Anda di halaman 1dari 26

MANAJEMEN KEPERAWATAN

(ARTIKEL KEPERAWATAN)

Dosen Pembimbing :

Ns. Yudistira Afconneri, S.Kep.,M.Kep,

Oleh :

Latipha Yusra

Lokal A

NIM. 203210218

PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK

POLTEKKES KEMENKES PADANG


BAB I

PENDAHULUAN

Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah


laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit,
sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus ( Kariyo, 1998 ).
Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi
yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan –
tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan
menggunakan komunikasi yang langsung seperti pelayanan kesehatan, Rumah Sakit
merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun
keperawatan.

Hasil observasi peneliti selama bertugas di IGD RSUD Dr. Soedarso Pontianak
Kalimantan Barat, perawat sudah melaksanakan komunikasi terapeutik, meskipun dilakukan
berdasarkan kebiasaan atau rutinitas sehari-hari dan belum sepenuhnya memperhatikan
tehnik dan tahapan yang baik dan benar sehingga klien kurang mendapatkan informasi yang
benar, ataupun kurang mendapatkan pelayanan yang semestinya, juga dikarenakan masih ada
perawat yang tidak memperkenalkan diri, kurang ramah dan jarang tersenyum yang kasar
dalam menjawab, jarang senyum dan masih ada juga perawat yang menjawab dengan
gurauan. Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila klien sudah mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik, kenyamanan
dan keamanan serta komunikasi terpeutik yang baik. Adanya penumpukan klien diruangan
IGD karena ruang rawat inap yang penuh, maka perawat juga harus merawat klien yang
menginap dan menangani klien yang baru datang, mengakibatkan klien kurang mendapatkan
informasi dengan baik dan benar dari perawat tentang prosedur pemeriksaan penunjang dan
informasi lainya maka klien merasa kurang mendapat perhatian sehingga klien merasa
diterlantarkan di IGD. Sehingga penulis meneliti masalah tersebut dengan mengajukan
pertanyaan yakni “ Bagaimanakah hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik
dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan di IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soedarso, Pontianak Kalimantan Barat “ Sedangkan tujuan umum
penelitian adalah : untuk mengetahu hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik
dengan kepuasan klien yang dirawat di IGD RSUD Dr. Soedarso Pontianak dan tujuan
khususnya adalah : Mengetahui pelaksanaan komunikasi terpeutik dan sub variabelnya,
mengetahui tingkat kepuasan klien dalam menerima pelayanan perawatan dan mengetahui
hubungan antara pelaksanaan komunikasi terpeutik dengan kepuasan klien. Manfaat Bagi
Perawat Sebagai bahan masukan khususnya cara melaksanakan tahap-tahap komunikasi
terapeutik secara benar, Sebagai masukan bagi Rumah Sakit untuk melihat adanya
perkembangan dari pelayanan keperawatan sehingga memberikan kepuasan bagi klien /
pelanggan dan Manfaat Bagi Peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis
agar mampu menerapkan komunikasi terpeutik dipelayanan kesehatan umumnya dan Rumah
Sakit pada khususnya.
BAB II

A. Artikel International

Nurse-Physician Collaboration

To achieve effective service the nurses, physician and healthcare team should
collaborate with each other. No one group can claim more power over others. Each
profession has different character so that when combined can be a force for achieving the
desired goals.

Nurse Physician Workplace Collaboration


With good communication and respect for other professions in shared decision-making (in
collaboration) in the group it will create a good work team so committed to providing a
comprehensive service can be created. Opinion between physician and nurses need to be a
standard domain with (physician-nurse) standard.
There are significant differences in the collaboration between groups of patients with severe,
moderate, and independent. Practice negotiating collaboration on many stages in patients
partially dependent (being) because of the patient's full dependence (severe) physicians only
give direction and decisions without consulting nurse.

Of the need for education and socialization practices of collaboration among work teams
managed care health or health professions ranging from education situation. For hospitals
need to improve the quality of nursing care health. An increase in nurse education and good
communication between team and patient to work, and to improve the practice of
collaboration needs to be a shared commitment between leaders (structural) and functional
(health professions), where the principal can adopt managed care and socializing and can be
applied to services.
B. Artikel Bahasa Indonesia

ARTIKEL HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN


KEPUASAN KLIEN DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI
INSTALASI GAWAT DARURAT

ABSTRAK Ibnu Darmawan “Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan


Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan Barat” Xiv + 63 halaman + 33 lampiran
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat
dan membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien akan merasa puas dengan
pelayanan keperawatan yang diterimanya. Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah Dr Soedarso Pontianak Klimantan Barat Perawat sudah melakukan / Melaksanakan
komunikasi terapeutik berdasarkan kebiasaan / rutinitas dalam bekerja sehari-hari, akan tetapi
belum memperhatikan tehnik-tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan
benar. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan
komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan
keperawatan

Di IGD RSUD Dr. Soedarso. Penelitian ini adalah penelitian diskriptif korelasional
dengan rancangan penelitian Cross Sectional, yang menggunakan total sampel untuk
mengetahui pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat dan melihat tingkat kepuasan
klien dengan cara kuota sampling dengan jumlah responden yang sesuai kriteria inklusi
sebanyak 108 orang. Hasil yang disajilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
dianalisa dengan menggunakan uji statistik Chisquare test dengan taraf signifikasi (3 = 0.05).
Dari hasil kuesioner perawat yang melaksanakan komunikasi terapeutik (54.6 %),
Berdasarkan kuesioner tentang kupuasan klien selama dirawat klien merasa puasl (66.7 %).
Hubungan tingkat kepuasan tentang komunikasi, berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh
p=0.000 (p< 0.05) ), Sedangkan hubungan tingkat kepuasan dengan komunikasi pada tahap
orientasi berdasarkan hasil uji Chi-Square p=0.002
LATAR BELAKANG

Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga
komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus ( Kariyo, 1998 ). Hubungan antara
perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik
antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan – tahapan baku
interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu adalah tahap pre orientasi, tahap orientasi,
tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and Sunden.1998 ). Pelayanan kesehatan
menggunakan komunikasi yang langsung seperti pelayanan kesehatan, Rumah Sakit
merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun
keperawatan. Hasil observasi peneliti selama bertugas di IGD RSUD Dr. Soedarso Pontianak
Kalimantan Barat, perawat sudah melaksanakan komunikasi terapeutik, meskipun dilakukan
berdasarkan kebiasaan atau rutinitas sehari-hari dan belum sepenuhnya memperhatikan
tehnik dan tahapan yang baik dan benar sehingga klien kurang mendapatkan informasi yang
benar, ataupun kurang mendapatkan pelayanan yang semestinya, juga dikarenakan masih ada
perawat yang tidak memperkenalkan diri, kurang ramah dan jarang tersenyum yang kasar
dalam menjawab, jarang senyum dan masih ada juga perawat yang menjawab dengan
gurauan.

Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila klien sudah mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik, kenyamanan
dan keamanan serta komunikasi terpeutik yang baik. Adanya penumpukan klien diruangan
IGD karena ruang rawat inap yang penuh, maka perawat juga harus merawat klien yang
menginap dan menangani klien yang baru datang, mengakibatkan klien kurang mendapatkan
informasi dengan baik dan benar dari perawat tentang prosedur pemeriksaan penunjang dan
informasi lainya maka klien merasa kurang mendapat perhatian sehingga klien merasa
diterlantarkan di IGD. Sehingga penulis meneliti masalah tersebut dengan mengajukan
pertanyaan yakni “ Bagaimanakah hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik
dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan di IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soedarso, Pontianak Kalimantan Barat “ Sedangkan tujuan umum
penelitian adalah : untuk mengetahu hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik
dengan kepuasan klien yang dirawat di IGD RSUD Dr. Soedarso Pontianak dan tujuan
khususnya adalah : Mengetahui pelaksanaan komunikasi terpeutik dan sub variabelnya,
mengetahui tingkat kepuasan klien dalam menerima pelayanan perawatan dan mengetahui
hubungan antara pelaksanaan komunikasi terpeutik dengan kepuasan klien.

Manfaat Bagi Perawat Sebagai bahan masukan khususnya cara melaksanakan tahap-
tahap komunikasi terapeutik secara benar, Sebagai masukan bagi Rumah Sakit untuk melihat
adanya perkembangan dari pelayanan keperawatan sehingga memberikan kepuasan bagi
klien / pelanggan dan Manfaat Bagi Peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis agar mampu menerapkan komunikasi terpeutik dipelayanan kesehatan umumnya dan
Rumah Sakit pada khususnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan deskriptif korelasional, dengan
metode cross sectional. Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif ( Parasuramman. A.
1998 ) Populasi pada penelitian ini adalah klien yang berkunjung di IGD RSUD Dr. Soedarso
Pontianak, pada bulan Juni tahun 2008 yang berjumlah 1018 kunjungan. 17 % nya adalah
klien anak-anak dan 12 % nya klien yang dalam kondisi gawat dan darurat dan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 903 kunjungan dan diambil sebagai sampel sebanyak
12% atau 108 klien Penentuan jumlah sampel menggunakan normogram Harry King
( Sunarto, S. 2000 ). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan komunikasi
terapeutik dan sub variabelnya, variabel terikat pada penelitian ini adalah kepuasan klien
tentang pelayanan keperawatan. Cara penilain komunikasi terapeutik ini adalah jika
responden menjawab “ YA “ diberi nilai 1 dan diberi nilai 0 jika menjawab “ TIDAK”. Untuk
memudahkan pengujian maka data ya dilaksanakan dan tidak dilaksanakan kemudian
dikelompokan menjadi dua katagori penilaian yaitu : jika Melaksanakan ≥ median dan Tidak
melaksanakan ≤ median. Kepuasan klien diukur dengan memakai 4 alternatif jawaban. Skore
hasil prosentase diinterprestasikan sebagai rasa sangat puas bila nilainya ( 60 – 45 ), puas ( 44
– 29 ), tidak puas ( 29 – 13 ) , sangat tidak puas ( < 13 ). Kuisioner pelaksanaan komunikasi
terapeutik berisi 18 item pertanyaan dan kepuasan terdiri dari 15 item pertanyaan. Analisis
univariat digunakan untuk mendiskripsikan dengan menghitung distribusi frekuensi pada sub
variabel pelaksanaan komunikasi terapeutik dan kepuasan klien dalam pelayanan
keperawatan dengan menggunakan prosentase. Analisis bivariat dipergunakan untuk
mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat, yaitu : Hubungan komunikasi
terapeutik dengan tingkat kepuasan dalam pelayanan keperawatan.Dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05). Statistik Nonparametrik yang digunakan untuk menguji
hipotesis ini bila datanya berbentuk ordinal adalah menggunakan Chi-Square atau X²
( Sugiono. 2005 ).

HASIL PENELITIAN

A. Komunikasi Terapeutik Perawat


Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Komunikasi
terapeutik Frekuensi Prosentase (%) Dilaksanakan 59 54.6 Tdk Dilaksanakan 49 45.4
Jumlah 108 100 Hasil distribusi respondennya adalah : 54.6 % responden
melaksanakan komunikasi terpeutik.
1. Distribusi Responden berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi TerapeutikTahap
Orientasi

2. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Tahap Kerja .


Tahap Kerja Frekuensi Prosentase (%) Dilaksanakan 70 64.8 Tdk Dilaksanakan 38 35.2
Jumlah 108 100 Hasil distribusi respondennya adalah: 64.8 % responden melaksanakan
komunikasi terapeutik.

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik


Hasil penelitian bahwa sebagian besar perawat sudah melaksanakan komunikasi
terapeutik dari tahap orientasi samapi ke tahap terminasi walaupun belum
dilaksanakan tahapan baku komunikasi terapeutik.
1. Tahap Orientasi. Sebagian besar responden menyatakan perawat melaksanakan
komunikasi terapeutik, namun masih ada perawat yang belum memperkenalkan diri,
belum menanyakan panggilan kesukaan klien dan tidak menjelaskan tujuan dan waktu
yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan. ketidakmampuan untuk membangun
dan memelihara hubungan saling percaya akan menimbulkan masalah seperti
seseorang bisa kehilangan harga diri, merasa tidak yakin pada diri sendiri, menjadi
sangat cemas, dan kemudian bertingkah laku diluar kebiasaannya atau sulit untuk
dipahami ( Nurjanah, 2001 ).
2. Tahap Kerja Sebagian besar perawat melaksanakan komunikasi terapeutik. Dengan
adanya perawat yang belum melaksanaan komunikasi terapeutik pada tahap ini
memungkinkan hubungan terapeutik belum terwujud, kegiatan pada tahap ini
diantaranya tidak memberikan kesempatan klien untuk bertanya. Sehingga dapat
menghambat pekerjaan perawat dalam menyelesaikan masalah klien (Nursalam, 2002
3. Tahap Terminasi Sebagian besar perawat melaksanakan komunikasi terapeutik
pada tahap terminasi. Respon klien sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, sensitif, empati dan responsif pada perubahan kebutuhan klien. Tahap
terminasi adalah saat untuk mengubah perasaan dan memori serta mengevaluasi
kemajuan klien dan tujuan yang telah dicapai. Tingkat kepercayaan dan keintiman
menjadi lebih tinggi, menggambarkan kualitas hubungan perawat dan klien
( Nurjanah, 2001 ). Analisis diskriptif responden tentang pelaksanaan komunikasi
terapeutik pada tahap terminasi menyatakan bahwa masih ada sebagian perawat yang
belum menyimpulkan hasil wawncara, tidak memberikan reinforcemen positip kepada
klien dan tidak merencanakan tindak lanjut dengan klien.
B. Kepuasan Klien Tentang Komunikasi Terapeutik
Sebagian besar responden menyatakan puas tentang komunikasi terapeutik yang
dilaksanakan perawat. Adanya klien yang puas dan tidak puas menunjukkan adanya
perbedaan persepsi dari masing-masing klien, karena masing-masing klien memiliki
harapan yang berbeda satu sama lain. Kepuasan adalah tingkat keadaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil membandingkan penampilan atau outcome
produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang
(Hafizzurahman. 2004 ).
C. Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan Tentang
Komunikasi Terapeutik. Hasil analisis didapatkan ada hubungan bermakna antara
pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan. Hasil X2 = 12.627 berdasarkan
level segnifikan 0.05 yang dinyatakan dalam tabel chi-square dengan df = 1 adalah =
3.841 dan nilai p-Value= 0,000. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
klien ( Purwanto H, 1998 ). tingkat kepuasan adalah suatu tingkat perasaan klien yang
timbul akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah klien
membandingkan dengan apa yang diharapkan ( Arwani, 2003 ). Menurut hasil
penelitian ini, walaupun klien cenderung merasa puas terhadap aspek komunikasi
yang dilakukan oleh perawat yang dinilainya namun perlu di berikan solusi bagi
perawat yang belum melaksankan komunikasi terpeutik saat berinteraksi dan
menerapkan pola komunikasi yang efektif saat melakukan tindakan keperawatan
karena mempengaruhi pelayanan keperawatan yang diterima klien selama dirawat di
IGD RSUD Dr Soedarso Pontianak. 1. Hubungan Pelaksanaan Dengan Tingkat
Kepuasan Tentang Komunikasi Terapeutik Pada Tahap Orientasi. Hasil analisis
didapatkan ada hubungan bermakna antara pelaksanaan komunikasi terapeutik pada
orientasi dengan kepuasan. Hasil X 2 = 9.576 berdasarkan level segnifikan 0.05 yang
dinyatakan dalam tabel chi-square dengan df = 1 adalah = 3.841 dan nilai p-Value=
0,002. . Dalam tahap ini perawat memperkenalkan dirinya, peran yang diharapkan
klien, tanggung jawab perawat dan klien ( Stuart and Sunden 1998 ). Klien yang
datang ke IGD adalah klien yang sedang mengalami masalah kesehatanya dan dalam
kondisi ini klien sangat sulit untuk diajak berkomunkasi, tetapi perawat harus tetap
berusaha untuk tetap berkomunikasi dengan klien dan pada tahap ini yang dilakukan
adalah mengucapkan salam, menjelaskan waktu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan serta menjelasakan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan. Perawat dapat
melakukan kegiatan memperkenalkan diri, peran dan tanggung jawabnya setelah klien
merasa nyaman. 2. Hubungan Pelaksanaan Dengan Tingkat Kepuasan Tentang
Komunikasi Terapeutik Pada Tahap Kerja Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak. Hasil analisis didapatkan ada hubungan
bermakna antara pelaksanaan komunikasi terapeutik pada tahap kerja dengan
kepuasan.Hasil X2 = 5.197 berdasarkan level segnifikan 0.05 yang dinyatakan dalam
tabel chi-square dengan df = 1 adalah = 3.841 nilai pValue= 0,023. Pada tahap ini
dimana perawat melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dan menolong klien
dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dialami, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab terhadap diri klien ( Stuart and Sunden. 1998 ). Pada
saat klien datang ke IGD langsung diterima oleh perawat dan dianamnesa mengenai
identitas, keluhan sekarang dan riwayat penyakit dahulu, pada tahap ini perawat
memberikan kesempatan klien untuk mengutarakan masalah kesehatannya,
memberikan kesempatan klien untuk bertanya dan perawat melaksanakan kegiatan
sesuai yang direncanakan, biarpun kegiatan tersebut tidak tertulis, akan tetapi rencana
kegiatan tetap dilaksanakan. 3. Hubungan Pelaksanaan Dengan Tingkat Kepuasan
Tentang Komunikasi Terapeutik Pada Tahap Terminasi. Hasil analisis didapatkan ada
hubungan bermakna antara pelaksanaan komunikasi terapeutik pada tahap terminasi
dengan kepuasan. Hasil X2 = 10.016 berdasarkan level segnifikan 0.05 yang
dinyatakan dalam tabel chi-square dengan df = 1 adalah = 3.841. dan nilai p-Value=
0,002 Pada tahap terminasi, perawat menghentikan interaksi sementara maupun
interkasi akhir dengan klien dan tugas perawat adalah mengevaluasi kegiatan kerja
yang telah dilakukan dan merencanakan tindak lanjut dengan klien serta mengakhiri
terminasi dengan baik ( Stuart and Sunden. 1998 ). Setelah dilakukan kegiatan–
kegiatan pada tahap sebelumnya perawat mengajak klien berdiskusi untuk menindak
lanjuti kegiatan selanjutnya, apakah klien masuk ruang rawat inap, berobat jalan atau
kontrol ke poly spesialis, dibolehkan pulang ataupun pindah ke Rumah Sakit lain atas
permintaan dari pihak keluarga klien. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan perawat
adalah menyimpulkan hasil kegiatan sebelumnaya, merencakan tindak lanjut
selanjutnya dan mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik. KESIMPULAN DAN
SARAN A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan, penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut : 1. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik : Sebagian besar perawat di IGD
RSUD Dr Soedarso Pontianak sudah melakukan komunikasi terapeutik pada tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. 2. Kepuasan Klien Dalam Mendapatkan
Pelayanan Keperawatan : Lebih dari setengah responden puas terhadap pelayanan
keperawatan di IGD RSUD Dr Soedarso Pontianak. 3. Hubungan Komunikasi
Terapeutik Dengan Kepuasan klien Terdapat hubungan bermakna antara komunikasi
terapeutik dan sub variabelnya dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan
keperawatan di IGD RSUD Dr Soedarso Pontianak.
B. Saran Bagi Perawat
Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan cara melaksanakan komunikasi
terapeutik dengan benar, Bagi Rumah Sakit Perlu melakukan peningkatan sumber
daya manusia untuk mengikuti pelatihan seperti costomer service untuk menjaga mutu
pelayanan yang dinilai melalui kepuasan klien dan Bagi Penelitian lanjutan untuk
menunjukkan tingkat kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan,
penilaian tingkat kepuasan juga perlu diteliti dari segi pelayanan tenaga kesehatan
yang lain yang ada di rumah sakit seperti dokter, petugas apotik, petugas radiologi
dan petugas laboratorium yang perlu melaksanakan komunikasi terapeutik yang lebih
dalam, sehingga untuk pengembangannya perlu dilakukan penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi Dalam Perspektif Teori dan Praktek,
UPT Universitas Muhamadiyah Malang. 2008.
2. Ari Kunto. S. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Perawat, Rineke Cipta,
Jakarta. 2002.
3. Arwani, Kmunikasi Dalam Keperawatan , EGC Jakarta. 2003.
4. Carpento, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan:
Diagnosa Keperawatan dan masalah kolaboratif ( Nursing Plans And Documentation :
Nursing diagnosis and Colaborative Problem ) Edisi 2, EGC. 2000.
5. Hafizzuraman. S. Pengukuran Kepuasan Suatu Institusi Kesehatan Jurnal
MajalahKedokteran Indonesia Volume 54. 2004.
6. Kariyo, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, EGC. Jakarta.1998.

C. Artikel Bahasa Indonesia

Perilaku Caring Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Salah Satu RS di


Kabupaten

Indramayu Wiwin Nur Aeni1, Winani2, Hendri Sutioso3 1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indramayu Email : wiwinnuraeni505@gmail.com 2Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indramayu Email : winani12@yahoo.co.id 3RSUD Kabupaten Indramayu Email :
hendrisutioso1979@gmail.com

Abstract

Nurses are required to have sensitivity and ability to support patients' trust and welfare
through caring behavior. Nurse caring behavior will have a significant influence on the
patient's care process in the hospital. The aim of study was to determine the description of
nurse’s caring behavior in nursing services in one hospital in Indramayu Regency 2017. The
study used descriptive methode. Population was patients in the Inpatient Room of one
hospital in Indramayu Regency. Samples were 96 respondents which selected by accidental
sampling technique. Humanistic and Altruistic caring behaviors of nurses were 91.7%,
provide trust were 82.3%, foster sensitivity to themselves and others were 69.8%, develop a
relationship between mutual trust in patients were 77.1%, increase and receive expressions of
positive and negative feelings towards patients were 77.1%, solving problems for decision
making were 65.6%, increased learning and interpersonal teaching were 71.9%, creating
supportive physical, mental, sociocultural, and spiritual environments were 81.3%, provide
guidance in satisfying needs were 69.8%, and allowing for phenomenological stress to patient
mental-growth and maturity pressure were 52.1%. Nursing caring behavior in the Inpatient
Room of one hospital in Indramayu Regency were 53.1%.
Pendahuluan

Perawat diharapkan memiliki peran dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan kepercayaan penuh berdasarkan budaya dan keyakinan pasien. Di sinilah perawat
dituntut untuk memiliki kepekaan dan kemampuan mendukung kepercayaan dan
kesejahteraan pasien. Seni yang digunakan oleh perawat untuk dapat memberikan perawatan
sesuai dengan sains dan teknologi berkorelasi dengan latar belakang pasien. (Holland, 2017)
Pasien menginginkan perawat yang melayani mereka memiliki sikap yang baik, tersenyum,
sabar, dapat berbicara dengan mudah dimengerti, dan ingin membantu yang tulus dan mampu
menghargai pasien dan pendapat mereka. Mereka berharap perawat memiliki pengetahuan
yang memadai tentang kondisi penyakit sehingga perawat dapat mengatasi keluhan yang
dialami oleh masing-masing pasien. Perilaku caring perawat akan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap proses perawatan pasien di rumah sakit. Pasien akan menikmati kualitas
yang baik saat mendapatkan layanan kesehatan. Pasien mendapatkan pengalaman kompilasi
dengan perawat dan tim kesehatan lainnya yang menunjukkan kesopanan dan perhatian. Tim
kesehatan termasuk perawat memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien (Edvardsson
et al, 2017). Tingkat kepuasan pasien akan meningkat sejalan dengan penerapan perilaku
caring perawat. Tiara dan Lestari (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara caring
perawat dan tingkat kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap. Ketika perawat belum optimal
dalam memberikan perawatan kepada pasien, pasien akan merasa kurang puas dengan
layanan yang diberikan oleh perawat. Hal ini diperkuat oleh Afriani (2013) yang menyatakan
bahwa perilaku caring seorang perawat akan berdampak pada pengurangan kecemasan anak
usia sekolah yang dirawat di rumah sakit. Ini menunjukkan pentingnya peran perawat dalam
memberikan perawatan bagi pasien dan keluarga. Seorang anak yang dirawat di rumah sakit
diharapkan dapat menjalani perawatan terbebas dari hospitalisasi. Hal itu akan
mempengaruhi proses perawatan yang mereka jalani, baik secara psikologis maupun fisik.
Secara psikologis, kecemasan anak-anak akan mengurangi kekebalan tubuh. Secara fisik,
anak berisiko menolak tindakan yang akan diberikan oleh tim medis. Watson juga
menekankan bahwa dalam sikap caring ini, sepuluh faktor carative harus tercermin yang
berasal dari kombinasi nilainilai humanistik dan pengetahuan dasar. Caring juga menekankan
harga diri individu, yang berarti bahwa dalam praktik keperawatan, perawat selalu menilai
pasien dengan menerima kekuatan dan kelemahan pasien. Watson juga menunjukkan bahwa
respon masing-masing individu terhadap masalah kesehatan adalah unik, yang berarti bahwa
perawat harus dapat memahami respon masing-masing pasien yang berbeda terhadap
penderitaan yang mereka alami dan memberikan layanan kesehatan yang sesuai dalam setiap
respon yang berbeda (Watson, 2005). Perawat masih memiliki kelemahan dalam aspek
carative meningkatkan pembelajaran mengajar interpersonal yakni sebanyak 69,52%.
Berdasarkan Data Rekapitulasi Hasil Pengaduan Pelanggan dari Rekam Medis salah satu
rumah sakit di Kabupaten Indramayu tahun 2017, masih ditemukan keluhan pelanggan
termasuk mengenai perilaku caring perawat yang kurang waspada dalam memberikan
layanan, ada keinginan agar layanan perawat diperbaiki. Ini menunjukkan bahwa masih ada
hal yang belum sesuai dengan tugas dan tanggung jawab perawat sebagai wujud
profesionalitas. Apabila hal itu tidak segera ditangani, akan berdampak pada penurunan
kualitas layanan, Dampak yang lebih besar tentu saja pada penurunan jumlah kunjungan yang
berisiko menurunkan citra rumah sakit dan kesejahteraan perawat. Oleh karena itu peneliti
ingin mengetahui gambaran perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien di ruang rawat inap salah satu rumah sakit di
Kabupaten Indramayu 2017. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi
kepada direktur rumah sakit dalam meningkatkan kualitas dan citra rumah sakit di mata
masyarakat. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perawat tentang
pentingnya perilaku merawat dalam memberikan asuhan keperawatan, karena merawat
adalah dasar atau landasan dalam pelayanan kesehatan. Metode Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan perilaku caring perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Pasien di ruang rawat inap salah satu rumah sakit
yang telah terakreditasi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2017. Populasi adalah semua
pasien yang dirawat di ruang rawat inap (7 ruangan) sebanyak 1000 pasien. Pemilihan sampel
menggunakan teknik accidental sampling. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Z
sebanyak 96 responden. Instrumen adalah kuesioner berdasarkan teori Watson, yang berisi 30
pernyataan. Data dianalisis dengan analisis Univariat. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil
penelitian, karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan.

Pembahasan 1. Humanistic dan Altruistic Penerapan perilaku yang dilakukan oleh perawat
antara lain perawatan mereka. Alavi et al (2017) menyebutkan bahwa dalam konsep caring,
perawat akan bekerja secara efisien dalam memberikan perawatan kepada pasien dan
keluarga, termasuk anak-anak di dalamnya. Perawatan terpusat pada kebutuhan pasien dan
keluarga dengan memperhatikan fitur humanistik berdasarkan keyakinan mereka.
2. Kepercayaan dan harapan Perawat yang memberi harapan akan membuat pasien mampu
dan optimis tentang kondisi mereka saat ini. Kepercayaan dan harapan pasien diperlukan
untuk perubahan perilaku pasien ke arah yang diinginkan perawat untuk meningkatkan
kesehatan pasien. Ini sesuai dengan pendapat Watson (2005), kehadiran seorang perawat
akan memungkinkan dan mendukung sistem kepercayaan, kesadaran diri dan harapan
seseorang dalam hal ini pasien dan keluarganya. Penerapan perilaku caring memberikan
harapan perawat, antara lain dengan memberikan antusiasme kepada pasien ketika mereka
putus asa. Rortveit et al (2015) mengatakan bahwa kepercayaan antara pasien dan perawat
sangat mendasar. Ketika tidak ada kepercayaan pada keduanya, proses perawatan tidak bisa
berjalan secara optimal. Pasien menggambarkan arti kepercayaan dalam hubungan
keperawatan melalui sikap dengan menunjukkan secara eksistensial, berdasarkan pengalaman
kepercayaan sebelumnya sampai kepercayaan yang dirasakan dapat dirasakan, menilai
kualitas hubungan orang yang menciptakan kepercayaan, dan relevansi konteks kepercayaan
di mana pun itu terjadi.

3. Kesensitifan pada diri dan orang lain Perawat yang telah mampu menerapkan perilaku
caring ini akan peka terhadap perasaan dan kebutuhan pasien sehingga dengan mudah
merasakan kebutuhan dan perasaan orang lain. Ini konsisten dengan pendapat Watson (2005),
yang mendorong praktik hubungan transpersonal, bekerja di luar ego sendiri dan menjadi
peka terhadap diri sendiri dan orang lain. Penerapan perilaku tercermin melalui tindakan
tidak mengabaikan informasi apa pun dari keluarga pasien, memperhatikan pasien ketika
mereka berbicara, dan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan seharihari mereka.
Aspek memahami perawat kepada pasien berarti bahwa perawat memahami pasien. Perawat
tahu bahwa pasien tidak hanya membutuhkan perawatan, tetapi membutuhkan perawat yang
menganggap pasien sebagai keluarga mereka sendiri.

Sikap ini adalah bagian dari layanan tanpa pamrih perawat yang berarti caring sebenarnya.
(Prayitno, 2017)

4. Mengembangkan hubungan saling percaya Pasien memiliki persepsi yang baik tentang
perawatan yang diberikan oleh perawat sehingga pasien memandang bahwa apa pun yang
dilakukan perawat adalah hal yang baik dan pasien percaya pada asuhan keperawatan yang
diberikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hafdhallah (2010) yang membahas
tentang hubungan karakteristik individu dengan persepsi perilaku caring perawat. Penerapan
perilaku caring ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan diri, menyebutkan nama pasien
atau keluarga, merespons dengan baik panggilan atau keluhan pasien atau keluarga, dan
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pasien dengan baik. Venus dan Nabilah (2016)
mengatakan bahwa perawat menggunakan komunikasi terapeutik untuk lebih dekat dan
mendapatkan kepercayaan dari pasien. Kepercayaan pasien pada perawat memberi
kenyamanan pasien.

5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative Pasien perlu bersikap
realistis berdasarkan kondisi penyakit mereka. Perawat dapat membantu pasien untuk
bersikap realistis tentang pikiran dan perasaan. Tindakan ini dicerminkan melalui dorong
yang diberikan kepada pasien atau keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka,
menerima ekspresi perasaan positif dan negatif untuk pasien atau keluarga dan menunjukkan
sikap yang membuat pasien tidak sedih atau marah. Seorang pasien akan memberikan
persepsinya sendiri tergantung pada bagaimana strategi perawat atau petugas kesehatan
berkomunikasi dengan pasien. (Baker dan Watson, 2015)

6. Penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan Perawat yang telah menerapkan


perilaku caring ini akan membuat pasien merasa puas dengan asuhan yang diberikan. Ini
sesuai dengan pendapat Sabarguna dalam Waluyo (2009), yang menjelaskan bahwa
pelanggan puas jika layanannya benar, kompeten, ramah, dan menanggapi semua keluhan
dengan bijak. Perawat perlu membahas masalah yang menyangkut pasien, memberikan solusi
untuk keluhan dan perasaan yang diungkapkan oleh pasien dan menyelesaikan masalah
dengan segera. Sikap kepedulian perawat dengan memberikan kontribusi kepada pasien
dalam bentuk pertimbangan untuk mengambil keputusan memberikan energi positif diberikan
kepada pasien. Cara yang tepat diperlukan untuk melengkapi input sesuai dengan harapan
pasien. (Johansen dan Obrein, 2015)

7. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran Interpersonal Perawat memiliki peran sebagai


pendidik. Peran ini sesuai dengan sikap caring yang mengharuskan perawat mampu
menjelaskan setiap masalah yang dihadapi dengan jelas dan menemukan cara untuk
mengatasinya. Bentuk nyata diantaranya perawat menjelaskan keluhan setiap pasien secara
rasional, dan secara ilmiah sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, dan bagaimana cara
mengatasinya, memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien atau keluarga, memberi
pasien dan keluarga kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan menyapa atau mengetuk
pintu mereka. Kualitas pribadi seorang perawat diperlukan untuk berinteraksi dengan pasien.
Ini dapat ditingkatkan dengan pengembangan profesional berkelanjutan. (Puspitaningrum &
Hartiti, 2017)

8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosio kultural, dan spiritual yang mendukung
Perawat yang menerapkan perilaku caring dapat memberikan harapan positif untuk asuhan
keperawatan yang disediakan. Faktor perawatan paling karatif yang berkontribusi terhadap
harapan pasien adalah faktor menciptakan fisik, lingkungan mental sosiokultural, dan
spiritual. Aspek yang terkait dengan harapan individu akan layanan kesehatan adalah aspek
fisik, mental, dan sosial, kepuasan dengan lingkungan fasilitas perawatan kesehatan, suhu,
udara, kebersihan, kenyamanan, kecepatan layanan, keramahan, perhatian dan privasi.
Perawat perlu memberi waktu dan mendengarkan keluhan pasien, mendorong pasien untuk
terus berdoa atau beribadah untuk penyembuhan penyakit mereka dan mengendalikan pasien
secara teratur pagi, siang, malam. Perawat juga dalam memberikan asuhan keperawatan tidak
dapat dipisahkan dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi
perawatpasien. Perlunya perasaan komplementer spiritual bagi pasien dalam menghadapi
cobaan yang mereka alami melalui penyakit mereka. Pemberian perawatan yang belum
optimal dimungkinkan karena perawat masih fokus pada tugas rutin asuhan keperawatan
yang tidak komprehensif dengan mempertimbangkan kebutuhan spiritual pasien
(Purwaningsih, 2013).

9. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi Perawat yang telah mampu
menerapkan perilaku ini dapat membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar mereka. Hal ini
sesuai dengan pendapat Watson (2005), bahwa perawat yang mampu membantu memenuhi
kebutuhan dasar manusia dengan tulus membantu pasien meningkatkan kesejahteraan fisik
dan psikologisnya serta munculnya semangat pemulihan. Perawat dapat memberi tahu pasien
kapan mereka akan mengambil tindakan, menunjukkan bahwa lingkungan tetap bersih dan
tetap tenang dan menanyakan tentang kondisi atau kondisi yang dirasakan pasien. manusia
memiliki kebutuhan dasar universal. kebutuhan akan layanan, aktivitas, dan hubungan. Pasien
memiliki kebutuhan selama periode perawatan yang diberikan oleh perawat sebagai bentuk
perawatan. itu memberikan kepuasan pasien (Gough, 2015)

10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) tentang deskripsi perilaku caring perawat
terhadap pasien. Perawat menerapkan karatif caring ini diantaranya dengan menjelaskan efek
samping jika pasien minum obat tidak sesuai dengan aturan, menjelaskan risiko yang
mungkin timbul saat makan makanan di luar dan menjelaskan pentingnya istirahat terkait
dengan kedatangan pengunjung pada waktu istirahat. Fenomena dalam caring ini sejalan
dengan yang diungkapkan Sinaga (2016) dengan mengaitkan proses simultan fenomena
penghargaan diri, kematangan emosi, dan sosial.

11. Secara umum, perilaku caring perawat terhadap pasien Hasil penelitian Palese (2011)
menunjukkan hubungan positif antara perilaku caring perawat dan kepuasan pasien. Perawat
yang lebih baik akan meningkatkan proporsi kepuasan pasien dengan asuhan keperawatan.
Kepuasan pasien dalam asuhan keperawatan adalah indikator penting dari kualitas layanan
rumah sakit karena sebagian besar layanan yang tersedia di rumah sakit disediakan oleh
perawat.

Penerapan perilaku caring yang dilakukan oleh perawat meliputi di antaranya dengan
mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan rasa nyaman, jujur, sabar dan
bertanggung jawab, yang tentu saja akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan
keperawatan. Secara keseluruhan, perawat telah menerapkan sikap caring tetapi
implementasinya belum optimal. Kondisi yang sama pula terjadi pada mahasiswa perawat
yang praktik di rumah sakit. Mereka belum sepenuhnya dapat menerapkan sikap caring
(Arrohmah, 2017).

Simpulan

Secara umum, perawat telah menerapkan perilaku caring dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat diharapkan dapat meningkatkan perilaku caring mereka menjadi lebih
baik. Pihak managemen rumah sakit diharapkan memberikan perhatian dan upaya nyata
dalam mewujudkan caring oleh perawat. Institusi pendidikan pula diharapkan dapat
menumbuhkan sikap caring bagi mahasiwa perawat.

Daftar Pustaka

Afriani, H. (2013). Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat


Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah Yang Dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Skripsi: STIKes Aisyiah Yogyakarta. Alavi, A., Boroujeni, A.Z., Yousefy, A., and Bahrami,
M. (2017).
Altruism, The Values Dimension of Caring SelfEfficacy Concept in Iranian Pediatric Nurses.
J Educ Health Promot. 2017; Vol 6: 8.. doi: 10.4103/jehp.j ehp_142_14 Arrohmah, M.
(2017).

Gambaran Penerapan 10 Faktor Karatif Caring Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas


Diponegoroyang Telah Menjalani Praktik Klinik DI Rumah Sakit. Skripsi: Universitas
Diponegoro Semarang Baker, S.C. and Watson, B.M. (2015).

How Patients Perceive Their Doctors’ Communication: Implications for Patient Willingness
to Communicate.Jour nal of Language and Social Psychology. https://doi.org/10 .
1177/0261927X1 5587015 Edvardsson, D., Elizabeth W., and Frances P. (2017).

Patient experiences of caring and person centredness are associated with perceived nursing
care quality. Journal of Advanced Nursing Volume73, Issue1 Pages 217-227

BAB III
Rangkuman Artikel

A. Artikel International

Nurse-Physician Collaboration

To achieve effective service the nurses, physician and healthcare team should collaborate
with each other. No one group can claim more power over others.

Nurse Physician Workplace Collaboration

With good communication and respect for other professions in shared decision-making in the
group it will create a good work team so committed to providing a comprehensive service can
be created. Opinion between physician and nurses need to be a standard domain with
standard.
There are significant differences in the collaboration between groups of patients with
severe, moderate, and independent. Practice negotiating collaboration on many stages in
patients partially dependent because of the patient's full dependence physicians only give
direction and decisions without consulting nurse.

B. Artikel Bahasa Indonesia

Metodologi penelitian

Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif Populasi pada penelitian ini adalah klien yang
berkunjung di IGD RSUD Dr. Soedarso Pontianak, pada bulan Juni tahun 2008 yang
berjumlah 1018 kunjungan. 17 % nya adalah klien anak-anak dan 12 % nya klien yang dalam
kondisi gawat dan darurat dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 903 kunjungan dan
diambil sebagai sampel sebanyak 12% atau 108 klien Penentuan jumlah sampel
menggunakan normogram Harry King . Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pelaksanaan komunikasi terapeutik dan sub variabelnya, variabel terikat pada penelitian ini
adalah kepuasan klien tentang pelayanan keperawatan. Kepuasan klien diukur dengan
memakai 4 alternatif jawaban.

Analisis univariat digunakan untuk mendiskripsikan dengan menghitung distribusi frekuensi


pada sub variabel pelaksanaan komunikasi terapeutik dan kepuasan klien dalam pelayanan
keperawatan dengan menggunakan prosentase. Statistik Nonparametrik yang digunakan
untuk menguji hipotesis ini bila datanya berbentuk ordinal adalah menggunakan Chi-Square
atau X² .

Distribusi Responden berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi TerapeutikTahap


Orientasi

Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Tahap Kerja .

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Masmuh, Komunikasi Organisasi Dalam Perspektif Teori dan Praktek, UPT


Universitas Muhamadiyah Malang. Arwani, Kmunikasi Dalam Keperawatan , EGC
Jakarta. S. Pengukuran Kepuasan Suatu Institusi Kesehatan Jurnal MajalahKedokteran
Indonesia Volume 54. Kariyo, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, EGC.

C. Artikel Bahasa Indonesia

Abstract

Nurses are required to have sensitivity and ability to support patients' trust and welfare
through caring behavior. Nurse caring behavior will have a significant influence on the
patient's care process in the hospital. The aim of study was to determine the description of
nurse’s caring behavior in nursing services in one hospital in Indramayu Regency 2017. The
study used descriptive methode. Population was patients in the Inpatient Room of one
hospital in Indramayu Regency. Samples were 96 respondents which selected by accidental
sampling technique.

Pendahuluan

Perawat diharapkan memiliki peran dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan kepercayaan penuh berdasarkan budaya dan keyakinan pasien. Di sinilah perawat
dituntut untuk memiliki kepekaan dan kemampuan mendukung kepercayaan dan
kesejahteraan pasien. Seni yang digunakan oleh perawat untuk dapat memberikan perawatan
sesuai dengan sains dan teknologi berkorelasi dengan latar belakang pasien. Pasien
menginginkan perawat yang melayani mereka memiliki sikap yang
baik, tersenyum, sabar, dapat berbicara dengan mudah dimengerti, dan ingin membantu yang
tulus dan mampu menghargai pasien dan pendapat mereka. Mereka berharap perawat
memiliki pengetahuan yang memadai tentang kondisi penyakit sehingga perawat dapat
mengatasi keluhan yang dialami oleh masing-masing pasien. Perilaku caring perawat akan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses perawatan pasien di rumah sakit. Pasien
akan menikmati kualitas yang baik saat mendapatkan layanan kesehatan. Pasien mendapatkan
pengalaman kompilasi dengan perawat dan tim kesehatan lainnya yang menunjukkan
kesopanan dan perhatian. Tim kesehatan termasuk perawat memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien . Tingkat kepuasan pasien akan meningkat sejalan dengan penerapan
perilaku caring perawat. Tiara dan Lestari menyatakan bahwa ada hubungan antara caring
perawat dan tingkat kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap. Ketika perawat belum optimal
dalam memberikan perawatan kepada pasien, pasien akan merasa kurang puas dengan
layanan yang diberikan oleh perawat. Hal ini diperkuat oleh Afriani yang menyatakan bahwa
perilaku caring seorang perawat akan berdampak pada pengurangan kecemasan anak usia
sekolah yang dirawat di rumah sakit. Ini menunjukkan pentingnya peran perawat dalam
memberikan perawatan bagi pasien dan keluarga. Seorang anak yang dirawat di rumah sakit
diharapkan dapat menjalani perawatan terbebas dari hospitalisasi. Hal itu akan
mempengaruhi proses perawatan yang mereka jalani, baik secara psikologis maupun
fisik. Secara psikologis, kecemasan anak-anak akan mengurangi kekebalan tubuh. Secara
fisik, anak berisiko menolak tindakan yang akan diberikan oleh tim medis. Watson juga
menekankan bahwa dalam sikap caring ini, sepuluh faktor carative harus tercermin yang
berasal dari kombinasi nilainilai humanistik dan pengetahuan dasar. Caring juga menekankan
harga diri individu, yang berarti bahwa dalam praktik keperawatan, perawat selalu menilai
pasien dengan menerima kekuatan dan kelemahan pasien. Watson juga menunjukkan bahwa
respon masing-masing individu terhadap masalah kesehatan adalah unik, yang berarti bahwa
perawat harus dapat memahami respon masing-masing pasien yang berbeda terhadap
penderitaan yang mereka alami dan memberikan layanan kesehatan yang sesuai dalam setiap
respon yang berbeda . Perawat masih memiliki kelemahan dalam aspek carative
meningkatkan pembelajaran mengajar interpersonal yakni sebanyak 69,52%. Berdasarkan
Data Rekapitulasi Hasil Pengaduan Pelanggan dari Rekam Medis salah satu rumah sakit di
Kabupaten Indramayu tahun 2017, masih ditemukan keluhan pelanggan termasuk mengenai
perilaku caring perawat yang kurang waspada dalam memberikan layanan, ada keinginan
agar layanan perawat diperbaiki. Ini menunjukkan bahwa masih ada hal yang belum sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab perawat sebagai wujud profesionalitas. Apabila hal itu
tidak segera ditangani, akan berdampak pada penurunan kualitas layanan, Dampak yang lebih
besar tentu saja pada penurunan jumlah kunjungan yang berisiko menurunkan citra rumah
sakit dan kesejahteraan perawat. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku
caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien di ruang rawat inap salah satu rumah sakit di Kabupaten Indramayu 2017. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi kepada direktur rumah sakit dalam
meningkatkan kualitas dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Selain itu, diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan perawat tentang pentingnya perilaku merawat dalam memberikan
asuhan keperawatan, karena merawat adalah dasar atau landasan dalam pelayanan
kesehatan. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan tujuan
menggambarkan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Pasien di ruang rawat inap salah satu rumah sakit yang telah terakreditasi di Kabupaten
Indramayu pada tahun 2017. Populasi adalah semua pasien yang dirawat di ruang rawat inap
sebanyak 1000 pasien. Pemilihan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Jumlah
sampel ditentukan dengan rumus Z sebanyak 96 responden. Instrumen adalah kuesioner
berdasarkan teori Watson, yang berisi 30 pernyataan. Data dianalisis dengan analisis
Univariat. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik responden berdasarkan
usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
Pembahasan 1. Humanistic dan Altruistic Penerapan perilaku yang dilakukan oleh perawat
antara lain perawatan mereka. Alavi et al menyebutkan bahwa dalam konsep caring, perawat
akan bekerja secara efisien dalam memberikan perawatan kepada pasien dan
keluarga, termasuk anak-anak di dalamnya. Perawatan terpusat pada kebutuhan pasien dan
keluarga dengan memperhatikan fitur humanistik berdasarkan keyakinan mereka.
Kepercayaan dan harapan Perawat yang memberi harapan akan membuat pasien mampu dan
optimis tentang kondisi mereka saat ini. Kepercayaan dan harapan pasien diperlukan untuk
perubahan perilaku pasien ke arah yang diinginkan perawat untuk meningkatkan kesehatan
pasien. Ini sesuai dengan pendapat Watson , kehadiran seorang perawat akan memungkinkan
dan mendukung sistem kepercayaan, kesadaran diri dan harapan seseorang dalam hal ini
pasien dan keluarganya. Penerapan perilaku caring memberikan harapan perawat, antara lain
dengan memberikan antusiasme kepada pasien ketika mereka putus asa. Rortveit et al
mengatakan bahwa kepercayaan antara pasien dan perawat sangat mendasar. Ketika tidak ada
kepercayaan pada keduanya, proses perawatan tidak bisa berjalan secara optimal. Pasien
menggambarkan arti kepercayaan dalam hubungan keperawatan melalui sikap dengan
menunjukkan secara eksistensial, berdasarkan pengalaman kepercayaan sebelumnya sampai
kepercayaan yang dirasakan dapat dirasakan, menilai kualitas hubungan orang yang
menciptakan kepercayaan, dan relevansi konteks kepercayaan di mana pun itu terjadi.
Kesensitifan pada diri dan orang lain Perawat yang telah mampu menerapkan perilaku caring
ini akan peka terhadap perasaan dan kebutuhan pasien sehingga dengan mudah merasakan
kebutuhan dan perasaan orang lain. Ini konsisten dengan pendapat Watson , yang mendorong
praktik hubungan transpersonal, bekerja di luar ego sendiri dan menjadi peka terhadap diri
sendiri dan orang lain.

Daftar pustaka

Abdullah Masmuh,  Komunikasi Organisasi Dalam Perspektif Teori dan Praktek,  UPT
Universitas Muhamadiyah Malang.  Arwani,  Kmunikasi Dalam Keperawatan , EGC
Jakarta. S. Pengukuran Kepuasan Suatu Institusi Kesehatan Jurnal MajalahKedokteran
Indonesia Volume 54. Kariyo, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, EGC.

Afriani, H. (2013). Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat


Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah Yang Dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Skripsi: STIKes Aisyiah Yogyakarta. Alavi, A., Boroujeni, A.Z., Yousefy, A., and Bahrami, M.
(2017).
Altruism, The Values Dimension of Caring SelfEfficacy Concept in Iranian Pediatric Nurses.
J Educ Health Promot. 2017; Vol 6: 8.. doi: 10.4103/jehp.j ehp_142_14 Arrohmah, M.
(2017).

http://eprints.undip.ac.id/9243/1/ARTIKEL.pdf

file:///C:/Users/hOME/Downloads/604-1202-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai