Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Pelayanan Farmasi

Suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah

sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang

bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat (Kemenkes, 2004).

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit (Permenkes, 2016).

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan instalasi yang bertugas untuk

menyediakan, mengelola dan melaksanakan penelitian tentang obat-obatan

(Aslam dan Tan, 2003).

2.1.2 Tujuan Pelayanan Farmasi

Menurut Siregar dan Amalia (2009), Tujuan pelayanan farmasi, yaitu:

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan

biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan

pasien maupun fasilitas yang tersedia.

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur

kefarmasian dan kode etik profesi.

5
6

3. Meberikan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat.

4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisis, telaah dan

evaluasi pelayanan.

6. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.

2.1.3 Tugas dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Kemenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah

sebagai berikut:

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesionalberdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi.

3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisis, dan evaluasi

untukmeningkatkan mutu pelayanan farmasi.

5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

Fungsi farmasi rumah sakit menurut Rusly (2016) tentang Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:


7

1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit

b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal

c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang

telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku

d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit

e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan

yang berlaku

f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian

g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah

sakit.

2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

a. Mengkaji instruksi pengobatan/ resep pasien

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat

dan alat kesehatan

c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat

kesehatan

d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat

kesehatan

e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

f. Memberi pelayanan informasi obat kepada pasien/keluarga


8

g. Melaporkan setiap kegiatan.

2.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan International

Cooperation Agency (2010), pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem

manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai

dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang

lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan,

penghapusan, monitoring dan evaluasi (Dirjen Binfar dan Alkes RI, 2010)

1. Perencanaan

Perencanaan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses

pengadaan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan adalah untuk

menetapkan jenis dan jumlah kebutuhan farmasi sesuai dengan pola

penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui, melalui:

a. Pembelian

b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi

c. Sumbangan.

Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan

harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin
9

dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga

serta waktu berlebihan.

3. Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang

telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian

langsung, tender atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus

dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan

dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas

mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi.

Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang

diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu

kedatangan.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memlihara dengan

cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang

dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak

mutu obat, tujuan penyimpanan adalah:

a. Memelihara mutu sediaan farmasi

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung-jawab

c. Menjaga ketersediaan

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.


10

5. Pendistribusian

Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi dirumah

sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap

dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan

pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit

pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah.

6. Pengendalian

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program

yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan

atau kekosongan obat di unit pelayanan.

7. Penghapusan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan

farasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak

memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan

farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur. Tujuan

penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudak

tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku.

Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun

mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang substandar.

8. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor

transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.


11

Sedangkan, pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan

administrasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada

pihak yang berkepentingan. Tujuannya adalah sebagai bahan evaluasi,

memudahkan penelusuran surat dan laporan, serta tersedianya data yang

lengkap untuk membuat perencanaan.

9. Monitoring dan Evaluasi

Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan

perbekalan farmasu dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan

monitoring dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

produktivitas para pengelola perbekalan farmasi dirumah sakit agar dapat

ditingkatkan secara optimum.

2.1.5 Standar Bangunan Farmasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah

Sakit, maka fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi

ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku:

1. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.

2. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan

kefarmasian di rumah sakit.

3. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manjemen, pelayanan

langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.

4. Dipisahkan juga antara jalur steril,bersih dan daerah abu-abu, bebas

kontaminasi.
12

5. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan

keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas

peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk

perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair

untuk obat luar atau dalam.

2.1.6 Standar Peralatan Farmasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, maka

fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan

peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk

obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran

dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu

setiap tahun. Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:

1. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan Obat baik steril

dan nonsteril maupun aseptik/steril.

2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.

3. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi

obat.

4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika.

5. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil.

6. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang

baik.

7. Alarm.
13

2.2 Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima

pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.1 Kelompok Pelayanan Publik

1. Kelompok Pelayanan Administratif

Pelayanan yang menghasilkan dokumen resmi, misalnya status

kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, dan sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan

Pelayanan yang menghasilkan berbagai jenis barang, misalnya jaringan

telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

3. Kelompok Pelayanan Jasa

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa, misalnya

pendidikan, pemeliharaan kesehatan, pos, penyelenggaraan

transportasi, dan sebagainya.

2.2.2 Asas Pelayanan Publik

1. Tranparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang

membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
14

3. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima

pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif

Mendorong peran seta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan

public dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,

golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

2.2.3 Prinsip Pelayanan Publik

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan

mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis administratif pelayanan publik

b. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan / persoalan /

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.


15

3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan

kepastian hukum.

6. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah,

serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.


16

10. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu

yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta

dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet,

tempat ibadah dan lain-lain.

2.2.4 Standar Pelayanan Publik

Pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan

sebagai jaminan kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan

merupakan ukuran yang dibakukan yang wajib ditaati oleh pemberi dan

penerima pelayanan.

1. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima

pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan mulai saat pengajuan permohonan

sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3. Biaya pelayanan

Biaya/tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan saat proses

pelayanan.

4. Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan.

5. Sarana dan prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai.


17

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat

sesuai pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku.

2.3 Pelayanan Kesehatan

2.3.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat

(Depkes RI, 2009).

2.3.2 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Azwar (2009) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki

berbagai persyaratan pokok yang memberi pengaruh kepada masyarakat dalam

menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal

ini rumah sakit, antara lain:

1. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan

Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di

masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan

serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat

dibutuhkan.
18

2. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar (appropriate) dan

dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan

tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, tidak

bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan

kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu

keadaan pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah Dicapai oleh Masyarakat

Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak sudut lokasi

mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana kesehatan

menjadi sangat penting.Jangkauan fasilitas pembantu untuk menentukan

permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau dengan

menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak

dipergunakan. Tingkat pengguna di masa lalu dan kecenderungan

merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek

dari permintaan pada masa akan datang.

4. Terjangkau

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau

(affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan tersebut

sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan

yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.


19

5. Mutu

Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan kesembuhan penyakit

serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.4 Mutu Pelayanan

2.4.1 Mutu Pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah kinerja yang merujuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan

kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk

serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang

telah ditetapkan (Chairunnisa, 2017).

Pada umumnya pasien tidak hanya menilai mutu pelayanan kesehatan dari

kompetensi teknis, tetapi menilai mutu layanan dari karakteristik nonteknis atau

hubungan interpersonal dan kenyamanan pelayanan. Mutu pelayanan yang baik

tidak hanya diukur dari kemewahan fasilitas, kelengkapan teknologi dan

penampilan fisik akan tetapi dari sikap dan perilaku karyawan harus

mencerminkan profesionalisme dan mempunyai komitmen tinggi (Solichah,

2017).

Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah

sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen serta pelayanan

kesehatan yang sesuai standar profesi dengan standar pelayanan yang

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar,
20

efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan

norma, etika, hukum dan sosial budaya (Rahmawati, 2013).

2.4.2 Dimensi mutu

Dimensi Mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian

terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi,

keselamatan dan keamanan kenyamanan, kesinambungan pelayanan

kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standar WHO

(Kemenkes, 2008). Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1990) dalam (Supranto

2011) mengidentifikasikan lima kelompok dimensi mutu yang digunakan untuk

mengevaluasi kepuasan pelanggan dalam bidang jasa yaitu: bukti

langsung/dapat diraba/sarana fisik (tangibles), keandalan pelayanan

(reliability), ketanggapan petugas (responsiveness), jaminan/ keyakinan

(assurance) dan empati (empathy). Dimensi kualitas pelayanan terbagi menjadi

5, yaitu:

1. Tangible.

Kualitas pelayanan tidak bisa dilihat , tidak bisa dicium dan tidak bisa

diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap

pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk

menilai suatu kualitas pelayanan. bukti langsung (tangible) meliputi

fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Reliability.

Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari

perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada


21

dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa

jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau

tidak ada error.

3. Responsiveness.

Dimensi responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling

dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat

dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke

waktu.

4. Assurance

Assurance merupakan dimensi yang berhubungan dengan kemampuan

perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya

dan keyakinan kepada pelanggannya. Jaminan mencakup kemampuan,

kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari

bahaya, risiko, atau keragu-raguan.

5. Emphaty

Secara teori perkembangan manusia “Maslow”, pada tingkat semakin

tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal yang primer. Setelah

kebutuhan fisik, keamanan, dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan

lagi akan dikejar oleh manusia yaitu kebutuhan ego dan aktualisasi

(Baby,2017).
22

2.4.3 Persepsi Dimensi Mutu

Menurut Sriyanti (2016) dimensi mutu pelayanan kesehatan akan memiliki

makna yang berbeda bila dilihat dari sisi yang berbeda seperti bila dilihat dari

sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan, pemberi layanan kesehatan, penyandang

dana pelayanan kesehatan, pemilik sarana layanan kesehatan, dan administrator

layanan kesehatan:

1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan

Pemakai jasa layananan kesehatan khususnya pasien (sebagai konsumen)

melihat layanan kesehatan yang bermutu adalah sebagai suatu layanan

kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan diselenggarakan

dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu

menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya penyakit

yang dideritanya.

2. Pemberi layanan kesehatan

Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu

dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan

profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan

teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau

hasil layanan kesehatan tersebut.

3. Penyandang dana pelayanan kesehatan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan

kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif


23

dan efisien. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang

sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien.

4. Pemilik sarana layanan kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan

kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang

menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan

pemeliharaan tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh

pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat

keluhan dari pasien dan masyarakat.

5. Administrator layanan kesehatan

Administrator, walaupun tidak memberikan layanan kesehatan pada

masyarakat secara langsung, ikut bertanggung jawab dalam masalah

mutu layanan kesehatan. Administrator berpandanan bahwa layanan

kesehatan yang bermutu adalah layanan yang dapat menyusun prioritas

dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien

serta pemberi layanan kesehatan.

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (menurut

Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012) adalah

1. Unsur Masukan

Meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jikasumber daya

manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka

pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Oleh karena itu, SDM yang
24

berkualitas, profesional, berpendidikan, memiliki keahlian dan memiliki

motivasi dan komitmen kerja yang baik sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan mutu (Muninjaya, 2008).

2. Unsur Lingkungan

Meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.

3. Unsur Proses

Meliputi proses pelayanan baik tindakan medis maupun tindakan non-

medis. Tindakan non medis salah satunya adalah penerapan manajemen

rumah sakit yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan rumah sakit.

2.5 Kepuasan Pasien

2.5.1 Definisi

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan

mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan

peningkatan mutu pelayanan (Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes RI Tahun

2005 : 31). Nursalam (2014: 295) menyampaikan kepuasan merupakan

perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan,

kebutuhan, dan harapan.

Menurut Daryanto (2014), kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan

seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan

harapannya dan kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima

sehingga setiap aparatur pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan

pelanggannya.
25

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan

mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan

peningkatan mutu pelayanan (Nursalam, 2014: 342). Menurut Pohan (2011:

157), tingkat kepuasan pasien yang akurat sangat dibutuhkan dalam upaya

peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu pengukuran tingkat

kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat dan

berkesinambungan. Kepuasan pasien dipertimbangkan sebagai salah satu

dimensi kualitas yang paling penting dan merupakan kunci sukses dalam

organisasi kesehatan seperti rumah sakit. (Alrubaiee dan Alkaa’ida, 2011)

dalam Marzaweny, dkk (2012 : 566).

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi

Karakteristik individu yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi

tingkat kepuasan pasien (Rahman, 2010) adalah:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah status resmi tingkat pendidikan akhir yang ditempuh

oleh pasien. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki

pengetahuan luas sehingga cenderung memiliki kebutuhan yang lebih

kompleks. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka smakin tinggi

keinginan dan harapan terhadap pelayanan.


26

2. Umur

Umur adalah masa hidup pasien berdasarkan tanggal lahir dan

dinyatakan dalam bentuk tahun. Segmen umur yang berbeda memiliki

selera dan minat yang berbeda terhadap pelayanan.

3. Jenis kelamin

Laki-laki cenderung lebih mudah merasa puas dibanding wanita , karena

melihat produk dari kualitas dan fungsinya. Wanita melihat produk lebih

berdasarkan pertimbangan sosial, psikologis, dan penampilan luar

produk.

4. Pekerjaan

Orang yang bekerja cenderung memiliki harapan lebih tinggi

dibandingkan orang yang tidak bekerja terhadap pelayanan kesehatan.

2.5.3 Tingkat Kepuasan Masyarakat

Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat

kepuasaan penerima pelayanan. kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila

penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan

diharapkan. Oleh karena itu, setiap penyelenggara pelayanan secara berkala

melakukan survei indeks kepuasan masyarakat.

2.5.4 Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Keputusan Men.PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian

dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan, valid” dan “reliabel”, sebagai


27

unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan

masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;

2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang

diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis

pelayanannya;

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas

yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan

tanggung jawabnya);

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai

ketentuan yang berlaku;

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan

tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian

pelayanan;

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan

yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan

kepada masyarakat;

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan

dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;


28

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan

ramah serta saling menghargai dan menghormati;

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap

besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan

yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman

kepada penerima pelayanan;

14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan

unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga

masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap

resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

2.5.5 Pengukuran Kepuasan Pasien

Ada beberapa metode yang digunakan dalam mengukur kepuasan

pelanggan yaitu (Kotler, 2010):

1. Sistem keluhan dan saran

Disediakan kotak saran untuk memberikan kesempatan kepada

pasienuntuk menyampaikan keluhan, saran, dan kritikan mereka tentang

pelayanan yang diterimanya.


29

2. Pembelanja Misterius (Ghost Shopping)

Cara demikian sering digunakan pada taktik menghadapi pesaing dengan

cara menggunakan orang lain (ghost shopper) untuk mencoba

menggunakan pelayanan pesaing. Informasi ini selanjutnya digunakan

untuk memperbaiki pelayanannya. Pada pelayanan sendiri dapat

dilakukan dengan menggunakan orang lain untuk melakukan sharing

(orang yang mendapat tugas berpura-pura menjadi pasien di tempat

pelayanan), berbagai pengalaman, dan melakukan sumbang saran atau

menilai pelayanan yang telah diterimanya. Hasil taktik selanjutnya

digunakna untuk meningkatkan pelayanan. (Supriyanto & Ernawati,

2010 :319).

3. Lost Customer Analisis

Perusahaan berusaha mencari informasi mengenai para konsumen yang

telah berhenti membeli produknya, agar nantinya pihak perusahaan

mampu memahami kebutuhan yang diharapkan oleh konsumen.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Penelitian menunjukan bahwa 5% pelanggan tidak puas akan mengeluh.

Kebanyakan. yang tidak puas akan mengurangi kunjungan atau pindah

rumah sakit Pada survei selain kepuasan sebaiknya ditanyakan pula

kebutuhan dan harapan pasien akan pelayanan rumah sakit. Survei

kepuasan dapat dilakukan secara periodik pada pasien saat mau keluar

dari tempat pelayanan dan insidentil survei di masyarakat. Metode survei


30

banyak dipakai dan dapat dilakukan melalui pos, telpon, maupun

wawancara pribadi (Supriyanto dan Ernawati, 2010 : 320-321).

2.6 Rumah Sakit

2.6.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dengan karateristik tersendiri yang

dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan

teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu

meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes, 2009).

2.6.2 Tugas Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna.

Tujuan penyelenggaraan rumah sakit yaitu :

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah

sakit.

4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan rumah sakit.


31

2.6.3 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis;

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan;

2.6.4 Jenis Rumah Sakit

Menurut Haliman dan Wulandari (2012), jenis-jenis Rumah Sakit di

Indonesia secara umum ada lima, yaitu:

1. Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum, biasanya Rumah Sakit Umum melayani segala

jenis penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga

24 jam (Ruang gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu

secepat-cepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya

juga terdapat layanan rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah,

ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-prasarana lain


32

2. Rumah Sakit Khusus atau Spesialis

Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar

bahwa Rumah Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya

melakukan perawatan kesehatan untuk bidang-bidang tertentu,

misalnya, Rumah Sakit untuk trauma (trauma center), Rumah Sakit

untuk Ibu dan Anak, Rumah Sakit Manula, Rumah Sakit Kanker,

Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah Sakit Mata,

Rumah Sakit Jiwa,

3. Rumah Sakit Bersalin, dan lain-lain;

Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian, Rumah Sakit ini berupa Rumah

Sakit Umum yang terkait dengan kegiatan pendidikan dan penelitian di

Fakultas Kedokteran pada suatu Universitas atau Lembaga Pendidikan

Tinggi

4. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan,

Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit yang didirikan oleh suatu lembaga

atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota

lembaga tersebut

5. Klinik,

merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan

rumah sakit, tetapi fasilitas medisnya lebih.

Sedangkan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 tentang rumah sakit, jenis rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis

pelayanan dan pengelolaannya:


33

1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit

dikategorikandalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus:

a. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang

atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan

umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya

2. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah

sakit publik dan rumah sakit privat.

a. Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat

nirlaba.Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah

daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi Rumah

Sakit privat.

b. Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan

hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau

persero.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit

pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.

2.6.5 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan UU no 44 tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:
34

1. Rumah sakit umum

a. Rumah Sakit umum kelas A

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis

lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.

b. Rumah Sakit umum kelas B

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis

dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis

lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.

c. Rumah Sakit umum kelas C

Adalah Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang

medik.

d. Rumah Sakit umum kelas D

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

2. Rumah sakit khusus

a. Rumah Sakit khusus kelas A


35

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan

medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.

b. Rumah Sakit khusus kelas B

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan

paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik

subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.

c. Rumah Sakit khusus kelas C

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan

paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik

subspesialis sesuai kekhususan yang minimal

2.7 Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang

Rumah Sakit ini merupakan sarana penunjang pendidikan dan merupakan salah

satu profit center dari Universitas Muhammadiyah Malang. Berdiri diatas tanah

seluas 9 hektare dan memiliki bangunan utama setinggi 6 lantai dan beberapa

bangunan gedung penunjang setinggi 5 lantai dan gedung rawat inap setinggi 3

lantai. Bentuk bangunan yang megah dan tertata rapi dengan ciri khas arsitektur

tiongkok, menjadikan RS Universitas Muhammadiyah Malang ini mudah dikenali

oleh segala lapisan masyarakat. Keberadaan RS UMM merupakan bagian dari

layanan kesehatan berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh

pasien. Mengusung motto “pelayananku, pengabdianku” mendorong RS UMM


36

agar terus dan terus belajar meningkatkan layanan yang memuaskan masyarakat

(RS UMM, 2014)

2.7.1 Sejarah

Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang mulai dibangun pada tahun

2009. Proses pembangunannya dilaksanakan setelah mendapatkan ijin

mendirikan bangunan (IMB) dari Pemerintah Kabupaten Malang melalui unit

pelayanan terpadu perizinan Nomor : 180/05989/IMB/421.302/2009. Pada bulan

Oktober 2012 RS UMM mendapatkan izin Mendirikan Rumah Sakit dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Malang dengan Nomor : 503.1/83/421.103/2012.

Kemudian pada tanggal 20 Juni 2013 Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah

Malang mendapatkan Ijin Operasional Rumah Sakit Sementara dengan Nomor :

180/0006/IORS/421.302/2013. Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah

Malang diresmikan pada tanggal 17 Agustus 2013 bertepatan dengan hari

kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68.

2.7.2 Visi dan Misi

1. Visi :

Menjadi rumah sakit pilihan masyarakat dengan keunggulan dalam

pelayanan kesehatan komprehensif, bermutu tinggi, aman dan efektif.

2. Misi :

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara utuh, terpadu dan

bermutu.

b.Menyelenggarakan manajemen dan peningkatan kualitas sumber daya

manusia.
37

c. Penguasaan ilmu dan teknologi serta pengembangan layanan unggulan.

d.Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.7.3 Fasilitas

Fasilitas yang ada di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang

adalah:

1. Poliklinik Umum, Gigi, dan Spesialis

a. Dokter Umum

b. Dokter Gigi

c. Dokter Spesialis Anak

d. Dokter Spesialis Paru

e. Dokter Spesialis Penyakit Dalam

f. Dokter Spesialis Bedah Umum & Orthopedi

g. Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan

h. Dokter Spesialis Kulit & Kelamin

i. Dokter Spesialis Patologi Klinik

j. Dokter Spesialis Anastesi

k. Dokter Spesialis Mata

l. Dokter Spesialis THT

m. Dokter Spesialis Syaraf

n. Dokter Spesialis Psikiatri

2. IGD 24 Jam dan ICU.

3. Laboratorium Klinik dan Instalasi Farmasi 24 jam.


38

4. One day dare perawatan ambeien.

5. USG 4 dimensi dan CT Scan 64 slice.

6. Kamar perawatan yang nyaman dan tematis.

7. Kamar bersalin, ruang perinatologi, dan ruang anak.

8. Kamar operasi dengan alat modern.

2.7.4 Standar Operasional Prosedur Pelayanan Instalasi Farmasi

1. Petugas I menerima resep dari pasien

2. Petugas I mentelaah kelengkapan resep dan ketersediaan obat

3. Petugas I mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila

ditemukan

4. Petugas I menginput ke computer dan menginformasikan harga obat

kepada pasien bila jumlah obat lebih dari satu resep tersebut lebih dari

100 ribu. Untuk pasien kerjasama langsung dilayani sesuai dengan MOU

5. Pasien dana tau keluarga pasien melakukan pembayaran di kasi. Untuk

pasien kerjasama, map berisi kelengkapan berkas diserahkan kembali ke

petugas pendaftaran

6. Petugas I menyerahkan resep kepada petugas II

7. Petugas II menulis etiket sesuai resep dan mengecek kesesuaian resep

dengan nota yang diinput

8. Petugas III menyiapkan obat sesuai resep dan etiketnya. Untuk obat yang

perlu dipuyer/kapsul, obat yang sudah disiapkan diberikan kepada

petugas IV (reseptir)
39

9. Petugas II mengecek kembali kesesuaian obat yang sudah disiapkan

dengan resep (jenis obat, jumlah, dosis dan etiketnya) dan menyerahkan

resep yang sudah disiapkan ke petugas KIE

10. Petugas KIE (Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki

STRTTK) melakukan pengecekan kesesuaian nomor resep, nama pasien,

umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai, bentuk sediaan

farmasi yang akan diserahkan kepada pasien atau keluarga dengan nomor

resep, nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan pakai,

bentuk sediaan farmasi yang tertulis di lembar resep

11. Petugas KIE melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien dan atau

keluarga pasien

2.8 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan dikarenakan adanya keterbatasan pada

peneliti. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu terdapat variabel perancu antara lain

pendidikan, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan yang tidak dapat disingkirkan

sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Serta tidak ada ketentuan waktu

yang sama dalam pengambilan sampel.


40

Anda mungkin juga menyukai