Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PAPER

GOVERNMENT FINANCE STATISTIC (GFS)


Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik (RA1)

Dosen Pengampu:
Arni Karina SE, M.Si. M

Disusun Oleh:
Riska Maulidya
(193403516105)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menyelenggarakan sistem keuangan pemerintah yang baik di


Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka pemerintah
menerbitkan berbagai peraturan PerundangUndangan yang dapat menjadi
pedoman. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, seluruh unsur pemerintahan baik pusat maupun
daerah wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian
atau lembaga atau satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Dalam
penjelasan UU Nomor 1 Tahun 2004 ini diamanatkan bahwa untuk
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan
negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan
secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan.

Salah satu ketentuan yang diatur adalah Laporan keuangan pemerintah


dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada manual Statistik
Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics/GFS) sehingga dapat
memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan
analisis perbandingan antarnegara (cross country studies), kegiatan
pemerintahan, dan penyajian statistik keuangan pemerintah. Hal ini
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara. Amanat tersebut kemudian
diterjemahkan lebih jauh ke dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), yang mengamanatkan konsolidasi fiskal dan
statistik keuangan pemerintah.

Statistik Keuangan Pemerintah atau Government Finance Statistics (GFS)


sesungguhnya menjadi salah satu standar pelaporan bertaraf internasional.
Setiap negara anggota International Monetary Fund (IMF) memiliki
kewajiban untuk menyampaikan laporan GFS dalam rangka pelaksanaan tugas
IMF dalam memantau perekonomian dan kebijakan keuangan dunia. GFS juga
telah masuk dalam rekomendasi forum negara G20 agar diterapkan dalam
rangka menyelesaikan permasalahan kesenjangan ketersediaan data untuk
keperluan analisis dan evaluasi kebijakan fiskal dan makro ekonomi. Selain
itu, International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB) telah
mengeluarkan draft publikasian dalam rangka harmonisasi GFS dan standar
akuntansi. Data GFS juga telah menjadi salah satu persyaratan yang diminta
oleh lembaga rating pada saat melakukan penilaian rating.

Perkembangan GFS tersebut tidak luput dari perhatian Menteri Keuangan,


menyadari peranannya sebagai Chief Financial Officer yang mengatur
keuangan negara ini. Menteri Keuangan telah menujuk Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara (DJPB) sebagai koordinator pengembangan dan
penerapan GFS di Indonesia, dan menginstruksikan jajaran Kementerian
Keuangan untuk berupaya menghasilkan laporan GFS yang sesuai dengan
standar internasional. Dalam rangka pengembangan dan penerapan GFS
sebagai tindak lanjut amanat PP No. 71 Tahun 2010, Kementerian Keuangan
telah menerbitkan PMK238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan (PUSAP) dan PMK 169/PMK.01/2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJPB.

B. Landasan Teori
1. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan
bahwa untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti
standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, UU Nomor 1
Tahun 2004 lebih lanjut mengamanatkan agar laporan keuangan
pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada
manual Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance
Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan
dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara.
2. Penjelasan UU No. 23 Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007 menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan pengelolaan keuangan negara dan upaya perbaikan
untuk menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK, selain yang
diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut, Pemerintah perlu
melakukan beberapa hal berikut sebagaimana direkomendasikan oleh
DPR, yaitu antara lain agar Pemerintah meningkatkan kualitas informasi
keuangan pemerintah daerah sehingga dalam jangka panjang dapat
menyajikan laporan statistik keuangan pemerintah (Government Finance
Statistics).
3. Laporan hasil reviu BPK atas pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2010
meng-highlight signifikansi dari statistik keuangan pemerintah melalui
reviu atas unsur transparansi fiskal:
a) Kejelasan Peran dan Tanggung Jawab, di mana BPK mereviu bahwa
peraturan yang mengatur peran dan fungsi lembaga pemerintahan, dan
antar lembaga pemerintah dan sektor publik dan swasta telah diatur.
Namun fungsi pemerintah secara keseluruhan belum terlihat karena
laporan LKPD yang belum terintegrasi dengan LKPP.
b) Ketersediaan Informasi bagi Publik, di mana BPK mereview bahwa
secara umum pemerintah telah melakukan upaya untuk berkomitmen
dalam menyediakan informasi fiskal kepada publik. Namun, pemerintah
belum sepenuhnya dapat menyajikan informasi fiskal mengenai, antara
lain, integrasi posisi fiskal nasional (gabungan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah). Laporan Keuangan Pemerintah Pusat merupakan
konsolidasi dari laporan keuangan kementerian/lembaga, namun belum
termasuk laporan keuangan pemerintah daerah.
4. Sejalan dengan itu, Pemerintah telah menerbitkan PP 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang menggantikan PP 24
tahun 2005. Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 71 Tahun 2010 mengatur bahwa
pemerintah menyusun Pedoman Umum Sistem Akutansi Pemerintah yang
akan menjadi acuan untuk penyusunan Sistem Akuntansi Pemerintah pusat
dan daerah, yang diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal
dan statistik keuangan pemerintah secara nasional.
5. Dalam rangka pelaksanaan tugas Kanwil Ditjen Perbendaharaan sebagai
Representasi Kementerian Keuangan di daerah di bidang pengelolaan
fiskal, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang antara lain
mengamanatkan Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk menyusun Laporan
Keuangan Konsolidasian Pusat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah tingkat wilayah. Sejalan
dengan itu, Ditjen Perbendaharaan telah menerbitkan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-41/PB/2013 tanggal 12 November
2013 tentang petunjuk teknis penyusunan laporan keuangan pemerintah
konsolidasian tingkat wilayah dan laporan GFS tingkat wilayah dalam
rangka memberikan pedoman bagi Kanwil Ditjen Perbendaharaan
menyusun laporan dimaksud.
PEMBAHASAN

A. Definisi GFS

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.275/PMK.05/2014 tentang


Manual Statistik Keuangan Pemerintah, mendefinisikan Statistik Keuangan
Pemerintah adalah suatu sistem pelaporan yang menghasilkan data yang
komprehensif atas aktivitas ekonomi dan keuangan pemerintah dan sektor publik
yang dilaksanakan dengan mengacu pada Manual Statistik Keuangan Pemerintah
Indonesia. Manual statistik keuangan pemerintah disusun berdasarkan
Government Financial Statistic Manual (GFSM 2014) yang merupakan
perubahan ketiga dari GFSM sebelumnya, merupakan pedoman sistem pelaporan
yang dibuat oleh IMF guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan serta
evaluasi program-program dukungannya terutama terkait dengan kebijakan fiskal
secara khusus dan kebjiakan makroekonomi pada umumnya. Selain itu apabila
suatu negara sudah dapat menyusun laporan statistik keuangan pemerintah maka
dapat dibandingkan dengan negara lainnya, sehingga dapat dijadikan dasar bagi
lembaga rating dalam menilai kapasitas fiskal suatu negara dalam kaitannya
dengan pemberian pinjaman serta dasar pengambilan keputusan investor yang
ingin berinvestasi dalam negara tersebut.

B. Tujuan GFS

Salah satu langkah perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara yang


dilakukan oleh Pemerintah untuk tujuan meningkatkan akurasi, keandalan, dan
akuntabilitas pelaporan keuangan Pemerintah Pusat adalah melanjutkan penerapan
statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistics) sehingga dapat
menyajikan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan pemerintah dalam rangka
memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, serta analisis
perbandingan antar negara. Pelaporan GFS juga bertujuan untuk menghasilkan
data yang komprehensif atas aktivitas ekonomi dan keuangan pemerintah yang
sejalan dengan standar internasional yang digunakan dalam menyusun laporan
ekonomi dan statistik seperti Sistem Neraca Nasional (System of National
Accounts-SNA), Manual Neraca Pembayaran (The Balance of Payments Manual),
dan Manual Statistik Moneter dan Keuangan (The Monetary and Financial
Statistics Manual), sebagai acuan dalam melaksanakan Statistik Keuangan
Pemerintah, sehingga data Statistik Keuangan Pemerintah dapat digunakan untuk
menganalisis dan mengevaluasi kebijakan fiskal, khususnya kinerja sektor
pemerintah umum dan sektor publik.

C. Struktur dan Karakteristik Sistem GFS

Transaksi yang dicatat dalam GFS ada dua jenis, yaitu: transaksi dana dan
aliran ekonomi lainnya. Sebagian besar transaksi merupakan interaksi antara dua
unit institusional yang dilakukan dengan perjanjian saling menguntungkan.
Transaksi-transaksi tersebut diklasifikasikan sebagai pendapatan, belanja,
perolehan bersih aset nonfinansial, perolehan bersih aset finansial, atau kewajiban
bersih. Transaksi-transaksi yang menimbulkan pendapatan dan belanja dapat
mengakibatkan perubahan pada nilai kekayaan bersih. Sementara jenis transaksi
lainnya akan mengakibatkan perubahan aset dan atau kewajiban dalam jumlah
yang sama, tetapi tidak mengakibatkan perubahan pada nilai kekayaan bersih.
Laporan Kegiatan Operasi Pemerintah mencatat hasil-hasil seluruh transaksi
selama periode akuntansi.

Yang dimaksud Aliran dana ekonomi lain adalah laporan yang meliputi
perubahan harga dan kejadian-kejadian ekonomi lain yang mempengaruhi aset
dan kewajiban, seperti penghapusan hutang dan kerugian-kerugian yang luar
biasa. Laporan Aliran Dana Ekonomi Lain memberikan ringkasan tentang
perubahan-perubahan aset, kewajiban, dan kekayaan bersih. Neraca untuk sektor
pemerintah atau sektor publik adalah suatu laporan posisi keuangan atas aset
finansial dan aset nonfinansial yang dimiliki, posisi keuangan atas klaim dari unit
lain terhadap kepemilikan aset tersebut dalam bentuk kewajiban dan kekayaan
bersih dari sektor tersebut dimana nilainya sama dengan nilai total seluruh aset
dikurangi nilai total seluruh kewajiban.
Perlakuan yang komprehensif atas transaksi-transaksi dan aliran dana
ekonomi dalam sistem GFS memungkinkan terbentuknya neraca awal dan akhir
untuk dapat direkonsiliasi secara penuh. Yakni, posisi keuangan dari aset atas
kewajiban pada awal periode akuntansi ditambah dengan perubahan-perubahan
posisi keuangan sama dengan posisi keuangan pada akhir periode. Sistem statistik
yang terintegrasi seperti itu memungkinkan dilakukannya analisis terhadap efek
dari kebijakan dan kejadian ekonomi.

Berbagai macam klasifikasi dapat diaplikasikan terhadap seluruh aliran


dan posisi keuangan yang dicatat dalam sistem GFS. Sebagai contoh, setiap
transaksi pendapatan dapat diklasifikasikan menurut jenis pendapatannya, apakah
pajak atau jenis lain; transaksi belanja dapat diklasifikasikan menurut tujuan dan
menurut jenis ekonomi, aset dapat diklasifikasikan menurut jenisnya apakah
finansial atau nonfinansial; aset finansial dan kewajiban finansial diklasifikasikan
menurut jenis instrumen dan sektor dari unit yang menerbitkan aset yang dimiliki
oleh pemerintah, atau dari unit yang mempunyai kewajiban kepada pemerintah.

Kompilasi data statistik keuangan pemerintah biasanya menjadi tahap


pertama dalam kompilasi data statistik rekening negara. Oleh karena itu, beberapa
data yang biasanya tidak muncul dalam penyajian standar GFS harus dicatat
dalam catatan tambahan karena data tersebut diperlukan untuk rekening-rekening
nasional.

Kontinjensi, seperti misalnya jaminan pinjaman dan jaminan untuk


menyediakan manfaat sosial, secara ekonomi mempunyai pengaruh yang penting
dalam perekonomian tetapi tidak berpengaruh terhadap transaksi dan aliran dana
ekonomi yang dicatat dalam sistem GFS sampai kejadian atau kondisi tersebut
benar-benar terjadi. Akibatnya, kejadian seperti ini dicatat sebagai pos
memorandum.

D. Penerapan GFS di Indonesia


a) Dasar Hukum
Dasar Hukum Penerapan GFS di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya regulasi tentang penerapan GFS di Indonesia sebagai acuan dalam
penyusunan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah, yakni:

(1) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengamanatkan


agar laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang
mengacu kepada manual Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance
Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan
kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara.

(2) Penjelasan UU No. 23 Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban atas


pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007.

(3) PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang


menggantikan PP 24 tahun 2005. Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 71 Tahun 2010
mengatur bahwa pemerintah menyusun Pedoman Umum Sistem Akutansi
Pemerintah yang akan menjadi acuan untuk penyusunan Sistem Akuntansi
Pemerintah pusat dan daerah, yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
konsolidasi fiskal dan statistic keuangan pemerintah secara nasional.

b) Cakupan Konsolidasi GFS

Pada sistem pelaporan akuntansi baik pemerintah pusat maupun


pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) laporan
keuangan disusun secara terpisah, Hal ini menyebabkan kesulitan untuk
melakukan analisis secara komprehensif atas sektor publik di Indonesia. Laporan
GFS menyediakan konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah, bahkan Badan Usaha Milik Negara/Daerah, untuk dapat
menggambarkan posisi sektor publik di Indonesia secara utuh.

c) Proses Penyusunan Laporan GFS

Proses penyusunan dimulai dari tingkat wilayah, sesuai PMK


169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan merupakan dasar bagi Kanwil
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) untuk menjalankan peran sebagai
representasi Kementerian Keuangan di daerah dan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan No.41/PB/2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan
Keuangan Pemerintah Konsolidasian Tingkat Wilayah dan Laporan Statistik
Keuangan Pemerintah Tingkat Wilayah pada Kantor Wilayah Direktor Jenderal
Perbendaharaan. Salah satu peran baru Kanwil DJPB adalah sebagai penyusun
laporan GFS wilayah yang akan menjadi bahan analisis dan evaluasi kebijakan
fiskal dan makro ekonomi di wilayah.

Data GFS dapat digunakan Kanwil DJPB dalam menyusun Kajian Fiskal
Regional maupun dalam melakukan spending review daerah. Untuk penyusunan
GFS wilayah dibutuhkan kompilasi data Bagan Akun Standar (BAS) detail dan
laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Data-data tersebut akan dimapping
ke dalam BAS GFS sehingga dapat menghasilkan laporan GFS wilayah yang
disebut Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Tingkat Wilayah (LSKP-TW)
disusun setiap triwulanan, semesteran dan tahunan. Selanjutnya masing-masing
laporan GFS wilayah tersebut dikompilasi dengan laporan sektor publik lainnya
yakni Badan Usaha Milik Negara, dan unit pemerintah lainnya sebagai penyedia
data laporan, selanjutnya dikonsolidasikan menjadi laporan GFS pusat yang
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

E. Permasalahan dan saran terkait penerapan GFS di Indonesia

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam menyusun GFS diantaranya:

a. Keterbatasan SDM Akuntansi pada satker pemerintah pusat maupun


SKPD/PPKD.
b. Kurang optimalnya pemanfaatan aplikasi akuntansi berbasis teknologi
informasi dan belum seragamnya penggunaan aplikasi sistem informasi
akuntansi SIPKD, SIMDA, dan lainnya sehingga menjadi hambatan untuk
konsolidasi GFS nasional.
c. Keterlambatan penyelesaian LKPD beserta metadata sehingga akibtanya
terjadi keterlambatan penyampaian data dan kualitas data pemerintah
daerah, sehingga hasil konsolidasi laporan sering tidak lengkap.
d. Penerapan GFS yang dikaitkan dengan IFRS yakni metode penilaian aset
dengan fair value akan cukup sulit dalam penerapannya karena aset-set
pemerintah sebagian besar adalah aset khusus, spesifik dan tidak tersedia
di pasar sehingga perlu melibatkan jasa estimai assessor penilai
professional.

Saran-saran:

d) Perlunya mendorong Komitmen pemimpin dibutuhkan dan pejabat


termasuk di dalamnya dukungan politik dari Kepala Daerah dan DPRD.
e) Perlunya meningkatkan kapasitas SDM yang menguasai akuntansi dan
Informasi Teknologi dalam jumlah yang memadai, Komitmen aparatur
pemerintah pusat dan Pemda dalam upaya peningkatan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, Peningkatan kompetensi tenaga akuntansi
yang menangani pengelolaan keuangan daerah.
f) Diperlukan pengembangan teknologi, khususnya aplikasi penatausahaan
& akuntansi yang mengakomodasi basis akrual di dalamnya untuk
mempermudah konsolidasi Laporan Keuangan Nasional/Government
Finance Statistics (GFS)
KESIMPULAN

Laporan keuangan pemerintah diwajibkan untuk dapat menghasilkan


statistik keuangan yang mengacu kepada manual Statistik Keuangan Pemerintah
(Government Finance Statistics/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan
analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan
antarnegara (cross country studies), kegiatan pemerintahan, dan penyajian statistik
keuangan pemerintah.

Tujuan utama sistem GFS adalah untuk memberikan suatu kerangka kerja
konseptual dan kerangka akuntansi yang komprehensif sehingga dapat digunakan
untuk menaganalisis dan mengevaluasi kebijakan fiskal suatu negara baik di
sektor pemerintah (general government sector) maupun di sektor publik (public
sector) yang lebih luas.

Untuk mengatasi kelemahan yang ada, diperlukan sosialisasi yang lebih


baik lagi, khususnya terhadap pemerintah daerah. Mungkin dengan pengadaan
Training bagi SKPD terkait penyusun laporan keuangan pemerintah daerah bisa
menjadi salah satu upaya untuk mengatasi kelemahan yang ada. Diharapkan
kedepannya dengan siap dan mampunya satker di pemerintah daerah untuk
menyusun laporan keuangan yang mengacu kepada GFS, laporan-laporan
keuangan di Indonesia baik di pusat maupun daerah dapat terintegrasi dengan
baik, dan dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan fiskal, pengelolaan dan
analisis perbandingan yang tidak hanya antar daerah namun juga antar negara
serta penyajian statistik keuangan yang memadai

Anda mungkin juga menyukai