Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Disusun Oleh :

Zariatul Aslamiyah Ritonga

Nim: 2011011324

Dosen Pembimbing :

Sulaiman Simamora, M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH LABUHANBATU

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, dan tak lupa pula kami mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawakan kami suatu ajaran yang benar yaitu agama
Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan yang diperoleh dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan media pembelajaran serta infomasi dari media internet ,
buku, dan jurnal yang berhubungan dengan tema.

Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, dapat
menambah wawasan mengenai perkembangan ilmu dalam kehidupan modern. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu..........................................3


B. Cara kerja filsafat ilmu...............................................................5
C. Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat...............................6

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat dan juga sebaliknya,perkembangan ilmu dapat memperkuat keberadaan
filsafat. Filsafat telah berhasil merubah pola pikir bangsa Yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa
Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini
dipengaruhi para dewa. Karena itu para dewa harus dihormati dan sekaligus
ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat pola pikir yang selalu tergantung
pada dewa diubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio. Kejadian alam
seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi
merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan, dan bumi pada
garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan
bumi.

Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan


mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai
dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk
lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan
dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap
ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.

Untuk itulah penulis mencoba memaparkan mengenai tujuan dan manfaat


filsafat ilmu sehingga diharapkan para pembaca dapat memahami pentingnya
filsafat ilmu dalam kehidupan umat manusia.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu?


2. Bagaimana Cara kerja filsafat ilmu?
3. Bagaimana Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu
2. Untuk mengetahui Cara kerja filsafat ilmu
3. Untuk mengetahui Kebenaran Ilmiah sebagai Masalah Filsafat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Tujuan Filsafat Ilmu

1. Pengertian Filsafat Ilmu


Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan daribahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία
philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal
dari kata-kata philia (= persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (=
“kebijaksanaan”). Sehingga arti lughowinya ( secara bahasa) adalah seorang
“pencinta kebijaksanaan”.
Ada juga yang mengurainya dengan kata philare atau philo yang berarti
cinta dalam arti yang luas yaitu “ingin” dan karena itu lalu berusaha untuk
mencapai yang diinginkan itu. Kemudian dirangkai dengan kata Sophia artinya
kebijakan, pandai dan pengertian yang mendalam. Dengan mengacu pada
konsepsi ini maka dipahami bahwa filsafat dapat diartikan sebagai sebuah
perwujudan dari keinginan untuk mencapai pandai dan cinta pada kebijakan.
Berkaitan dengan konsep filsafat Harun Nasution tanpa keraguan
memberikan satu penegasan bahwa filsafat dalam khazanah Islam
menggunakan rujukan kata yakni falsafah. Istilah filsafat berasal dari bahasa
Arab oleh karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi
bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa- bahasa lain ke tanah air Indonesia.
Oleh karenanya konsistensi yang patut dibangun adalah penyebutan filsafat
dengan kata falsafat.
Pada sisi yang lain kajian filsafat dalam wacana muslim juga sering
menggunakan kalimat padanan hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan
dengan ilmu hikmah. Hikmah digunakan sebagai bentuk ungkapan untuk
menyebut makna kearifan, kebijaksanaan. sehingga dalam berbagai literatur
kitab-kitab klasik dikatakan bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama’.
Seringkali pula ketika dikaji dalam berbagai kitab-kitab pesantren muncul

3
ungkapan-ungkapan dalam sebuah tema dengan konsep yang dalam bahasa
arabnya misalnya kalimat ‘wa qala min ba’di al hukama….” dan juga sejajar
dengan kata al-hakim yang mengandung arti bijaksana.
Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy
yang juga berarti filsafat yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan.
Unsur pembentuk kata ini adalah kata philos dan sophos. Philos
maknanya gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise).
Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti
cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali,sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang
bertumpu pangkal pada konsep-konsep aktivitas –aktivitas awal yang disebut
pseudoilmiah dalam kajian ilmu.
Secara lughowi (bahasa) filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan
kebenaran. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang ada dari kenyataan-
kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia
dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori
pengetahuan. Maka problem pengertian filsafat dalam hakekatnya memang
merupakan problem falsafi yang kaya dengan banyak konsep dan
pengertian.berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak hanya
dipahami atas dasar kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan serta atas dasar
pandangan-pandangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, melainkan
perlu dipahami atas dasar pembahasan yang rasional (kritis, logis, dan
sistematis), obyektif, menyeluruh dan mendalam. Filsafat Ilmu Pengetahuan
tidak membahas ilmu pengetahuan atas perkiraan-perkiraan yang ada pada
subyek, melainkan langsung mengarah pada ilmu pengetahuan itu sendiri
sebagai obyeknya. Filsafat Ilmu Pengetahuan tidak membatasi pembahasannya
hanya pada beberapa unsur serta hanya dari satu segi saja, melainkan berusaha
untuk membahasnya secara menyeluruh, sehingga diperoleh pemahaman yang
utuh. Dan Filsafat Ilmu Pengetahuan tidak hanya membahas hal-hal yang secara

4
aksidental nampak di permukaan, melainkan perlu membahas secara radikal
(mendalam) untuk dapat memperoleh unsur-unsur hakiki yang menjadi ciri khas
dari ilmu pengetahuan.

B. Tujuan Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus
memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat
menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya
pendapatnya yang paling benar.
Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan ilmuwan
modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur
ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah
menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan struktur ilmu
pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya saran berpikir, bukan merupakan
hakikat ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Semakin luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid
metode tersebut. Pembahasan mengenai hal ini dibicarakan dalam metodologi,
yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran.
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita
bisa memahami, sumber, hakekat, dan tujuan ilmu.
Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secra historis.

5
C. Cara Kerja Filsafat Ilmu

Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan melebihi sekadaruraian tentang


pelaksanaan teknis ilmu-ilmu, tetapi jugasebagai suatu penelitian tentang apa
yangmemungkinkan ilmu-ilmu itu menjadi dan berkembang.Cara kerja ini bertitik
pangkal pada uraian prosesterbentuknya ilmu-ilmu pengetahuan, sehingga
pembentukan dan pengembangan ilmu-ilmu dapatditerangkan dan dimengerti.
Filsafat Ilmu diorientasikan untuk menjelaskanbagaimana kedudukan filsafat ilmu
pengetahuan dalam peta filsafat secara keseluruhan, dan secara khusus
mendeskripsikan bagaimana teori-teori ilmupengetahuan, baik dari perspektif
ontologi, epistemologimaupun aksiologinya.

Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan


cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan
menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita
mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah
ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim
lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat,
melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan
dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind. Tampaknya
Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam epistemologi
yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara pandang demikian
akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan spesifikasi-spesifikasi
keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan
pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam
menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan
dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode
deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal sehat.

6
D. Kebenaran Ilmiah Sebagai Masalah Filsafat

Kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari karakteristik yang bersifat


ilmiah. Adapun kata ilmiah (Scientific: Inggeris) dapat diartikan sebagai sesuatu
yang bersifat ilmiah; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat atau kaidah ilmu
pengetahuan (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1994; 370).

Dari pengertian ilmiah di atas terlihat jelas bahwa kebenaran ilmiah itu dapat
diaktualisasikan atau dimanifestasikan dalam pengetahuan ilmiah. Atau dengan
kata lain, suatu pengetahuan disebut ilmiah justeru karena di dalam pengetahuan
tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah. Pengetahuan ilmiah bertitik
tolak dari kekaguman terhadap pengalaman biasa atau harian, misalnya saja air jika
dipanaskan akan mendidih. Kekaguman terhadap pengalaman, kebenaran,
pengetahuan biasa (common sense), menimbulkan berbagai ketidakpuasan dan
bahkan keraguan terhadap kebenaran harian tersebut. Ketidakpuasan dan keraguan
tersebut akan melahirkan keingintahuan yang mendalam yang diwujudkan dalam
berbagai pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut selanjutnya diikuti dengan
dilakukannya sejumlah penyelidikan. Serangkaian proses ilmiah tersebut
melahirkan kebenaran ilmiah yang dinyatakan dalam pengetahuan atau sain (lihat
Hardono Hadi, 1994: 13- 27).

Kebenaran ilmiah yang diwujudkan dalam ilmu pengetahuan atau sain dapat
disebut sebagai ilmu jika memenuhi berbagai syarat. Syaratsyarat tersebut adalah
objektivitas, metodologis, universal, dan sistematis (Bandingkan Poedjawijatna,
1967; 14). Lebih lanjut Beerling (1986; 6-7) menegaskan bahwa kemandirian ilmu
pengetahuan ilmiah sesungguhnya berkaitan dengan tiga norma ilmiah. Pertama
pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang memiliki dasar pembenaran.
Kedua pengetahuan ilmiah bersifat sistematis. Ketiga pengetahuan ilmiah bersifat
intersubjektif.

7
Dari berbagai pemahaman mengenai kebenaran ilmiah yang telah diuraikan
di atas, dapat dibuat suatu kerangka pemahaman bahwa kebenaran ilmiah adalah
sebagai kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah ilmiah atau kebenaran yang
memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan. Sedemikian rupa sehingga
kebenaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari ilmu atau pengetahuan ilmiah atau
sains sebagai a higher level of knowlwdge justeru karena ilmu atau pengetahuan
ilmiah merupakan aktualisasi dari kebenaran ilmiah.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif


dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala
kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan
penerapan.

Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang


spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan;
ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Pembahasan mengenai epistemologi
harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi. Secara jelas, tidak mungkin
bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam
membahas dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik,
sehingga harus senantiasa dikaitkan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Afid Burhanuddin, Ruang Lingkup Filsafat


Ilmu.http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/ruang-lingkup-filsafat-
ilmu-2/. Diakses pada tanggal 9 Juni 2016

Alhelya, Manfaat Belajar


Filsafat. http://alhelya746.blogspot.com/2013/05/manfaat-belajar-filsafat.html.
Diakses pada tanggal 9 Juni 2016
Bertens, K., 1983, Filsafat Barat Abad XX: Inggeris – Jerman, Gramedia, Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai