Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Fahmi ilmi

NPM : 18.22.1.0025

Kelas : PGSD 7A

Mata Kuliah : Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia di SD

Konsep Pembelajaran Drama di SD

Sebagai materi kurikulum maupun pengembangan muatan lokal, pengajaran drama di

sekolah sudah selayaknya segera mendapatkan perhatian yang lebih serius. Bagi pihak

pengelola sekolah, termasuk kepala sekolah dan guru, perlu dilakukan penggalian potensi-

potensi yang ada dalam pelaksanaan pengajaran drama tersebut. Hal ini dapat berupa

pemanfaatan media pengajaran, misalnya buku-buku cerita, metode pengajaran, antara lain

teknik bermain peran (role playing), maupun sumber daya yang dimiliki, yaitu guru dan

siswa yang berbakat dan berkemampuan dalam melaksanakan pengajaran drama itu sendiri.

Dari berbagai manfaat yang diperoleh dari pengajaran drama, sudah sepatutunya jika

pihak sekolah segera mengupayakan pengajaran drama kepada para siswanya. Tetapi, hal ini

juga tidak terlepas dari kesiapan pihak sekolah untuk menyiapkan guru yang berkompeten

dalam pengajaran drama. Bila perlu, sekolah sudah mempersiapkan dari awal seorang atau

beberapa guru bahasa Indonesia yang memiliki keterampilan khusus selain mengajar bahasa,

yaitu keterampilan bermain drama.

Pengajaran drama di sekolah ini sebaiknya diarahkan agar siswa mampu membaca

drama, dan gemar membaca drama. Pokok-pokok bahasan pengajaran drama meliputi: (1)

membaca teks drama dengan lancar dan penuh pemahaman; (2) membaca drama untuk

menambah pengetahuan; (3) membaca drama untuk menikmati nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya; (4) membaca sastra (drama) terjemahan untuk menambah pengetahuan dan

mengetahui nilai-nilai adat istiadat dalam masyarakat.

Pengajaran drama harus ditekankan pada aspek apresiasi reseptis dan aspek apresiasi

ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain melalui kegiatan siswa dalam

mendengarkan dan menonton drama, membaca dan menganalisis berbagai teks drama.

Sementara itu aspek apresiasi ekspresif dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam

mengungkapakan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasan dan bentuk lisan maupun tulis

tentang drama, seperti membuat teks drama, yang sederhana, menyusun resensi teks drama,

dan bermain drama.

Para siswa sebaiknya dilibatkan dalam permainan drama. Dengan cara ini menjadikan

kegiatan lebih aktif dalam bentuk kerja sama/kolaborasi, dialog dan pemecahan solusi sebab

dengan pelaksanaan yang aktip dapat membangun proyek mereka. Dengan permainan siswa

dapat saling menerima gagasan di dalam kelas. Lebih dari itu, siswa mempunyai andil dalam

pelaksanaannya. Kegiatan yang dinamis ini menghasilkan pembelajaran yang baik bagi

mereka sendiri. Penggunaan dongeng masa lampau, solusi permainan drama yang

pendek/singkat mempunyai maksud dan bermakna bagi siswa (dan para guru).

Dalam pengajaran drama di sekolah, pembelajaran apresiasi drama juga harus

menitikberatkan pada apresiasi siswa yaitu kegiatan atau aktivitas siswa dalam pengajaran

drama di sekolah. Apresiasi siswa itu mencakup tiga hal, yakni kreasi, resepsi, dan kreasi

siswa terjadap drama. Adapun kegiatan siswa yang berupa kreasi yaitu kegiatan siswa ketika

menulis naskah drama secara individu atau kelompok yang berupa resepsi yaitu kegiatan

siswa ketika membaca dan menghafalkan naskah drama yang telah dibuat, sedangkan yang

berupa ekspresi yaitu ketika siswa mementaskan drama berdasarkan naskah drama tersebut.
Setiap siswa yang kita hadapi, selain merupakan individu, juga suatu totalitas yang

kompleks. Pada diri siswa dapat dikenali sejumlah kecakapan, yang biasanya terwujud dalam

bentuk kekurangan ataupun kelebihannya. Dalam kegiatan pembelajaran, kecakapan-

kecakapan inilah yang harus dilatih. Bagi siswa yang lemah perlu dicermati, yang memiliki

kelebihan perlu diarahkan dan dikembangkan lagi. Kecakapan-kecakapan tersebut antara

lain: (a) kecakapan yang bersifat indrawi, (b) kecakapan nalar, (c) kecakapan afektif, (d)

kecakapan sosial, dan (e) kecakapan religius. Seluruh kecakapan tersebut mewakili aspek

personal kehidupan manusia (a—c), dan  sejajar dengan apa yang disajikan karya sastra pada

umumnya (a—e).

Pada pengajaran drama, pengembangan kecakapan-kecakapan dilaksanakan secara

terpadu melalui sebuah proses penggarapan drama dari awal pelatihan hingga sebuah cerita

drama usia dipentaskan. Kecakapan-kecakapan tersebut hendaknya dikembangkan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Peran guru

tidak semata sebagai orang yang serba tahu, melainkan sebagai mediator dalam memberikan

arahan pemeranan terhadap siswanya.

Efektivitas pengajaran drama, terutama ditentukan oleh corak jalinan komunikasi

antara guru dengan siswanya. Jika upaya untuk menjalin komunikasi tersebut berhasil

(positif), maka terbukalah kepercayaan siswa terhadap guru, yang selanjutnya siswa akan

membuka diri secara lugas. Inilah yang dapat dipakai sebagai modal berharga dalam

pengajaran drama.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa

pengajaran drama di sekolah, khususnya sekolah dasar sudah perlu segera dipertimbangkan

mengingat perkembangan dari drama itu sendiri sebagai suatu seni pertunjukan yang telah
banyak memasuki kehidupan masyarakat, dalam arti drama sebagai seni pertunjukan suadah

menjadi suatu kebutuhan untuk hiburan masyarakat. Melalui pengajaran drama, diharapkan

akan diperoleh bibit-bibit unggul dari siswa yang memiliki potensi besar untuk menjadi

pemain drama yang profesional di kemudian hari.

Pengajaran drama di sekolah juga bukan suatu hal yang keluar dari kurikulum. Hal ini

perlu disampaikan karena ada anggapan dari beberapa sekolah bahwa pengajaran drama tidak

perlu dilakukan dalam pelaksanaan materi pelajaran, tetapi harus disampaikan sebagai bentuk

kegiatan ekstra kurikuler. Pada beberapa kurikulum pengajaran bahasa Indonesia di sekolah

dasar, pengajaran drama sudah diberikan. Untuk itu, pengajaran drama di kelas adalah suatu

prosedur yang sudah tepat dan sesuai dengan kurikulum. Pihak sekolah tinggal menyesuaikan

alokasi waktu pengajarannya saja.

Selain pemikiran akan suatu drama sebagai kebutuhan dan adanya kurikulum yang

memastikan bahwa pengajaran drama di kelas diperbolehkan, terdapat permasalahan serius

yang diperlukan sekolah dalam melaksanakan pengajaran drama tersebut. Permasalahan itu

adalah berkaitan dengan pemenuhan guru atau sumber daya yang akan mengajarkan seni

drama kepada siswa dan media serta metode yang relevan dengan pengajaran drama. Untuk

itu, sudah saatnya pihak sekolah dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap

perkembangan dunia pendidikan di Indonesia untuk memikirkan solusi-solusi atas

permasalahan tersebut, misalnya dengan mengharuskan seorang guru bahasa Indonesia untuk

menguasai teknik pengajaran drama di kelas. Selain itu, juga perlu dipikirkan tentang

pemenuhan kebutuhan media pengajaran drama. Dari berbagai solusi dan pandangan atas

pengajaran drama di sekolah tersebut, diharapkan pengajaran drama di kelas akan segera
dapat diimplementasikan dengan baik dan mampu menghadirkan potensi besar bagi

peningkatan kemampuan akting atau bermain drama pada siswa.

Daftar Pustaka
Asul Wiyanto. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Atar Semi. 2000. Menulis Efektif. Padang: CV. Angkasa Raya.

Dwi Hariningsih. 2005. Teater: Sebuah Pengantar. Surakarta: KBD.

Herman J. Waluyo. 2006. Drama: Naskah, Pementasan, dan Pengajarannya. Surakarta: UNS
Press.

Anda mungkin juga menyukai