ULKUS KORNEA
Penulis
Pembimbing Diskusi :
dr., Ismi Zuhria Sp.M(K)
HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 TUJUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA 2
2.1.1 ANATOMI KORNEA 2
2.1.2 FISIOLOGI KORNEA 3
2.2 KERATITIS 3
2.2.1 Definisi 3
2.2.2 Epidemologi 4
2.2.3 Patofiologi 4
2.2.4 Faktor risiko 6
2.2.5 Jenis Keratitis 6
2.2.6 Gejala Klinis 11
2.2.7 Pemeriksaan fisik dan diagnostik 12
2.2.8 Penatalaksanaan 12
2.2.9 Komplikasi 15
2.2.10 Prognosis 15
BAB III LAPORAN KASUS 16
3.1 IDENTITAS PASIEN 16
3.2 ANAMNESIS 16
3.3 PEMERIKSAAN FISIK 17
3.4 FOTO KLINIS 18
3.5 PROBLEM LIST 18
3.6 ASSESMENT 19
3.7 PLANNING 19
BAB IV PEMBAHASAN 20
BAB V PENUTUP 22
DAFTAR PUSTAKA 23
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk melakukan diagnosis dan
penatalaksanaan kasus erosi kornea dengan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Epitelium
Sel epitel merupakan bagian terluar yang terdiri dari sel kubus dibagian tengah
dan semakin ke tepi semakin pipih, terdiri dari5-6 lapis sel yang akan
beregenerasi dalam waktu 5-7 hari.
2. Membran bowman
Membrane aseluler, jernih dan dianggap sebagai modifikasi stroma dan mulai
muncul saat usia 4 bulan.
3. Stroma
Terdiri dari selaput kolagen yang tersusun rapi, diameter serabut kornea 1 mikro
meter terletak antara proteoglikan dan sel keratosit. Stroma menyusun 90% dari
kornea.
4. Membran desement
Membrane jernih, elastis dan merupakan membrane yang berasal
dari endothelium. Membrane ini sangat dulit untuk ditembus oleh
mikroorganisme.
5. Endothelium
Lapisan sel yang tidak mempunyai kemampuan regenerasi sehingga akan rusak
jika terkena trauma.
2.2 KERATITIS
2.2.1 Definisi
Keratitis adalah keadaan dimana kondisi kornea yang seharusnya jernih,
berbentuk seperti kubah menjadi bengkak dan terjadi inflamasi sehingga mata
menjadi merah, nyeri maupun adanya pengurangan visus. Keratitis juga sering disebut
dengan ulkus kornea (Schwab IR 1994).
2.2.2 Epidemiologi Keratitis
Keratitis tidak menjadi 5 penyakit target WHO yang menyebabkan
kebutaan. Sehingga sebagian besar data-data yang didapatkan berasal dari penelitian
publikasi individu. Meskipun begitu bacterial keratits termasuk salah satu penyakit
yang dapat menyebabkan kekeruhan pada kornea. Kejadian keratitis bakterial
tergantung pada letak lokasi geografis dan cuaca lokal. Sebagai contoh di amerika
didapatkan 11 dari 100.000 penduduk yang menderita keratitis. Sedangkan di Nepal
didapatkan 799 dari 100.000 penduduk yang menderita keratitis. Peningkatan
penyebab keratitis yang paling banyak terdapat pada penggunaan lensa kontak.
Peningkatan terjadi dari 0% di tahun 1960 menjadi 52% di tahun 1990an (Al-Mujaini
et al, 2009).
2.2.3 Patofisiologi
Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan,
resiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma
langsung pada kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang
mengganggu keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat
pemakaian lensa kontak.
Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan melepaskan
enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi yang mengawali
proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk infiltrat. PMN berfungsi
memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan oleh bakteri dan enzim
leukosit dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan penipisan. Karena
penipisan lapisan ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan endoftalmitis. Bila kornea
telah sembuh, dapat timbul jaringan sikatrik yang menyebabkan penurunan tajam
penglihatan. Bakteri gram positif lebih banyak menjadi penyebab infeksi bakterialis
di dunia bagian selatan. Psaeudomonas aeruginosa paling banyak ditemukan pada
ulkus kornea dan keratitis karena lensa kontak.
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk
tukak pada kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer.
Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan
virus. Sedangkan perifer umumnya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun,
dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok
aureus, H. influenza, dan M. lacunata. (Sissons, C 2017)
Patologi ulkus kornea tanpa perforasi dibagi dalam 4 Fase :
1. Fase Infiltrasi Progresif
Karakteristik dari tingkat ini aialah infiltrasi sel – sel PMN dan atau
limfosit ke dalam epitel dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi
nekrosis dari jaringan yang terlibat bergantung virulensi agen dan pertahanan
tubuh host.
2. Fase Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel,
membran Bowman, dan stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif
terjadi hiperemia yang mengakibatkan akumulasi eksudat purulen di kornea.
Jika organisme penyebab virulensinya tinggi atau pertahanan tubuh host
lemah akan terjadi penetrasi yang lebih dalam selama fase ulserasi aktif.
3. Fase Regresi
Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral
dan pertahanan seluler) dan terapi yang memperbesar respon host normal.
Garis batas yang merupakan kumpulan leukosit mulai timbul di sekitar ulkus,
lekosit ini menetralisir bahkan memfagosit organisme debris seluler. Proses
ini disertai vaskularisasi superfisial yang yang meningkatkan respon imun
humoral dan seluler. Ulkus mulai menyembuh dan epitel mulai tumbuh dari
tepi ulkus.
4. Fase Sikatrisasi
Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengn epitelisasi progresif yang
membentuk sebuah penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk
jaringan fibrosa yang sebagain berasal dari fibroblas kornea dan sebagian lagi
berasal dari sel endotel pembuluh darah baru. Stroma menebal dan
mendorong permukaan epitel ke anterior. Derajat sikatrik bervariasi, jika
ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel maka akan menyembuh
sempurna tanpa bekas. Jika ulkus melibatkan memran Bowman dan sedikit
lamela stroma superficial maka akan terbentuk sikatrik yang disebut
“nebula”. Apabila ulkus melibatkan hingga lebih dari sepertiga stroma akan
membentuk “makula”dan “leukoma”.
2.2.8 Penatalaksanaan
2.2.9 Komplikasi
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun
jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan normal
sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan
parut kornea dapat berkembang yang pada akhirnya menyebabkan penurunan parsial
maupun kompleks juga dapat terjadi, glaukoma dan katarak. Terjadinya
neovaskularisasi dan endoftalmitis, penipisan kornea yang akan menjadi
perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan katarak juga bisa
menjadi salah satu komplikasi dari penyakit ini.
2.2.10 Prognosis
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya pasien mendapat
pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya penyulit maupun
komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan tiap hari dan sembuh
dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak terjadi atau ulkus bertambah
berat, disgnosis dan terapi alternatif harus dipertimbangkan.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nadi : 96x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.9o
3.6 ASSESMENT
OS ulkus kornea cum hipopion
3.7 PLANNING
3.7.1 Diagnostik
Scraping, Pemeriksaan KOH, Kultur
3.7.1 Terapi
MRS
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram IV
Moxifloxacin ed oh dd gtt 1 OD
Natamycin ed oh dd gtt 1 OD
Atropin ed 2 dd gtt 1 OD
Asam Mefenamat 3x1
3.7.2 Monitoring
Nyeri
Hipopion
Visus
Kemampuan membuka mata
Segmen Anterior
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas pasien laki – laki berusia 70 tahun dengan keluhan
utama mata kiri muncul putih-putih. Pasien rujukan dari RS muhammadiyah lamongan
dengan OS ulkus kornea, pro usg dan penanganan lanjut. Pasien mengelukan mata kiri
muncul putih sejak 2 minggu yang lalu muncul pertama kecil dan perlahan-lahan
semakin meluas dalam waktu 2 minggu dan semakin menggangu pandangan. Kelopak
mata semakin tertarik ke atas sehingga semakin tidak dapat menutup sempurna. pasien
tidak mengobati sendiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan oculi sinistra dengan visus lp
(-), kekeruhan menyeluruh pada bilik mata depan dan kornea, dan fundus reflex tidak
dapat di periksa. Dilakukan pemeriksaan flourensen dan didapatkan ulkus kornea.
Pemeriksaan lain-lain dalam batas normal. Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan
fisik, maka diagnosis banding terdapat putih-putih pada mata dapat disingkirkan satu per
satu dan ditemukan data yang mendukung tegaknya diagnosis ulkus kornea. Rencana
diagnosis untuk pasien ini adalah untuk mengevaluasi keadaan fisik dan dilakukan
pengobatan pada keratitisnya untuk mengurangi terjadinya peningkatan hipopion.
Pengobatan juga dilakukan pada herpes zoster pasien karena pengobatan sebelumnya
dirasa kurang adekuat sehingga diberikan terapi kembali. Pasine juga mendapat
pengobatan untuk tetes mata dan mata pasien ditutup untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder yang memperparah keadaan pasien sekarang.
DAFTAR PUSTAKA