Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN AIDS

Disusun oleh :

M. HALIM (272019)
LENY ULFIYANI (2720190153)
TRI JULI RISWANTI (2720190125)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah ini

dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam tugas ini kami akan membahas

mengenai “ Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Aids ”.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang

dapat membangun kami. Kritik yang mendukung dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan tugas selanjutnya. Akhir kata semoga tugas ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Bekasi, 09 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................... ii

Bab I PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................... 1

Tujuan ............................................................................... 2

Bab II ISI ............................................................................... 3

Pengertian .............................................................................. 3

Etiologi .............................................................................. 9

Tanda dan gejala .............................................................................. 10

Pathway .............................................................................. 11

..............................................................................

..............................................................................

Bab III ASUHAN KEPERAWATAN ...............................................................................


Pengkajian ...............................................................................

Diagnosa ...............................................................................

Intervensi ................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk ke dalam famili lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang,
dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan
beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu,
virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/ AIDS telah
dilaporkan keberadaannya 433 (84,2%) dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di
Indonesia.
Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak
301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun
dan 20-24 tahun.
Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099),
diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah
(24.757). (Kemenkes, 2018)
Dengan demikian, kami perlu memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan
aids agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang baik dan maksimal pada
penderita aids terutama anak.

B. Tujuan
1. Mengetahui dan mengerti tentang definisi, penyebab, tanda gejala aids pada
anak
2. Mengetahui dan mengerti tentang asuhan keperawatan pada anak dengan aids
BAB II
ISI

1. Definisi
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Beberapa definisi aids menurut para ahli :
1) Seorang ahli bernama John W. Santrock mengatakan HIV AIDS adalah penyakit
menular seksualitas yang disebabkan oleh suatu virus bernama Human
Immunodeficiency (HIV).
2) Menurut para ahli, dua di antaranya Jonathan Weber dan Annabel Feeriman, AIDS
merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrom (sindrom cacat
yang didapatkan pada imunitas). Sindrom ini disebabkan oleh infeksi virus yang
dapat menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati. Sistem imun akan
semakin melemah, sehingga korbannya akan semakin terbuka terhadap infeksi
dan kanker tertentu.
3) Definisi HIV AIDS menurut para ahli juga dilengkapi oleh seseorang bernama
Nursalam, ia mengemukakan bahwa AIDS merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan karena belum bisa ditemukan obat yang dapat memulihkannya
hingga saat ini.

2. Penyebab
AIDS merupakan bentuk terparah dari infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung
dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga
kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang,
dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi
infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang
diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi
AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah
mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun, laju perkembangan penyakit ini pada
setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor
yang memengaruhinya, di antaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan
HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya
memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih
berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap
perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga
memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa
varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda,
yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.
Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

3. Tanda dan gejala


1) Tahap Pertama:
 Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah
terinfeksi, selama satu hingga dua bulan.
 Dapat tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
 Dapat timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah
bening, diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.

2) Tahap Kedua:
 Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.
 Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
 Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
 Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.

3) Tahap Ketiga:
 Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut menjadi
AIDS.
 Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
 Merasa lelah setiap saat.
 Sulit bernapas.
 Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
 Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
 Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
 Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis.
4. Pathway

5. Proses Penularan HIV pada Anak


Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah,
penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu
ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia
subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat
kehamilan (in uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari
ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS, kemungkinan ba terinfeksi sebanyak 20% SAMPAI 35%, sedangkan jika sudah ada
gejala pada ibu kemungkinan mencapai 50%.penularan juga terjadi selama proses
persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran
mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama proses
kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama persalinan bisa dicegah
dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama periode postpartum
melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan
Kurniawan, 2013:161).

6. Pencegahan HIV/AIDS pada Anak

Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat hamil,
saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama kehamilan,
penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan
obstetrik selama selama persalinan, penatalaksanaan selama menyusui. Pemberian
antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam
darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan sebaiknya
dipilih dengan metode sectio caecaria karena terbukti mengurangi resiko risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.walaupun caesaria. demikian bedah caesar
juga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila bedah caesar
selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat ditirinkan sampai
87%. Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko karena imunitas ibuyang
rendah sehingga bisa terjadi keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi
kematian saat operasi oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika melahirkan
dengan pervaginam maka beberapa tindakan harus dihindari untuk meminimalisir
risiko, seperti terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam atau memecahkan ketuban
sebelum pembukaan lengkap (Nurs dan Kurniawan, 2013:165).

7. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS

Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi
pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus tentang dosisi dan
toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang selama
beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga akan berbeda dengan
orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168). Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada
Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang
direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non
Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI)

8. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS

Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS Pemberian Nutrisi pada bayi dan anak
dengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan
proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan
antioksidan untuk mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus
HIV. sebaiknya dipilih bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan
baik untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci
dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada anak. Pemberian (Nurs
dan Kurniawan, 2013:167).

9. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS

Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam
bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak,
pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan perubahan mencakup :

 memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga untuk


membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaan keluarga
 membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat keberhasilan
hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah,
 menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya,
 mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri
dan tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nurs dan Kurniawan, 2013:169).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas
 AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan akibat
kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80% tertular
dari orang tuanya.
 Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan
terdiagnosa sebagai AIDS.
 Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis
 Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih dari 15
bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5%  penyebab terbanyak diare akut/
kronik dan pnemonie berulang.
b. Keluhan Utama
 Demam dan diare berkepanjangan
 Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia  keadaan yang gawat
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
 Diare lebih dari 1 bulan
 Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )
 Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih
 Limphadenophati yang menyeluruh
 Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)
 Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
 Dermatitis yang menyeluruh
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat pemberian tranfusi
e. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
 Orang tua yang terinfeksi HIV
 Penyalahgunaan zat
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
 Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya
 Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
 Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
 Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
g. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
 Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
h. Riwayat Makanan
 Anoreksia, mual, muntah
i. Riwayat Imunisasi
 Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak

 Immunisasi BCG tidak boleh diberikan  kuman hidup


 Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live
attenuated polio vaccine  virus mati bukan virus hidup
 Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)

1. Pemeriksaan
a. Sistem Penginderaan :
Pada Mata :
 Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina, sytomegalovirus retinitis dan
toxoplasma choroiditis, perivasculitis pada retina.
 Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah, perih, gatal, berair,
banyak sekret serta berkerak.
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal /
multiple, pada satu / kedua mata  toxoplasma gondii
Pada Mulut :
Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa, periodontitis, sarkoma kaposi pada
mulut dimulai sebagai bercak merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada
palatum.
Pada telinga :
Otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
b. Sistem Pernafasan :
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada,
nafas pendek waktu istirahat, gagal nafas.

c. Sistem pencernaan :
BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan
pada mukosa oral, faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir
kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik pembesaran
limpha.
d. Sistem Kardiovaskuler.
 Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.
 Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
e. Sistem Integumen :
 Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie menjadi nekrosis
timbul ulsera.
 Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta malaise.
 Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies
 Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai.
f. Sistem Perkemihan
 Air seni kurang, anuria
 Proteinurea
g. Sistem Endokrin :
Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati, pembesaran kelenjar yang
menyeluruh
h. Sistem Neurologi
 Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.
 Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.
 Penurunan kesadaran, delirium.
 Serangan CNS : meningitis.
 Keterlambatan perkembangan .
i. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
j. Psikososial
 Orang tua merasa bersalah.
 Orang tua merasa malu.
 Menarik diri dari lingkungan .

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah :
 Leukosit dan hitung jenis darah putih / neutropenia (neutrofil < 1000 /
mm3)
 Hitung trombosit / trombositopenia (trombosit < 100.000 / mm3)
 Hb dan konsentrasi Hb ............ Anemia (Hb < 8 g/dl)
 Limfopenia CD4+ (limfosit  200 / mm3)
 LFT dan RFT
b. Pemeriksaan lain :
 urinalisis (protein uria), kultur urine,
 Tes tuberculin (TB + indurasi  5 mm)
c. Tes Antibodi Anti-HIV  Tes Esali
d. Tes Western Blot (WB).
e. Tes PCR (Polymerase Chain Reaction) :
 Menemukan beberapa macam gen HIV yang bersenyawa di dalam DNA sel
yang terinfeksi.
 Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+).
f. Kardiomegali  pada foto rontgen.
g. EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T.
h. Pungsi Lumbal.
i. Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ).
B. Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, wheezing, ronchi, dispnea, sianosis,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah
2. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi/peradangan pada paru) d.d suhu diatas
normal, kulit merah, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler d.d dispnea,
pCO2 meningkat/menurun, pO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/
menurun, bunyi mapas tambahan, napas cuping hidung, sianosis, gelisah, pola
napas abnormal, kesadaran menurun
4. Diare b.d inflamasi gastrointestinal, proses infeksi d.d defekasi > 3 kali dari 24 jam,
feces lembek / cair, nyeri abdomen, frekuensi peristaltik meningkat, bising usus
hiperaktif.
5. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif (diare) d.d frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, Tdmenurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, Ht meningkat, merasa lemah, merasa haus, suhu tubuh meningkat,
kosentrasi urin meningkat, BB turun tiba-tiba
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d
mengeluh lelah,frekuensi janting meningkat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah aktivitas, merasa lemah, sianosis, TD berubah dari kondisi
istirahat,aritmia saat/setelah aktivitas, EKG menunjukkan iskemia.
7. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (infeksi jamur di mulut ) d.d
BB turun, nafsu makan menurun, otot menelan lemah, sariawan, albumin turun,
diare.
C. Intervensi

NO. Standar Diagnosis Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Keperawatan Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI)

1. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif
berhubungan dengan keperawatan selama....x24 jam Manajemen jalan nafas
hipersekresi jalan napas ditandai diharapkan bersihan jalan napas Observasi :
dengan meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi kemampuan batuk
Ds dan Do :  batuk efektif meningkat  Monitor adanya retensi sputum
 produksi sputum menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
 batuk tidak efektif  wheezing menurun  Monitor pola napas
 tidak mampu batuk  ronchi menurun  Monitor bunyi nafas tambahan
 sputum berlebih  dispnea menurun
 wheezing  sianosis menurun Terapeutik :
 ronchi  frekuensi napas membaik  Atur posisi semi-fowler atau fowler
 dispnea  pola napas membaik  Berikan minum hangat
 sianosis  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 frekuensi napas berubah  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik (pada pasien
 pola napas berubah tidak sadar)
 Berikan oksigen,jika perlu

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

2. Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen


proses penyakit keperawatan selama......x24 jam Hipertermia
(infeksi/peradangan pada paru) diharapkan termoregulasi membaik Observasi :
ditandai dengan : dengan kriteria hasil :
Ds dan DO :  Identifikasi penyebab hipertermia
 Monitor suhu tubuh
 suhu diatas normal  suhu tubuh membaik  Monitor haluaran urin
 kulit merah  kulit merah meningkat  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 takikardi  takikardia membaik Terapeutik :
 takipnea  takipnea membaik  Sediakan lingkungan yang dingin
 kulit terasa hangat  suhu kulit membaik  Longgarkan pakaian
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari bila anak memproduksi banyak keringat
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit, jika perlu

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


berhubungan dengan perubahan keperawatan selama......x24 jam Observasi :
membran alveolus-kapiler diharapkan pertukaran gas meningkat
ditandai dengan : dengan kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Ds dan Do :  Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Dispnea  Dispnea menurun  Monitor adanya produksi sputum
 pCO2 meningkat/menurun  pCO2 membaik  Auskultasi bunyi napas
 pO2 menurun  pO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
 takikardia  takikardia membaik  Monitor nilai AGD
 pH arteri meningkat/ menurun  pH arteri membaik  Monitor hasil x ray thorax
 bunyi napas tambahan  bunyi napas tambahan menurun Terapeutik
 napas cuping hidung,  napas cuping hidung menurun  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien
 sianosis  sianosis membaik  Dokumentasikan hasil pemantauan
 gelisah  gelisah menurun Edukasi
 pola napas abnormal  pola napas abnormal membaik  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 kesadaran menurun  tingkat kesadaran meningkat

4. Diare berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajeman diare


inflamasi gastrointestinal, proses keperawatan selama......x24 jam Observasi :
infeksi ditandai dengan : diharapkan eliminasi fekal membaik
Ds dan Do : ditandai dengan :  Identifikasi penyebab diare
 Identifikasi riwayat pemberian makanan
 defekasi > 3 kali dari 24 jam  frekuensi defekasi membaik  Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
 feces lembek / cair  konsistensi feces membaik  Monitor tanda dan gejala hipovolemia
 nyeri abdomen  nyeri abdomen menurun  Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
 frekuensi peristaltik  frekuensi peristaltik membaik  Monitor jumlah pengeluaran urine
meningkat  bising usus membaik  Monitor keamanan penyiapan makanan
 bising usus hiperaktif Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral (larutan gula garam, oralit)
 Pasang jalur intravena
 Berikan cairan intravena
 Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
 Ambil sample feces untuk kultur, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
 Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
 Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
 Kolaborasi pemberian obat antispasmodic
 Kolaborasi pemberian obat pengeras feces
5. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia
dengan kehilangan cairan aktif keperawatan selama......x24 jam Observasi :
(diare) ditandai dengan : diharapkan status cairan membaik
Ds dan Do : dengan kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
 Monitor intake dan output cairan
 frekuensi nadi meningkat  frekuensi nadi membaik Terapeutik :
 nadi teraba lemah  kekuatan nadi meningkat  Hitung kebutuhan cairan
 TD menurun  TD membaik  Berikan posisi modified trendelenburg
 turgor kulit menurun  turgor kulit meningkat  Berikan asupan cairan oral
 membran mukosa kering  membran mukosa membaik Edukasi :
 volume urin menurun  oliguria membaik  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Ht meningkat  kadar Ht membaik Kolaborasi :
 merasa lemah  perasaan lemah menurun  Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
 merasa haus  keluhan haus menurun  Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
 suhu tubuh meningkat  suhu tubuh membaik  Kolaborasi pemberian cairan koloid
 konsentrasi urin meningkat  konsentrasi urin membaik
 BB turun tiba-tiba  berat badan membaik

6. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi


dengan ketidakseimbangan keperawatan selama......x24 jam Observasi :
antara suplai dan kebutuhan diharapkan toleransi aktivitas
oksigen ditandai dengan : meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
Ds dan Do : kelelahan
 Monitor pola dan jam tidur
 mengeluh lelah  Keluhan lelah menurun  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 frekuensi jantung meningkat  frekuensi nadi membaik Terapeutik :
 dispnea saat/setelah aktivitas  dispnea saat/setelah aktivitas  Sediakan lingkungan yang nyaman
menurun  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
 merasa tidak nyaman setelah  kemudahan dalam melakukan  Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak bisa berjalan
aktivitas aktivitas meningkat Edukasi :
 merasa lemah  perasaan lemah menurun  Anjurkan tirah baring
 sianosis  sianosis menurun  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 TD berubah dari kondisi  tekanan darah membaik Kolaborasi :
istirahat  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan supan
 aritmia saat/setelah aktivitas  aritmia saat/setelah aktivitas makanan
menurun
 EKG menunjukkan iskemia  EKG iskemia membaik

7. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


dengan ketidakmampuan keperawatan selama......x24 jam Observasi :
menelan makanan (infeksi jamur diharapkan ststus nutrisi membaik
di mulut ) ditandai dengan : dengan kriteria hasil :  Identifikasi status nutrisi
Ds dan Do :  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 BB turun  berat badan membaik  Identifikasi kebutuhan kalori
 nafsu makan menurun  nafsu makan membaik  Identifikasi perlunya penggunaan NGT
 otot menelan lemah  kekuatan otot menelan meningkat  Monitor asupan makanan
 sariawan  sariawan menurun  Monitor berat badan
 albumin turun  serum albumin meningkat  Monitor hasil pmeriksaan laboratorium
 diare  diare menurun Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan poemberian makanan melalui NGT bila asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
D. Implementasi

Implementasi merupakan tahap pengelolaan dan perwujudan dari rencana


timdakanyang telah ditentukan dan ditetapkan untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul pada pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir :
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untukmengumpulkan apakah masalah
masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang berlawanan dengan
masalah yang masih ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, dkk. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika.

Nursalam, dkk. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika.

Lowdermilk, Perry, Cashion. 2013. Keperawatan Maternitas edisi 8 buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :

DPP PPNI.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :

DPP PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :

DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai