Anda di halaman 1dari 7

Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap kolonialisme.

Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC


Aceh dipimpin oleh seorang pemimpin yang tangguh bernama
Sultan Iskandar Muda. Di masa pemerintahannya ia berhasil
menakhlukan berbagai wilayah seperti di Aru dan di Johon
hingga menyebabkan Aceh menjadi negara yang terkuat di
Nusantara bagian barat.
Penyerangan di Malaka;
Dalam Sejarah Indonesia: Masuknya Islam Hingga
Kolonialisme (2020) oleh Ahmad Fakhri Hutauruk, dikatakan
Aceh ingin menyerang Malaka.
Penyerangan Aceh di Malaka mengalami kekalahan yang besar
hingga kehilangan seluruh kapalnya dengan 19.000 prajuritnya.
Dari peristiwa tersebut, Aceh tidak ingin menyerang Malaka.
Maluku Angkat Senjata
Awal mula Maluku angkat senjata dimulai saat masuknya
Portugis di Maluku pada tahun 1521 di wilayah Ternate.Dengan
keluarnya Spanyol dari Maluku, maka Portugis secara leluasa
memonopoli perdagangan di Maluku. Keserakahan dan
ketamakan Portugis membuat rakyat Maluku angkat senjata.
Kedatangan Bangsa Belanda ke Maluku disambut dengan
tangan terbuka. Hingga kemudian bangsa Maluku saling bekerja
sama dengan bangsa Belanda untuk mengusir bangsa Portugis,
Setelah Portugis meninggalkan Maluku pada tahun 1613, VOC
merebut benteng Portugis yang disebut dengan Benteng
Victoria. Hingga kemudian mendirikan benteng baru yang
dinamakan Benteng Oranje.
Perlawanan Maluku;
Maluku angkat senjata melawan VOC yang paling fenomenal
adalah di Tidore pada tahun 1779. Perlawanan ini dipimpin oleh
Sultan Nuku setelah tertangkapnya Sultan Jamalludin.
Cara yang dilakukan adalah dengan cara menghasut orang
Inggris untuk mengusir VOC.
Setelah berhasil, Sultan Nuku menyerang bangsa Inggris untuk
keluar dari Maluku. Upaya ini berhasil mempertahankan Maluku
dari bangsa barat hingga akhir hayatnya.
Perang Pattimura;
Setelah kepergian Inggris karena perjanjian Traktar London,
Belanda kembali menguasai Indonesia pada awal abad ke 19.
Adanya Belanda di Maluku justru menambah kesengsaraan bagi
rakyat Maluku. Kapitan Pattimura mengawali peperangan
dengan menyerang pos-pos dan benteng Belanda di Saparua
pada 16 Mei 1817. Penyerangan tersebut membuahkan hasil,
Kapitan Pattimura berhasil kmerebut Benteng Duurstede.
Belanda dengan kekuatan lebih 200 prajurit di bawah pimpinan
Mayor Beetjes menyerang Pattimura dan pasukannya di
Saparua. Upaya perebutan kembali benteng Duurstede dan
Saparua dapat digagalkan oleh Pattimura dan pasukannya.
Kemenangan dalam pertempuran lain juga didapatkan oleh
Pattimura di sekitar pulau Seram, Hatawano, Hitu, Haruku,
Waisisil dan Larike.

Sultan Agung Melawan Jan Pieterszoon Coen


-Tujuan Sultan Agung menyerang Batavia yang dikuasai VOC
adalah agar dapat menakhlukan dan mengancurkan kota
tersebut.
Menurut Siti Ma’rifah dalam Perlawanan Sultan Agung
Terhadap VOC 1628-1629 (2014), setidaknya ada beberapa hal
yang membuat Sultan Agung berani melawan VOC yang
dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen beberapa di antaranya
adalah:
* Kehadiran kompeni di Batavia membahayakan Kerajaan
Mataram.
* Ditolaknya permintaan Sultan Agung untuk meminjam
bantuan. Angkatan Laut VOC untuk menyerang Surabaya,
Banten dan Banjarmasin.
* Batavia dianggap sebagai kota yang merugikan kerajaannya.
* Hubungan Kerajaan Mataram dengan Malaka dipersulit oleh
Batavia. Salah satu cara yang dilakukan adalah menghancurkan
kota tersebut.
Penyerangan;
Penyerangan Sultan Agung atas VOC yang dipimpin oleh Jan
Pieterszoon Coen terbagi menjadi 2 penyerangan yakni pada
tahun 1628 dan 1629.
Penyerangan pada tahun 1628 dianggap gagal karena awalnya
pasukan Mataram berhasil menyerang benteng namun tidak mau
mendekati Batavia karena banyaknya korban yang tewas.
Di samping itu, fokus tentara Mataram hanya pada benteng
Hollandia dan untuk menuntaskan pengepungan, Belanda
mengerahkan 300 serdadu dan 100 orang sipil untuk membakar
dan merusak seluruh pos terdepan Mataram
Perlawanan Banten
-latar belakang perlawanan Banten didasarkan pada 2 hal, yaitu:
* Adanya Blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap
kapal dagang dari Cina dan Maluku yang akan menuju Banten.
* Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di
kawasan pesisir Jawa.
Strategi yang dilakukan VOC untuk menaklukan Banten adalah
Devide et Impera (politik adu domba). VOC mendapatkan celah
kelemahan dari Sultan Ageng Tirtayasa melalui putra
mahkotanya yang bernama Sultan Haji.
VOC menghasut Sultan Haji agar merebut kekuasaan dari
ayahnya (Sultan Ageng Tirtayasa). Sultan Haji yang sangat
berambisi untuk berkuasa di Banten akhirnya membuat
perjanjian dengan VOC untuk menyingkirkan ayahnya dari tahta
Kesultanan Banten.
Perjanjian tersebut dilakukan karena Sultan Haji khawatir akan
tahta kekuasaan Banten nantinya tidak dilimpahkan kepada
dirinya tapi kepada Pangeran Purbaya selaku saudara laki-
lakinya.
Perlawanan Banten;
VOC dan Sultan Haji berhasil merebut Istana Surosowan dan
menjadi Sultan Banten pada tahun 1681.
Pasca direbutnya Istana Surosowan, Sultan Ageng Tirtayasa
berpindah ke daerah Tirtayasa (Serang) untuk mendirikan
keraton baru dan mengumpulkan bekal untuk merebut kembali
keraton Surosowan.
Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (1981) karya M.C
Ricklefs, disebutkan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa melakukan
upaya perebutan kembali Istana Surosowan pada 1682.
Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji
dalam penyerangan tersebut, sehingga Sultan Haji meminta
bantuan VOC. Sultan Haji dan VOC mampu meredam
perlawanan dan berhasil memukul mundur pasukan Sultan
Ageng dan Pangeran Purbaya hingga ke Bogor.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil ditangkap oleh VOC
pada 1983 dan ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan.
VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja
boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak langsung
VOC dapat menaklukan Banten serta memonopoli perdagangan
di kawasan pesisir Jawa.

perlawanan goa
-Dimulai saat VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan
kecil di Sulawesi tahun 1666. Sultan Hasanuddin memimpin
pasukannya melawan VOC dan menimbulkan kerugian besar
bagi Belanda.VOC kemudian mendatangkan bala bantuan dari
Batavia yang membuat pasukan Goa-Tallo terdesak,sehingga
bersedia menerima perjanjian Bongaya yang diajukan VOC
yang isinya sangat merugikan Goa-Tallo, Sultan Hasanuddin
kembali bertempur melawan VOC meski akhirnya kalah saat
mempertahankan Benteng Samba Upo , 12 Juni 1669. Saat
berperang melawan kerajaan Goa-Tallo, VOC berkoalisi dengan
Kerajaan Bone yang dipimpin Raja Aru Palaka.

Rakyat Riau Angkat Senjata


-Gerakan ini dipelopori oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura dan
dipimpin langsung oleh rajanya, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah
(1723-1744), kemudian dilanjutkan oleh putranya, Muhammad
Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Selain sultan Siak Sri
Indrapura, tokoh pejuang Rakyat Riau Angkat Senjata yang
berjasa besar dalam perlawanan terhadap VOC adalah Raja
Indra Pahlawan.
Ketika Malaka berhasil dikuasai, VOC mengincar Kepulauan
Riau dan mulai melakukan politik memecah belah atau devide et
impera.
Kerajaan-kerajaan seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar
pun semakin terdesak oleh ambisi monopoli dan tindakan
sewenang-wenang VOC.
Peristiwa itulah yang menjadi penyebab perlawanan Rakyat
Riau Angkat Senjata untuk mengusir VOC.
Tokoh perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata;
Raja Siak yang berkuasa saat itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah, segera memimpin rakyatnya untuk melawan VOC.
Rakyat Riau berhasil merebut Johor, kemudian membangun
benteng pertahanan di Pulau Bintan.
Dari benteng ini, sultan mengirim pasukan di bawah komando
Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka.
Dalam setiap pertempuran, Raja Lela Muda selalu mengajak
putranya yang bernama Raja Indra Pahlawan.
Ketika Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah meninggal pada 1744,
perlawanan dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Abdul
Jalil Muzafar Syah.
Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah kemudian
menunjuk Raja Indra Pahlawan sebagai pemimpin perang.
Strategi perang VOC dan Siak;
Pada 1751, perang berkobar antara Kerajaan Siak melawan
VOC. Berikut ini dua strategi yang diterapkan VOC untuk
menghalau serangan rakyat Riau.
* Memutus jalur perdagangan menuju Siak
* Mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur Sungai
Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung
Upaya VOC memutus jalur perdagangan menuju Siak ternyata
berhasil. Menanggapi hal itu, Sultan Muhammad Abdul Jalil
Muzafar Syah segera mempersiapkan kekuatan lebih besar
untuk menyerang.
Raja Indra Pahlawan dan Panglima Besar Tengku Muhammad
Ali kemudian ditunjuk oleh sultan sebagai pucuk pimpinan
pasukan.
Mereka diperkuat dengan kapal perang "Harimau Buas" yang
dilengkapi dengan perlengkapan perang.
Ketika Perang Guntung meletus, rakyat Siak kesulitan
menembus benteng VOC yang berlapis-lapis dan dilengkapi
meriam besar.
Kendati demikian, banyak tentara VOC yang gugur, hingga
Belanda mendatangkan bantuan dari orang-orang China.
Siasat Hadiah Sultan;
Melihat bantuan VOC terus berdatangan, Raja Indra Pahlawan
dan Panglima Besar Tengku Muhammad Ali menyerukan
pasukannya untuk mundur guna mengatur siasat baru.
Raja Indra Pahlawan mengusulkan agar sultan berpura-pura
ingin berdamai dan memberikan hadiah kepada Belanda.
Strategi baru yang kemudian dikenal sebagai "siasat hadiah
sultan" ini ternyata disetujui VOC, dan setelah itu kedua pihak
sepakat untuk berunding di Pulau Guntung.
Seperti yang diperkirakan sebelumnya, ketika perundingan baru
dimulai, VOC memaksa sultan untuk tunduk.
Sultan segera memberi kode kepada anak buahnya agar segera
menyergap dan membantai orang-orang Belanda di loji itu.
Setelah loji dibakar, rombongan Sultan Siak kembali ke istana
dengan membawa kemenangan.
Atas jasanya selama melawan VOC, Raja Indra Pahlawan
kemudian diangkat menjadi Panglima Besar Kesultanan Siak
dengan gelar Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima
Puluh.
Kendati demikian, kemenangan ini belum berhasil mengusir
VOC dari Malaka.

orang-orang Cina berontak


-Meningkatnya populasi etnis Tionghoa di Batavia, sehingga
pengangguran meningkat. Dan karena terkekangnya suatu
kebebasan berdagang di wilayah nusantara dan terjadi pungli di
tubuh VOC (contohnya surat izin bermukim yang disebut
permissiebriefjes atau surat pas) biaya resmi pembuatan kartu
tersebut hanya 2 ringgit namun, akibat dari pungli tersebut
menjadi naik, dan karena tidak memiliki kartu tersebut orang-
orang Cina harus dideportasi ke negaranya atau dipekerjakan di
kebun-kebun pala milik VOC di Sri Langka.

Proses Kejadian
a. Lokasi : di Batavia dan Jawa

b. Waktu : pada abad ke 18 (tahun 1740-1741)

c. Tokoh : Oey Panko atau Khe Panjang dan Raja


Pakubuwana II

Akibat Dari Kejadian

a. Bagi bangsa Indonesia : kerugian karena wilayah Batavia


porak poranda akibat

pemberontakan dan pencurian barang-barang oleh orang-orang


Cina.

b. Bagi VOC : keuntungan karena penyelewengan


harga pembuatan surat

pas yang lebih mahal dan kerugian karena benteng VOC di


Kartasura diserang oleh orang-orang Cina dan dibantu Raja
Pakubuwana II serta orang-orang pribumi sehingga jatuh banyak
korban dari pihak VOC.

perlawanan pangeran mangkubumi Dan raden mas said


-Tahun 1743 Pangku Buwono II memberikan serta menyerahkan
pantai Utara dari pulau Jawa kepada VOC. Raden mas Said dan
pangeran Mangkubumi tidak terima dengan hal tersebut. Karena
pantai Utara pulau Jawa tersebut merupakan wilayah pelabuhan
dagang yang menjadi pelabuhan dagang yang mampu menjadi
sumber pendapatan utama dari kerajaan Mataram. Selain hal itu,
pangeran Mangkubumi melawan Paku Buwana II karena sebagi
Raja ia tidak mampu menempati janjinya untuk menyerahkan
daerah Sukawati atau sekarang disebut dengan Sragen. Bahkan
pada saat pertemuan para bangsawan di istana, pangeran
Mangkubumi dipermalukan oleh gubernur J.V. Imhoff pada
tahun 1746. Pada saat perang dimulai posisi Pangku buwana II
diganti oleh anaknya Pangku buwana III. Pangeran
Mangkubumi dan Raden Mas Said menggunakan taktik gerilya
untuk melawan VOC. Saat pertempuran terjadi di sungai
Bogowonto banyak pasukan VOC yang binasa. Bahkan
pimpinan mereka De Clerk meninggal dunia. Perang ini diakhiri
dengan ditandatanganinya perjanjian Gayanti pada tahun 1755.

Anda mungkin juga menyukai