Anda di halaman 1dari 6

Nama: Gita Puspa Maharani

NPM: 170510160034

Tugas Filsafat Ilmu

Tinjauan Cabang Filsafat dalam Perspektif Logika Hukum

Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas hubungan antara logika dengan ilmu Logika
Hukum. Saya tertarik untuk membahas materi ini karena logika dan ilmu logika hukum sangat
berkaitan sebagaimana dengan hubungan logika dengan ilmu lain. Namun terkhusus ilmu logika
hukum, saya tertarik karena baik logika maupun logika hukum sama-sama membahas pemikiran yang
diungkapkan melalui perkataan maupun serangkaian kata-kata yang bersifat benar dan tepat. Logika
dianggap sebagai ilmu sekaligus seni ataupun keterampilan, dalam hal ini adalah asas-asas yang tepat,
lurus, dan semestinya. Begitu pula dengan logika hukum yang harus serba benar, tepat, logis, dan
rasional. Seorang ahli hukum memaparkan hakikat logika hukum yang dilihat dari segi ilmu, bahwa
logika hukum sebagai ilmu merupakan:

“suatu ilmu yang mempelajari kegiatan berpikir hukum yang benar dan tepat dalam arti logik
(logical or correct thinking of law), rasional atau masuk akal (rational thinking of law), atau ilmiah
(scientific thinking of law), atau argumentatif dan beralasan (argumentative and reasonable thinking
of law) menurut prinsip-prinsip logika, dalam rangka memperoleh pengetahuan “baru” di bidang
hukum”. (A. Widiada Gunakaya, 2014: 23)

Selain dari paparan di atas juga, saya ingin melihat pengaplikasian ilmu tersebut dalam
contoh kasus yang terjadi di Indonesia dan keterkaitannya juga dengan ilmu Antropologi Hukum,
yang mana Antropologi Hukum merupakan cabang dari ilmu Antropologi Budaya yang secara khusus
membahas kebudayaan manusia yang berkaitan dengan hukum yang digunakan sebagai alat
pengendali sosial. Ilmu tersebut menitikberatkan pada suatu budaya yang berkaitan atau
mempengaruhi masalah hukum. Dari sudut pandang Antropologi sendiri, memandang bahwa
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dikaitkan dengan nilai, norma, adat, tradisi, dan budaya
yang berbeda dalam suatu masyarakat. Pada bidang hukum, antropologi memberikan alternatif hukum
adat yang berdasarkan pada kearifan lokal suatu daerah dan juga catatan-catatan penting tentang
hukum adat yang tak tertulis namun disebagian daerah masih lebih dominan digunakan ketimbang
dengan hukum konvensional. Tugas dari ilmu Antropologi Hukum sendiri ialah untuk memberikan
pemahaman akan hukum-hukum non Undang-Undang (contohnya nilai dan norma sosial).
Filsafat Ilmu adalah suatu pemikiran kritis terhadap suatu metode yang digunakan oleh ilmu
tertentu, terhadap lambang-lambang yang dipakai dan terhadap struktur penalaran tentang sistem
lambang yang digunakan. Pemikiran kritis ini kemudian dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu empiris
dan ilmu rasional. Seorang pakar yang bernama Abram Cornelius Benjamin mengatakan bahwa
Filsafat Ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang merupakan studi sistematis mengenai
ilmu, khususnya metode, konsep dan praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-
cabang pengetahuan intelektual.

Kata filsafat sendiri memiliki makna berfikir secara mendalam tentang sesuatu tanpa melihat
dogma dan agama dalam mencari kebenaran yang dalam hubungan ini lebih diutamakan untuk
ditelaah ialah penalaran dan teorinya. Aristoteles, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika. Ia juga berpendapat bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asas segala
benda.

Adapun sejarah dari penggunaan filsafat dalam kehidupan manusia sendiri dimulai sejak
zaman prasejarah, namun saya akan lebih menjelaskan sejak zaman Yunani dan Romawi dimana
perkembangan akan berpikir untuk mencari tahu sudah lebih berkembang pesat dari zaman-zaman
sebelumnya. Pola berpikir masyarakat saat itu berkembang dari mitosentris menjadi logosentris.
Masyarakat saat itu tidak melihat dan mendefinisikan gejala alam berdasarkan mitos, namun lebih
melihatnya kearah aktivitas alam yang terjadi karena adanya faktor sebab-akibat.

Selanjutnya perkembangan filsafat pada masa Islam. Pada masa ini, ilmu pengetahuan dan
teknologi lahir dari peradaban Islam yaitu penemuan akan metode ilmiah yang merupakan perintis
modernisasi Eropa dan Amerika. Adapun pemikir-pemikir yang lahir dari zaman ini antara lain, Ibnu
Sina, Ibnu Rusd, dan al-Rasi.

Setelah perkembangan filsafat pada masa Islam, kemudian dilanjutkan dengan perkembangan
filsafat pada abad kegelapan yang pada masa ini, bangsa Romawi terfokus pada permasalahan
keagamaan. Romawi pada masa ini tidak mengedepankan permasalahan akan pengetahuan sehingga
bangsa Romawi mengalami kehancuran dan masa ini dikenal sebagai masa kegelapan.

Yang terakhir adalah perkembangan filsafat pada abad ke-18 dan 19 yang pada masa ini dan
abad-abad selanjutnya, kecepatan perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Ilmu pengetahuan
empiris mendominasi ilmu pengetahuan. Penemuan pada akhir abad ke-18 didominasi oleh
pengetahuan bidang fisika. Sejarah filsafat modern barat, sebagaimana diungkapkan Hamersma
(1983:3) adalah buah dari bersemainya benih pemikiran di zaman abad pertengahan dan memuncak
pada renaissance. Ciri utama pemikiran modern dilambangkan dengan “subjek” sebagai pusat
pemikiran. Subjek yang dimaksud disini adalah manusia. Manusia dianggap sebagai pusat dari segala
sesuatu.
Salah satu cabang dari ilmu filsafat ialah logika. Logika dan filsafat muncul secara
bersamaan. Logika merupakan elemen dasar/ kerangka pada setiap ilmu pengetahuan. Kata logika
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Namun, definisi
logika berdasarkan Oxford Dictionary, logika merupakan ilmu penalaran, bukti, pemikiran, atau
kesimpulan; Skema atau risalah tertentu mengenai hal ini; Rantai penalaran, penggunaan argumen
yang benar atau salah, kemampuan dalam argumen, dan argumen. Logika juga dapat diartikan sebagai
seni atau keterampilan berpikir. Sebagai seni atau ketrampilan, logika merupakan seni atau asas-asas
pemikiran yang tepat, lurus, dan semestinya. Sebagai ketrampilan, logika adalah seni dan kecakapan
menerapkan
hukum-hukum atau asas-asas pemikiran itu agar bernalar dengan tepat, teliti, dan teratur.
Berdasarkan macamnya, logika dibagi menjadi 2 yaitu logika naturalis dan logika ilmiah.
Logika naturalis merupakan penggunaan logika dalam kehidupan sehari- hari dan melekat pada setiap
manusia karena kodratnya sebagai makhluk yang rasional. Logika hukum berada pada logika sehari-
hari karena penggunaan hukum sendiri ditujukan dalam mengatur kehidupan sehari-hari manusia.

Dalam logika pula dikenal istilah bernalar. Bernalar merupakan suatu proses dalam penarikan
kesimpulan sebagai suatu kpengetahuan melalui kerangka berpikir tertentu. Penalaran ilmiahh dapat
dibagi menjadi 2 macam, yaitu penalaran induktif dan deduktif. Penalaran induktif merupakan
penarikan kesimpulan dari kumpulan hal umum atas dasar hal-hal yang khusus. Sedangkan penalaran
deduktif merupakan penarikan kesimpulan penalaran berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus
berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Dalam hal epistemologinya, Ilmu Logika Hukum
merupakan bagian ilmu yang termasuk menggunakan logika deduktif dalam menarik kesimpulan
karena dalam logika hukum lebih diutamakan rasionalitas, mengedepankan penggunaan nalar dan
akal. Dalam proses menyimpulkan ilmu logika hukum, sangat bergantung pada pengalaman (gejala
empirik), yang artinya kebenaran dari ilmu logika hukum sangat memerlukan pembuktian yang
bersifat empirikal. Adapun disiplin ilmu yang empirikal salah satunya terdiri dari Fisika, Biologi,
Geologi, Astronomi, Ilmu Sejarah, Ilmu Sosial, Ilmu Ekonomi, Ilmu-Ilmu Hukum, dan lain-lain.

Dalam membahas logika pula tidak lepas dengan istilah ilmu. Ilmu ialah seluruh usaha yang
dilakukan oleh manusia secara sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia tersebut dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Makna kata ilmu berbeda dengan
makna kata pengetahuan. Pengetahuan merupakan kumpulan fakta yang menjadi dasar dari sebuah
ilmu. Maka dari itu, pengetahuan belum dapat dikatakan sebagai ilmu, namun ilmu sudah pasti berisi
tentang pengetahuan. Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga
landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu
terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu,
maka hal ini harus dikatikan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Adapun ontologi Ilmu Logika
Hukum terdiri atas: sisi normatif Ilmu Hukum, sisi teoritis, dan sisi empiris. Sedangkan fungsi dari
mempelajari Ilmu Logika Hukum ialah untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan melalui
pandangan tentang aturan-aturan, nilai, dan pemikiran hukum yang benar, rasional, dan jujur.
Dalam hidup bermasyarakat, masyarakat tidak akan pernah lepas dari aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam daerah yang ditempatinya.

Dibawah ini merupakan sebuah contoh kasus yang akan saya gunakan guna melihat antara
keterkaitan logika, ilmu Logika Hukum dan juga Antropologi Hukum.

Kepergok Mecuri Mobil, Sudarto Tewas Dikeroyok Warga di Bekasi

SELASA, 18 DESEMBER 2012 08:32 REDAKSI


PORTALKRIMINAL.COM - JAKARTA: Sudarto (62), warga asal Jepara Jateng, tewas
dikeroyok warga setelah kepergok mau mencuri mobil milik Maryadi di Kampung Serang RT
03 RW 05 Desa Taman Rahayu, Setu, Kabupaten Bekasi, Senin (17/12/2012) dini hari. Sudarto
merenggang nyawa tak jauh dari mobil Suzuki Futura Nopol B-9556-HY yang akan dicurinya. 

Kejadian tersebut sekitar pukul 02:30 WIB, Maryadi dibangunkan isterinya yang mendengar
mesin mobil miliknya dihidupkan. Maryadi pun mengecek mobilnya, ternyata hendak dibawa kabur
pelaku. Korban mengejar pelaku sambil berteriak maling. Teriakan korban didengar warga sekitar
yang kemudian ikut membantu mengejar pelaku.
Dengan kondisi jalan yang sempit, diduga pelaku panik hingga akhirnya pelaku menabrak
pohon kecapi dan pohon jambu. Pelaku keluar dari mobil dan berusaha melarikan diri. Namun pelaku
sudah terkepung warga dan berhasil ditangkap. Pelaku kemudian menjadi bulan-bulanan warga
hingga babakbelur.
Petugas kepolisian dari Polsek Metro Setu yang datang ke lokasi mendapati pelaku sudah meninggal
dunia. Oleh petugas, jenazah kemudian dikirim ke RS Polri Kramat Jati guna dilakukan Visum

Analisis penulis:
Menurut pandangan saya akan hal ini, masyarakat Bekasi yang terkait dalam kasus ini kurang
dapat mengontrol diri dan kurang dapat mempergunakan logikanya dengan benar dan baik. Seperti
yang telah dipaparkan di atas, sebagai seni atau ketrampilan, logika merupakan seni atau asas-asas
pemikiran yang tepat, lurus, dan semestinya. Sebagai ketrampilan, logika adalah seni dan kecakapan
menerapkan
hukum-hukum atau asas-asas pemikiran itu agar bernalar dengan tepat, teliti, dan teratur. Begitu pun
dengan ilmu Logika Hukum. Logika Hukum mempelajari pikiran dan pertimbangan akal yang benar
dan tepat serta sejauh mana penerapan norma-norma pada umumnya dan norma hukum dijadikan
dasar dalam membangun pemikiran hukum yang benar. Apabila masyarakat tersebut paham akan hal
ini, maka mereka akan bekerja sama untuk menangkap pencuri tersebut tanpa harus main hakim
sendiri hingga membahayakan nyawa pelaku. Seharusnya mereka juga bisa mengelola dan tidak
mementingkan emosi serta kepuasan pribadi mereka.
Namun apabila dilihat dari sudut pandang Antropologi Hukum, menurut saya, semangat jiwa
saling membantu dalam masyarakat sekarang sudah disalahartikan dan maknanya menjadi negatif.
Menangkap pencuri dan memukulinya dianggap menjadi sebuah tradisi dalam masyarakat dewasa ini
dalam bentuk pembelaan. Padahal kita diajarkan dalam norma agama untuk tidak membenci dan
mencelakai sesama, begitu pula dengan norma sosial, dimana seharusnya kita sebagai makhluk sosial
saling menjaga satu sama lain sebagai tindakan pencegahan terhadap pencurian, bukan memukuli
pelaku karena ketahuan mencuri. Karena tindakan pencurian juga terjadi karena terdapat dorongan
oleh sebab-sebab yang mempengaruhi tindakan tersebut.

Kesimpulan dari hubungan logika dengan Ilmu Hukum (dan juga Antropologi Hukum) ialah,
bahwa ilmu apapun pasti tersusun atas dasar logika karena logika merupakan kerangka dari aktivitas
berpikir. Seperti yang dikataan A. Widiada Gunakaya dalam bukunya Logika Hukum (2014: ii)
mengatakan bahwa:
“ilmu pengetahuan yang telah disusun berdasarkan logika, berarti ontologikalnya telah
tersusun secara sistematikal, dan juga metodikal secara epistemologikal, sehingga baik proses
maupun produk dari realitas ilmu pengetahuan itu, kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, dan secara aksiologikal bermanfaat bagi hidup dan kehidupan umat manusia”.
Daftar Pustaka:
1. Gunakaya, A. Widiada. 2014. Logika Hukum. Bandung: Pustaka Harapan Baru.
2. http://www.dosenpendidikan.com/10-pengertian-ilmu-menurut-para-ahli/
3. https://www.rangkumanmakalah.com/definisi-filsafat-ilmu-dan-tujuannya/
4. http://www.satujam.com/filsafat-ilmu/
5. https://kuliahfilsafat.com/2009/11/22/pengertian-sejarah-dan-macam-macam-logika/
6. https://sites.google.com/site/rosadteaconr/artikel/epistemologi-filsafat-pengetahuan
7. https://www.researchgate.net/publication/298787398_Pengantar_Filsafat_Ilmu
8. https://kuliahfilsafat.com/category/pengantar-filsafat/
9. http://www.kompasiana.com/rooysalamony2011/sejarah-singkat-filsafat-barat-
modern_5516f0c48133116864bc6159

Anda mungkin juga menyukai