Anda di halaman 1dari 8

SUMBER PERIKATAN

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)


pada Pasal 1233 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan lahir karena
persetujuan atau karena undang-undang. 
Dengan demikian perikatan berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas:

1. Perikatan yang lahir karena kontrak atau persetujuan


a. Syarat sah perjanjian
b. Akibat perjanjian
2. Perikatan yang lahir karena Undang-undang
a. Perbuatan yang sah menurut hukum
b. Perbuatan melawan hukum

I. Perikatan yang Lahir Karena Kontrak atau Persetujuan 


Kontrak atau persetujuan menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah,
“suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih”. 
Persetujuan atau kontrak atau biasa disebut dengan perjanjian
terbagi atas:

1. Suatu persetujuan cuma-cuma, maksudnya adalah pihak yang


satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain
tanpa menerima imbalan.
2. Suatu persetujuan memberatkan, maksudnya adalah suatu
persetujuan yang mewajibkan para pihak untuk memberikan
sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
Perikatan atau perjanjian dibuat untuk kepentingan diri sendiri, dan
dibolehkan untuk menanggung pihak ketiga dengan menjanjikan
bahwa pihak ketiga ini akan berbuat sesuatu, tetapi tidak
mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang
yang berjanji tersebut, jika pihak ketiga menolak untuk memenuhi
perjanjian itu. (Pasal 1316 KUHPerdata)
Ilustrasi dari uraian di atas dapat dijelaskan dengan contoh sebagai
berikut; X adalah seorang pengusaha yang mempunyai modal,
mengadakan perjanjian dengan Y selaku pihak pengembang, untuk
membangun satu komplek perumahan yang terdiri dari sepuluh unit
rumah dengan jangka waktu enam bulan. Kemudian Y menunjuk
atau mengajak Z sebagai pimpinan proyek untuk menyelesaikan
pembangunan sepuluh unit rumah dalam satu komplek tersebut.
Namun setelah proyek berjalan dengan jangka waktu enam bulan
tadi, ternyata Z tidak menyelesaikan perkejaannya. Dalam hal ini
karena yang mengadakan perjanjian adalah X dan Y, ketika terjadi
wanprestasi oleh Z, maka tuntutan ganti kerugian oleh X tersebut
menjadi tanggungjawab Y sepenuhnya.
Perikatan atau perjanjian ini dapat juga dibuat untuk pihak ketiga,
apabila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau
pemberian kepada orang lain, mensyaratkan hal tersebut. Syarat
yang diajukan ini tidak boleh ditarik kembali, jika pihak ketiga telah
menyatakan akan mempergunakan syarat tersebut. (Pasal 1317
KUHPerdata)
Untuk hal tersebut di atas dapat diilustrasikan juga sebagai berikut;
sebagaimana telah di uraiakan dalam contoh di atas, apabila
peristiwa X, dan Y mengadakan perjanjian dengan menyertakan Z
sebagai syarat dia adalah pimpinan proyek tersebut dan Z akan
menyelesaikan pekerjaan untuk membangun komplek perumahan
dengan sepuluh unit rumah dalam waktu enam bulan. Setelah Z
menyetujui syarat tersebut, jika terjadi wanprestasi oleh Y, maka Z
ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Menurut Pasal 1318 KUHPerdata bahwa orang dianggap memperoleh
sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli warisnya
dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali dengan tegas
ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu bahwa bukan
itu maksudnya.
Dapat dijelaskan maksud dari Pasal 1318 KUHPerdata ini adalah
dalam perjanjian atau perikatan yang lahir karena kontrak, dimana isi
perjanjian yang menjadi hak dari pihak yang mengikatkan diri dalam
perjanjian untuk memperoleh sesuatu, apabila pihak yang dimaksud
meninggal dunia, maka hak untuk memperoleh sesuatu itu menjadi
hak ahli warisnya, kecuali disebutkan lain dengan jelas dan tegas
dalam perjanjian bahwa bukan demikian seharusnya.
Semua perjanjian atau kontrak yang baik yang mempunyai nama
khusus maupun yang tidak dikenal dengan satu tujuan tertentu
tunduk pada peraturan umum, khususnya tentang perikatan dan
KUHPerdata pada umumnya.

A. Syarat Sah Perjanjian

Lebih lanjut KUHPerdata juga menyebutkan dalam Pasal 1320


KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian atau
persetujuan, yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal pokok persoalan tertentu.
4. Suatu hal yang tidak terlarang.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa perjanjian atau
persetujuan adalah suatu kesepakatan antara kedua belah
pihak yang mempunyai kecakapan mengenai sesuatu hal yang
jelas dan tertentu, dimana hal tersebut tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Yang dimaksud dengan kecakapan disini adalah para pihak
selain dari yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, bahwa
orang yang tidak cakap untuk membuat persetujuan atau
perjanjian adalah:

1. Anak yang belum dewasa.


2. Orang yang di bawah pengampuan.
3. Perempuan yang telah menikah dalam hal-hal yang
ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua
orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat
persetujuan tertentu.
Sesuatu yang jelas dan tertentu maksudnya adalah barang
yang dapat diperdagangkan yang ditentukan jenis dan
jumlahnya, dan barang tersebut tidak dilarang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian mengenai syarat sahnya suatu perjanjian,
apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dan dilakukan
dengan cara melawan hukum, maka perjanjian itu menjadi
batal dan tidak sah dengan kata lain tidak mempunyai kekuatan
hukum.

B. Akibat Perjanjian
Konsekuensi dari sebuah perjanjian tentunya adalah akibat atau
dampak dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian atau
persetujuan adalah sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-
alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan atau undang-undang. (Pasal 1339 KUHPerdata).
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga,
persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak
ketiga selain dalam yang yang ditentukan dalam Pasal 1317
KUHPerdata. (Pasal 1340 KUHPerdata). 
Dari bunyi pasal-pasal mengenai akibat suatu perjanjian dapat
ditarik kesimpulan akibat dari perjanjian adalah :

1. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para


pembuatnya.
2. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali, kecuali atas
kesepakatan para pembuatnya.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4. Perjanjian mengikat para pihak terhadap isi perjanjian dan
segala sesuatu yang menurut sifatnya dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan dan undang-undang.
5. Perjanjian hanya berlaku terhadap para pihak yang
membuatnya dan pihak lain yang memang telah diterima
dan disepakati oleh pihak lain tersebut.
Selain hal tersebut di atas kreditur boleh mengajukan keberatan
terhadap semua tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan
oleh debitur, dimana hal tersebut merugikan kreditur dan hal
tersebut memang dapat dibuktikan demikian adanya.
Perjanjian harus menggunakan kata-kata dan kalimat yang
jelas, yang mempunyai arti dan makna yang sesuai dengan
sifat dari perjanjian itu sendiri.

II. Perikatan yang Lahir Karena Undang-Undang

Perikatan yang lahir karena undang-undang terbagi atas:


1. Undang-undang itu sendiri.
Perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri maksudnya
adalah bahwa perikatan itu timbul karena memang undang-undang
mengaturnya demikian, contohnya adalah dengan meninggalnya
seseorang maka akan timbul kewajiban bagi ahli warisnya untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban almarhum.

2. Undang-undang atas perbuatan orang, yang terbagi atas:


a. Perbuatan yang sah menurut hukum (zaakwarneming)
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan
orang yang sah menurut hukum maksudnya adalah
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1354 KUHPerdata bahwa,
“jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili
urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia
secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia harus
membebani diri dengan segala sesuatu termasuk yang
termasuk urusan itu. Ia juga harus menjalankan segala
kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekeuasaan
yang dinyatakan dengan tegas”.
Perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1354
KUHPerdata ini termasuk perbuatan yang sah menurut hukum,
dimana dilakukan secara sukarela untuk mengurus suatu
kepentingan orang lain, baik atas perintah ataupun tidak,
sampai orang lain itu dapat mengurus sendiri urusannya.
Contoh sederhana adalah orang yang membantu merawat
binatang peliharaan tetangganya dengan memberi makan dan
minum, sehubungan dengan pemilik binatang tersebut sedang
keluar kota.

b. Perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige Daad)


Selanjutnya untuk perikatan yang timbul karena perbuatan
orang yang melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1365 KUHPerdata disebutkan bahwa, “tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”.
Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian
yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang
berada di bawah kekuasaannya.
Perbuatan melanggar hukum ini maksudnya tidak hanya
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi
juga melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat
yang merugikan orang lain

Anda mungkin juga menyukai