuh meningkat
e. Nadi meningkat sekitar 100 per menit dan tekanan darah sistolik
menurun
f. Turgor kulit mengurang
g. Lidah mengering mata cekung
h. Merasa nyeri pada epigastrium
2. Tingkat II

4
a. Ibu tampak lebih lemah dan apatis\
b. Berat badan turun
c. Tensi turun, nadi kecil dan cepat
d. Suhu kadang-kadang naik
e. Mata sedikit ikterik dan cekung
f. Turgor kulit lebih mengurang
g. Lidah mengering dan tampak kotor
h. Hemokonsentrasi, oliguria, konstipasi
i. Aseton tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai
aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing
3. Tingkat III
a. Keadaan umum lebih parah
b. Muntah berhenti
c. Kesadaran menurun dari somnolen sampai koma
d. Nadi kecil dan cepat
b. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak
ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak
ditemukan kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada
otak, jantung, hati, dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan
vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi. Menurut (Khayati, 2013)
terdapat beberapa faktor predisposisi dan faktor lain, yaitu :
1. Faktor predisposisi : primigravida, overdistensi rahim (hidramnion,
kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa)
2. Faktor organik : masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal,
perubahan metabolik akibat hamil, resistensi yang menurun dari
pihak ibu dan alergi.
3. Faktor psikologis : rumah tangga yang retak, hamil yang tidak
diinginkan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan.

5
4. Selain itu menurut (Jusuf CE, 2016) riwayat gestasi juga dapat
mempengaruhi penyebab hiperemesis, dimana ibu hamil yang
mengalami mual dan muntah sekitar 60-80% pada (primigravida),
40-60% pada (multigravida).
c. Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen
yang biasa terjadi pada trimester pertama. Bila perasaan terjadi terus-
menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik,
asam hidroksida butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah kejaringan berkurang. Halini
menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen kejaringan berkuang
pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esophagus dan lambung (sindrom amollary-weiss), dengan
akibat perdarahan gastrointestinal (Mochtar,2012).

Pathway

6
d. Manisfestasi klinik
Tanda gejala Hiperemesis Gravidarum Menurut (Khayati, 2013) :
Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat
hamil, yang bisa terjadi hingga lebih dari 3-4 kali sehari. Kondisi ini bisa
sampai mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan. Muntah yang berlebihan juga dapat menyebabkan ibu hamil
merasa pusing, lemas, dan mengalami dehidrasi. Selain mual dan
muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis gravidarum juga

7
dapat mengalami gejala tambahan berupa :
a. Sakit kepala
b. Konstipasi
c. Sangat sensitif terhadap bau
d. Produksi air liur berlebihan
e. Inkontinensia urine
f. Jantung berdebar
Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4-
6 minggu dan mulai mereda pada usia kehamilan 14-20 minggu. Mual
dan muntah yang dirasakan ibu hamil cenderung akan membuat
mereka menjadi lebih lemah dan akan meningkatkan kecemasaan
terhadap kejadian yang lebih parah. Masalah psikologis juga berperan
pada parahnya mual dan muntah serta perkembangan hiperemesis
gravidarum. Masalah psikologis yang terjadi pada ibu hamil akan
cenderung mengalami mual dan muntah dalam kehamilan, atau
memperburuk gejala yang sudah ada serta mengurangi kemampuan
untuk mengatasi gejala normal. Selain itu ketidakseimbangan
psikologis ibu hamil seperti cemas, rasa bersalah, mengasihani diri
sendiri, ingin mengatasi konflik secara serius, ketergantungan atau
hilang kendali akan memperberat keadaan mual dan muntah yang
dialaminya sehingga akan lebih ditakutkan keadaan mual muntah
tersebut menjadi lebih buruk dan menyebabkan terjadinya hiperemesis
gravidarum (Tiran, 2008).
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penyakit
hiperemesis gravidarum menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) :
a. USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia
gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas
janin, melokalisasi plasenta
b. Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri,BUN
c. Pemeriksaan fungsi hepar : AST, ALT dan kadar LDH

8
2. Fisiologi Kehamilan
a. Proses Kehamilan
1. Fertilisasi
Proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di daerah
ampula, tuba fallopi. Sekitar 200-500juta sel sperma berhasil
mencapai sel telur.Namun hanya satu sperma yang dapat
membuhai sel telur.Terdapat bergagai rintangan yang
menghambat jalan sperma, lapisan keras yang melindungi
ovum sangat sukar untuk di tembus. Namun sperma
dilengkapi sitem khusus untuk membantunya memasuki sel
telur yaitu dibawah lapisan pelindung pada kepala sperma
terdapat kantung-kantung kecil yang berisi enzim-enzim
pelarut yaitu enzim-enzim akrosom.
Sperma melepas enzim-enzim akrosom untuk menembus
zonz pellusida yaitu sebuah perisai glikoprotein
disekelilingsel telur yang mempermudah dan
mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi
reaksi akrosom.
Segera setelah spermatozoa menyentuh membran oosit,
kedua selaput plasma sel menyatu.Karena selaput plasma
yang membungkus kepala krosom telah hilang pada saat
reaksi akrosom.Reaksi akrosom yaitu reaksi yang terjadi
setelah penempelan ke zona pellusida dan induksi oleh
protein- protein zona.Penyatuan yang sebenarnya terjadi
adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian
belakang kepala sperma.Pada manusia, baik kepala dan
ekor spermatozoa memasuki sitoplasma oosit, sementara
spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali
dengan pronukleus wanita.Intinya membengkat dan
membentuk pronukleus pria sedangkan ekornya lepas dan
berdegenerasi. Sperma melepaskan ekornya dan memasuki

9
sel telur dan melepaskan kromosan melalui lubang yang ia
buka sesudah itu pronukleus pria dan wanita saling rapat
erat dan kehilangan selaput inti merka. Selama masa
pertumbuhan, baik pronukleus pria maupunwanita (haploid),
masing-masing pronukleus harus menggandakan DNA- nya.
b. Perkembangan embiro
1. Pembelahan Zigot
setelah pembuahan terjadi mulailah pembelahan zigot.
2. Proses Implantasi
kemudian blastula tersebut berimplantasi dalam
endometrium, dengan bagian dimana bagian inner cell mas
berlokasi. Hal inilah yang menyebabkan tali pusat berpangkal
sentral atau para sentral.Bila nidasi terjadi mulailah
diferensiasi sel-sel blastula.Sel-sel yang lebih kecil, yang
dekat dengan ruangan eksoselom, membentuk entoderm
dan membentuk ruang amnion.
Setelah minggu pertama (har 7-8), sel-sel trofoblas
terletak di atas embrioblast yang berimplantasi di
endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan
berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda.
a) Sitotrofoblast: terdiri dari sel lapis sel kuboid, batas jelas,
inti tunggal, disebelah dalam (dekat embrioblast).
b) Sinsitiotrofoblast: terdiri dari sel lapis sel tanpa batas jelas,
disebelah luar (berhubungan dengan sstroma
endometrium). Unit trofoblast ini akan berkembang
menjadi plasenta.
c. Perkembangan Trofoblast
1.Pembentukan Plasenta
a. Pembentukan Plasenta
• Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas,
umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia

10
kehamilan sekitar 16minggu.
• Plasenta mengililingi embrio dan rahim ibu.
• Plasenta berfungsi sebagai ginjal, paru-paru dan liver
buatan ia memiliki fungsi ini pada saat yang bersamaan,
tugas ini plasenta adalah melindungi embrio.
• Sel-sel bagian luar dari plasenta membentuk semacam
saringan yang terletak antara pembuluh darah ibu dan
embrio yang berfungsimencegah bahaya dari luar. Saringan
ini meloloskan sel-sel makanan dan menahan sel-sel
imunitas.
• dalam tali plasenta terdapat satu pembuluh darah vena dan
dua pembuluh darah arteri. Pembuluh darah vena
membawa makanan dan oksigen ke embrio dan pembuluh
darah arteri mengeluarkan karbondioksida dan sisa-sisa
dari tubuh sang janin.
b. Pembentukan tali pusat
• Mesoderm connecting stalk yang juga yang memiliki
kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi
pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali
pusat. Pada tahap awal perkembangan, rongga parut masih
terlalu kecil untuk usus yang berkmbang, sehingga sebagian
usus terdesak ke dalam ronggaselom ekstraembrional pada tali
pusat.
• Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning
telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga karion, yang
juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan
dengan proses semakin bersatunya amnion dengan karion.
• Setelah struktur lengkung usus, kandung kuning telur dan
duktus vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya
mengandung pembuluh darah umbilical (dua arteri umbilikalis
yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta).

11
Pembuluh darah umbilical ini diliputi oleh mukopolisakarida
yang disebut Wharton ‘s jelly.
c. Selaput Janin (Amnion dan Karion)

a. Pada minggu-minggu pertama perkembangan villi/jonjot


meliputi seluruh lingkaran permukaan korion. Dengan
berlanjutnyakehamilan:
1. Jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion
lebat seperti semak-semak (chorion frondosum
sementara).
2. Jonjot pada kutub anembrional mengalami degenerasi,
menjadi tipis dan halus disebut karion leave.
b. Seluruh jaringan endometrium yang telah mengalami reaksi
desidua, juga mencerminkan perbedaan pada kutub
embrional dan anembrional:
1. Desidua diatas karion frondosum menjadi desidua basalis.
2. Desidua yang meliputi embrioblast/kantong janin diatas
karion laeve menjadi desidua kapsularis.
3. Desidua disis/bagian uterus yang abembrional menjadi
desidua parietalis.
c. Antara membran karion dengan membran amnion terdapat
rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga ini
tertutup akibat persatuan membran amnion dan membran
korion amnion cavum uteri juga terisi oleh konsepsi
sehingga tertutup oleh persatuan chorion laeve dengan
desidua parietalis.
d. Cairan amnion, rongga yang diliputi selaput janin disebut
sebagai rongga amnion. Di dalam ruangan ini terdapat cairan
amnion (likuar amnii). Asal cairan amnion: diperkirakan
terutama disekresi oleh dinding selaput amnion/plasenta,
kemudian setelah system urinarius janin terbentuk, urine

12
janin yang diproduksi juga dikeluarkan ke dalam rongga
amnion.
3. Perubahan Fisiologi Kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita
mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat
menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
Plasenta dalamperkembangannya dapat mengeluarkan hormone
somatomatropin, esterogen, dan progesteron yang menyebabkan
perubahan pada:
1) Rahim atau Uterus
2) Vagina
3) Ovarium
4) Payudara
5) Sirkulasi darah ibu
4. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi
2. Intoleransi Aktifitas
3. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
cairan akibat vomitus dan asupan cairan yang tidak adekuat

5. Fokus Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan ststus nutrisi • Identifikasi status
Membaik dengan Kriteria Hasil nutrisi
: • Identifikasi makanan
• Porsi makanan yang yang disukai
dihabiskan meningkat • Monitor asupan
• Berat Badan Membaik makanan
• Monitor berat badan

13
• Indeks masa tubuh Terapeutik
membaik
• Sajikan makanan
• Frekuensi makan membaik
secara menarik dan
• Nafsu makan membaik
suhu yang sesuai
Edukasi

• Ajarkan diet yang


diprogramkan
Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
Kolaborasi dengan ahli gizi
2 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tidakan Manajemen energi
keperawatan selama 3x 24 jam Observasi
diharapkan toleransi aktifitas • Monitor kelelahan fisik
meningkat dengan kriteria • Monitor
hasil : ketidakamanan
• Kemudahan dalam selama melakukan
aktifitas sehari – hari aktifitas
meningkat Terapeutik
• Jarak berjalan
• Sediakan linkungan
meningkat
yang nyaman
• Keluhan Lelah
• Berikan aktifitas
menurun
distraksi yang
• Perasaan lemah
menyenangkan
menurun
Edukasi

• Anjurkan tirah baring

14
• Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3 Ketidakseimbangan Kriteria Hasil : Observasi


cairan yang • Asupan cairan
• Monitor status hidrasi (mis.
berhubungan meningkat
Frekuensi nadi, kekuatan
dengan kehilangan • Kelembapan
nadi, akral, pengisian
cairan akibat membrane mukosa
kapiler, kelembapan
vomitus dan dan turgor kulit < 2
mukosa, turgor kulit,
asupan cairan yang detik
tekanan darah)
tidak adekuat • Asupan makanan
• Monitor berat badan
meningkat
harian
• Dehidrasi menurun
Terapeutik

• Catat intake-ouput dan


hitung cairan 24 jam
• Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
• Berikan cairan intravena
jika perlu

15
Kolaborasi :

• Kolaborasi pemberian
deuretik

16
DAFTAR PUSTAKA

Rofi’ah, S., Widatiningsih, S., & Arfiana. (2019). Studi Fenomenologi Kejadian
Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I. Jurnal Riset
Kesehatan. https://doi.org/10.31983/jrk.v8i1.3844

Runiari, Nengah. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperemesis


Gravidarum. Jakarta: Salemba Medika

Rahmawati, R. (2011). Penerapan Asuhan Keperawatan oleh Perawat


terhadap Ibu Hamil.

SDKI. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017.


Retrieved from http://sdki.bkkbn.go.id/files/buku/2017IDHS.pdf

Setyawati, N., Wahyuningsih, M. S. H., & Nurdiati, D. S. (2014). Pemberian jahe


instan terhadap kejadian mual muntah dan asupan energi pada ibu hamil
trimester pertama. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 10(4), 191.
https://doi.org/10.22146/ijcn.18871

Sumarni, S. (2017). Model sosio ekologi perilaku kesehatan dan pendekatan.


The Indonesian Journal of Public Health, 12, No.1(August), 129–141.
https://doi.org/10.20473/ijph.v12i1.2017.129-000

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). (2018). Jakarta. Retrieved from


http://www.inna-ppni.or.id

Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan (1st ed.). (2019). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

17
Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia.
Dewan Pengurus Pusat. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.77.1889

Tiran, Denise. 2008. Mual muntah kehamilan. Jakarta: EGC


Dzikirullah Rizki. (2013). WOC Hiperemesis. Retrieved from
https://www.scribd.com/document/133425510/woc-hiperemesis

Fitriya, E. (2017). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eni Fitriya, Fakultas Ilmu


Kesehatan UMP, 2017. 1–79.

Hiperemesis, W. (2019). Aktivasi dan stimulasi CT2. (2), 2019. Retrieved from
https://pdfslide.net/download/link/woc-hiperemesis-gravidarum-2

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2014.

18

Anda mungkin juga menyukai