KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma
Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu
berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi dan
deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi
penelitian. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan secara
simultan dengan analisis data selama penelitian berlangsung. Selanjutnya, Patton
mendefenisikan paradigma sebagai berikut (Patton dalam Ghony, 2012: 73):
“A paradigm is a world view, a general perspective, a way of breaking
down the complexity of the real world. As much paradigms are deeply
embedded in the socialization of adherents and practicioners telling them
what is important, what is legitimate, what is reasonable. Paradigms are
normative; they tell the practicioner what to do with out the necessity of
long existencial or epistemological consideration. But it is this aspect of a
paradigms that constitutes both its strength and its weakness-its strength
in that it make action possible, its weakness in that very reason for action
is hidden in the unquestioned assumptions of the paradigm.”
b. Reduksi Fenomenologi
Ketika epoche adalah langkah awal untuk “memurnikan” objek dari
pengalaman dan prasangka awal, maka tugas dari reduksi fenomenologi adalah
menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Tidak hanya
dalam term objek eksternal, namun juga kesadaran dalam tindakan internal,
pengalaman, sedangkan tantangan ada pada pemenuhan sifat-sifat alamiah dan
makna dari pengalaman.
Reduksi akan membawa kita kembali kepada bagaimana kita mengalami
sesuatu. Memunculkan kembali sifat-sifat alamiahnya. Reduksi fenomenologi
tidak hanya sebagai cara untuk melihat, namun juga cara untuk mendengar suatu
fenomena dengan kesadaran hati-hati. Singkatnya reduksi adalah cara untuk
melihat dan mendengar fenomena dalam tekstur dan makna aslinya.
c. Variasi Imajinasi
Tugas dari variasi imajinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin
dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan,
serta pendekatan terhadap fenomena dari perspektif, posisi, peranan dan fungsi
yang berbeda. Tujuannya tiada lain untuk mencapai deskripsi struktural dari
sebuah pengalaman.
Target dari fase ini adalah makna dan bergantung dari intuisi sebagai jalan
untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esensi fenomena. Dalam berpikir
imajinatif, kita dapat menemukan makna-makna potensial yang dapat membuat
sesuatu yang asalnya tidak terlihat menjadi terlihat jelas. Membongkar hakikat
fenomena dengan memfokuskannya pada kemungkinan-kemungkinan yang murni
adalah inti dari variasi imajinatif.
Pada tahap ini, dunia dihilangkan, segala sesuatu menjadi mungkin. Segala
pendukung dijauhkan dari fakta dan entitas yang dapat diukur dan diletakkan pada
2.2.8 Makna
a. Makna Dalam Komunikasi
Selama bertahun-tahun para dosen komunikasi menunjukkan kepada para
mahasiswa mereka bahwa asal linguistik dari kata komunikasi adalah communis,
menurut bahasa latin yang berarti “bersama” (common). Gode bahkan
mendefinisikan komunikasi secara etimologis sebagai “proses yang membuat
menjadi sama kepada dua orang atau lebih apa yang tadinya menjadi monopoli
satu atau beberapa orang saja”. Karena itu, satu karakteristik yang jelas dari
makna yang relevan dengan komunikasi manusia adalah “ kebersamaan”: makna
yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya merupakan fenomena sosial.
Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih daripada sekedar penafsiran
atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu mencakup banyak
pemahaman - aspek-aspek pemahaman yang secara bersama dimiliki komunikator
(Fisher dalam Rakhmat, 1990: 346).
Akan tetapi, aspek kebersamaan itu tidaklah mesti menunjukkan bahwa
semua peserta dalam proses komunikatif memiliki pemahaman yang identik
tentang lambang atau pikiran-pikiran-pikiran (atau apapun), namun bahwa
pemahaman tertentu menjadi milik bersama mereka semua. Tanpa adanya suatu
derajat tentang apa yang disebut oleh Goyer “kebersamaan makna (commonality
of meaning)- yakni “pemilikan pengalaman secara bersama”- komunikasi tidak
akan terjadi. Shands lebih tegas lagi ketika ia menyatakan: ”Makna dari makna
merupakan konsensus, dan makna lahir dalam proses sosial yang memungkinkan
konsensus itu berkembang”. “Proses sosial” itu dalam “teori umum komunikasi”-
nya Shands adalah proses komunikasi itu sendiri (Fisher dalam Rakhmat, 1990:
347).
2.2.9 Tato
Secara kebahasaan, tato mempunyai istilah yang nyaris sama digunakan di
berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya adalah tatoage, tatouage, tatowier,
tatuaggio, tatuar,tatoos,tattueringar, tatuagens, tatoveringer, tattos dan tatu. Tato
yang merupakan bagian dari body painting adalah suatu produk dari kegiatan
menggambar pada kulit tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda
yang dipertajam yang terbuat dari flora. Gambar tersebut dihias dengan pigmen
berwarna-warni (Olong, 2006: 83).
Dalam bahasa Indonesia, kata tato merupakan pengindonesiaan dari kata
tattoo yang berarti goresan, gambar atau lambang yang membentuk sebuah desain
pada kulit tubuh. Di dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa tato
merupakan lukisan berwarna permanen pada kulit tubuh. Sedangkan dalam
2.2.10 Komunitas
Manusia dalam masyarakat selalu hidup secara berkelompok-kelompok
atau bergolong-golongan dan jarang sekali hidup sendiri-sendiri. Hal ini
disebabkan karena manusia sebagai anggota masyarakat, dia ingin mencukupi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya untuk mempertahankan kehidupannya. Untuk
mencukupi kebutuhan-kebutuhan itu sebagian besar tidak dapat dicukupi sendiri
melainkan harus bersama-sama orang lain karena itu manusia mudah untuk
berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan kelompoknya.
Berdasarkan pendekatan para ahli tersebut, maka komunitas dan masyarakat dapat
dibedakan sebagai berikut:
Komunitas Masyarakat
Kecil Besar
Homogen Heterogen
Kultural Struktural
Parsitipatif-Efektif Produktivitas-Efesiensi
Sumber: http://skpm.ipb.ac.id/
1. Seperasaan
Unsur seperasaan adalah akibat bahwa seseorang berusaha
mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam
kelompok tersebut, sehingga semua menyebutkan “kelompok kita”,
“perasaan kita”. Perasaan demikian timbul apabila orang-orang tersebut
Makna Tato