Anda di halaman 1dari 2

Pandangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Antara Golongan

Terdominasi Atau Subordinasi

Oleh : Abdul Syakur

Pada hakikatnya manusia diciptakan untuk saling hidup berpasang –pasangan, namun
dengan keterbatasan dalam mengontrol akal dan nafsunya terkadang sampai melalui batas
wajar yang berujung keperilaku kejahatan. Kekerasan dalam rumah tangga seringkali menjadi
hal lumrah terjadi dikalangan masyarakat sekitar dalam mendorong ketidak pastian rumah
tangga harmonis berkemanusiaan. Sehingga adanya ruang lingkup seseorang yang selalu
dapat dapat hak dan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, yaitu berupaya memelihara
kerukunan dan keutuhan rumah tangga bahagia, aman tentram, aman dan damai berdasarkan
ketuhanan yang maha esa dijamin oleh pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang selanjutnya disebut
UUD 1945 yang berbunyi negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa. Hal sedemikian
harus perlu ditanam dan dirawat dalam rumah tangga agar keutuhannya tetap terjaga.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan kekerasan suatu perbuatan


seseorang yang dapat mencederai fisik atau matinya orang dalam rumah tangga. Hal ini
dilakukan berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai. Sedangkan dalam undang –
undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.

Padahal KDRT mempunyai lingkup dan cakupan rumah tangga tersendiri yang dapat
diketahuinya dalam pasal 2 UU NO 23 Tahun 2004 Tentang UUPKDRT. Yang diantaranya
meliputi suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri), Orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana disebutkan di atas karena
hubungan darah, perkawinan (misalnya mertua, menantu, ipar, dan besan), persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan/atau Orang yang bekerja
membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah satu bentuk kejahatan
yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis
kejahatan melawan hukum kemanusiaan. Seperti halnya yang terjadi awal tahun 2022 ini,
seorang suami di tasikmalaya pukul istrinya dengan menggunakan tabung gas 3Kg yang
mengenai pundaknya langsung lebam gegara minta cerai, tidak hanya itu malah sang istri
hampir ditusuk suaminya menggunakan pisau dapur namun tidak terjadi dikarenakan
diketahui oleh warga sekitar akibat suara gaduh yang ditimbulkan. Sehingga sang suami
pelaku KDRT dibawa ke polsek sekitar oleh warga. Hal ini cukup jelas terjadinya suatu
kekerasan dalam rumah tangga.

Namun demikian, tidak semua kejahatan mengandung unsur-unsur kekerasan, dan tidak
semua tindak kekerasan dapat dikatakan sebagai komponen kejahatan. Misalnya kejahatan
seksual, ada diantaranya yang tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, tetapi dilakukan
atas dasar suka sama suka dan melalui transaksi yaitu imbalan uang atau barang untuk
melayani kebutuhan seksual seseorang atas dasar perjanjian seperti pelacuran.

Di samping itu, kekerasan terhadap rumah tangga merupakan masalah universal yang
melewati batas-batas negara dan budaya. Dikarenakan ketimpangan ekonomi antara suami
dan istri sehingga penggunaan kekerasan sebagai jalan keluar suatu topic. Sepertihalnya
dalam kasus pada 2020 yaitu istri membakar suami dikarenakan masalah ekonomi. Bermula
sang suami dan istri seringkali bertengkar karena suami tidak punya penghasilan dalam
situasi covid -19 dikala itu, sang suami dalam keadaan tertidur darisitulah munculnya
kejahatan istri membakar suaminya. Ada pula dikarenakan otoritas dan kontrol laki-laki
dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga yang juga berujung KDRT, dan ada juga
hambatan-hambatan bagi perempuan untuk meninggalkan setting keluarga yang mana sang
istri tidak mampu sengan aturan yang dibuat suami sehingga terjadinya sesuatu KDRT.

Faktor-faktor tersebut sering tertutupi oleh mitos-mitos, misalnya dominasi laki-laki


terhadap perempuan memang suatu hal yang sudah semestinya, karena itu merupakan bagian
dari ‘kejantanan’ itu sendiri. Dengan melakukan tindakan kekerasan, maka hal itu bisa
mengurangi stress. Sementara itu, perempuan menghadapi hal tersebut dengan rasa rendah
diri dan keinginan untuk didominasi serta adanya mitos bahwa kekerasan adalah suatu hal
yang tidak terelakkan dalam hubungan perempuan laki-laki. Namun para pengadvokasi anti
kekerasan terhadap perempuan mengamati bahwa kekerasan itu merupakan fungsi dari
norma-norma sosial yang telah terkonstruksi yang menempatkan laki-laki pada posisi yang
dominan dan perempuan pada posisi tersubordinasi.

Anda mungkin juga menyukai