Anda di halaman 1dari 11

KRISIS MONETER ASIA TENGGARA, 1997

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Manajemen Keuangan Internasional

Dosen Pengampu : Sari Widati

Disusun Oleh :

Nama : Nila Sari Seftiana


NIm : 1952100042
Kelas : Manajemen (keuangan) 5

UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA

TAHUN AJARAN 2021/2022


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Krisis Moneter Asia Tenggara, 1997” tepat
pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Manajemen Keuangan Intenasional.

Dengan adanya makalah ini, kita akan sedikit flashback dalam sejarah permasalahan yang
melanda hamper seluruh negara di Benua Asia ini, mengetahui usut-usut penyebabnya,
bagaimana masalah ini bisa menyebar hingga di tanah air, dan upaya apa yang telah dilakukan
pemerintah RI untuk bisa keluar dari sumbu permasalahan ini.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk guna penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharap
adanya saran, masukan maupun kritikan
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan ...........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Krisis moneter di Asia Tenggara, 1997 .......................................................................5


2.2 Negara-negara yang terdampak krisis moneter 1997....................................................5-8
2.3 Upaya pemerintah menangani krisis di tanah air ..........................................................8-9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................10

3.2 Saran ...............................................................................................................................10

DAFTAR PUTAKA ................................................................................................................11


4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Awalnya banyak pengamat menyebut perekonomian Asia sebagai Macan Asia yang
sedang bangkit dan segera menggantikan dominasi ekonomi barat. Namun tak butuh waktu lama
untuk membalikkan pujian tersebut menjadi bencana besar yang dimulai pada 2 Juli 1997. Ini
berawal dari hilangnya kepercayaan investor pada mata uang Asia. Terjadilah efek domino,
dimulai dari Thailand dan meluas ke Filipina, Hong Kong, Malaysia dan Indonesia dan terus
menyebar hingga memicu krisis global. Pasar saham Thailand terkoreksi 75%, Hong Kong 23%,
dan Singapura anjlok hingga 60% serta nilai tukar Rupiah terdevaluasi hingga 90%.

Dari beberapa negara yang terdampak krisis ini hanya Indonesia lah yang membutuhkan
waktu paling lama untuk keluar dari masalah ini. System pemerintah pada Orde Baru sedikit
lamban dalam menangani masalah ini dan justru semakin memburuk. Tak hanya berdampak
pada masalah keuangan saja tetapi menjalar menjadi permasalahan social dan politik.

1.2 RUMUSAN MSALAH


Adapun rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana awal mula terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara tahun 1997?
1.2.2 Negara manakah yang terdampak krisis ini?
1.2.3 Bagaimana upaya pemerintah RI dalam menangani krisis ini?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Makalah ini disusun guna mengupas kembali musibah yang membuat perekonomian
Macan Asia terpuruk bahkan berdampak pula di negara Indonesia dan untuk mengetahui
upaya apa saja yang telah dilakukan pemerintah hingga Indonesia bisa bangkit kembali.
5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Awal terjadinya Krisis Moneter Asia Tenggara, 1997

Pada tahun 1980-an, perekonomian Thailand berjalan stabil dengan pertumbuhan rata-
rata sebesar 9% per tahun. Stabilnya perekonomian Thailand saat itu mendorong banyak
perusahaan swasta di Thailand untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Karena
melihat perekonomian Thailand yang stabil secara makro, bank-bank di Jepang dengan sangat
mudah mengucurkan kredit ke berbagai perusahaan di Thailand. Sebelumnya, pada akhir
tahun 1996, tibalah masa jatuh tempo pembayaran utang perusahaan-perusahaan swasta di
Thailand. Karena pada saat itu banyak perusahaan yang tidak mampu memenuhi
kewajibannya, maka timbullah ketidakpercayaan di kalangan perbankan Jepang terhadap
kapabilitas perusahaan Thailand. Beberapa bank Jepang mempercepat jatuh tempo pembayaran
utang. Akibatnya, masa jatuh tempo pelunasan utang terakumulasi dalam periode yang sama.
Ketidakmampuan perusahaan swasta Thailand dalam memenuhi kewajibannya membuat nilai
saham perusahaan- perusahaan itu jatuh. Karena banyak nilai saham perusahaan yang anjlok,
secara otomatis membuat pasar modal Thailand anjlok pula hingga 75%. Dimulailah krisis
finansial di Thailand pada 2 Juli 1997. Finance One (perusahaan keuangan terbesar di
Thailand) ikut mengalami kebangkrutan

Ulah para spekulan untuk menjual mata uang Bath dengan harapan dapat menurunkan
harga bath yang berharga 26 Bath per 1 Dollar Amerika justru berujung sia-sia. Karena banyak
Bath yang keluar, maka pemerintah Thailand harus membeli mata uang bath dan menghabiskan
cadangan devisa sebesar 6,8 juta USD. Pada Januari 1998, harga Bath jatuh dengan harga 56
Bath per Dollar Amerika. Hal ini menimbulkan efek penularan yang sangat cepat ke negara-
negara Asia lainnya karena investor telah menanamkan uang mereka di “Asian Economic
Miracle countries” (Ekonomi-Ekonomi Asia yang Ajaib) hingga pada akhirnya membuang
mata-mata uang dan asset-aset Asia secepat mungkin.

2.2 Negara-negara yang terdampak Krisis Moneter, 1997


a. Filipina
Krisis di Thailand membawa pengaruh di Filipina. Bank sentral Filipina menaikkan
suku bunga sebesar 1,75 persen pada Mei 1997 dan 2 persen lagi pada 19 Juni 1997. Pada 3 Juli,
bank sentral Filipina dipaksa IMF untuk campur tangan dalam menjaga kestabilan Peso Filipina,
kemudian bank sentral Filipina mengikuti perintah IMF dengan menaikkan suku bunga dari 15
persen ke 24 persen hanya dalam waktu satu malam saja. Tak berhenti di Filipina, krisis lalu
menjalar ke Hong Kong.
6

b. Hong Kong
Pada 15 Agustus 1997 seperti yang terjadi di Filipina, suku bunga Hong Kong naik
dari 8 persen ke 23 persen dalam waktu yang sangat singkat. Pada Oktober 1997, dolar Hong
Kong yang sebelumnya dipatok HK$7,8 per USD mendapatkan tekanan spekulatif karena inflasi
Hong Kong lebih tinggi dibanding Amerika Serikat selama bertahun-tahun. Pemerintah setempat
menghabiskan lebih dari US$ 1 miliar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun
adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya yang dipatok ke
dolar AS. Pasar modal Hong Kong menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23 Oktober, Index Hang
Seng jatuh hingga 23 persen.
c. Korea Selatan
Korea Selatan yang menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-11 dunia, turut
menerima imbas krisis Thailand. Meski fundamental ekonomi makro Korsel sangat baik,
namun sektor perbankannya dibebani kredit macet luar biasa. Angka Non Performing Loan atay
NPL yang sangat tinggi mengakibatkan banyak perusahaan Korsel yang mengalami jatuhnya
nilai saham, atau bahkan diakuisisi oleh perusahaan lain. Bursa efek Seoul jatuh sebesar 4
persen pada 7 November 1997. Sehari kemudian, bursa jatuh kembali hingga mencapai angka 7
persen, penurunan terbesar sepanjang sejarah negara tersebut. Pada 24 November, pasar modal
jatuh lagi hingga 7,2% karena adanya kekhawatiran IMF akan meminta reformasi yang
membebani ekonomi Korsel. Peringkat kredit Korea Selatan turun dari A1 ke A3 pada 28
November 1997, dan turun lagi menjadi B2 pada 11 Desember.
d. Amerika Serikat Asia juga akan berdampak kepada Amerika sendiri.
Krisis moneter Asia secara tidak langsung membawa Amerika Serikat untuk ikut
campur di dalamnya. Apa yang terjadi di pasar Asia juga akan berdampak kepada Amerika
sendiri. Krisis ini menyebabkan terjadinya depresiasi pada mata uang Bath, Dollar Singapura,
Rupiah, Yen, Peso serta hambatan dalam pertumbuhan bank dapat menyebabkan kerugian pada
perdagangan Amerika Serikat. Dan juga berdampak pada industri yang spesifik, secara khusus
yang berkaitan dengan modal yang ditanamkan oleh para investor. Dengan pertumbuhan
ekonomi yang lambat, maka mayoritas para investor akan mencabut modal yang dimiliki dari
negara tersebut.
e. Malaysia
Di Malaysia, negara ini mengalami defisit anggaran hingga 6 persen. Pada bulan Juli 1997,
Ringgit Malaysia diserang oleh para spekulator. Untuk menyikapi serangan itu, Pemerintah Malaysia
mengambil kebijakan mata uang mengambang atau floating exchange rate, tetapi akibatnya justru Ringgit
Malaysia anjlok secara drastis pada 17 Agustus 1997. Empat hari kemudian Standard and Poor's
menurunkan peringkat hutang Malaysia.
Bursa efek Kuala Lumpur jatuh 856 poin, dan menjadi titik terendahnya sejak 1993. Pada
2 Oktober, Ringgit kembali terjungkal dan membuat Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad harus
mengambil kebijakan. Meski demikian, mata uang Ringgit tetap saja jatuh lagi pada akhir 1997 ketika
Mahathir Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah Malaysia akan menggunakan RM 10 miliar
untuk membiayai proyek jalan, rel, dan saluran pipa. Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun.
Sektor konstruksi menyusut 23,5%, produksi menyusut 9%, dan agrikultur 5,9%. Pendapatan
7

Domestik Bruto (PDB) negara ini turun 6,2% pada 1998. Meski ikut mengalami dampak negatif krisis
finansial Asia 1997, Malaysia merupakan negara tercepat yang pulih dari krisis ini karena menolak
bantuan IMF.
f. Indonesia
Sebelum terkena dampak dari Thailand, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi rata
rata 7% per tahun. Menurut catatan Bank Dunia angka kemiskinan di Indonesia menurun dari tahun ke
tahun, hingga mencapai 11% dari total penduduk saat itu 11 juta jiwa.
Pada Juni 1997, Indonesia mulai mengalami pengaruh krisis Thailand. Tercatat di
awal 1997 nilai rupiah stabil di kisaran Rp2000-2300/US$ lalu menukik tajam hingga lebih dari
Rp10000/US$ dalam waktu satu tahun. Dari situ diketahui pula bahwa ternyata utang korporasi
swasta di Indonesia mencapai US$75 miliar. Selain itu system perbankan di Indonesia juga
dinyatakan gagal karena banyak diintervensi oleh kepentingan politik. Tidak seperti Thailand,
Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari US$900 juta, dan juga
cadangan devisa lebih dari US$20 miliar. Meskipun Indonesia sudah mendapat bantuan dari IMF
namun tetap saja Rupiah semakin anjlok lebih dalam lagi karena adanya pembayaran utang
swasta luar negeri yang jatuh tempo, permintaan US$ yang sangat tinggi di pasar, dan penjualan
rupiah besar-besaran. Dan pasar uang dan bursa efek Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan
September 1997.
Namun sayangnya, ternyata banyak perusahaan Indonesia yang meminjam ke luar
negeri atau berutang dalam bentuk dolar AS. Pada 14 Agustus 1997, Pemerintah RI mengganti
kebijakan pertukaran mengambang teratur dengan pertukaran mengambang bebas, akibatnya
Rupiah terperosok semakin dalam. IMF kemudian datang dengan bantuan US$23 miliar, dengan
syarat-syarat tertentu diantaranya adalah penghapusan monopoli perdagangan dan industri, dan
juga penghapusan subsidi pemerintah terhadap beberapa jenis komoditas.
Pada saat yang sama, laju inflasi 1997 mencapai 45,5% dari tahun sebelumnya.
Tekanan inflasi ini akibat dari dampak lanjutan dari melemahnya nilai tukar rupiah yang
kemudian disusul dengan kenaikan harga dalam negeri.
Kesepakatan kedua IMF diperlukan karena ekonomi masih tetap saja memburuk. Pada
bulan januari 1998 rupiah kehilangan setengah nilainya dan ini menyebabkan masyarakat
berusaha menimbun makanan. Kesepakatan kedua dengan IMF ini berisi 50 pokok program
reformasi, termasuk pemberian jarring pengaman social, penghapusan secara perlahan subsidi-
subsidi tertentu untuk masyarakat dan menghentikan system patronase Suharto dengan cara
mengakhiri monopoli yang dijalankan oleh sejumlah kroninya. Namun keenggananSuharto untuk
melaksanakan program reformasi structural ini dengan patuh justru mnambah buruk situasinya. Di
sisi lain IMF dikritik karena terlalu memaksakan banyak program reformasi dalam waktu yang
terlalu singkat sehingga memperburuk system perekonomian Indonesia.
Kesepakatan ketiga dengan IMF ditandatangani pada bulan April 1998. Perekonomian
Indonesia dan indicator-indikator social masih menunjukkan tanda-tanda mengkhawatirkan.
Namun kali ini IMF lebih fleksibel dalam tuntutannya disbanding sebelumnya. IMF juga
bersikeras untuk terlibat lebih dekat dalam memantau pelaksanaan program-programnya karena
8

pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya berkomitmen
untuk melaksanakan agenda reformasi.
Sementara itu, kekuatan-kekuatan social juga sedang bekerja. Aksi demonstrasi dan
kritik yang ditunjukkan terhadap pemerintah Suharto semakin meningkat setelah ia terpilih
kembali sebagai presiden dan membentuk cabinet baru pada Maret 1998. Ketegangan mencapai
puncaknya setelah empat mahasiswa Indonesia tertembak di sebuah universitas lokal di Jakarta
saat demonstrasi (tragedy trisakti). Hingga akhirnya Suharto mengundurkan diri pada tanggal 14
Mei 1998. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia berubah sepenuhnya menjadi krisis social dan
politik.
Setelah Suharto lengser mengakibatkan perjanjian keempat dengan IMF pada Juni
1998 dan memungkinkan terjadinya deficit anggaran yang lebih longgar sementara dana baru
dialirkan ked alma perekonomian.
Dalam jangka waktu beberapa bulan ada beberapa tanda pemulihan. Nilai tukar rupiah
mulai menguat sejak pertengahan Juni 1998 (16.000 per US$ menjadi 8.000 per US$), inflasi
membaik secara drastic, saham-saham di Bursa Efek Indonesia mulai bangkit dan ekspor non-
migas mulai hidup kembali menjelang akhir tahun. Sector perbankan masih rapuh karena adanya
jumlah kredit bermasalah yang sangat tinggi dan bank-bank masih ragu untuk meminjamkan
uang. Meskipun demikian, perekonomian Indonesia melai membaik secara bertahap selama tahun
1999, sebagian disebabkan oleh membaiknya lingkungan internasional yang menyebabkan
kenaikan pendapatan ekspor.

2.3 Upaya Pemerintah RI dalam menangani Krisis Moneter 1997

Hingga akhir 2003, lebih dari enam tahun setelah krisi Asia, Indonesia menjadi eks
negara krisis terakhir yang berhasil lulus dari program stabilisasi yang didukung IMF.
Disbanding dengan negara-negara lain, kondisi Indonesia saat krisis memang paling rumit.
Pemerintah Orde Baru saat awal-awal krisi juga dinilai setengah hati dalam
mengimplementasikan program reformasi yang disusun dengan tim IMF.
Perbaikan Sistem Perbankan
Salah satu penyebab komplikasi krisis moneter 1997 adalah rusaknya system
perbankan nasional. Praktik-praktik perbankan tidak sehat dijalankan, memanfaatkan lubang-
lubang peraturan yang ada sehingga menggerogoti kekuatan system perbankan.
IMF merekomendasikan penutupan 34 bank yang sakit. Namun, BI melakukan
negosiasi untuk mengurangi jumlahnya, hingga akhirnya didapatkan kesepakatan 16 bank saja.
Akan tetapi para deposan memilih lebih menarik dananya dari perbankan sehingga menyebabkan
kekeringan likuiditas dan menyebabkan nilai tukar rupiah tertekan.
Untuk mendukung upaya pemulihan kepercayaan terhadap perbankan , adapun
langkah-langkah reformasi di bidang perbankan yang menyeluruh terus ditingkatkan dan
dipercepat meliputi:
9

1. Melakukan restrukturisasi dan penyehatan perbaikan perbankan melalui Badan


Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mendorong merger antarbank.
2. Menyempurnakan lebih lanjut pelaksanaan penerapan prinsip kehati-hatian dalam
upaya memperbaiki kondisi internal perbankan.
3. Memperkuat fungsi pengawasan perbankan khususnya dalam penegakan
ketentuan dan undang-undang yang berlaku.
4. Menyempurnakan perangkat hokum yang meliputi RUU perbankan dan pendirian
lembaga asuransi pinjaman.
Restrukturisasi Hutang Swasta
Pelemahan rupiah membuat koporasi kesulitan karena belitan hutang valasnya
menjadi besar dan lebih parahnya hutang-hutang itu tidak diberikan hedging atau lindung nnilai.
Tercatat hutang hutang luar negeru Indonesia hingga Maret 1998 sebesar 138 miliar US$.
Sebelumnya, memasuki Januari 1998 pemmerintah mulai aktif membereskan hutang
swasta ini. Perundingan restrukturisasi hutang swasta dilakukan. Debitur Indonesia yang diwakili
Tim Penyelesaian Utang Luar Negeri Swasta (TPULNS) berhasil mencapai kesepakatan dengan
kreditur luar negeri, yang diwakili Bank Steering Committee. Pada Juni 1998, kesepakatan
Frakfurt untuk restrukturisasi utang swasta tercapai.
Makro Ekonomi
Tak hanya perusahaan dan bank saja yang terpuruk, masyarakat pun juga sangat
menderita akibat krisis ini. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin meningkat dari
34,01 juta orang (1996) menjadi 49,50 juta orang (1998). Angka kemiskiinan di kota meningkat
dari 9,42 juta (13,39%) pada 1996 menjadi 17,60 juta (21,92%) pada 1998. Di desa kemiskinan
meningkat dari 24,59 juta (19,78%) menjadi 31,90 juta (25,82%).
Setelah Suharto lengser dan digantikan oleh BJ Habibie, pemerintah kemudian
bergerak untuk menangani masalah ini. APBN diperlonggar agar dapat memberikan bantuan
kepada masyarakat miskin. Untuk menutup deficit, pemerintah mengupayakan tambahan utang
danmelakukan privatisasi beberapa BUMN.
Beberapa upaya pengendalian fiscal dan moneter mulai menampakkan hasil. Pada
Oktober 1998, nilai tukar rupiah semakin terkendali di kisaran 7.000-8.000 per dollar AS.
Pada tahun 1999, sejumlah indicator ekonomi Indonesia mulai menunjukkan
pembaikan. Pertumbuhan ekonomi pada 1998 (-13%), pada 1999 sudah mampu timbuh meski
hanya 2%. Inflasi 1998/1999 mencapai 45,4% secara berangsur menurun.
10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Krisis moneter yang melanda di Asia dimulai pada 2 Juli 1997 ketika pemerintah
Thailand dibebani hutang luar negeri yang sangat besar dan tidak mampu untuk membayarnya.
Upaya strategi yang dilakukan spekulan justru hanya menjadi boomerang dan menyebar luas ke
negara-negara lain. Termasuk di Indonesia, diantara negara-negara lain yang terdampak,
Indonesialah yang paling terpuruk. Dari yang semula hanya krisis moneter justru malah
menyebar ke masalah social dan politik.

3.2 Saran

Meskipun krisis ini sudah berakhir namun histori dari musibah ini tidak akan pernah
terlupakan dan akan menjadi pembelajaran untuk kedepannya. Kurangnya pencantuman upaya-
upaya yang dilakukan oleh setiap negara yang terdampak krisis ini jarang diulas oleh penulis.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh setiap pemerintah pasti berbeda-beda, dari sini bisa
dijadikan referensi perbandingan mengapa negara Indonesia paling susah untuk bangkit.
11

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. Ekomomi Moneter. Edisi Ketiga. BPFE, Yogyakarta


Weber, E.J. The IMF and IndonesiaI: Two Equal Partners, 1998.
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/krisis-
keuangan-
asia/item246#:~:text=Krisis%20Keuangan%20Asia%20dimulai
%20pada,uang%20terhadap%20cadangan%20devisa%20negara
nya.

Anda mungkin juga menyukai