Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktik klinik keperawatan anak

Dosen Pembimbing Inggrid, S.Kp., M.KM

Disusun oleh

MARISA NUR MELIANI

191FK01071

3C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSTAS BHAKTI KENCANA

2022
1. PENGERTIAN
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011). Bronkopneumonia
adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus
yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak ( patchy distribution) (Bennete,
2013).
2. ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya bronkopneumonia dapat disebabkan oleh :
1) Bakteri
2) Virus
3) Jamur
4) Aspirasi makanan
5) Sindrom Loefler.

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, antara lain


virus dan bakteri seperti  Pneumokokus, Staphilococcus Bronkopneumoniae,
dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini
diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER,
aspirasidan lain-lain.

3. MANIFESTASIKLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan
bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia
mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,
batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa
timbul sianosis (Barbara C. long, 1996). Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit
dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1) Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2) Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3) Menggigil dan demam 39° C sampai 40°C, delirium
4) Diafoesis
5) Anoreksia
6) Malaise
7) Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
8) Gelisah
9) Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
4. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin,
minyak tanah, dan sejenisnya). Serta aspira dapat masuk melalui percikan ludah (droplet)
infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis
dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan ini
tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada
Penderita. Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien
dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret dapat
sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru. Tidak Hanya
menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi saluran cerna ketika ia
terbawa oleh darah.
5. PATHWAY
6. FAKTOR RISIKO BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK
Faktor risiko bronkopneumonia yang menyertai pada anak antara lain:
1) Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko bronkopneumonia pada
anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi
yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga
dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk.
2) Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir (kurang 4
bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena bronkopneumonia. ASI merupakan
makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan
vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi
terutama bronkopneumonia.
3) Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun
dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik,
dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan tubuh,
disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-
sel epitel.
4) Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak
dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu bronkopneumonia,
karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan
bronkopneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus
bronkopneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi
bronkopneumonia.
5) Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit
mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus),
dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian
infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan
bronkopneumonia pada anak.
6) Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi
karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi
termasuk bronkopneumonia.
7) Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan
risiko bronkopneumonia dibanding dengan penghuni
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
2. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Brunner &
Suddarth, 2002).
3. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps jaringan
paru (alveoli) atau unit fungsional paru (Soemantri, 2008).
4. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan (Soemantri,
2008).
5. Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis).
Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2014).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
( meningkatnya jumlah neutrofil) ( Sandra M,Nettina 2001: 684).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk
mendeteksi agen infeksius (Barbara C, Long, 1996 : 435).
c. Analisa gas darah
Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa (Sandra M, Nettina,
2001 : 684).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba (Sandra M, Nettina 2001 : 684).
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat
oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).
9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien perlu secepatnya, maka biasanya yang diberikan antara lain :
a. Pennicillin 50000 unit/kg/BB/hari tambah Klorqmfenikol 80-90 mg/kg/BB/hari
atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampicillin,
pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Berikan oksigen dan cairan intravena
c. Diberikan korelasi, sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
d. Fisioterapi dada dengan postural
e. Mengontronl suhu tubuh

10. ASUHAN KEPERAWATAN


 PENGKAJIAN
a. Biodata
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang masih rendah
dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke dalam kelompok yang rawan
terhadap infeksi pneumonia. Anak-anak berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap
penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia di atas 2 tahun. Hal ini
disebabkan imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif
sempit (Depkes RI, 2004) dalam (Hartati, et al., 2012)
b. Keluhan utama
Sebagian besar keluhan utama pada klien dengan bronkopneumonia
adalah sesak napas. Sesak napas yang muncul akibat dari adanya eksudat yang
menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus selain itu juga akan muncul keluhan
batuk yang tidak efektif (tidak dapat mengeluarkan dahak secara maksimal) dan
terdapatnya suara napas tambahan.
c. Riwayat penyakit ini
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini. Catat awitan dan
perkembangan gejala. Tanda dan gejala yang umum dilaporkan selama
pengkajian riwayat kesehatan meliputi:
1) Infeksi saluran napas atas anteseden akibat virus
2) Demam
3) Batuk (catat tipe dan apakah batuk produktif atau tidak)
4) Peningkatan frekuensi pernapasan
5) Riwayat letargi, tidak mau makan, muntah, atau diare pada bayi
6) Menggigil, sakit kepala, dispnea, nyeri dada, nyeri abdomen, dan mual atau
muntah pada anak yang lebih besar
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat medis anak dimasa lampau dan saat ini untuk mengidentifikasi faktor
resiko yang diketahui berhubungan dengan
peningkatan keparahan bronkopneumonia, seperti:
1) Prematuritas
Prematurisasi adalah persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008). Pada imunisasi,
vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung bronkopneumonia
adalah vaksin pertusis (ada dalam DTP).
2) Malnutrisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup (Behman, et al., 2000). ASI mengandung nutrisi untuk
pertumbuhan dan perkembangan, serta zat protektif yang berfungsi
melindungi bayi dari infeksi. Air Susu Ibu mengandung karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan trace element. Terdapat tiga jenis protein
yang ditemukan relatif tinggi dalam ASI dan memiliki fungsi imunologis
terhadap bayi, yaitu IgA sekretori, laktoferin, dan lisozim.
3) Pajanan pasif terhadap asap rokok
Raharjoe (2010) menyatakan, terdapat faktor resiko penyebab tingginya angka
mortalitas bronkopneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor
resiko tersebut adalah bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat
badan lahir rendah, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang
adekuat, malnutrisi dan tingginya polusi udara seperti paparan asap rokok.
4) Status sosioekonomi rendah
5) Penyakit jantung-paru, imun ata system saraf yang mendasari
e. Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga sistem pernafasan merupakan hal
yang mendukung keluhan klien, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat
memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas, batuk dalam
jangka waktu yang lama, dan batuk darah dari generasi darah tinggi, kedua
penyakit itu juga akan mendukung atau memperberat keluhan klien (Muttaqin,
2012). Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi angka kejadian
bronkopneuomonia pada anak seperti pajanan pasif rokok terhadap anak

Pola Pengkajian

1) Pernafasan Gejala :
Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi
sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan
berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/
kuning) dan banyak sekali Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada
polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret),
debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji)
Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus -menerus.
Tanda :
Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu
pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan
hidung).
Dada :
Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel),
gerakan difragma minimal. Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
Warna :
Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
2) Sirkulasi Gejala :
Pembengkakan ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung / takikardi berat,
disritmia, distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane mukosa :
normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan Gejala :
Mual / muntah. Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema). Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernafasan.
Tanda :
Turgor kulit buruk. Berkeringat. Palpitasi abdominal dapat menyebabkan
hepatomegali.
 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru
(perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
c. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan Keperawatan
1 Ketidak Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Member
efektifan asuhan TTV terutama informasi
bersihan jalan keperawatan respiratory tentang pola
nafas selama (2x24) rate pernafasan
berhubungan diharapkan jalan 2. Auskultasi pasien,
dengan nafas pasien area dada atau tekanan darah,
peningkatan efektif dengan paru, catat nadi, suhu
produksi Kriteria hasil : hasil pasien.
sputum ditandai 1. Jalan nafas pemeriksaan 2. Crekcels,
dengan adanya lancar 3. Latih pasien ronkhi dan
ronchi, dan 2. Tidak ada batuk efektif mengi dapat
ketidakefektifan bunyi nafas dan nafas terdengar saat
batuk. tambahan dalam inspirasi dan
3. Tidak ada 4. Lakukan ekspirasi pada
sesak suction sesuai tempat
RR normal indikasi konsolidasi
(35- 5. Memberi sputu
40x/menit) posisi 3. Memudahkan
4. Tidak ada semifowler bersihan jalan
penggunaan atau supinasi nafas dan
otot bantu dengan ekspansi
nafas elevasi kepala maksimum
5. Tidak ada 6. Anjurkan paru
pernafasan pasien 4. Mengeluarkan
cuping hidung minum air sputum pada
hangat pasien tidak
Kolaborasi : sadar atau
1. Bantu tidak mampu
mengawasi batuk efektif
efek 5. Meningkatkan
pengobatan ekspansi paru
nebulizer dan 6. Air hangat
fisioterapi dapat
nafas lainnya. memudahkan
2. Berikan O2 pengeluaran
lembab sesuai 7. Memudahkan
indikasi pengenceran
dan
pembuangan
secret
8. Mengurangi
distress
respirasi
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi 1. Memberi
pertukaran gas asuhan 2x24 jam kedalaman, informasi
berhubungan diharapkan kemudahan tentang
dengan proses ventilasi pasien bernafas pernafasan
infeksi tidak terganggu pasien. pasien
pada jaringan dengan 2. Observasi 2. Kebiruan
paru Kriteria Hasil : warna kulit, menunjukan
(perubahan 1. GDA dalam membran sianosis
membrane rentang normal mukosa bibir 3. Untuk
alveoli) (PO2=80- 3. Berikan membuat
ditandai dengan 100mmhg, lingkungan pasien lebih
sianosis, PaO2 PCO2=35-45 sejuk, nyaman
menurun, sesak mmhg, nyaman, 4. Meningkatkan
nafas. pH=7,35- ventilasi inspirasi dan
7,45,SaO2=95 cukup pengeluaran
-99%) 4. Tinggikan sekret
2. Tidak ada kepala 5. Mengevaluasi
sianosis anjurkan proses
3. Bayi tidak nafas dalam penyakit dan
sesak dan dan batuk mengurangi
rileks efektif distress
5. Kolaborasikan respirasi
pemberian
oksigen dan
pemeriksaan
lab GDA
3 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Kaji suhu 1. Data untuk
berhubungan asuhan tubuh menentukan
dengan keperawatan 2. Pertahankan intervensi
inflamasi selama 2x24 jam lingkungan 2. Menurunkan
terhadap infeksi diharapkan suhu tetap sejuk suhu tubuh
saluran nafas tubuh pasien turun 3. Berikan secara
ditandai dengan atau normal kompres konduksi
peningkatan dengan hangat basah 3. Peningkatan
suhu tubuh, kriteria hasil : pada ketiak, suhu tubuh
mengigil, akral 1. Pasien tidak lipatan paha, mengakibatkan
teraba panas. gelisah, tidak kening penguapan
mengigil, akral 4. Anjurkan cairan tubuh
teraba hangat, pasien banyak meningkat,
warna kulit minum sehingga
tidak ada 5. Anjurkan diimbangi
kemerahan memakai dengan intake
pakaian tipis cairan yang
6. Berikan banyak
antipiretik 4. Pakaian yang
sesuai indikasi tipis
7. Berikan mengurangi
antimikroba penguapan
jika cairan
diasarankan 5. Antipiretk
efektif untuk
menurunkan
demam
6. Mengobati
organisme
penyebab

DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.academia.edu/30065493/LAPORAN_PENDAHULUAN_BRONCHOPNEU
MONIA_YYN
diakses pada tanggal 23 April 2019
2. https://www.academia.edu/30852653/LAPORAN_PENDAHULUAN_BRONCHOPNEU
MONIA
diakses pada tanggal 23 April 2019
3. https://www.academia.edu/34538376/LAPORAN_PENDAHULUAN_BRONKOPNEU
MONIA_PADA_ANAK
diakses pada tanggal 23 April 2019

Anda mungkin juga menyukai