OLEH :
HARDENIS, S.KEP
NIM. 20.300.0101
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ABDOMINAL TRAUMA
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. SOEMARNO SOSROADMODJO
KUALA KAPUAS
OLEH :
HARDENIS, S.KEP
NIM. 20.300.0101
Banjar,
Mengetahui,
PreseptorAkademik PreseptorKlinik
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah. Trauma abdomen didefinisikan sebagai
kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Guilon, 2011). Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen
adalah suatu kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda
tumpul atau benda yang menusuk yang dapat menyebabkan cidera baik psikologis
ataupun emosional.
2. Etiologi
Menurut (Sjamsuhidayat, 2017) penyebab trauma abdomen adalah :
a. Penyebab trauma penetrasi (luka tembus)
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
b. Penyebab trauma non-penetrasi (luka tumpul)
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
3. Klasifikasi
Trauma abdomen ada dua macam, yaitu: penetrasi dan non penetrasi.
1. Trauma tumpul (non penetrasi)
Trauma tumpul abdomen adalah suatu trauma pada abdomen oleh karena
benda tumpul yang didasarkan hasil autoanamnesa atau alloanamnesa
baik adanya jejas maupun tanpa jejas, tetapi didapatkan adanya tanda
tanda klinis berupa rasa ketidak nyamanan sampai rasa nyeri dibagian
abdomen oleh karena perlukaan atau kerusakan organ bagian dalam.
2. Trauma tembus (penetrasi)
Trauma tembus abdomen (luka tembak, luka tusuk) bersifat serius dan
biasanya memerlukan pembedahan. Pada cedera tembus, factor yang
paling penting adalah kecepatan peluru masuk ke dalam tubuh. Peluru
kecepatan tinggi membuat kerusakan jaringan yang sangat luas. Hampir
semua luka tembak memerlukan bedah eksplorasi. Luka tusuk mungkin
lebih ditangani secara konservatif. Trauma tembus abdominal
menimbulkan insiden yang tinggi dari luka terhadap organ beruang,
terutama usus halus. Hati adalah organ padat yang paling sering cedera
(Brunner & Suddarth, 2013).
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen
tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa
darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Brunner
& Suddarth, (2013) terdiri dari :
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti
adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap
kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
4. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam,
anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri
spontan.
a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
abdomen.
4. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan
dan dapat memperburuk keadaan.
A. Manifestasi Klinis secara umum menurut Bruner & Sudarth (2001)
:
5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia
(akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan
terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk
aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
6. Patway
Luka Ledakan
Perdarahan
Tusuk/Luka Benturan Pukulan
Rongga
Tembak
Peritonium
Kerusakan Pd
Luka Resiko Organ Cidera
Terbuka Perdarahan
Distensi
Kerusakan Hiper abdomen
Integritas Metabolik
Kulit
Penuru Peningkatan
Gangguan Tindakan Tekanan
Sistem Laparatomi nan
Diafragmatik
Imun masuka
n
seluler
Respon oleh
Luka Post Ketidakefektifan
Metabolik
Laparatomi pola Nafas
Terhadap Resiko
Trauma Keseimbangan
Nutrisi
Bedrest Kerusakan Sel/
Tidak Total Jejas Jaringan
adekuat Aspirasi isi
Lambung
nya
pertaha Devisit Pengeluaran
nan Perawatan Masuknya Isi Media kimia oleh
primer Diri Lambung Ke sel mast
dan Usofagus
Proses Tranduksi
Resiko Transmisi dan
Kekurangan Cairan persepsi
Berlebih
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Musliha, 2010), pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen,
yaitu:
a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada
hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut:
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
6) Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Menurut Musliha (2010), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen,
yaitu:
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu
dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e. Pemberian antibiotic
Untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Laparotomi
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas
A(Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen
harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku
pada abdomennya saja.
a. Anamnesa
1) Biodata
Kaji nama pasien, jenis kelamin, umur dan alamat
2) Keluhan Utama
Biasanya mengeluh nyeri hebat
3) Riwayat penyakit sekarang (trauma)
balance.,takikardi,diaforesis
d. D : Disability (ketidakmampuan )
Kaji adanya Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr, Pada inspeksi
adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota
gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS)
e. E: Exposure
Kaji adanya jejas (trauma tumpul atau trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma.
5) Data sekunder
a) F : Five intervension / vital sign
Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor jantung,
pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :
Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan
pada darah itu sendiri
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Peningkatan Enzim hati: Alkaline
fosfat,SGPT,SGOT,
Koagulasi : PT,PTT
MRI
Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena
hepatik
CT Scan
Radiograf dada mengindikasikan peningkatan
diafragma,kemungkinan pneumothorax atau
fraktur tulang rusuk VIII-X.
Scan limfa
Ultrasonogram
Peningkatan serum atau amylase urine
Peningkatan glucose serum
Peningkatan lipase serum
DPL (+) untuk amylase
Peningkatan WBC
Peningkatan amylase serum
Elektrolit serum
AGD
b) G : Give comfort (PQRST) :
a. Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik( cedera pada
hati),
b. Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ) ,Tanda Kehr (nyeri pada
kuadran kiri atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c. Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin
asimptomatik kecuali terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak
ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada cedera pancreas
d. Nyeri pada abdomen
e. Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak
bisa diakibatkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
g. H : Head to toe
1. Inspeksi :
Adanya ekimosis
Adanya hematom
2. Auskultasi :
Menurun/tidak adanya suara bising usus
3. Palpasi :
Pembengkakan pada abdomen
Adanya spasme pada abdomen
Adanya masa pada abdomen
Nyeri tekan
4. Perkusi :
Suara dullness
h. I : Inspeksi posterior surface
Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian punggung
(spinal)
2. Analisa Data
Masalah
Data Etiologi Keperawatan
DS : Etiologi dan faktor Risiko Syok
predisposisi
Pasien mengeluh kembung Hipovolemik
↓
di area abdomen Menyebabkan cedera
abdomen
DO: ↓
Pasien tampak Perdarahan
↓
lemahPenurunan Penurunan volumedarah
kesadaranAkral ↓
Penurunan perfusiperifer
dinginHipotensiPenuruna ↓
n hematokrit Risiko syok hipovolemik
Oliguria
DS : Etiologi dan Risiko infeksi
faktorpredisposisi
Pasien mengeluh demam ↓
DO: Menyebabkan
cederaabdomen
Pasien tampak lemah ↓
Peningkatan TTV Trauma jaringintegumen:
abrasi danekimosis
Kadar leukosit ↓
abnormal/tinggi Port de
entreemikroorganisme
↓
Risiko infeksi
DS : Etiologi dan Ansietas
faktorpredisposisi
Pasien mengeluh ↓
kebingungan akan kondisi Menyebabkan
cederaabdomen
tubuhnya saat ini ↓
DO: Kurang paparaninformasi
↓
Pasientampakbingung Defisiensi pengetahuan
Wajah pasien tegang ↓
Perubahan kondisi
Akral dingin tubuhdan hospitalisasi
Peningkatan TTV ↓
Cemas akan kondisi
yang dialam
↓
Ansietas
Rencana keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue integrity : Skin & NIC : Incission Site Care NIC : Incission Site Care
Definition : Mucous Membranes
1. Kaji luka akibat tusukan 1. Kaji keadaan luka
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor luka insisi untuk menemukan 2. Memastikan tidak ada tanda-tanda
keperawatan selama 60 menit, tanda dan gejala infeksi infeksi
pasien menunjukkan perbaikan 3. Lakukan perawatan luka steril 3. Mencegah terjadinya infeksi
integritas kulit dengan kriteria hasil 4. Gunakan antiseptik sesuai indikasi 4. Mencegah paparan bakteri untuk
: 5. Anjurkan klien cara untuk mencegah risiko infeksi
1. Perfusi jaringan normal meminimalisasi stress / tekanan dari 5. Membantu klien dalam proses
2. Tidak terdapat tanda infeksi luka insisi penyembuhan luka
6. Ajarkan klien / keluarga cara merawat 6. Agar pasien dan keluarga mengetahui
luka post operasi cara perawatan yang dilakukan dirumah
7. Jelaskan kepada klien / keluaraga tanda 7. Mengajarkan kepada klien dan keluarga
dan gejala infeksi terkait cara mengurangi risiko infeksi
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam 8. Membantu klien dalam proses
pemberian terapi farmakologi penyembuhan luka dengan terapi
farmakologi
2. Nyeri akut NOC : Pain Level NIC : Pain Management NIC : Pain Management
Setelah dilakukan tindakan 1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, 1. Mengetahui kejadian nyeri yang
keperawatan 30 menit, klien frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor dirasakan pasien secara komprehensif
menunjukkan perbaikan level nyeri pencetus nyeri secara komfrehensif 2. Meminimalkan faktor penyebab nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Membantu klien dalam pengontrolan
1. Pasien mengatakan skala nyeri mempengaruhi nyeri nyeri secara mandiri dengan teknik
berkurang 3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam non-farmakologi yang dapat dilakukan
2. Pasien tidak terlihat gelisah 4. Monitor Tanda-Tanda Vital Klien pada skala nyeri ringan (1-4).
3. Wajah pasien tidak meringis 5. Gunakan cara mengontrol nyeri 4. Membantu mengetahui keadaan klien
4. Pasien mengetahui cara sebelum nyeri menjadi berat secara umum
mengontrol nyeri dengan 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. Membantu klien mengurangi nyeri
teknik non-farmakologi pemberian obat golongan analgetik 6. Membantu klien dalam mengurangi
nyeri dengan terapi farmakologi
3. Resiko Infeksi NOC : Risk Control : Infectious NIC : Infection Control NIC : Infection Control
Process 1. Monitor kejadian atau adanya tanda- 1. Mengetahui dengan segera adanya
tanda infeksi tanda-tanda infeksi
Setelah dilakukan tindakan 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Mencegah penularan risiko infeksi
keperawatan selama 30 menit 3. Instruksikan klien untuk hand hygiene 3. Agar pasien terhindar dari risiko infeksi
diharapkan pasien menunjukkan 4. Instruksikan pengunjung untuk hand 4. Hand hygiene dapat meminimalkan
terbebas dari infeksi, dengan hygiene sebelum dan sesudah memasuki risiko infeksi
kriteria hasil : ruangan klien 5. Mencegah penularan infeksi dari
1. Mempertahankan 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah pengunjung ke pasien
lingkungan yang melakukan tindakan 6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
bersih 6. Anjurkan istirahat pasien agar pasien dapat merasa lebih
2. Mengetahui cara 7. dorong untuk memenuhi intake cairan nyaman
mencegah risiko infeksi 8. pertahankan lingkungan aseptik 7. Mencegah terjadinya dehidrasi pada
9. kolaborasi dengan tim medis dalam pasien
pemberian antibiotic 8. Mencegah terjadinya infeksi
9. Pemberian antibiotik dapat membantu
mengurangi infeksi
4. Ketidakefektifan bersihan NOC : Respiratory Status : NIC : Airway Suction NIC : Airway Suction
jalan nafas Ventilation
1. Monitor status oksigen pasien 1. Mengetahui adanya gangguan dalam
Setelah dilakukan tindakan 2. buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift proses pernafasan
keperawatan 10 menit, klien / jaw trust 2. Membantu dalam membuka jalan nafas
menunjukan perbaikan bersihan 3. keluarkan cairan / secret dengan batuk pasien dengan segera
jalan nafas dengan kriteria hasil: efektif / suction 3. Membersihkan jalan nafas pasien
1. Suara nafas klien normal 4. pastikan kebutuhan oral/tracheal 4. Membantu dalam mencegah adanya
(suara nafas vesikuler) suctioning hambatan jalan nafas pasien
2. Irama pernafasan normal 5. auskultasi suara nafas sebelum dan 5. Mengetahui adanya suara nafas
3. (12-20x/menit) sesudah suctioning abnormal sehingga mengetahui indikasi
4. Tidak terdapat sumbatan 6. informasikan kepada keluarga dan klien terjadinya hambatan jalan nafas
jalan nafas tentang suction 6. Agar keluarga tidak merasa cemas dan
7. minta klien nafas dalam sebelum dan mengetahaui tindakan yang akan
sesudah suction dilakukan
8. gunakan alat steril untul setiap tindakan 7. Mengetahui kemampuan klien dalam
9. monitor respirasi dan status oksigenasi melakukan inspirasi dan mengetahui
adanya hambatan jalan nafas
8. Mencegah terjadinya risiko infeksi
9. Mengetahui adanya perubahan status
pernafasan klien dengan segera
5. Risiko kekurangan volume NOC : Hydration NIC : Fluid Management NIC : Fluid Management
cairan
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi 1. Mengetahui adanya tanda-tanda
keperawatan selama 30 menit 2. Monitor vital sign dehidrasi pada klien
defisit volume cairan teratasi 3. Monitor intake output 2. Mengetahui adanya perubahan tanda
dengan kriteria hasil: 4. Monitor status nutrisi vital pasien
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan 3. Mengetahui masukan dan keluaran
1. Tekanan darah dalam
masukan nutrien dan cairan cairan pasien untuk mengetahui
rentang normal
6. Monitor berat badan kebutuhan cairan pasien
Sistolik : (90-120mmHg)
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam 4. Mengetahui asupan nutrisi klien
Diastolik: (60-80 mmHg)
pemberian cairan intravena 5. Mencegah terjadinya kekurangan cairan
2. Nadi dalam rentang
8. Monitor status cairan, respon pasien pada pasien
normal (60-100x/menit)
terhadap cairan. 6. Mengetahui adanya perubahan atau
3. Suhu tubuh dalam
penurunan berat badan akibat dehidrasi
rentang normal (36,5 –
7. Membantu memenuhi status hidrasi
37,5)
pasien
4. RR dalam rentang
8. Mengetahui respon pasien terhadap
normal 12-20x/menit
5. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas cairan (adanya muntah saat setelah
turgor kulit baik, diberikan minum)
membran Mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
6. Intake oral dan intravena
adekuat
8. Resiko Perdarahan NOC : Blood Koagulation ( NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan
kougulasi darah ) perdarahan) perdarahan)
9. Defisit perawatan diri NOC : Activity Intolerance NIC : Self Care Assistance NIC : Self Care Assistance
Setelah dilakukan tindakan 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Memberikan klien rasa nyaman
keperawatan 60 menit, klien nyaman selama waktu makan 2. Membantu klien dalam melatih
menunjukkan status perbaikan 2. Ajarkan ROM pasif maupun aktif kekuatan otot
perawatan diri secara mandiri, pada pasien 3. Mengetahui adanya perubahan dalam
dengan kriteria hasil : 3. Pantau tingkat kekuatan dan melakukan aktivitas
toleransi aktivitas 4. Untuk mempertahankan privasi klien
4. Pertahankan posisi dan privasi 5. Membantu klien dalam pemenuhan
1. Pasien dapat melakukan pasien saat berpakaian kebutuhan ADL secara mandiri
ADL dengan alat bantu 5. Ajarkan klien untuk pemenuhan
maupun secara mandiri kebutuhan ADL
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. (2011). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: EGC
Nuha Medika
Sjamsuhidayat. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran