PENGERTIAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin plasenta, selaput
ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau dengan kekuatan sendiri (Sumarah, 2009)
Menurut Depkes RI (2008) persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan
selaput ketuban keluar dari uterus ibu persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit. Persalinan adalah proses membuka dan menutupnya serviks dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
ibu maupun janin (Saifudin, 2010).
b. Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Gejala
dan tanda kala II persalinan adalah: Ibu merasa ingin meneran bersamaan
dengan terjadinya kontraksi, Ibu merasakan adannya peningkatan tekanan pada
rektum dan vagina, perineum menonjol, Vulva dan spingter ani membuka,
meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah. Sedangkan tanda pasti kala
II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah pembukaan
serviks telah lengkap dan terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus
vagina.
c. Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah
yaitu pemberian oksitosin dalam menit pertama setelah bayi lahir, melakukan
penegangan tali pusat terkendali, massase fundus uteri.
d. Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu dilakukan dengan melakukan pemantauan pada kala IV yaitu lakukan
rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus baik dan kuat,
evaluasi tinggi fundus uteri, memperkirakan kehilangan darah secara
keseluruhan, periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomi) perineum, evaluasi keadaan ibu, dokumentasikan semua asuhan dan
temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf, segera setelah
asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka
morbilditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insedensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan
akan menaikkan insedensi chorioamnionitis atau infeksi pada air ketuban
(Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2010).
Salah satu faktor yang penting dalam tingginya tingkat kematian maternal negara
berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan. Penanganan yang kurang
tepat atau memadai terutama dalam kasus patologi 1-2 ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini, seperti terkenanya virus atau infeksi air ketuban. Oleh karena itu
diperlukan upaya peningkatan cara penanganan dan peningkatan kinerja yang
memadai (Hakimi, 2010). Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum
waktu melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal
ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan
(Joseph, 2010). KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal
pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34
minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
prematuritas dan respiration dystress syndrome atau gangguan pernapasan bayi
baru lahir karena belum matang fungsi paru (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka
morbilditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insedensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan
akan menaikkan insedensi chorioamnionitis atau infeksi pada air ketuban
(Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2010). Ketuban pecah dini adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini
terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Ida Ayu, 2010).
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat
akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Suatu proses infeksi dan peradangan dimulai di ruangan yang berada diantara
amnion korion (Joseph, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan.
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.
6. Kecemasan ibu meningkat.
a. Devaskularisasi
b. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas
dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
1) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi
kuman.
2) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air
ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal
supaya lebih tinggi.
E. PENGKAJIAN FOKUS
− Integritas ego
− Seksualitas
Servik dilatasi 0 - 4 cm mungkin ada lendir merah muda kecoklatan atau terdiri
dari flek lendir.
− Aktivitas istirahat
− Integritas ego
Klien tampak serius dan tampak hanyut dalam persalinan ketakutan tentang
kemampuan mengendalikan pernafasan.
− Nyeri atau ketidaknyamanan
Irama jantung janin terdeteksi agak di bawah pusat, pada posisi vertexs.
− Seksualitas
Dilatasi servik dan 4-8 cm (1, 5 cm/jam pada multipara dan 1,2/ jam pada
primipara).
3. KALA II
a. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
− Melaporkan kelelahan
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Nyeri / ketidaknyamanan
6. Pernafasan
7. Seksualitas
4. KALA III
a. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
− Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali normal
dengan cepat
− Hipotensi akibat analgetik dan anastesi
− Nadi melambat
4. Nyeri / ketidaknyamanan
5. Seksualitas
5. KALA IV
a. Pengkajian
1. Aktivitas
Dapat tampak berenergi atau kelelahan
2. Sirkulasi
Nadi biasanya lambat sampai (50-70x/menit) TD bervariasi, mungkin lebih
rendah pada respon terhadap analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon
pemberian oksitisin atau HKK,edema, kehilangan darah selama persalinan 400-
500 ml untuk kelahiran pervagina 600-800 ml untuk kelahiran saesaria
3. Integritas Ego
4. Eliminasi
6. Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anastesi spinal
7. Nyeri/ketidaknyamanan
9. Seksualitas