M. Junaidi Sahal
Ada ungkapan yang seing kita dengar di pesantren, yaitu: ”Anta turid, wa ana urid wallohu
fa’aalun limaa yuriid.” ungkapan berdasar dari spirit Firman Allah QS Hud 107:
س َم َاوات َو أاْل َ أرض إِ َّّل َما شَا َء َربُّكَ ۚ إِ َّن َربَّكَ فَعَّال ِل َما ي ِريد
َّ ت ال
ِ خَا ِلدِينَ فِي َها َما دَا َم
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.
Itu ayat memberikan sebuah motivasi bahwa Allah-lah yang Maha Berkehendak. Kalau Allah
yang berkeingingan melakukan sesuatu pastilah terjadi sekalipun akal manusia belum bisa
menjangkaunya.
Demikian pula lah dengan yang terkait perjalanan tidak masuk akal isra’ mi’raj Nabi Muhammad
صلي هللا عليه و سلمjika benar benar hanya menggunakan dimensi akal. Namun jika melihat dimensi
Allah yang Fa’aalun Lima yuriid, maka hal itu pasti dapat diterima oleh akal yang beriman.
Coba perhatikan dan Renungi Firman Allah Yang selalu menjadi favorit untuk diulang
Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Jika memahami ayat ini dengan Hud 107, maka akan melihat ada dimensi Allah yang bermain
1. Mestinya tidak perlu ada debat yang berkepanjangan dalam melihat isra mi’raj Nabi
Muhammad صلي هللا عليه و سلم. Kalau kita melihat pada clue di huruf ‘ba’ di ayat itu dan tiadanya
Huruf ‘ba’ pada kalimat ‘bi ‘abdihi’, masuk kategori huruf ilshoq (menempel) yang memberikan
makna kebersamaan.
Misal , ketika kita berucap basmalah disaat melakukan aktifitas apapun, maka seolah kita
membersamai aktivitas kita dengan ‘ismillah’ nama Allah. Sehingga aktivitas kita kadi berkah.
Demikian pula ketika melihat Isra Mi’raj di ayat tersebut (al Isra 1), bahwa perjalanan Nabi
Muhammad صلي هللا عليه و سلمyang dengan jarak dan kecepatan yang un limited,namun ada
percepatan yang un limited juga sudah pasti hal itu terjadi karena bersama kekuasaan Allah. Hal
Seperti seekor semut surabaya yang menempel dan berada di tas kresek di dalam mobil dan
kebawa hingga naik pesawat sampai ke cibubur jakarta, maka setelah 2 jam perjalanan dan
sampai di cibubur ia keluar dari tas kresek itu. Dan si semut itu ketemu semut cibubur, semut
cibubur bertanya asalnya, di jawab dari surabya 2 jam yang lalu. Maka bisa dipastikan tidak akan
percaya itu semut cibubur, kenapa? Karena semut cibubur masih menggunakan dimensi semut
Maka demikian pula dengan peristiwa isra’ mi’raj, jika dipahami dengan dimensi Allah pastilah
Dan Itulah pula tidak ditemukan lafdul jalalah (Allah) هللاpada kalimat subhanal ladzi سبحان الذى,
kenapa?
Itu membuktikan bahwa perjalanan itu hanya DIA yang bisa,karena itu tanpa
disebutpun,manusia sudah pasti berfikir kepada هللا. Karena hanya Allah yang memliki kekuatan
Sehingga dari kedua clue kita harus memahami perjalanan tersebut terjadi bersama dimensi
Maka, jika dalam hidup ini selalu mengedepankan dimensi Allah sudah pasti akan ada
percepatan pula sehingga semua urusan jadi mudah. Bukan berarti terlarang penggunaan dimensi
manusia, karena penting juga hal itu sebagai bentuk ikhtiyar. Tapi dasari dimensi manusia itu
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
So, pelajaran terindah dari perjalanan Nabi Muhammad صلي هللا عليه و سلمketika isra’ mi’raj
adalah kalau ingin ada percepatan dalam urusan hidup kita maka gunakanlah DIMENSI
2. Lanjutan Isra ayat 1 itu adalah berbicara rute perjalanan Nabi Muhammad صلي هللا عليه و سلم
َ ِمنَ أال َمس ِأج ِد أال َح َر ِام إِلَى أال َمس ِأج ِد اْل أقdari Masjidil Haram menuju Masjidl Aqsho..
ص
Itu memberikan makna lain bahwa perjalanan hidup itu agar mendapatkan percepatan dalam
a. Warnai hidup ini dengan selalu ritmenya dari masjid ke masjid. Artinya hidup akan mulia
kalau hati selalu ingat dengan masjid baik dari aspek membangun masjid secara fisik atau
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan
Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika ia keluar
hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah )رضي هللا عنهما
ِص َالةِ َوقِ َرا َءة َ َو َّل أالقَذَ ِر ِإنَّ َما ه،َيء ِم أن َهذَا أالبَ أو ِل
َ ِِي ِل ِذ أك ِر هللا
َّ َوال،ع َّز َو َج َّل اجدَ َّل ت َ أ
صلح ِلش أ ِ سَ ِإ َّن َه ِذ ِه أال َم
ِ أالق أر
آن »صحيح
“Sesungguhya masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk tempat kencing dan berak, tetapi
hanyasanya ia (dibangun) untuk dzikrullah, shalat dan membaca al-Qur’an.” (HR Muslim)
So, ingat masjid dengan selalu ibadah di dalamnya akan juga membuat percepatan dalam
penyelsaian masalah..
كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا كانت ليلة ريح كان مفزعه إلى المسجد حتى: عن أبي الدرداء قال
تسكن
Sayydina Abu Darda berkata, “Jika terjadi angin topan, Baginda Rasulullah صلي هللا عليه و سلمakan
bergegas masuk ke masjid dan tidak akan keluar dari masjid sebelum angin reda."
b. Dari masjid ke masjid juga memliki makna bahwa hidup itu dari sholat ke sholat. Hidup 24
jam harus di mulai sholat subuh dan diakhiri dengan sholat isya’ sebelum tidur lagi…Karena
صلَّى
َ سلَّ َم ِإذَا َحزَ َبه أ َ أمر َ صلَّى هللا
َ علَ أي ِه َو َّ « َكانَ َرسول: عن حذَ أيفَة بن اليمان رضي هللا عنه قَا َل
َ ِّللا
Dari sayyidina Hudzaifah RA, dia berkata, "Apabila Baginda Rasulullah SAW menemui suatu
kesulitan, maka beliau bergegas mengerjakan sholat." (HR Ahmad, Abu Dawud, dari Kitab
Durrul Mantsur)
ِص َالة َّ " ۚ َوا أست َ ِعينوا بِالCarilah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat."
َّ صب ِأر َوال
Itulah makna dimensi Allah untuk mendapatkan percepatan dalam mengahapi persolan hidup
dari pelajaran isra’ mi’raj Nabi Muhammad …صلي هللا عليه و سلم
Wallohu Alam