Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Menurut Anwar dalam bukunya mengatakan bahwa demam thypoid

adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan, di tandai dengan

adanya gejala demam yang lebih dari 7 hari (Anwar, 2020).

Demam tifoid (typhus abdominalis) merupakan penyakit yang

menyerang hanya pada manusia disebabkan oleh Salmonella typhosa yang

menginfeksi akut pada usus halus (Marni, 2016).

Penyakit Thypoid Fever adalah penyakit dimana penderita

mengalami infeksi bakteri yang terjadi di usus halus dan di aliran darah,

penyebab terjadinya penyakit ini adalah kuman sejenis Salmonella Typhi

atau Salmonella Paratyphi A, B, dan C. Penyakit ini juga bisa

menyebabkan si penderita keracunan makanan atau gangguan pada darah

(Ardiansyah, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid Fever adalah penyakit

infeksi akut, menyerang si penderita (manusia) pada bagian sistem

perncernaan yang ditularkan oleh Salmonella Typhi karena kurang nya

kesadaran seseorang dalam menjaga kebersihan.


2. Anatomi dan Fisiologi

Menurut Kirnantoro dalam bukunya menyatakan bahwa sistem

pencernaan adalah proses penerimaan makanan yang akan diserap oleh

tubuh, dari mulut ke anus melalui beberapa tahap, yaitu tahap mengunyah,

menelan, hingga bercampur dengan enzim – enzim yang akan di produksi.

Dalam sistem pencernaan terdapat organ – organ tubuh diantaranya, mulut,

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus (Kirnantoro &

Maryana, 2020).

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pencernaan

Sumber : https://eresources.perpusnas.go.id:2144/levels/adults/assembly/view/view/15908
a. Mulut

Sistem pencernaan diawali dari mulut dimulai dari makanan

yang masuk ke dalam tubuh, terdapat alat – alat lain yang membantu

mulut dalam proses pencernaan. Mulut mempunya fungsi utama, yaitu

untuk melayani sebagai pintu masuk dari saluran pencernaan dan untuk

memulai memulai proses pencernaan dibantu dengan adanya air liur

dan tenaga yang menggerakan dari pencernan bolus sampai ke faring.

Ini bisa juga sebagai pernafasan sekunder.

Gambar 2.2 Anatomi Mulut

Sumber : (Kirnantoro, 2020)


b. Kerongkongan

Kerongkongan adalah saluran penghubung yang berbentuk

tabung berotot, otot ini memiliki fungsi mendorong makanan dengan

bergelombang (peristalsis) makanan akan mengalir dari bagian mulut ke

dalam lambung dengan cara mengalir melewati kerongkongan

menggunakan prosesperistaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada

ruas ke-6 tulang belakang. Makanan berada dalam kerongkongan

kurang dari 6 detik. Terdapat otot lurik yang bekerja secara sadar dalam

proses menelan.

Gambar 2.3 Anaomi Kerongkongan

Sumber : https://eresources.perpusnas.go.id:2144/levels/adults/assembly/view/view/15908
c. Lambung

Lambung merupakan kantung besar yang letaknya ada di

sebelah kiri rongga perut. Lambung juga memiliki fungsi utama yaitu

berlangsungnya semua proses pada sistem percernaan, lambung

memiliki tiga bagian, terdiri dari :

1) Bagian atas : kardiak

2) Bagian tengan : fundus

3) Bagian bawah : pilorus

Makanan masuk kedalam lambung biasanya bertahan sampai 3-4 jam.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmikuntuk mencampur semua makanan yang masuk dengan enzim-

enzim. Setelah bebera saat didalam lambung perlahan makanan akan

diproses menuju usus duabelas jari oleh sfingter pilorus.

Gambar 2.4 Anatomi Lambung

Sumber : https://eresources.perpusnas.go.id:2144/levels/adults/assembly/view/view/15908
d. Usus Halus

Usus halus berperan sebagai tempat untuk melakukan

penyerapan dari sari makanan bagian dari saluran pencernaan yang

letaknya berada diantara lambung dan usus besar. Usus halus memiliki

panjang sekitar 6,5 meter. Pada dinding usus kaya akan pembuluh darah

yang membawa zat – zat yang akan diserap kehati melalui vena porta.

Pada usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

1) Duodenum

Duodenum merupakan bagian yang memiliki ukuran

pendek sekitar 25 cm dari usus halus dan terhubung dengan

lambung.. Struktur pada bagian duodenum dimulai dari bulbus

duodenal, yang dibatasi oleh sfingter pilorik merupakan ujung

bawah dari lambung, dan dihubungkan dengan ligamentum treitz

ke diafragma sebelum berlanjut ke jejunum. Duodenum ini

berfungsi untuk menghancurkan makanan dalam usus halus dengan

menggunakan enzim.

2) Jejunum

Jejunum merupakan bagian usus halus yang merupakan 2/5

bagian pertama (tidak termasuk duodenum). Jejunum berdinding

lebih tebal, lebih besar, dan lebih banyak pembuluh darah serta

memiliki lebih banyak lipatan sirkular dibandingkan dengan ileum.

Permukaan dalam jejunum adalah membran mukosa yang ditutupi

tonjolan-tonjolan yang disebut vili, yang berfungsi menambah


wilayah permukaan jaringan yang ada untuk mengabsorbsi zat

makanan dari isi usus.

3) Ileum

Ileum merupakan bagian akhir dan bagian paling panjang

dari usus halus. Ileum berperan dalam mengabsorpsi vitamin B12

dan reabsorpsi garam empedu. Ileum memiliki panjang sekitar 4

meter dan memanjang dari jejunum ke katup ileosekal, yang

bermuara ke dalam kolon (usus besar). Ileum menggantung pada

dinding abdomen oleh mesenterium, yaitu suatu lipatan membran

serosa.

Dalam usus halus akan terjadi proses pencernaan secara

kimiawi, sebagai berikut:

1) Karbohidrat akan dicerna oleh usus halus menjadi glukosa

2) Lemak akan dicerna oleh usus halus menjadi asam lemak

3) Dan protein akan dicerna oleh usus halus menjadi asam amino
Gambar 2.5 Anatomi Usus Halus

Sumber : https://eresources.perpusnas.go.id:2144/levels/adults/assembly/view/view/15908

e. Usus Besar

Usus besar terletak antara usus buntu dan rektum. Organ ini

memiliki fungsi utama yaitu, sebagai penyerap air dari feses. Usus besar

terdiri dari kolon asendens (dikanan), kolon transversum, kolon

desendens (dikiri), kolon sigmoid (yang berhubungan dengan rectum).

Dalam usus besar terdapat banyak bakteri yang berfungsi untuk

mencerna makanan yang masuk ke dalam tubuh beberapa bahan dan

juga membantu penyerapan zat-zat gizi untuk tubuh. Bakteri didalam

usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting lainnya.


Gambar 2.6 Anatomi Usus Besar

Sumber : https://eresources.perpusnas.go.id:2144/levels/adults/assembly/view/view/15908

f. Anus

Anus merupakan tempat pembuangan feses dari dalam tubuh

yang berbentuk lubang. Sebelum feses di dibuang oleh anus, feses akan

ditampung pada bagian rectum. Pada proses akhir yaitu pembuangan

feses, otot spinkter rectum mengtur pembukaan dan penutupan anus.

Untuk proses membuang kotoran dilakukan secara sadar,

dibantu dengan adanya jontrasi otot dnding perut, dan feses dapat

dikeluarkan oleh anus dengan bantuan tersebut (Kirnantoro & Maryana,

2020).
Gambar 2.7 Anatomi Anus

Sumber : https://ms.ncmhcso.org/anus-543

3. Etiologi

Penyebab utama dari penyakit infeksi kuman Thypoid Fever, yaitu

kuman yang bersifat negatif, motil, dan tidak mengeluarkan spora, seperti

samonella thposa / Eberthela thyposa. Pada suhu tubuh manusia kuman ini

hidup dengan baik, kuman mati ketika pada suhu 70ºC dan menggunakan

antiseptik untuk membunuh kuman (Wijayaningsih, 2013).

Menurut Wijaya dan Putri (2013) menyatakan bahwa ada 3 jenis

antigen dari bakteri salmonella thyphosa, yaitu sebagai berikut:

a. Jenis Antigen O ( Ohne Hauch ) : yaitu, antigen somatik yang tidak

menyebar

b. Jeniss Antigen H (Hauch) : yaitu, antigen yang menyebar


c. Jenis Antigen V (Kapsul) : yaitu, kapsul yang menutupi tubuh kuman

untuk melindungi antigen O dari fagositosis.

Ada 3 jenis salmonella parathypi, yaitu : A, B, dan C. Penularan

penyakit ini ada dua sumber, yaitu si penderita thypoid fever (pasien) dan

si pembawa (carrier). Si pembawa atau carrier ini seseorang yang pernah

mengalami penyakit thypoid fever dan sudah sembuh namun masih

mengekresi bakteri salmonella typhi melalui feses dan urin dalam kurun

waktu satu tahun (Padila, 2013).

4. Patofisiologi dan Pathway

a. Patofisiologi

Menurut Suriadi, dalam bkunya menyatakan bahwa penyakit

Thypoid Fever ini bermula dari adanya kuman Salmonella Thypi yang

masuk ke dalam tubuh bersama makanan melalui mulut kemudian

ketika di dalam lambung akan di musnakah oleh asam lambung dan

sebagian lagi akan masuk ke dalam usus halus, lalu masuk ke jaringan

limfoid dan berkembangbiak untuk menyerang usus halus, setelah itu

masuk ke peredaran darah, hingga mencapai sel – sel retikulo

endoteleal, hati, limfe dan organ – organ lainnya. Proses ini akan

terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel – sel retikula

endotelia melepaskan kuman Salmonella Thypi ke dalam peredaran

darah sehingga dapat menimbulkan bakterimia untuk ke dua kalinya.


Setelah proses tersebut kuman Salmonella Thypi akan masuk ke

jaringan organ tubuh, seperti limpa, usus, dan kandung empedu

(Suriadi, 2001 dalam Anwar, 2020).


b. Pathway

Kuman Salmonella Lolos dari asam lambung


typhi yang masuk ke
saluran gastrointestinal Malaise, perasaan tidak enak
Bakteri masuk ke usus badan, nyeri abdomen
halus
Komplikasi intestinal:
Pembuluh limfe Inflamasi perdarahan usus, perforasi
usus (bag, distal ileum),
peritonituis
Peredaran darah Masuk retikulo
(bakteremia primer) endothelial (RES)
terutama hati dan limfa

Inflamasi pada hati & limfa Empedu Masuk ke aliran darah


(bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel.


Limfoid halus Endotoksin

c Hepatomegali Pembesaran limfa Terjadi kerusakan sel

Merangsang melepas zat


Nyeri tekan – Nyeri akut Splenomegali
epirogen oleh leukosit

Merangsang melepas zat


Lase plak peyer Penurunan mobilitas
epirogen oleh leukosit
usus

Erosi
Penurunan peristaltic Mempengaruhi pusat
usus thermoregulator
dihipotalamus

Ketidakefektifan
termoregulasi

Konstipasi Peningkatan asam lambung

Resiko kekurangan Anoreksia mual muntah


volume cairan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Perdarahan masif Nyeri
tubuh

Komplikasi perforasi dan


peradangan usus Sumber : (Nurarif, 2015)
5. Manfestasi Klinis

Menurut Anwar (2020) dalam bukunya menyatakan bahwa ada

tanda gejala lain nya yaitu demam yang berlangsung selama 3 minggu :

a. Demam

1. Minggu ke I : pasien akan mengalami demam yang biasanaya pada

pagi hari suhu tubuh menurun dan pada sore atau malam hari suhu

tubuh meningkat

2. Minggu ke II : pasien akan mengalai demam yang terus menerus

3. Minggu ke III : pasien akan mengalami suhu tubuh yang menurun

secara perlahan - lahan

b. Gangguan pada saluran pencernaan

1. Pasien akan mengalami lidah yang kotor

2. Pasien akan mengalami pembesaran hati dan limpa yang

mengakibatkan nyeri ketika di raba

3. Pasien akan mengalami konstipasi dan diare

c. Ganguan pada kesadaran

1. Pasien akan mengalami kesadaran apatis atau somnolen

2. Pasien akan mengalami bintik bintik berwarna merah (Roseola)


6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan yang harus diberikan pada penderita penyakit

Thypoid Fever, yaitu dengan cara:

1) Istirahat dan perawatan

Melakukan istirahat yang cukup dan perawatan yang maksimal

akan mencegah terjadinya komplikasi pada penderita Thypoi Fever.

Dengan melakukan istirahat total akan mempercepat penyembuhan.

Pemberian perawatan pun harus selalu menjaga kebersihan lingkungan

sekitar.

2) Diet dan terapi penunjang

Melakukan diet dalam proses penyembuhan adalah hal yang

penting dan sangat dianjurkan bagi pasien dengan Thypoid Fever

karena beberapa penelitian menunjukan bahwa memberi makanan

padat seperti nasi dan lauk sangat aman untuk dikonsumsi oleh

penderita (Wulandari, 2016). Makanan yang dikonsumsipun harus

banyak mengandung cukup cairan, kalori dan protein yang tinggi. Jenis

bahan makanannya pun tidak boleh yang mengandung banyak serat,

tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Apabila pasien dalam

keadaan penurunan kesadaran maka makanan tersebut diberikan

berupa cairan melalui sonde lambung, namun jika kesadaran pasin dan

nafsu makan nya baik bisa diberikan makanan biasa (Anwar, 2020).
b. Penatalaksanaan Medis

Menurut pendapat Nurarif & Kusuma dalam bukunya

menyatakan bahwa penatalaksanaan medis untuk pasien Thypoid

Fever, yaitu dengan memberikan antibiotik sebagai berikut:

1) Kloramfenikol, diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan

dibagi dalam 3 - 4 kali pemberian, melalui oral atau IV selama 14

hari.

2) Jika terdapat kontradiksi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan

dosis 200 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 - 4 kali pemberian,

melalui intravena selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis

100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 – 4 kali pemberian, melalui oral

/ intravena selama 21 hari, kontrimoksasol diberikan dengan dosis

8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 kali pemberian, melalui oral

selama 14 hari.

3) Jika ditemukan kasus berat diberikan seftriakson dengan dosis 50

mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80mg/kgBB/hari

diberikan sekali sehari melalui intravena selama 5 – 7 hari.

4) Jika kasus penderita yang diduga mengalami MDR, pilihan

antibiotik yang dapat digunakan adalah meropenem, azithromisin,

dan fluoroquinolon (Nurarif & Kusuma, 2015).


7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif dalam bukunya menyatakan bahwa ada beberapa

pemeriksaan penujang yang harus dilakukan pada pasien yang mengalami

penyakit thypoid fever, yaitu:

a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Hasil dari pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya leukopenni,

leukositosis (kadar leukosit normal). Leukositosit bisa saja terjadi

walau tidak ada infeksi sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Hasil dari pemeriksaan ini akan ditemukan SGOT dan SGPT

yang sering mengalami peningkatan, namun peningkatan yang terjadi

pada SGOT dan SGPT tidak harus melaukan penangan khusus dan

akan normal kembali setelah pasien sembuh.

c. Pemeriksaan Uji Widal

Hasil dari pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi terhadap

salmonella typhi. Selain itu, uji widal untuk mendeteksi aglutinin di

dalam serum pada pasien thypoid fever, karena akibat terjadinya

infeksi oleh salmonellla typhi dalam tubuh pasien akan membuat

antibodi.

d. Pemeriksaan Kultur

Hasil dari pemeriksaan ini ada 3 pemeriksaan kultur, yaitu:

1) Kultur darah : positif diminggu pertama

2) Kultur urin : positif diminggu kedua


3) Kultur feses : positif dari mnggu kedua sampai minggu ketiga

e. Pemeriksan Anti Salmonella Typhi IgM

Hasil dari pemeriksaan ini untuk mendeteksi dari awal terjadiya

infeksi akut oleh salmonella typhy, karena antibodi IgM akan muncul

di hari ke-3 dan ke-4 saat demam terjadi (Nurarif, 2015).

8. Komplikasi

(Ridha, 2017) Komplikasi pada demam thypoid fever dapat dibagi

dalam :

a. Komplikasi intestinal

1. Terjadinya perdarahan usus : penurunan tekanan darah dan suhu

tubuh, denyu nadi bertambah sangat cepat namun teraba kecil, kulit

tampak puccat, dan penderita mengeluh nyeri perut dan sangat

iritabel.

2. Terjadinya perforasi usus : timbil biasanya pada minggu ketiga

atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.

3. Terjadinya peritonitis : penderita akan mengalami nyeri pada perut

yang hebat, kembung, diinding abdomen tegang, adanya nyeri

tekan dan tekanan darah menurun.

b. Komplikasi ekstra internal

1. Komplikasi pada kardiovaskuler : miakarditis, trombosis, dan

trombo flebitis
2. Kompikasi pada darah : anemia hemolitik,trombusta penia dan

sindrom urenia hemolitik

3. Komplikasi pada paru : preomonia, emfiema dan pleuritis

4. Komlikasi pada hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitaris

5. Komplikasi pada ginjal : glumerulonetritis, srelene tritis, dan perine

pitis

6. Komplikasi pada tulang : ostieomilitis, spondilitis, dan ortitis

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien dan Orang Tua

Pengkajian data diri pasien dan orang tua yang meliputi: Nama

lengkap, usia, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama yang di anut,

pendidikan saat ini, anak keberapa, tanggal masuk rumh ssakit,

tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, nama orang tua,

alamat engkap, pendidikan terakhir dan pekerjaan orang tua,

suku/bangsa, agama, hubungan dengan anak.

b. Riwayat Kesehatan Pasien

1) Keluhan Utama

Penyakit Thypoid Fever memiliki keluhan utama demam

tinggi dan tidak turun – turun sampai 7 hari berturut – turut, nyeri

pada bagian perut, merasa pusing kepala, mengalami mual dan


muntah, anoreksia yang ditandai dengan penurunan berat badan,

mengalami diare dan kesadaran yang menurun (Wulandari &

Erawati, 2016).

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Terjadinya suhu tubuh yang meningkat yang disebabkan

oleh kuman Salmonella Typhi yang masuk ke dalam tubuh anak

(Wulandari, 2016).

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pernahkah sebelumnya anak memiliki riwayat Thypoid

Fever (Anwar, 2020).

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah di dalam keluarga besar ada yang memiliki

riwayat penyakit keturunn seperti : penyakit jantung, hipertensi,

dan diabetes melitus dan penyakit menular (Anwar, 2020).

c. Pola kebutuhan Sehari – hari

1. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada anak yang mengalami penyakit Thypoid Fever akan

mengalami nafsu makan yang menurun yang disebabkan oleh

adanya mual muntah yang dirasakannya, mengakibatkan pasien


makan dengan porsi sedikit bahkan sampai tidak ada keinginan

untuk makan sama sekali (Anwar, 2020).

2. Pola eliminasi

Pada pola eliminasi BAB (buang air besar) anak akan

mengalami gangguan konstipasi dan pada pola eliminasi BAK

(buang air kecil) anak tidak akan mengalami gangguan namun ada

perubahan pada warna urrine menjadi kuning keruh (Anwar,

2020).

3. Pola tidur dan istirahat

Pada anak yang mengalami penyakit Thypoid Fever akan

mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat karena adanya

peningkatan suhu tubuh (Anwar, 2020).

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

1) Pertumbuhan pada Anak Usia Sekolah

Tahap pertumbuhan fisik yang dialami anak usia sekolah

(6-12 tahun) diperkirakan bertambah 6 – 7 cm per tahunnya, usia

awal sekolah laki – laki maupun perempuan memiliki tinggi dan

berat badan yang sama, namun di usia akhir sekolah anak

peremuan akan melebihi dari pertumbuhan laki – laki (kyle dan

catman, 2015).
2) Perkembangan pada Anak Usia Sekolah

Menurut (Ratnaningsih, 2019) dalam bukunya menyatakan

bahwa perkemangan anak usia sekolah meliputi:

a. Anak usia sekolah pubertas pada anak laki – laki maupun

perempuan sudah mulai muncul

b. Anak usia sekolah sudah ada kemauan untuk melakukan

aktivitas yang ada di rmah, seperti menyapu teras, mencuci

baju, menjemur dan masih banyak lagi kegiatan2 rumah

tangga lainnya

c. Anak pada usia sekolah sudah ada perasaan untuk membuat

orang lain senang dan membantu orang yang sedang kesulitan

d. Anak pada usia sekolah sudah ada ketertarikan terhadapp

lawan jenis

e. Riwayat Imunisasi

Pada anak yang menglami Typhoid Congenital bisa lahir hidup

hingga beberapa hari namun tidak ada gejala khas dan seperti

mengalami sepsis neonatorum (Wulandari, 2016)

f. Pemerisaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan penyakit

thypoid fever menurut Anwar dalam bukunya menyatakan bahwa

dapat ditemukan masalah – masalah keperawatan sebagai berikut :


1. Keadaan umum

Pasien terlihat tampak lemah, peingkatan suhu tubuh hingga 41ºC,

dan pada wajah terdapat kemerahan

2. Tingkat kesadaran

Pasien akan mengalami kesadaran yang menurun : apatis

3. Sistem respirasi

Pada saat dilakukan pemeriksaan adanya peningkatan pernafasan,

napas tampak cepat dan dalam seperti bronchitis

4. Sistm kardiovaskuler

Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan tekanan darah

menurun, dan penurunan nilai hemoglobin

5. Sistem integumen

Pada saat dilakukan pemeriksaan kulit teraba keing , turgor kulit

menurun, wjah trlihat tampak pucat, dan rambut kusam

6. Sistem gastrointestinal

Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan bibir tampak kering,

lidak tampak kotor, mual muntah, anoeksia, nyeri pada bagian

perut dan mengalami konstipasi

7. Sistem muskuloskeletal

Tidak ditemukan adanya kelainan namun pasien merasa kelelahan

dan terlihat lemah

8. Sistem abdomen
Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi pada bagian perut

ditemukan adanya pembesaran limpa dan hati dan pada saat

dilakukan pemeriksaan perkusi ditemukan perut kembung, serta

pada saat dilakukan pemerksaan auskultasi adanya peningkatan

peristaltik usus (Anwar, 2020)


2. Analisa Data

Tabel 2.1 Konsep Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Kuman Salmonella typhi Ketidakefektifan
DO : yang masuk ke saluran termoregulasi
- Dasar kuku sianotik gastrointestinal
- Kulit kemerahan ↓ (Herdman &
- Hipertensi Lolos dari asam lambung Kamitsuru, 2015)
- Peningkatan suhu tubuh ↓
di atas normal Bakteri masuk ke usus
- Peningkatan frekuensi halus
pernafasan ↓
- Menggigil ringan Inflamasi
- Pucat sedang` ↓
- Penurunan suhu tubuh di Pembuluh limfe
bawah kisaran normal ↓
- Kejang Peredaran darah
- Kulit dingin (bakteremia primer)
- Kulit hangat ↓
- Pengisian ulang kapiler Masuk retikulo endothelial
yang lambat (RES) terutama hati dan lifa
- Takikardia ↓
Masuk ke aliran darah
(bakteremia sekunder)

Endotoksin

Terjadi kerusakan sel

Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit

Mempengaruhi pusat
thermoregulator
dihipotalamus

Ketidak efektifan
termorelgulasi

(Nurarif, 2015)

2. DS : Kuman Salmonella typhi Nyeri akut


DO : yang masuk ke saluran
- Perubahan selera makan gastrointestinal (Herdman &
- Perubahan pada ↓ Kamitsuru, 2015)
parameter fisiologis Lolos dari asam lambung
- Diaforesis ↓
- Perilaku distraksi Bakteri masuk ke usus
- Bukti nyeri dengan halus
menggunakan standar ↓
daftar periksa nyeri Inflamasi
untuk pasien yang tidak ↓
No Data Etiologi Masalah
dapat Pembuluh limfe
mengungkapkannya ↓
- Perilaku ekspresif Peredaran darah
- Ekspresi wajah nyeri (bakteremia primer)
- Sikap tubuh melindungi ↓
- Putus asa Masuk retikulo endothelial
- Fokus menyempit (RES) terutama hati dan lifa
- Sikap melindungi area ↓
nyeri Inflamasi pada hati dan
- Perilaku protektif limfa
- Laporan tentang perilaku ↓
nyeri/perubahan Hepatomegali
aktivitas ↓
- Dilatasi pupil Nyeri tekan – Nyeri Akut
- Fokus pada diri sendiri
- Keluhan tentang (Nurarif, 2015)
intensitas menggunakan
standar skala nyeri
- Keluhan tentang
karakteristik nyeri
dengan menggunakan
standar instrumen nyeri

3. DS : Kuman Salmonella typhi Ketidakseimbangan


DO : yang masuk ke saluran nutrisi kurang dari
- Kram abdomen gastrointestinal kebutuhan tubuh
- Nyeri abdomen ↓
- Gangguan seensasi rasa Lolos dari asam lambung (Herdman &
- Berat badan 20% atau ↓ Kamitsuru, 2015)
leih di bawah rentang Bakteri masuk ke usus
berat badan ideal halus
- Kerapuhan kapiler ↓
- Diare Inflamasi
- Kehilangan rambut ↓
berlebih Pembuluh limfe
- Enggan makan ↓
- Asupan makanan kurang Peredaran darah
dari recommended daily (bakteremia primer)
allowance (RDA) ↓
- Bising usus hiperaktif Masuk retikulo endothelial
- Kurang informasi (RES) terutama hati dan lifa
- Kurang minat pada ↓
makanan Inflamasi pada hati dan
- Tonus otot menrun limfa
- Kesalahan informasi ↓
- Kesalahan persepsi Pembesaran limfa
- Membran mukosa pucat ↓
- Ketidakmampuan Splenomegali
memakan makanan ↓
- Cepat kenyang setelah Penurunan moblitas usus
makan ↓
- Sariawan rongga mulut Penurunan peristaltic usus
- Kelemahan ↓
ototpengunyah Peningkatan asam lambung
No Data Etiologi Masalah
- Kelemahan otot untuk ↓
menelan Anoreksia mual muntah
- Penururnan berat badan ↓
dengann asupan makan Ketidak seimbangan nutrisi
adekuat kurang dari kebutuhan
tubuh

(Nurarif, 2015)

4. DS : Kuman Salmonella typhi Resiko kekurangan


DO : yang masuk ke saluran volume cairan
- Hambatan mengakses gastrointestinal
cairan ↓ (Herdman &
- Asupan cairan kurang Lolos dari asam lambung Kamitsuru, 2015)
- Kurang pengetahuan ↓
tentang kebutuhan cairan Bakteri masuk ke usus
halus

Inflamasi

Pembuluh limfe

Peredaran darah
(bakteremia primer)

Masuk retikulo endothelial
(RES) terutama hati dan lifa

Inflamasi pada hati dan
limfa

Pembesaran limfa

Splenomegali

Penurunan moblitas usus

Penurunan peristaltic usus

Peningkatan asam lambung

Anoreksia mual muntah

Resiko kekurangan volume
cairan

(Nurarif, 2015)

5. DS : Kuman Salmonella typhi Konstipasi


DO : yang masuk ke saluran
- Nyeri abdomen gastrointestinal (Herdman &
- Nyeri tekan abdomen ↓ Kamitsuru, 2015)
dengan teraba resistensi Lolos dari asam lambung
No Data Etiologi Masalah
otot ↓
- Nyeri tekan abdomen Bakteri masuk ke usus
tanpa teraba resistensi halus
otot ↓
- Anoreksia Inflamasi
- Penampilan tidak khas ↓
pada lansia Pembuluh limfe
- Borborigmi ↓
- Darah merah pada feses Peredaran darah
- Perubahan pada pola (bakteremia primer)
defekasi ↓
- Penurunan frekuensi Masuk retikulo endothelial
defekasi (RES) terutama hati dan lifa
- Penurunan volume feses ↓
- Disteni abdomen Inflamasi pada hati dan
- Keletihan limfa
- Feses keras dan ↓
berbentuk Pembesaran limfa
- Sakit kepala ↓
- Bising usus hiperaktif Splenomegali
- Bising usus hipoaktif ↓
- Tidak dapat defeksi Penurunan moblitas usus
- Peningkatan tekanan ↓
intraabdomen Penurunan peristaltic usus
- Tidak dapat makan ↓
- Feses cair Konstipasi
- Nyeri pada
abdomenyang dapat (Nurarif, 2015)
diraba
- Massa abdomen yang
dapat diraba
- Massa rektal yang dapat
diraba
- Perkusi abdomen pekak
- Rasa penuh rektal
- Rasa tekanan rektal
- Sering flatus
- Adanya feses lunak,
seperti pasta di dalam
rektum
- Mengejan pada saat
defekasi
- Muntah
3. Dignosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Menurut Nurarif (2015) Pada pasien yang menderita penyakit

typhoid fever diagnosa yang kemungkinan akan muncul adalah sebagai

berikut:

a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan, proses penyakit ditandai dengan kulit kemerahan,

peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, dan pucat sedang.

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan

ekspresi wajah nyeri, keluhan tentang intensitas menggunakan standar

skala nyeri dan sikap melindungi area nyeri.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan berat badan 20%

atau lebih di bawah rentang berat badan ideal, enggan makan dan

membran mukosa pucat.

d. Resiko kekurangan voume cairan berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh ditandai dengan asupan

cairan kurang, mukosa kering dan kurang pengetahuan tentang

kebutuhan cairan.

e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus

gastrointestinal (penurunan moilitas usus) ditandai dengan massa

abdomen yang dapat diraba, anoreksia dan distensi abdomen.


4. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan,


proses penyakit ditandai dengan kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran
normal, dan pucat sedang
Definisi : Fluktuasi suhu di antara hipotermia dan hipertermia
Domain 11 : Keamanan / perlindungan
Kelas 6 : Termoregulasi
(Herdman dan Kamitsuru, 2018)
Kriteris Hasil Intervensi Keperawatan
Rasional
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Perawatan Demam
keperawatan selama ... x 24 1. Pantau suhu dan tanda – 1. Suhu normal pada anak
jam diharapkan tanda vital lainnya 37ºC kenaikan suhu
ketidakefektifan yang signifikan menjadi
termoregulasi teratasi, indikator hipertermi
dengan kriteria hasil :
2. Monitor warna kulit dan 2. Menghindari panas yag
suhu berkaitan dengan
Termoregulasi penyakit
1. Suhu tubuh normal
2. Warna kulit normal 3. Tutup pasien dengan 3. Kondisi kulit yang
3. Tidak mudah mengantuk selimut atau pakaian lembab memicu
ringan, tergantung pada timbulnya pertumbuhan
fase demam (yaitu, jamur serta mencegah
berikan selimut hangat timbulnya ruam pada
untuk fase dingin; kulit
menyediakan pakaian
atau linen tempat tidur
ringan untuk demam dan
fase bergejolak/flush)

4. Pantau komplikasi – 4. Kenaikan suhu diatas


komplikasi yang 38ºC dapat
berhubungan dengan menyebabkan kejang
emam serta tanda dan demam
gejala kondisi penyebab
demam (misalnya.,
kejang, penurunan
tingkat kesadaran, stttus
elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan asam
basa, aritmia jantung,
dan perubahan
abnormalitas sel)

5. Menganjurkan untuk 5. Menghambat simisis


kompres hangat dihipotalamus sehingga
terjadi vasodilatasi kulit

6. Fasilitasi istirahat, 6. Mengurangi


terapkan pembatas peningkatan
aktivitas jika diperlukan metabolisme dalam
tubuh

7. Pantau suhu lingkungan, 7. Suhu ruangan/jumlah


batasi /tambahkan linen atau umlah selimut
tempat tidur, sesuai harus di ubah untuk
indikasi mempertahankan
suhumendekati normal

8. Berikan kompres mandi 8. Dapat membantu


hangat; hindari mengurangi demam
pengunaan alkohol

9. Beri obat atau cairan IV 9. Kolaborasi dalam


(mis; antipiretik, agen pemberian obat
antibaktri, dan agen anti antipiretik pada pasien
menggigil dengan hipertermi

(Moorhead, 2016) (Bulechek, 2016) (Doengoes, 2014)

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan ekspresi wajah
nyeri dan sikap melindungi area nyeri.
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan
(International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba – tiba atau lambat
dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau
diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan
Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
(Herdman dan Kamitsuru, 2018)
Kriteris Hasil Intervensi Keperawatan
Rasional
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama ... x 24 1. Lakukan pengkajian 1. Pemahaman terhadap
jam diharapkan nyeri akut nyeri komprehensif keadaan suatu penyakit
dapat teratasi dengan yang meliputi lokasi, didasari dalam memilih
kriteia hasil : karakteristik, onset / intervensi yang sesuai
durasi, frekuensi,
Kontrol Nyeri : kualitas, intensitas atau
1. Pasien bisa mengenali beratnya nyeri dan
waktu terjadinya nyeri faktor pencetus
2. Pasien bisa
menggambarkan faktor 2. Dorong pasien untuk 2. Mencoba untuk
penyebab melaporkan nyeri mentoleransi nyeri, dari
3. Mampu menggunakan pada meminta analgesik
tingkat pencegahan
4. Mampu menggunakan 3. Gali bersama pasien 3. Dapat menunjukkan
tindakan pengurangan faktor – faktor yang dengan tepat pencetus
untuk nyeri tanpa dapat menurunkan atau atau faktor pemberat
analgesik memperberat nyeri
5. Mampu melaporkan
nyeri yang terkontrol 4. Bantu pasien untuk 4. Menrunkan tegangan
memulai posisi yang abdomen dan
nyaman meningkatkan rasa
kontrol

5. Berikan informasi 5. Mengurangi ketegangan


mengenai nyeri, seperti otot dan menciptakan
penyebab nyei, berapa perasaan rileks
lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan
akibat prosedur

6. Kendalikan faktor 6. Meningkatkan relaksasi,


lingkungan yang dapat memfokuskan kembali
mempengaruhi respon perhatian dan
pasien terhadap meningkatkan
ketidaknyamanan kemampuan koping
(misalnya., suhu ruanan,
pencahayaan, dan suara
bising

7. Ajarkan teknik non 7. Menurunkan tengan otot


farmakologi : relaksasi

8. Dukung istirahat/tidur 8. Istirahan penuh dapat


yang adekuat untuk menurunkan nyeri
membantu penurunan
nyeri

9. Berikan individu 9. Diberikan untuk


penurun nyeri yang penahan atau penghilang
optimal dengan nyeri
peresepan analgesik

(Moorhead, 2016) (Bulechek, 2016) (Doengoes, 2014)


Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat ditandai dengan berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat
badan ideal, enggan makan dan membran mukosa pucat.
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Domain 2 : Nutrisi
Kelas 1 : Makan
(Herdman dan Kamitsuru, 2018)
Kriteris Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama ... x 24 1. Tentukan status gizi 1. Malnutrisi adalah
jam diharapkan pasien dan kemampuan kondisi gangguan minat
ketidakseimbangan nutrisi [pasien] untuk yang menyebabakan
kurang dari kebutuhan memenuhi kebutuhan depresi, agitasi dan
tubuh dapat teratasi dengan gizi mempengaruhi fungsi
kriteri hasil : kognitif

Status Nutrisi 2. Tawarkan makanan 2. Membatu penaikan berat


1. Kebutuhan nutrisi ringan yang pada gizi badan
terpenuhi
2. Berat badan stabil dan 3. Monitor kalori dan 3. Mengawasi penurunan
ideal asupan makanan BB masukan kalori atau
3. Pasien mau makan kualitas kekurangan
4. Tidak merasa mual dan konsumsi makanan
muntah
5. Porsi makan meningkat 4. Berikan pilihan 4. Memungkinkan variasi
makanan sambil sediaan makanan akan
menawarkan bimbingan memampukan pasien
terhadap pilihan untuk mempunyai
makanan yang lebih pilihan
sehat jika diperlukan

5. Tawarkan makanan 5. Memerikan kesempatan


porsi kecil, tapi sering untuk meningkatkan
asupan nutrisi

6. Ciptakan lingkungan 6. Lingkungan yang


yang optimal saat menyenangkan
mengkonsumsi menurunkan stress dan
makanan lebih kondusif untuk
makan

7. Timbang berat badan 7. Tindakan yang memeri


setiap hari tannda akurat untuk
rentang berat badan

8. Berikan obat – obatan 8. Mengatasi mual dan


jika diperlukan muntah yang dirasakan

9. Rujuk untuk 9. Berikan informasi pada


mendapatkan pasien dan keluarga
pendidikan kesehatan tentang nutrisi yang
terkait diet dan tepat
perencanaan diet sesuai
kebutuhaan

(Moorhead, 2016) (Bulechek, 2016) (Doengoes, 2014)

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

4. Resiko kekurangan voume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh ditandai dengan asupan cairan kurang dan kurang pengetahuan
tentang kebutuhan cairan.
Definisi : Remtan mengalami penurunan volume cairan intravaskular, interstisial,
dan/atau intaselular, yang dapat menggngu kesehatan
Domain 2 : Nutrisi
Kelas 5 : Hidrasi
(Herdman dan Kamitsuru, 2018)
Kriteris Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
keperawatan selama ... x 24 1. Timbang berat badan 1. Mengukur kesejangan
jam diharapkan defisien setiap hari dan monitor antara BB yang ideal
volume cairan dapat status pasien
teratasi dengan kriteri hasil
: 2. Jaga intake/asupan 2. Melibatkan psie dalam
yang akurat dan catat rencana untuk
Keseimbangan Cairan output [pasien] memperaiki
1. Tekanan darah dalam ketidakseimbangan
batas normal
2. Berat badan pasien stabl 3. Monitor status hidrasi 3. Sebagai dasar untuk
3. Membran mukosa pasien (misalnya, membran pemberian tindakan
lembab mukosa lembab, denyut
4. Tidak ada asites nadi adekuat, dan
5. Mampu menjaga tekanan darah
keseimbangan intake dan ortostatik)
output selama 24 jam
6. Pasien tidak merasa haus 4. Monitor hasil 4. Indikasi hidrasi/volume
7. Tidak ada kram otot laboratorium yang sirkulasi.
8. Tidak mengeluh pusing relevan dengan retensi
cairan

5. Monitor tanda – tanda 5. Indikator keadekuatan


vital pasien volume sirkulasi.
Hipotensi ortostatik
dapat terjadi dengan
resiko jatuh/cedera
segera setelah
perubahan posisi

6. Berikan terapi IV, 6. Tindakan darurat untuk


seperti yang ditentukan memperbaiki ketidak
seimbangan
cairan/elektrolit

7. Monitor status gizi 7. Dokumentasi yang


akurat akan membantu
dalam mengindentifikasi

8. Berikan cairan, dengan 8. Gantikakan kehilangan


tepat cairan yang tealh
didokumentasikan

9. Tingkatkan asupan oral 9. Membatu kehilangan


cairan

10. Tawarkan makanan 10. Sebagai pengganti


ringan (misalnya, kehilangan cairan
minuman ringan dan
buah – buahan segar/jus
buah)

(Moorhead, 2016) (Bulechek, 2016) (Doengoes, 2014)

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal


(penurunan moilitas usus) ditandai dengan anoreksia dan distensi abdomen
Definisi : penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau pengeluaran
feses tidak tuntas dan/atau feses yang keras, kering dan banyak
Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Kelas 2 : Fungsi gastrointestinal
(Herdman dan Kamitsuru, 2018)
Kriteris Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Saluran
keperawatan selama ... x 24 Cerna
jam diharapkan konstipasi 1. Monitor buang air besar 1. Dapat diperlukan
dapat teratasi dengan kriteri termasuk frekuensi, sebagai dasar untuk
hasil : konsistensi, bentuk, evaluasi masa datang
volume, dan warna,
Eliminasi Usus dengan cara yang tepat
1. Tidak teraba massa
2. Tidak ada distensi pada 2. Pantau masukan dan 2. Dehidrasi, penurunan
abdomen haluaran serta berat berat badan, dan
3. Gerakan usus terkontrol badan ketidakseimbangan
4. Suara bising usus normal elektrolit adalah
5. Tidak mengalami komplikaisi dari diare
konstipasi
6. Tidak nyeri pada saat 3. Monitor bising usus 3. Mendefinisikan masalah
BAB mis., diare, konstipasi

4. Lapor peningkatan 4. Intervensi


frekuensi dan/atau lanjut/keperawatan usus
bising usus bernada alternaif mungkin di
tinggi perlukan

5. Pastikan diet yang 5. Stimulan GI yang dapat


tepat: hindari makanan meningkatkan
tinggi lemak motilitas/frekuensi
defekasi

6. Monitor adanya tanda 6. Mungkin diindikasi


dan gejala diare, pada diare berat
konstipasi, dan impaksi

7. Catat masalah BAB 7. Utuk dasar evaluasi

8. Mendorong penurunan 8. Menhindara kesulitan


asupan makanan pada saat BAB
pembentuk gas, yang
sesuai

9. Instruksikan pasien 9. Menurunkan iritasi


mengenai makanan gasterpenggunaan
tinggi serat, dengan makanan rendah serat
cara yang tepat dapat menurunkan
iritabilitas dan
memberikan istirahat
pada usus bila ada diare

(Moorhead, 2016) (Bulechek, 2016) (Doengoes, 2014)

5. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan pada tahap ini meliputi pelaksanaan

dari perencana tindakan perawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak

dapat dilakukan sesuai dengan intervensi pada masing – masing diagnosa.

(Debora, 2012).
6. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan

yang telah digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana

keperawatan yang telah dibuat, apakah tujuan dapat tercapai, tercapai

sebagian, atau belum tercapai dengan meninjau respon pasien dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan (Wartonan, 2015).

C. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah (6 – 12 Tahun)

Anak yang berusia kisaran antara 6 sampai 12 tahun atau biasa

disebut anak dengan usia sekolah, akan merasakan perubahan kelambatan

waktu dalam pertumbuhan fisik proggesif, dan sebaliknya pada tahap usia ini

anak akan mengalami percepatan waktu dalam pertumbuhan sosial dan

perkembangan. Berkembangnya fokus anak dari mulai keluarga di dalam

rumah, ke guru atau teman sebaya ketika di luar rumah, dan adanya dukungan

pengaruh lain seperti bedia sosial (Kyle dan Carman, 2015).

Pertumbuhan merupakan perubahan atau bertambahnya ukuran fisik

yang terjadi pada anak secara kuantitatif, hal ini terjadi karena adanya

pertambahan yang banyak dari sel – sel tubuh dan ukuran yang bertambah

besar (IDAI, 2002 dalam Susilaningrum, 2013).

Perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah adalah sebagai

berikut :
1. Motorik halus dan kasar

a) Anak pada tahap ini sudah mulai mengalami pubertas pada anak laki –

laki maupun perempuan

b) Anak sudah ada kemauan untuk membantu pekerjaan rumah tangga di

rumah seperti menyapu teras, mencuci pakaian sendiri dan

menjemurnya, mencuci piring kotor yang sudah dipakai dan lain

sebagainya,

c) Anak sudah ada keinginan untuk membuat orang lain senang dan

membatu orang lain yang sedang kesulitan.

d) Anak laki – laki maupun perempuan sudah ada ketertarikan dengan

lawan jenis (Ratnaningsih, 2017).

2. Komunikasi dan bahasa

Pada anak usia sekolah sudah memiliki keterampilan dalam

berbahasa dan kosa kata semakin sering melakukan komunikasi makan

akan semakin bertambah kosa kata yang di pahaminya. Tahap usia ini

cenderung suka meniru orang lain,daan disini peran orang tua sangat

diperlukan untuk memantau bahasa yang digunakan anaknya (Kyle dan

Carman, 2015).

3. Sosial dan kemandirian

Pada anak usia sekolah untuk perkembangan sosial dan

kemandiriannya anak sudah mulai pergi dari rumah sendirian untuk

bermain bersama teman – teman nya (Ridha, 2017).


D. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Sekolah (6 – 12 Tahun)

Kecemasan yang terjadi pada anak usia sekolah ketika sakit dan

mengharuskan anak untuk dilakukaan perawatan di rumah sakit. Menurut

(Supartini, 2004 dalam Yuli, 2014) mengatakan bahwa hospitalisasi

merupakan suatu proses dimana aanak merasa cemas dan khawati terhadap

dirinya sendiri karena alasan tertentu atau darurat yang mengharuskan anak

untuk tinggal di RS untuk menjalani terapi perawatan sampai kondisi anak

sembuh dan dan dipulangkan kembali ke rumah.

Menurut Yuli, reaksi hospitalisasi yang ditunjukan oleh anak usia

sekolah yaitu ketakutan yang mendasar terhadap sifat fisik dasar penyakit

yang timbul pada saat anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri

jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau

kemungkinan kematian. Anak usia sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran

terhadap:

1. Kemungkinan efek prosedur yang dilakukan

2. Tahu apakah prosedur tersebut akan menyakitkan atau tidak,

3. Untuk apa dan bagaimana prosedur tersebut dapat membuat mereka lebih

baik dan cedera atau bahaya apa yang dapat terjadi.

Anak dengan usia sekolah sudah bisa mengkomunikasikan secara

verbal mengenai nyeri yang mereka alami seperti letak, intensitas dan

deskripsinya. Secara umum, mereka telah mempelajari koping menghadapi

nyeri seperti berpegangan erat, mengepalkan tangan atau mengatupkan gigi

atau mencoba bertindak berani dengan meringis atau berteriak (Yuli, 2014)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi reaksi dari orang tua

terhadap anaknya yang sedang sakit yang harus dilakukan perawatan di

rumah sakit, antara lain:

1. Tingkat keseriusan penyakit yang di alami oleh anak

2. Adanya pengalaman yang sebelumnya anak pernah mengalami sakit yang

sama dan dirawat di rumah sakit

3. Terhadap prosedur dari pngobatan yang dilakukan pada anak

4. Sistem pendukung yang ada

5. Kekuaan ego pada individu

6. Kemampuan dalam penggunaan koping

7. Adanya dukungan dari keluarga

8. Adanya kebuadyan atau kepercayaan yang berbeda

9. Komunikasi yang terjadidi dalam keluarga

Dari beberapa faktor – faktor diatas mengakibatkan orang tua

menjadi sangat khawatir dan terjadi hal – hal seperti penolakan dari orang tua

karena ketidakpercayaannya ini terjadi ketika anak tiba – tiba mengalami

sakit yang serius (Susilaningrum, 2013).

Anda mungkin juga menyukai